Anda di halaman 1dari 32

Radang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


(Dialihkan dari Inflamasi)
Belum Diperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Radang pada kulit
Radang (bahasa Inggris: inflammation) adalah respon dari suatu organisme terhadap patogen
dan alterasi mekanis dalam jaringan, berupa rangkaian reaksi yang terjadi pada tempat jaringan
yang mengalami cedera, seperti karena terbakar, atau terinfeksi. Radang atau inflamasi adalah
satu dari respon utama sistem kekebalan terhadap infeksi dan iritasi. Inflamasi distimulasi oleh
faktor kimia (histamin, bradikinin, serotonin, leukotrien, dan prostaglandin) yang dilepaskan oleh
sel yang berperan sebagai mediator radang di dalam sistem kekebalan untuk melindungi jaringan
sekitar dari penyebaran infeksi.
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:[1]

memungkinkan penambahan molekul dan sel efektor ke lokasi infeksi untuk


meningkatkan performa makrofaga

menyediakan rintangan untuk mencegah penyebaran infeksi

mencetuskan proses perbaikan untuk jaringan yang rusak.

Respon peradangan dapat dikenali dari rasa sakit, kulit lebam, demam dll, yang disebabkan
karena terjadi perubahan pada pembuluh darah di area infeksi:

pembesaran diameter pembuluh darah, disertai peningkatan aliran darah di daerah infeksi.
Hal ini dapat menyebabkan kulit tampak lebam kemerahan dan penurunan tekanan darah
terutama pada pembuluh kecil.

aktivasi molekul adhesi untuk merekatkan endotelia dengan pembuluh darah.

kombinasi dari turunnya tekanan darah dan aktivasi molekul adhesi, akan memungkinkan
sel darah putih bermigrasi ke endotelium dan masuk ke dalam jaringan. Proses ini dikenal
sebagai ekstravasasi.

Bagian tubuh yang mengalami peradangan memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

tumor atau membengkak

calor atau menghangat

dolor atau nyeri

rubor atau memerah

functio laesa atau daya pergerakan menurun

dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan.

Referensi
1.

^ (Inggris)Janeway, Charles A.; Travers, Paul; Walport, Mark; Shlomchik, Mark


(2001). Immunobiology. Garland Science. Diakses pada 10 Maret 2010. Section 2-4.

Definisi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh
cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau
mengurung (sekuestrasi) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu
(Dorland, 2002).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi
kuman, maka pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan
agen yang membahayakan jaringan atau yang mencegah agen menyebar lebih
luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga menyebabkan jaringan yang cedera diperbaiki
atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian reaksi ini disebut radang (Rukmono,
1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti
oleh radang adalah kuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu
(panas atau dingin), berbagai jenis sinar (sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zatzat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang ditimbulkan oleh berbagai agen ini
menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang sama, yaitu terjadi cedera
jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian) jaringan,
pelebaran kapiler yang disertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan
dan sel (cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang
disertai oleh proliferasi sel jaringan makrofag dan fibroblas, terjadinya proses
fagositosis, dan terjadinya perubahan-perubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh
darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan,
kenaikan permeabilitas kapiler disertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah

besar ke dalam ruang interstisial, pembekuan cairan dalam ruang interstisial yang
disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya yang bocor dari kapiler dalam
jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam
jaringan, dan pembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang
menimbulkan reaksi ini adalah histamin, bradikinin, serotonin, prostaglandin,
beberapa

macam

produk

reaksi

sistem

komplemen,

produk

reaksi

sistem

pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal yang disebut limfokin yang
dilepaskan oleh sel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
Tanda-tanda radang (makroskopis)
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang
lampau. Tanda-tanda radang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup
pada abad pertama sesudah Masehi, sudah dikenal dan disebut tanda-tanda radang
utama. Tanda-tanda radang ini masih digunakan hingga saat ini. Tanda-tanda
radang mencakup rubor (kemerahan), kalor (panas), dolor (rasa sakit), dan tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu
functio laesa (perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran,
2003).
Umumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di
daerah yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi
pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Sehingga lebih
banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan cepat
terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995;
Rukmono, 1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut.
Kalor disebabkan pula oleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang
memiliki suhu 37oC disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak daripada ke daerah normal (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat merangsang
ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamin atau zat bioaktif lainnya dapat

merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh tekanan yang meninggi akibat
pembengkakan jaringan yang meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Pembengkakan

sebagian

disebabkan

hiperemi

dan

sebagian

besar

ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringanjaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat meradang (Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang (Dorland,
2002). Functio laesa merupakan reaksi peradangan yang telah dikenal. Akan tetapi
belum diketahui secara mendalam mekanisme terganggunya fungsi jaringan yang
meradang (Abrams, 1995).
Mekanisme radang
1. Radang akut
Radang akut adalah respon yang cepat dan segera terhadap cedera yang
didesain untuk mengirimkan leukosit ke daerah cedera. Leukosit membersihkan
berbagai mikroba yang menginvasi dan memulai proses pembongkaran jaringan
nekrotik. Terdapat 2 komponen utama dalam proses radang akut, yaitu
perubahan penampang dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari
leukosit.

Perubahan

penampang

pembuluh

darah

akan

mengakibatkan

meningkatnya aliran darah dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh


darah mikro akan memungkinkan protein plasma dan leukosit meninggalkan
sirkulasi darah. Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan
emigrasi dan selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Mitchell & Cotran,
2003).
Segera setelah jejas, terjadi dilatasi arteriol lokal yang mungkin didahului
oleh vasokonstriksi singkat. Sfingter prakapiler membuka dengan akibat aliran
darah dalam kapiler yang telah berfungsi meningkat dan juga dibukanya
anyaman kapiler yang sebelumnya inaktif. Akibatnya anyaman venular pasca
kapiler melebar dan diisi darah yang mengalir deras. Dengan demikian,
mikrovaskular pada lokasi jejas melebar dan berisi darah terbendung. Kecuali

