Anda di halaman 1dari 6

FILSAFAT HIDUP RASULULLAH

Saudara/i pembaca blog saya yang berbahagia. Marilah kita tingkatkan


iman dan taqwa kita kepada Allah SWT. Dengan pengertian taqwa yang
sebenar-benarnya dan seluas-luasnya, yakni melaksanakan segala
perintah Allah SWT, dan meninggalkan segala larangan-larangan-Nya.
Seorang muslim yang sejati adalah apabila ia telah menjadikan Nabi
Muhammad SAW sebagai idola dalam hidupnya. Kita ikuti sikap dan
tindak-tanduknya, demikian pula filsafat hidupnya harus diteladani.
Bagaimana filsafat hidup Rasulullah? Filsafat hidup adalah hal yang
abstrak, yakni bagaimana seseorang memandang suatu persoalan hidup,
cara memecahkan atau menyelesaikannya. Ada beberapa filsafat hidup
yang dianut oleh manusia:
1. Pertama : Dalam hidup ini yang penting perut kenyang dan badan
sehat.
2. Kedua : Dalam hidup ini mengikuti ke mana arah angin berhembus,
angin berhembus ke Timur, ikut ke Timur, angin berhembus ke Barat, ikut
ke Barat, suapaya selamat dan mendapatkan apa yang diinginkan.
3. Ketiga : Dalam hidup ini yang penting "GUE SENENG" masa bodoh
dengan urusan orang lain.
4. Keempat : Dalam hidup ini harus baik di dunia dan baik di akhirat.
Sebagai muslim sudah selayaknya kita berfilsafat sebagaimana filsafat
hidup Rasulullah SAW.
Filsafat hidup Rasulullah adalah sebagai berikut :
1. Pertama : Rasulullah pernah ditanya oleh seorang sahabat. "Wahai
Rasulullah, bagaimana kriteria orang yang baik itu? Rasulullah menjawab:
Yang artinya: "Sebaik-baiknya manusia ialah orang yang bermanfaat bagi
orang lain".
Jika ia seorang hartawan, hartanya tidak dinikmati sendiri, tapi dinikmati
pula oleh tetangga, sanak famili dan juga didermakan untuk kepentingan
masyarakat dan agama. Inilah ciri-ciri orang yang baik. Jika berilmu,
ilmunya dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Jika berpangkat,
dijadikannya sebagai tempat bernaung orang-orang disekitarnya dan jika
tanda tangannya berharga maka digunakan untuk kepentingan
masyarakat dan agama, tidak hanya mementingkan diri dan golongannya
sendiri.

Pokoknya segala kemampuan/potensi hidupnya dapat dinikmati orang


lain, dengan kata lain orang baik adalah orang yang dapat memfungsikan
dirinya ditengah-tengah masyarakat dan bermanfaat.
Sebaliknya kalau ada orang yang tidak bisa memberi manfaat untuk orang
lain atau masyarakat sekitarnya bahkan segala kenikmatan hanya
dinikmatinya sendiri, berarti orang itu jelek. Adanya orang seperti itu tidak
merubah keadaan dan perginyapun tidak merugikan masyarakat.
Jadi filsafat hidup Rasulullah SAW menjadikan dirinya bermanfaat bagi
orang lain. Oleh karena itu, sudah sepantasnya bagi kita sebagai manusia
untuk memegang filsafat hidup. Orang yang hanya menanam rumput
untuk makanan ternak ia akan mendapatkan rumput tapi padinya tidak
dapat, sebaliknya orang yang menanam padi, ia akan mendapatkan padi
dan sekaligus mendapatkan rumput, karena rumput tanpa ditanam akan
tumbuh sendiri. Begitu juga dengan kita yang hidup ini, kalau niat dan
motivasinya sekedar mencari rumput (uang) iapun akan memperolehnya,
tetapi tidak dapat padinya atau tidak akan memperoleh nilai ibadah dari
seluruh pekerjaannya.
Oleh karena itu dalam menjalankan kehidupan, niatkan untuk ibadah
dengan suatu keyakinan bahwa pekerjaan dan tempat kerja kita, kita
yakini sebagai tempat mengabdi kepada Nusa, Bangsa dan Negara, dan
sebagai upaya menghambakan diri kepada Allah SWT. Dengan demikian
maka setiap hendak berangkat ke tempat bekerja berniatlah beribadah,
Insya Allah seluruh pekerjaan kita akan bernilai ibadah, dan mendapatkan
pahala.
Alangkah ruginya orang yang hidup ini niatnya hanya mencari "rumput"
walau hal itu penting, tetapi kalau niatnya hanya itu saja, orang tersebut
termasuk orang yang rugi, karena ia tidak akan mendapatkan nilai ibadah
dari pekerjaannya.
Yang namanya ibadah bukan hanya shalat, zakat, puasa atau membaca
Al-Qur'an saja, tetapi bekerja, mengabdi kepada masyarakat, Negara dan
Bangsa dengan niat Lillahi Ta'ala ataupun ibadah. Hal ini penting untuk
diketahui, karena ada yang berfilsafat: Kalau ada duitnya baru mau kerja,
kalau tidak ada duitnya malas bekerja.
2. Kedua : Rasul pernah ditanya, wahai Rasulullah! Orang yang paling baik
itu yang bagaimana? Rasul menjawab :
Yang artinya : "Sebaik-baiknya diantara kamu ialah orang yang umurnya
panjang dan banyak amal kebajikannya".