pada jejas yang sangat ringan, bertambahnya aliran darah (hiperemia) pada
tahap awal akan disusul oleh perlambatan aliran darah, perubahan tekanan
intravaskular dan perubahan pada orientasi unsur-unsur berbentuk darah
terhadap dinding pembuluhnya. Perubahan pembuluh darah dilihat dari segi
waktu, sedikit banyak tergantung dari parahnya jejas. Dilatasi arteriol timbul
dalam beberapa menit setelah jejas. Perlambatan dan bendungan tampak
setelah 10-30 menit (Robbins & Kumar, 1995).
Peningkatan permeabilitas vaskuler disertai keluarnya protein plasma dan
sel-sel darah putih ke dalam jaringan disebut eksudasi dan merupakan
gambaran utama reaksi radang akut. Vaskulatur-mikro pada dasarnya terdiri
dari saluran-saluran yang berkesinambungan berlapis endotel yang bercabangcabang dan mengadakan anastomosis. Sel endotel dilapisi oleh selaput basalis
yang berkesinambungan (Robbins & Kumar, 1995).
Pada ujung arteriol kapiler, tekanan hidrostatik yang tinggi mendesak
cairan keluar ke dalam ruang jaringan interstisial dengan cara ultrafiltrasi. Hal
ini berakibat meningkatnya konsentrasi protein plasma dan menyebabkan
tekanan osmotik koloid bertambah besar, dengan menarik kembali cairan pada
pangkal kapiler venula. Pertukaran normal tersebut akan menyisakan sedikit
cairan dalam jaringan interstisial yang mengalir dari ruang jaringan melalui
saluran limfatik. Umumnya, dinding kapiler dapat dilalui air, garam, dan larutan
sampai berat jenis 10.000 dalton (Robbins & Kumar, 1995).
Eksudat adalah cairan radang ekstravaskuler dengan berat jenis tinggi (di
atas 1.020) dan seringkali mengandung protein 2-4 mg% serta sel-sel darah
putih

yang

melakukan

emigrasi.

Cairan

ini

tertimbun

sebagai

akibat

peningkatan permeabilitas vaskuler (yang memungkinkan protein plasma


dengan molekul besar dapat terlepas), bertambahnya tekanan hidrostatik
intravaskular sebagai akibat aliran darah lokal yang meningkat pula dan
serentetan peristiwa rumit leukosit yang menyebabkan emigrasinya (Robbins &
Kumar, 1995).
Penimbunan sel-sel darah putih, terutama neutrofil dan monosit pada
lokasi jejas, merupakan aspek terpenting reaksi radang. Sel-sel darah putih

mampu memfagosit bahan yang bersifat asing, termasuk bakteri dan debris selsel nekrosis, dan enzim lisosom yang terdapat di dalamnya membantu
pertahanan tubuh dengan beberapa cara. Beberapa produk sel darah putih
merupakan penggerak reaksi radang, dan pada hal-hal tertentu menimbulkan
kerusakan jaringan yang berarti (Robbins & Kumar, 1995).
Dalam fokus radang, awal bendungan sirkulasi mikro akan menyebabkan
sel-sel darah merah menggumpal dan membentuk agregat-agregat yang lebih
besar daripada leukosit sendiri. Menurut hukum fisika aliran, massa sel darah
merah akan terdapat di bagian tengah dalam aliran aksial, dan sel-sel darah
putih pindah ke bagian tepi (marginasi). Mula-mula sel darah putih bergerak dan
menggulung pelan-pelan sepanjang permukaan endotel pada aliran yang
tersendat tetapi kemudian

sel-sel tersebut akan

melekat dan melapisi

permukaan endotel (Robbins & Kumar, 1995).


Emigrasi adalah proses perpindahan sel darah putih yang bergerak keluar
dari pembuluh darah. Tempat utama emigrasi leukosit adalah pertemuan antarsel endotel. Walaupun pelebaran pertemuan antar-sel memudahkan emigrasi
leukosit, tetapi leukosit mampu menyusup sendiri melalui pertemuan antar-sel
endotel yang tampak tertutup tanpa perubahan nyata (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah meninggalkan pembuluh darah, leukosit bergerak menuju ke arah
utama lokasi jejas. Migrasi sel darah putih yang terarah ini disebabkan oleh
pengaruh-pengaruh kimia yang dapat berdifusi disebut kemotaksis. Hampir
semua jenis sel darah putih dipengaruhi oleh faktor-faktor kemotaksis dalam
derajat yang berbeda-beda. Neutrofil dan monosit paling reaktif terhadap
rangsang kemotaksis. Sebaliknya limfosit bereaksi lemah. Beberapa faktor
kemotaksis dapat mempengaruhi neutrofil maupun monosit, yang lainnya
bekerja secara selektif terhadap beberapa jenis sel darah putih. Faktor-faktor
kemotaksis dapat endogen berasal dari protein plasma atau eksogen, misalnya
produk bakteri (Robbins & Kumar, 1995).
Setelah leukosit sampai di lokasi radang, terjadilah proses fagositosis.
Meskipun sel-sel fagosit dapat melekat pada partikel dan bakteri tanpa
didahului oleh suatu proses pengenalan yang khas, tetapi fagositosis akan

sangat ditunjang apabila mikroorganisme diliputi oleh opsonin, yang terdapat


dalam serum (misalnya IgG, C3). Setelah bakteri yang mengalami opsonisasi
melekat pada permukaan, selanjutnya sel fagosit sebagian besar akan meliputi
partikel, berdampak pada pembentukan kantung yang dalam. Partikel ini
terletak pada vesikel sitoplasma yang masih terikat pada selaput sel, disebut
fagosom. Meskipun pada waktu pembentukan fagosom, sebelum menutup
lengkap, granula-granula sitoplasma neutrofil menyatu dengan fagosom dan
melepaskan isinya ke dalamnya, suatu proses yang disebut degranulasi.
Sebagian besar mikroorganisme yang telah mengalami pelahapan mudah
dihancurkan oleh fagosit yang berakibat pada kematian mikroorganisme.
Walaupun beberapa organisme yang virulen dapat menghancurkan leukosit
(Robbins & Kumar, 1995).
2. Radang kronis
Radang kronis dapat diartikan sebagai inflamasi yang berdurasi panjang
(berminggu-minggu hingga bertahun-tahun) dan terjadi proses secara simultan
dari inflamasi aktif, cedera jaringan, dan penyembuhan. Perbedaannya dengan
radang akut, radang akut ditandai dengan perubahan vaskuler, edema, dan
infiltrasi neutrofil dalam jumlah besar. Sedangkan radang kronik ditandai oleh
infiltrasi sel mononuklir (seperti makrofag, limfosit, dan sel plasma), destruksi
jaringan, dan perbaikan (meliputi proliferasi pembuluh darah baru/angiogenesis
dan fibrosis) (Mitchell & Cotran, 2003).
Radang kronik dapat timbul melalui satu atau dua jalan. Dapat timbul
menyusul radang akut, atau responnya sejak awal bersifat kronik. Perubahan
radang akut menjadi radang kronik berlangsung bila respon radang akut tidak
dapat reda, disebabkan agen penyebab jejas yang menetap atau terdapat
gangguan pada proses penyembuhan normal. Ada kalanya radang kronik sejak
awal merupakan proses primer. Sering penyebab jejas memiliki toksisitas
rendah dibandingkan dengan penyebab yang menimbulkan radang akut.
Terdapat 3 kelompok besar yang menjadi penyebabnya, yaitu infeksi persisten
oleh mikroorganisme intrasel tertentu (seperti basil tuberkel, Treponema
palidum, dan jamur-jamur tertentu), kontak lama dengan bahan yang tidak

dapat

hancur

(misalnya

silika),

penyakit

autoimun.

Bila

suatu

radang

berlangsung lebih lama dari 4 atau 6 minggu disebut kronik. Tetapi karena
banyak kebergantungan respon efektif tuan rumah dan sifat alami jejas, maka
batasan waktu tidak banyak artinya. Pembedaan antara radang akut dan kronik
sebaiknya berdasarkan pola morfologi reaksi (Robbins & Kumar, 1995).
Mediator kimia peradangan
Bahan kimia yang berasal dari plasma maupun jaringan merupakan rantai
penting antara terjadinya jejas dengan fenomena radang. Meskipun beberapa
cedera

langsung

merusak

endotelium

pembuluh

darah

yang

menimbulkan

kebocoran protein dan cairan di daerah cedera, pada banyak kasus cedera
mencetuskan pembentukan dan/atau pengeluaran zat-zat kimia di dalam tubuh.
Banyak jenis cedera yang dapat mengaktifkan mediator endogen yang sama, yang
dapat menerangkan sifat stereotip dari respon peradangan terhadap berbagai
macam rangsang. Karena pola dasar radang akut stereotip, tidak tergantung jenis
jaringan maupun agen penyebab pada hakekatnya menyertai mediator-mediator
kimia yang sama yang tersebar luas dalam tubuh. Beberapa mediator dapat bekerja
bersama, sehingga memberi mekanisme biologi yang memperkuat kerja mediator.
Radang juga memiliki mekanisme kontrol yaitu inaktivasi mediator kimia lokal yang
cepat oleh sistem enzim atau antagonis (Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
Cukup banyak substansi yang dikeluarkan secara endogen telah dikenal
sebagai mediator dari respon peradangan. Identifikasinya saat ini sulit dilakukan.
Walaupun daftar mediator yang diusulkan panjang dan kompleks, tetapi mediator
yang lebih dikenal dapat digolongkan menjadi golongan amina vasoaktif (histamin
dan

serotonin),

protease

plasma

(sistem kinin,

komplemen,

dan

koagulasi

fibrinolitik), metabolit asam arakidonat (leukotrien dan prostaglandin), produk


leukosit (enzim lisosom dan limfokin), dan berbagai macam mediator lainnya (misal,
radikal bebas yang berasal dari oksigen dan faktor yang mengaktifkan trombosit)
(Abrams, 1995; Robbins & Kumar, 1995).
1. Amina vasoaktif

Amina vasoaktif yang paling penting adalah histamin. Sejumlah besar


histamin disimpan dalam granula sel jaringan penyambung yang disebut sel
mast. Histamin tersebar luas dalam tubuh. Histamin juga terdapat dalam sel
basofil dan trombosit. Histamin yang tersimpan merupakan histamin yang tidak
aktif dan baru menampilkan efek vaskularnya bila dilepaskan. Stimulus yang
dapat menyebabkan dilepaskannya histamin adalah jejas fisik (misal trauma
atau panas), reaksi imunologi (meliputi pengikatan antibodi IgE terhadap
reseptor Fc pada sel mast), fragment komplemen C3a dan C5a (disebut
anafilaktosin), protein derivat leukosit yang melepaskan histamin, neuropeptida
(misal, substansi P), dan sitokin tertentu (misal, IL-1 dan IL-8) (Mitchell & Cotran,
2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Pada manusia, histamin menyebabkan dilatasi arteriola, meningkatkan
permeabilitas venula, dan pelebaran pertemuan antar-sel endotel. Histamin
bekerja dengan mengikatkan diri pada reseptor-reseptor histamin jenis H-1 yang
ada pada endotel pembuluh darah. Pada perannya dalam fenomena vaskular,
histamin juga dilaporkan merupakan bahan kemotaksis khas untuk eosinofil.
Segera setelah dilepaskan oleh sel mast, histamin dibuat menjadi inaktif oleh
histaminase. Antihistamin merupakan obat yang dibuat untuk menghambat efek
mediator dari histamin. Perlu diketahui bahwa obat antihistamin hanya dapat
menghambat tahap dini peningkatan permeabilitas vaskular dan histamin tidak
berperan

pada

tahap

tertunda

yang

dipertahankan

pada

peningkatan

permeabilitas (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995; Abrams, 1995).
Serotonin (5-hidroksitriptamin) juga merupakan suatu bentuk mediator
vaasoaktif. Serotonin ditemukan terutama di dalam trombosit yang padat
granula (bersama dengan histamin, adenosin difosfat, dan kalsium). Serotonin
dilepaskan selama agregasi trombosit. Serotonin pada binatang pengerat
memiliki efek yang sama seperti halnya histamin, tetapi perannya sebagai
mediator pada manusia tidak terbukti (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins &
Kumar, 1995).
2. Protease plasma

Berbagai macam fenomena dalam respon radang diperantarai oleh tiga


faktor plasma yang saling berkaitan yaitu sistem kinin, pembekuan, dan
komplemen. Seluruh proses dihubungkan oleh aktivasi awal oleh faktor
Hageman (disebut juga faktor XII dalam sistem koagulasi intrinsik). Faktor XII
adalah suatu protein yang disintesis oleh hati yang bersirkulasi dalam bentuk
inaktif hingga bertemu kolagen, membrana basalis, atau trombosit teraktivasi di
lokasi

jejas

kininogen
mengalami

endotelium.

Dengan

(HMWK)/kininogen
perubahan

bantuan

berat

bentuk

kofaktor

molekul

menjadi

tinggi,

faktor

high-molecular-weight
faktor

XIIa.