Sudah barang tentu orang yang semacamn ini sangat bermanfaat bagi
masyarakat. Sebaliknya kalau ada orang yang amalnya baik tapi umurnya
pendek masyarakat akan merasa kehilangan. Rasulullah juga
mengatakan,"Seburuk-buruknya manusia yaitu mereka yang panjang
umurnya tapi jelek perbuatannya".
Jadi sebenarnya kalau ada orang semacam itu mendingan umurnya
pendek saja, supaya masyarakat sekitarnya tidak banyak menderita dan
agar ia tidak terlalu berat tanggung jawabnya di hadapan Allah. Orang
yang umurnya panjang dan banyak amal kebajikannya itulah orang yang
baik.
Permasalahannya sekarang bagaimana agar kita mendapat umur yang
panjang. Sementara orang ragu, bukankah Allah telah menentukan umur
seseorang sebelum lahir? Pernyataan ini memang benar, tapi jangan lupa
Allah adalah Maha Kuasa menentukan umur yang dikehendaki-Nya.
Adapun resep agar umur panjang sebagaimana resep Rasulullah :
Secara lahiriyah, kita semua sependapat untuk hidup sehat, harus hidup
teratur, makan yang bergizi serta menjaga kondisi dengan berolahraga
yang teratur.
Secara spiritual orang yang ini panjang umur ada dua resepnya:
1. Pertama : Suka bersedekah yakni melepaskan sebahagian hartanya di
jalan Allah untuk kepentingan masyarakat, anak yatim, fakir miskin
maupun untuk kepentingan agama. Dengan kata lain orang yang kikir
atau bakhil sangat mungkin umurnya pendek.
2. Kedua : Suka silahturahmi, Silah berarti hubungan dan rahmi berati
kasih sayang, jadi suka mengakrabkan hubungan kasih sayang dengan
sesama, saling kunjung atau dengan saling kirim salam.
Sementara para ahli tafsir menyatakan sekalipun bukan umur itu yang
bertambah misalnya 60 tahun, karena sering silahturahmi meningkat
menjadi 62 tahun, banyak sedekahnya menjadi 65 tahun. Kalau bukan
umurnya yang bertambah, setidak-tidaknya berkah umur itu yang
bertambah. Umurnya tetap tapi kualitas dari umur itu yang bertambah.
3. Ketiga : Rasul pernah ditanya, orang yang paling beruntung itu yang
bagaimana? Rasul Menjawab :
Yang artinya : "Barang siapa yang keadaannya hari ini kualitas hidupnya
lebih baik dari hari kemarin maka dia adalah orang beruntung".

Kalau kita bandingkan dengan tahun kemarin, ilmu dan ibadahnya,


dedikasinya, etos kerja, disiplin kerja meningkat, dan akhlaknya semakin
baik, orang tersebut adalah orang yang beruntung. Dengan kata lain
filsafat hidup Rasulullah yang ketiga adalah "Tiada hari tanpa peningkatan
kualitas hidup".
Pernyataan Rasul yang kedua :
Yang artinya: "Barangsiapa keadaan hidupnya pada hari ini sama dengan
hari kemarin, maka ia termasuk orang yang rugi".
Jika amalnya, akhlaknya, ibadahnya, kedisplinannya dan dedikasinya tidak
naik dan juga tidak turun maka orang tersebut termasuk orang yang
merugi.
Sementara orang bertanya: Kenapa dikatakan rugi padahal segalagalanya tidak merosot? Bagaimana dikatakan tidak rugi, mata sudah
bertambah kabur, uban sudah bertabu, giginya sudah pada gugur dan
sudah lebih dekat dengan kubur, amalnya tidak juga bertambah, kualitas
hidup tidak bertambah maka ia adalah rugi. Dan Rasul mengatakan
selanjutnya :
Yang artinya : "Barangsiapa keadaan hidupnya pada hari ini lebih buruk
dari hari kemarin maka orang semacam itu dilaknat oleh Allah".
Oleh karena itu pilihan kita tidak ada lain kecuali yang pertama, yakni
tidak ada hari tanpa peningkatan kualitas hidup. Sebagai umat Islam,
kedispilinan, dedikasi, kepandaian, kecerdasan, keterampilan harus kita
tingkatkan, agar kita termasuk orang yang beruntung.
4. Keempat : Rasul pernah ditanya : "Wahai Rasulullah! Suami dan isteri
yang paling baik itu bagaimana? Rasul menjawab : "Suami yang paling
baik adalah suami yang sikap dan ucapannya selalu lembut terhadap
isterinya, tidak pernah bicara kasar, tidak pernah bersikap kasar, tidak
pernah menyakiti perasaan isterinya, tetap menghormati dan menghargai
isterinya.
Sebab ada sikap seorang suami yang suka mengungkit-ungkit segala
kekurangan isterinya, sehingga dapat menyinggung perasaannya, yang
demikian termasuk suami yang tidak baik biarpun keren dan uangnya
banyak. Hakekatnya suami yang tidak baik yaitu suami yang kasar
terhadap isterinya. Dan seorang laki-laki yang mulia ialah yang bisa
memuliakan kaum wanita, tidak suka menyepelekan. Sampai-sampai
Rasul masih membela kepada kaum wanita beberapa saat sebelum Beliau
wafat. Beliau sempat berpesan: "Aku titipkan nasib kaum wanita
kepadamu". Diulangnya tiga kali. Karena kaum wanita kedudukannya

serba lemah. Jadi kalau seoarang suami memiliki akhlak yang tidak baik
maka penderitaan sang isteri luar biasa. Hal ini perlu kita ingat karena
segala sukses yang dicapai oleh sang suami pada hakekatnya adalah
karena andil sang isteri. Demikian juga andil isteri yang membantu
mencarikan nafkah.
5. Kelima : Rasul pernah ditanya, "Wahai Rasulullah! Orang yang benar itu
yang bagaimana? Rasul menjawab,"Apabila dia berbuat salah segera
bertaubat, kembali kepada jalan yang benar. Oleh karena itu para filosof
mengatakan, "Orang yang benar adalah bukan orang yang tak pernah
melakukan kesalahan, tapi orang yang benar adalah mereka yang
sanggup mengendalikan diri dari perbuatan yang terlarang dan bila
terlanjur melakukannya, ia memperbaiki diri dan tidak mengulangi
perbuatan yang salah itu. Ibarat anak sekolah mengerjakan soal, kalau
salah tidak jadi masalah, asal setelah dikoreksi tidak mengulangi
kesalahannya. Sampai-sampai ada ungkapan yang tidak enak didengar
tapi benar menurut tuntunan Islam, yaitu: Bekas maling itu lebih baik dari
pada bekas santri. Kita tahu bahwa santri adalah orang yang taat
beragama, sedangkan maling penjahat, pemerkosa, dan sebagainya tapi
setelah bertaubat menjadi orang yang baik, kembali ke jalan yang benar.
Orang yang demikian matinya menjadi khusnul khotimah. Memang yang
ideal, orang yang baik itu dari muda sampai tua baik terus, tapi hal itu
jarang.
Kesalahan yang sudah terlanjur, selama masih mau bertaubat tidak jadi
masalah. Oleh karena itu, segala hukuman, seperti hukuman administrasi
dalam kepegawaian, selalu didasarkan atas beberapa pertimbangan.
Apakah kesalahannya tidak bisa ditolerir, apakah orang tersebut perlu
diberi kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya atau tidak. Apakah
kesalahannya terpaksa atau karena kebodohannya? Maka berbagai
pertimbangan perlu dilakukan sehingga ada kesempatan bagi orang
tersebut untuk memperbaiki kesalahannya, agar dia bisa kembali menjadi
orang yang baik. Nabi Muhammad SAW bersabda :
Yang artinya: "Walaupun engkau pernah melakukan kesalahan sehingga
langit ini penuh dengan dosamu, asal saja kamu bertaubat, pasti akan
terima oleh Allah".
6. Keenam : Suka memberi. Sabda Nabi :
Yang artinya : "Tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah".
Orang yang suka memberi, martabatnya lebih terhormat daripada orang
yang suka menerima. Allah berfirman :

Yang artinya : "Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang


yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir
benih yang menumbuhkan tujuh butir, pada tiap-tiap butir, seratus biji.
Allah melipat-gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan
Allah Maha Luas karunia-Nya lagi Maha Mengetahui.(QS. Al-Baqarah : 261)
Tidak ada orang yang suka sedekah, kemudian jatuh miskin. Umumnya
yang jatuh miskin karena suka judi, togel, dan minuman keras. Dan resep
kaya menurut Islam adalah kerja keras, hidup hemat, dan suka sedekah.
7. Ketujuh : Rasul pernah ditanya oleh para sahabat : "Wahai Rasul! Si
pulan itu orang yang luar biasa hebatnya. Dia selalu berada dalam masjid,
siang malam melakukan shalat, puasa, I'tikaf, berdo'a. Kemudian Rasul
bertanya kepada para sahabat, "Apakah orang itu punya keluarga?"
Sahabat menjawab, "Punya Ya Rasul". Kata Rasul : "Orang tersebut adalah
orang yang tidak baik!. Saya ini suka ibadah tapi disamping itu sebagai
seorang suami, berusaha mencari nafkah. Sampai Rasul menyatakan : "
Tergolong tidak baik orang yang hanya mementingkan urusan ukhrawi
tetapi melalaikan urusan dunia".
Juga tidak benar orang yang hanya mementingkan urusan duniawi tapi
melalaikan urusan ukhrawi. Yang paling baik adalah seimbang antara
kepentingan duniawi dengan kepentingan ukhrowi dan tidak berat
sebelah.

Anda mungkin juga menyukai