XII

Faktor

kemudian
XIIa

dapat

membongkar pusat serin aktif yang dapat memecah sejumlah substrat protein
(Mitchell & Cotran, 2003).
Aktivasi

sistem

kinin

pada

akhirnya

menyebabkan

pembentukan

bradikinin. Bradikinin merupakan polipeptida yang berasal dari plasma sebagai


prekursor yang disebut HMWK. Prekursor glikoprotein ini diuraikan oleh enzim
proteolitik kalikrein. Kalikrein sendiri berasal dari prekursornya yaitu prekalikrein
yang

diaktifkan

menyebabkan

oleh

dilatasi

faktor

XIIa.

arteriola,

Seperti

halnya

meningkatkan

histamin,

permeabilitas

bradikinin

venula

dan

kontraksi otot polos bronkial. Bradikinin tidak menyebabkan kemotaksis untuk


leukosit, tetapi menyebabkan rasa nyeri bila disuntikkan ke dalam kulit.
Bradikinin dapat bertindak dalam sel-sel endotel dengan meningkatkan celah
antar sel. Kinin akan dibuat inaktif secara cepat oleh kininase yang terdapat
dalam plasma dan jaringan, dan perannya dibatasi pada tahap dini peningkatan
permeabilitas pembuluh darah (Mitchell & Cotran, 2003; Robbins & Kumar,
1995).
Pada sistem pembekuan, rangsangan sistem proteolitik mengakibatkan
aktivasi trombin yang kemudian memecah fibrinogen yang dapat larut dalam
sirkulasi menjadi gumpalan fibrin. Faktor Xa menyebabkan peningkatan
permeabilitas vaskular dan emigrasi leukosit. Trombin memperkuat perlekatan
leukosit pada endotel dan dengan cara menghasilkan fibrinopeptida (selama
pembelahan fibrinogen) dapat meningkatkan permeabilitas vaskular dan
sebagai kemotaksis leukosit (Mitchell & Cotran, 2003).

Ketika faktor XIIa menginduksi pembekuan, di sisi lain terjadi aktivasi


sistem fibrinolitik. Mekanisme ini terjadi sebagai umpan balik pembekuan
dengan cara memecah fibrin kemudian melarutkan gumpalan fibrin. Tanpa
adanya fibrinolisis ini, akan terus menerus terjadi sistem pembekuan dan
mengakibatkan

penggumpalan

pada

keseluruhan

vaskular.

Plasminogen

activator (dilepaskan oleh endotel, leukosit, dan jaringan lain) dan kalikrein
adalah protein plasma yang terikat dalam perkembangan gumpalan fibrin.
Produk hasil dari keduanya yaitu plasmin, merupakan protease multifungsi yang
memecah fibrin (Mitchell & Cotran, 2003).
Sistem komplemen terdiri dari satu seri protein plasma yang berperan
penting dalam imunitas maupun radang. Tahap penting pembentukan fungsi
biologi komplemen ialah aktivasi komponen ketiga (C3). Pembelahan C3 dapat
terjadi oleh apa yang disebut jalur klasik yang tercetus oleh pengikatan C1
pada kompleks antigen-antibodi (IgG atau IgM) atau melalui jalur alternatif yang
dicetuskan oleh polisakarida bakteri (misal, endotoksin), polisakarida kompleks,
atau IgA teragregasi, dan melibatkan serangkaian komponen serum (termasuk
properdin dan faktor B dan D). Jalur manapun yang terlibat, pada akhirnya
sistem

komplemen

akan

memakai

urutan

efektor

akhir

bersama

yang

menyangkut C5 sampai C9 yang mengakibatkan pembentukan beberapa faktor


yang secara biologi aktif serta lisis sel-sel yang dilapisi antibodi (Mitchell &
Cotran, 2003; Robbins & Kumar, 1995).
Faktor yang berasal dari komplemen, mempengaruhi berbagai fenomena
radang akut, yaitu pada fenomena vaskular, kemotaksis, dan fagositosis. C3a
dan C5a (disebut juga anafilaktosin) meningkatkan permeabilitas vaskular dan
menyebabkan

vasodilatasi

dengan

cara

menginduksi

sel

mast

untuk

mengeluarkan histamin. C5a mengaktifkan jalur lipoksigenase dari metabolisme


asam arakidonat dalam netrofil dan monosit. C5a juga menyebabkan adhesi
neutrofil pada endotel dan kemotaksis untuk monosit, eosinofil, basofil dan
neutrofil. Komplemen yang lainnya, C3b, apabila melekat pada dinding sel
bakteri akan bekerja sebagai opsonin dan memudahkan fagositosis neutrofil dan
makrofag yang mengandung reseptor C3b pada permukaannya (Mitchell &
Cotran, 2003).

a. Metabolit asam arakidonat


Asam arakidonat merupakan asam lemak tidak jenuh (20-carbon
polyunsaturated fatty acid) yang utamanya berasal dari asupan asam
linoleat dan berada dalam tubuh dalam bentuk esterifikasi sebagai
komponen fosfolipid membran sel. Asam arakidonat dilepaskan dari
fosfolipid melalui fosfolipase seluler yang diaktifkan oleh stimulasi mekanik,
kimia, atau fisik, atau oleh mediator inflamasi lainnya seperti C5a.
Metabolisme asam arakidonat berlangsung melalui salah satu dari dua jalur
utama, sesuai dengan enzim yang mencetuskan, yaitu jalur siklooksigenase
dan lipoksigenase. Metabolit asam arakidonat (disebut juga eikosanoid)
dapat memperantarai setiap langkah inflamasi. (Mitchell & Cotran, 2003).
Jalur siklooksigenase menghasilkan prostaglandin (PG) E 2 (PGE2),
PGD2, PGF2?, PGI2 (prostasiklin), dan tromboksan A2 (TXA2). Setiap produk
tersebut berasal dari PGH2 oleh pengaruh kerja enzim yang spesifik. PGH 2
sangat tidak stabil, merupakan prekursor hasil akhir biologi aktif jalur
siklooksigenase. Beberapa enzim mempunyai distribusi jaringan tertentu.
Misalnya, trombosit mengandung enzim tromboksan sintetase sehingga
produk utamanya adalah TXA2. TXA2 merupakan agen agregasi trombosit
yang kuat dan vasokonstriktor. Di sisi lain, endotelium kekurangan dalam hal
tromboksan sintetase, tetapi banyak memiliki prostasiklin sintetase yang
membentuk PGI2. PGI2 merupakan vasodilator dan penghambat kuat
agregasi

trombosit.

PGD2

merupakan

metabolit

utama

dari

jalur

siklooksigenase pada sel mast. Bersama dengan PGE 2 dan PGF2?, PGD2
menyebabkan vasodilatasi dan pembentukan edema. Prostaglandin terlibat
dalam patogenesis nyeri dan demam pada inflamasi (Mitchell & Cotran,
2003).
Jalur lipoksigenase merupakan jalur yang penting untuk membentuk
bahan-bahan proinflamasi yang kuat. 5-lipoksigenase merupakan enzim
metabolit asam arakidonat utama pada neutrofil. Produk dari aksinya
memiliki

karakteristik

hidroperoksieikosatetranoik)

yang

terbaik.

merupakan

5-HPETE

derivat

(asam

5-hidroperoksi

5asam

arakidonat yang tidak stabil dan direduksi menjadi 5-HETE (asam 5hidroksieikosatetraenoik) (sebagai kemotaksis untuk neutrofil) atau diubah
menjadi golongan senyawa yang disebut leukotrien. Produk dari 5-HPETE
adalah leukotrien (LT) A4 (LTA4), LTB4, LTC4, LTD4, dan LTE5. LTB4 merupakan
agen kemotaksis kuat dan menyebabkan agregasi dari neutrofil. LTC 4, LTD4,
dan LTE4 menyebabkan vasokonstriksi, bronkospasme, dan meningkatkan
permeabilitas vaskular (Mitchell & Cotran, 2003).
Lipoksin juga termasuk hasil dari jalur lipoksigenase yang disintesis
menggunakan jalur transeluler. Trombosit sendiri tidak dapat membentuk
lipoksin A4 dan B4 (LXA4 dan LXB4), tetapi dapat membentuk metabolit dari
intermediat LTA4 yang berasal dari neutrofil. Lipoksin mempunyai aksi baik
pro- dan anti- inflamasi. Misal, LXA4 menyebabkan vasodilatasi dan
antagonis

vasokonstriksi

yang

distimulasi

LTC 4.

Aktivitas

lainnya

menghambat kemotaksis neutrofil dan perlekatan ketika menstimulasi


perlekatan monosit (Mitchell & Cotran, 2003).
b. Produk leukosit
Granula

lisosom

yang

terdapat

dalam

neutrofil

dan

monosit

mengandung molekul mediator inflamasi. Mediator ini dilepaskan setelah


kematian sel oleh karena peluruhan selama pembentukan vakuola fagosit
atau

oleh

fagositosis

yang

terhalang

karena

ukurannya

besar

dan

permukaan yang tidak dapat dicerna. Kalikrein yang dilepaskan dari lisosom
menyebabkan pembentukan bradikinin. Neutrofil juga merupakan sumber
fosfolipase yang diperlukan untuk sintesis asam arakidonat (Robbins &
Kumar, 1995).
Di dalam lisosom monosit dan makrofag juga banyak mengandung
bahan yang aktif untuk proses radang. Pelepasannya penting pada radang
akut dan radang kronik. Limfosit yang telah peka terhadap antigen
melepaskan limfokin. Limfokin merupakan faktor yang menyebabkan
penimbunan dan pengaktifan makrofag pada lokasi radang. Limfokin
penting pada radang kronik (Robbins & Kumar).

c. Mediator lainnya
Metabolit oksigen reaktif yang dibentuk dalam sel fagosit saat
fagositosis dapat luruh memasuki lingkungan ekstrasel. Diduga bahwa
radikal-radikal bebas yang sangat toksik meningkatkan permeabilitas
vaskular

dengan

cara

merusak

endotel

kapiler.

Selain

itu,

ion-ion

superoksida dan hidroksil juga dapat menyebabkan peroksidase asam


arakidonat tanpa enzim. Akibatnya, akan

dapat terbentuk lipid-lipid

kemotaksis (Robbins & Kumar, 1995).


Aseter-PAF merupakan mediator lipid yang menggiatkan trombosit.
Hal ini karena menyebabkan agregasi trombosit ketika dilepaskan oleh sel
mast. Selain sel mast, neutrofil dan makrofag juga dapat mensintesis aseterPAF. Aseter-PAF meningkatkan permeabilitas vaskular, adhesi leukosit dan
merangsang neutrofil dan makrofag (Robbins & Kumar, 1995).
Daftar Pustaka
1. Dorland, W.A.N. (2002). Kamus Kedokteran Dorland (Setiawan, A., Banni, A.P., Widjaja,
A.C., Adji, A.S., Soegiarto, B., Kurniawan, D., dkk , penerjemah). Jakarta: EGC. (Buku
asli diterbitkan 2000).
2. Rukmono (1973). Kumpulan kuliah patologi. Jakarta: Bagian patologi anatomik FK UI.
3. Guyton, A.C. & Hall, J.E. (1997). Buku ajar fisiologi kedokteran (9th ed.) (Setiawan, I.,
Tengadi, K.A., Santoso, A., penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1996).
4. Abrams, G.D. (1995). Respon tubuh terhadap cedera. Dalam S. A. Price & L. M. Wilson,
Patofisiologi: Konsep klinis proses-proses penyakit (4th ed.)(pp.35-61)(Anugerah, P.,
penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli diterbitkan 1992).
5. Mitchell, R.N. & Cotran, R.S. (2003). Acute and chronic inflammation. Dalam S. L.
Robbins & V. Kumar, Robbins Basic Pathology (7th ed.)(pp33-59). Philadelphia: Elsevier
Saunders.
6. Robbins, S.L. & Kumar, V. (1995). Buku ajar patologi I (4th ed.)(Staf pengajar
laboratorium patologi anatomik FK UI, penerjemah). Jakarta: EGC (Buku asli
diterbitkan 1987).

Definisi
Inflamasi merupakan respons protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau
kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung (sekuestrasi)
baik agenpencedera maupun jaringan yang cedera itu (Dorland, 2002).
Apabila jaringan cedera misalnya karena terbakar, teriris atau karena infeksi kuman, maka
pada jaringan ini akan terjadi rangkaian reaksi yang memusnahkan agen yang membahayakan
jaringan atauyang mencegah agen menyebar lebih luas. Reaksi-reaksi ini kemudian juga
menyebabkan jaringan yangcedera diperbaiki atau diganti dengan jaringan baru. Rangkaian
reaksi ini disebut radang (Rukmono,1973).
Agen yang dapat menyebabkan cedera pada jaringan, yang kemudian diikuti oleh radang
adalahkuman (mikroorganisme), benda (pisau, peluru, dsb.), suhu (panas atau dingin), berbagai

jenis sinar(sinar X atau sinar ultraviolet), listrik, zat-zat kimia, dan lain-lain. Cedera radang yang
ditimbulkan olehberbagai agen ini menunjukkan proses yang mempunyai pokok-pokok yang
sama, yaitu terjadi cedera jaringan berupa degenerasi (kemunduran) atau nekrosis (kematian)
jaringan, pelebaran kapiler yangdisertai oleh cedera dinding kapiler, terkumpulnya cairan dan sel
(cairan plasma, sel darah, dan sel jaringan) pada tempat radang yang disertai oleh proliferasi sel
jaringan makrofag dan fibroblas,terjadinya proses fagositosis, dan terjadinya perubahanperubahan imunologik (Rukmono, 1973).
Secara garis besar, peradangan ditandai dengan vasodilatasi pembuluh darah lokal
yangmengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan, kenaikan permeabilitas
kapilerdisertai dengan kebocoran cairan dalam jumlah besar ke dalam ruang interstisial,
pembekuan cairandalam ruang interstisial yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein lainnya
yang bocor dari kapilerdalam jumlah berlebihan, migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit
ke dalam jaringan, danpembengkakan sel jaringan. Beberapa produk jaringan yang menimbulkan
reaksi ini adalah histamin,bradikinin, serotonin, prostaglandin, beberapa macam produk reaksi
sistem komplemen, produk reaksisistem pembekuan darah, dan berbagai substansi hormonal
yang disebut limfokin yang dilepaskan olehsel T yang tersensitisasi (Guyton & Hall, 1997).
Ta
nd
a-ta
nd
a ra
d
a
ng
(makro
s
kop
is)
Gambaran makroskopik peradangan sudah diuraikan 2000 tahun yang lampau. Tandatandaradang ini oleh Celsus, seorang sarjana Roma yang hidup pada abad pertama sesudah
Masehi, sudahdikenal dan disebut tanda-tanda radang utama. Tanda-tanda radang ini masih
digunakan hingga saat ini.Tanda-tanda radang mencakup
rubor
(kemerahan),
kalor
(panas),
dolor
(rasa sakit),dan
tumor
(pembengkakan). Tanda pokok yang kelima ditambahkan pada abad terakhir yaitu
functiolaesa
(perubahan fungsi) (Abrams, 1995; Rukmono, 1973; Mitchell & Cotran, 2003).

U
mumnya, rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah yangmengalami
peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplaidarah ke
daerah peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan
kapilermeregang dengan cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau
kongesti,menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut (Abrams, 1995; Rukmono,
1973).
Kalor terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan
pulaoleh sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37
o
C disalurkan ke permukaantubuh yang mengalami radang lebih banyak daripada ke daerah
normal (Abrams, 1995; Rukmono,1973).

Manfaat pemeriksaan darah dan kaitannya dengan inflamasi :


1. Sbg Pemeriksaaan penyaring untuk membantu diagnosa adanya peradangan.
2. Sbg Pencerminan reaksi tubuh terhadap suatu penyakit radang.
3. Dapat dipakai sebagai petunjuk kemajuan infeksi peradangan.
Jelaskan mekanisme aksi neutrofil pada proses radang akut berdasarkan
animasi tersebut!
b) Mekanisme radang kaut yaitu sebagai berikut.
Mula-mula terjadi vasokonstriksi (penyempitan pembuluh darah) terutama pada pembuluh
darah kecil (arteriol). Proses ini hanya berlangsung beberapa detik hingga beberapa menit saja,

tergantung pada tingkat keparahan paparan jejas. Biasanya pada jejas berupa luka bakar,
vasokonstriksi akan berlangsung selama beberapa menit.
Selanjutnya terjadi vasodilatasi pembuluh darah. Akibatnya, jumlah darah yang melewati
pembuluh darah tersebut meningkat dan mengakibatkan aliran darah melambat.
Permeabilitas dinding pembuluh darah meningkat sehingga protein dan plasma darah keluar
dari pembuluh darah sehingga darah menjadi kental (heperemia).
Marginasi (penepian) leukosit-neutrofil yang paling mendominasi-menuju dinding pembuluh
darah dan melekat pada dinding endotel (sticking).
Leukosit mengalami diapedesis, yaiu keluarnya leukosit menembus pembuluh darah.
Leukosit melakukan penyerangan terhadap zat penginvasi asing melalui endositosis
(fagositosis dan pinositosis).
Terjadinya proses inflamasi yang ditandai dengan empat tanda kardinal radang, yaitu rubor,
dollor, kalor, dan tumor.
Perhatikan fibrin dalam inflamasi akut berikut ini

Sumber: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL008.html
Apa peran benang-benang fibrin dalam proses inflamasi?
c) Benang-benang fibrin berperan sebagai jaringan ikat yang saling berhubungan hingga tepi-tepi
luka. Benang-benang ini berfungsi dalam proses pemulihan jaringan yang rusak akibat reaksi
inflamasi sehingga jaringan akan kembali lagi ke bentuk yang semula.
Perhatikan gambaran mikroskopik di bawah ini!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL001.html
Apakah penanda paling sederhana suatu radang dikatakan radang
akut?

d) Radang akut ditandai dengan adanya peningkatan sel-sel radang yaitu leukosit terutama yang
paling banyak yaitu neutrofil.
Apakah isi dan manfaat granula dalam neutrofil dalam proses radang?
e) neutrofil tersebut berperan dalam fagisitosis bakteri dan destruksi sel bekerja sama dengan
enzim lisosomal. Enzim tersebut dijumpai pada granula intraselulernya, terdiri dari;
Mieloperoksidase (MPO) yaitu komponen aktif granulosit yang merupakan enzim antibakteri
utama. Enzim ini bergabung dengan hidrogen peroksidase.
Hidrolase asam, bekerja pada benda organik temasuk bakteri.
Protease, mengakibatkan degradasi protein termsuk elastin, kolagen, dan protein yang
dijumpai pada membran basalis.
Lisozim, bekerja pada mikroorganisme melalu hidrolisis dan dijumpai pada neutrofil dan
monosit (makrofag, histiosit)
Prteiin kation, mencegah pertumbuhan bakteri dan mengakibatkan kemotaksis monosit dan
permeabilitas vaskuler.
Dominasi PMN jenis Neutrofil khas terdapat pada mekanisme jenis inflamasi
apa saja?
f) PMN ini merupakan jenis neutrofil khas yang mendominasi pada proses inflamasi akut, yaitu:
Inflamasai kataral
Inflamasi supuratifa
Inflamasi fibrinosa
Inflamasi pseudomembranosa
Inflamasi serosa
Makrofag yang terakstivasi akan mensekresi?
Perhatikan gambar berikut.

Gb.1 Tuba Fallopi Gb.2 Lumen Gb.3 Mukosa


SUMBER: http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/inf1/inf110.htm
Terkait dengan radang, apa yang bisa Anda simpulkan dari gambaran
tersebut?
h) Jika diperhatikan, gambar mikroskopik lumen, mukosa, dan tuba fallopi tersebut tidak
mengalami inflmasi atau dengan kata lain, gambaran mikroskopis tersebut merupakan gambaran
normal.
Berikut gambaran tuba fallopi dengan kelainan di bawah ini dan perhatikan
struktur-struktur berikut secara detail; serviks, tuba fallopi, normal ovarium
dan masa tuba-ovarium yang mengalami radang. (klik tulisan di sebelah
kanan gambar)!

SUMBER: http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/inf1/inf130.htm
Apa cardinal signs yang bisa Anda amati pada kasus tersebut? Apa mediator
utama yang berperan dalam peningkatan aliran darah ke area radang?
i) cardinal signs yang dapat diamati dari gambar yaitu adanya rubor (kemerahan pada masa tubaovarium), tumor (adanya pembengkakan pada masa tuba-ovarium), dollor (rasa nyeri yang
mungkin dirasakan oleh penderita), kalor (disekitar masa tersebut timbul peningkatan suhu yang
diakibatkan oleh peningkatan jumlah pembuluh darah yang mampu memperbanyak jumlah darah
yang melalui pembuluh darah tersebut), serta adanya functio laesa (adanya keterbatasan gerak).
Mediator utama yang berperan dalam peningkatan aliran darah ke area radang adalah Histamin,
prostaglandin (diikuti PGI2, PGE, dan PGD2), dan oksida nitrat.
Mengapa bentuk tuba-ovarium yang mengalami radang memanjang dan tidak
beraturan? Mekanisme apa yang mendasari? Bagaimana kira-kira riwayat
penyakit klien dengan kelainan tersebut?

j) Hal ini disebabkan oleh eksudasi fibrinogen, yang akan disimpan sebagai fibrin di permukaan.
Hal ini merupakan perwujudan dari permeabilitas vaskular yang meningkat.
Riwayat penyakit klien dengan kelainan tersebut kira-kira klien memiliki sejarah singkat dengan
awal akut. Klien kemungkinan besar telah mengalami salpingitis akut. Meskipun ada bukti
peradangan akut pada spesimen ini, ada juga tampaknya adhesi antara tuba falopi kanan dan
ovarium, yang menunjukkan bahwa durasi peradangan mungkin lebih lama dari sejarah klinis.
Bedakan gambaran mikroskopik tuba fallopi normal sebelumnya dengan
mikroskopik tuba yang mengalami radang di bawah ini dan gambarkan pada
lembar praktikum!

Gb.1 Neutrofil Gb.2 Mukosa


SUMBER: http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/inf1/inf150.htm
Perhatikan sebukan neutrofil pada lumen dan batas mukosa pada gambar.
Mekanisme apa yang mendasari pindahnya neutrofil dari plasma menuju ara
radang?
k) Mekanisme yang mendasari, yaitu ada tiga langkah: (1) Di dalam lumen: daerah pinggir,
rolling, dan adhesi; (2) transmigrasi di endothelium, dan (3) migrasi pada jaringan interstisial
menuju stimulus chemotactic.
Perhatikan gambaran mikroskopik dengan pembesaran bawah ini!

SUMBER: http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/inf1/inf160.htm
Gambaran apa struktur tersebut? Diambil dari klien dengan keluhan apa kirakira
mikroskopik tersebut?
l) Struktur tersebut adalah gambaran mikroskopik tuba falopii yang diambil dari klien dengan
keluhan radang pada panggul.

Perhatikan struktur-struktur berikut secara lebih cermat; lumen, mukosa,


submukosa, sel plasma, dan neutrofil! Adanya sel plasma pada gambaran
tersebut dapat menandakan apa?
m) Adanya sel plasma (bersama dengan limfosit dan makrofag) menunjukkan peradangan yang
kronis.
Eksudat
Perhatikan gambar berikut!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL062.html
Tampilan apakah yang tampak pada gambar
tersebut?
n) Adanya efusi pleura
Efusi pleura dapat terjadi pada klien dengan masalah apa?
o) Dapat terjadi pada klien yang memiliki ketidakseimbangan antara pembentukan dan
pengeluaran cairan pleura.
Bedakan gambar sebelumnya dengan gambar berikut!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL013.html
Apakah beda antara eksudat dan transudat? Mengapa eksudat dikategorikan
sebagai serosa, seroanguinosa, fibrinosa, dan purulenta? Bedakan berbagai
eksudat tersebut!
p) Transudat terjadi apabila hubungan antara tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik
menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan melebihi reabsorbsi

oleh pleura lainnya. Eksudat terbentuk melalui membran kapiler yang permeabilitasnya
abnormal.
Serosa: sebuah transudat dengan cairan edema dan beberapa sel.
Seroanguinosa: suatu efusi dengan sel darah merah.
Fibrinosa: benang fibrin yang beraal dari eksudat yang kaya protein.
Purulenta: sejumlah PMN atau yang biasa disebut empiema di pleura.
Perhatikan gambar di bawah ini!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL014.html
Proses apakah yang terjadi dan apa penyebabnya? Apakah kira-kira dampak
proses tersebut bagi fungsi organ dan bagi klien penderita?
q) Terjadi gangguan pada aktivitas jantung
Perhatikan jenis eksudat lain berikut!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL018.html
http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL019.html
Bagaimana proses ini dapat
mengganggu fungsi organ dan apakah dampaknya bagi klien?
r) Eksudat tersebut akan mengganggu kinerja organ sehingga organ tersebut tidak dapat bekerja
dengan baik.
Abses
Tampilan apakah gambar -gambar mikroskopik di bawah ini? Jelaskan
definisi dan mekanisme terjadinya abses!

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL024.html
http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL027.html
s) Tampilan mikroskopik di atas adalah daerah pembentukan abses di lobus paru-paru. Abses
adalah suatu koleksi tertutup jaringan cair, dikenal sebagai nanah, di suatu tempat di dalam
tubuh. Ini adalah hasil reaksi pertahanan tubuh terhadap benda asing.
Ulkus
Menampilkan gambaran apakah sediaan berikut? Apakah penyebab proses
tersebut? Apakah konsekuensinya untuk klien?

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL030.html
t) Ulkus pada permukaan epitel lambung. Ulkus adalah kerusakan lokal atau eksvakasi
permukaan jaringan yang muncul karena terkupasnya jaringan radang (Kumala, 1998).
Konsekuensi ulkus adalah membuat klien erasa nyeri pada organ yang terdapat ulkus.
Perhatikan contoh ukus pada organ lain dengan penyebab yang berbeda
berikut. Bagaimana mekanisme terjadinya ulkus-ulkus tersebut?
u)

Mekanisme terjadinya ulkus pada gambar di atas adalah pertama-tama klien mengalami diabetes
mellitus selama bertahun-tahun sehingga menyebabkan aterosklerosis ditandai dengan
penyempitan arteri. Hal tersebut menyebabkan kaki klien harus diamputasi
v) Gambar di atas merupakan gambar Ulkus dekubitus yang dapat terjadi karena klien berbaring
terlalu lama sehingga menyebabkan ukselari seperti pada gambar.
Jaringan Granulasi
Perhatikan gambaran jaringan granulasi pada sediaan berikut.

SUMBER: http://www.wccta.net/gallery/pjsplace/blog/aug07/hole814.jpg
Apakah jaringan granulasi? Proses fisiologis atau patologiskah terbentuknya
jaringan granulasi?
w) Jaringan granulasi adalah jaringan yang terbentuk kembali secara fisiologis sebagai proses
penyembuhan luka yang telah terjadi.
Berdasarkan tampilannya melalui jenis pemulihan luka primer ataukah
sekunder proses pemuliahnnya? Mengapa demikian?
x) Berdasarkan tampilannya pemulihan jaringan tersebut adalah pemulihan jaringan sekunder
karena terjadi setelah respons inflamasi dan dapat terengaruh oleh respons infeksi pula.
Jaringan Skar
Perhatikan sediaan makroskopik berikut

SUMBER: http://library.med.utah.edu/WebPath/INFLHTML/INFL039.html
http://ae.medseek.com/adam04/graphics/images/en/10298.jpg
Proses apakah yang terjadi pada organ-organ tersebut dan mengapa terjadi proses tersebut?
Apakah dampaknya bagi fungsi masing-masing organ tersebut?
y) Jaringan skar adalah tanda yang tersisa setelah penyembuhan luka atau proses penyakit lain
yang biasanya dapat terjadi pada radang kronis. Dampak organ yang memiliki jaringan skar ini
adalah tidak terlihat dengan sempurnanya jaringan ini dari luar-jaringan skar biasa terlihat
dengan mata telanjang karena jaringan skar terjadi di epitelium.
DAFTAR PUSTAKA:
Pringgoutomo,Sudarto, dkk. (2002). Patologi I (Umum). Jakarta: Sagung Seto.
Rukmono. (1973). Patologi Umum. Jakarta: FKUI
http://library.med.utah.edu/WebPath/CINJHTML/CINJIDX.html

http://pathcuric1.swmed.edu/PathDemo/Start.htm

A. PROSES PENYEMBUHAN TULANG


Tahapan penyembuhan tulang terdiri dari: inflamasi, proliferasi sel, pembentukan kalus,
penulangan kalus (osifikasi), dan remodeling.
Tahap Inflamasi. Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan
hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena
terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah
putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan
nyeri.
Tahap Proliferasi Sel. Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benangbenang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi
fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan
sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada
patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum,
tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak sruktur kalus.
Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif.
Tahap Pembentukan Kalus. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan
tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang
digabungkan dengan jaringan fibrus, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan
volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah
kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang
tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrus. Secara klinis fargmen tulang tidak bisa lagi
digerakkan.
Tahap Penulangan Kalus (Osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam
dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan endokondral. Patah tulang
panjang orang dewasa normal, penulangan memerlukan waktu tiga sampai empat bulan. Mineral
terus menerus ditimbun sampai tulang benar-benar telah bersatu dengan keras. Permukaan kalus
tetap bersifat elektronegatif.
Tahap Menjadi Tulang Dewasa (Remodeling). Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi
pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya.
Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang

kompak dan kanselus stres fungsional pada tulang. Tulang kanselus mengalami penyembuhan
dan remodeling lebih cepat daripada tulang kortikal kompak, khususnya pada titik kontak
langsung.
Selama pertumbuhan memanjang tulang, maka daerah metafisis mengalami remodeling
(pembentukan) dan pada saat yang bersamaan epifisis menjauhi batang tulang secara progresif.
Remodeling tulang terjadi sebagai hasil proses antara deposisi dan resorpsi osteoblastik tulang
secara bersamaan. Proses remodeling tulang berlangsung sepanjang hidup, dimana pada anakanak dalam masa pertumbuhan terjadi keseimbangan (balance) yang positif, sedangkan pada
orang dewasa terjadi keseimbangan yang negative. Remodeling juga terjadi setelah
penyembuhan suatu fraktur. (Rasjad. C, 1998)
B. PROSES PERTUMBUHAN TULANG
Pembentukan tulang manusia dimulai pada saat masih janin dan umumnya akan bertumbuh dan
berkembang terus sampai umur 30 sampai 35 tahun. Berikut adalah gambaran pembentukan
tulang
Dari grafik massa tulang mulai bertumbuh sejak usia 0. Sampai usia 30 atau 35 tahun (tergantung
individual) pertumbuhan tulang berhenti, dan tercapai puncak massa tulang. Puncak massa
tulang belum tentu bagus, tapi diumur itulah tercapai puncak massa tulang manusia.
Bila dari awal proses pertumbuhan, asupan kalsium selalu terjaga, maka tercapailah puncak
massa tulang yang maksimal, tapi bila dari awal pertumbuhan tidak terjaga asupan kalsium serta
giji yang seimbang, maka puncak massa tulang tidak maksimal.

Pada usia 0 30/35 tahun, disebut modeling tulang karena pada masa ini tercipta atau terbentuk
MODEL tulang seseorang. Sehingga lain orang, lain pula bentuk tulangnya. Pada usia 30 35
tahun, pertumbuhan tulang sudah selesai, disebut remodeling dimana modeling sudah selesai
tinggal proses pergantian tulang yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih
muda. Secara alami setelah pembentukan tulang selesai, maka akan terjadi penurunan massa
tulang. Hal ini bisa dicegah dengan menjaga asupan kalsium setelah tercapainya puncak massa
tulang. Dengan assupan kalsium 800 1200 mg perhari, puncak massa tulang ini bisa
dipertahankan. Di pasaran sudah beredar asupan kalsium dan vit.D3 yang dilengkapi EPO
mengandung kalsium 400 mg, Vit D3 50 iu dan EPO 400 mg, dengan mengkonsumsi produk
tersebut 2 x sehari, bisa mempertahankan puncak massa tulang.
Tujuan untuk mempertahankan puncak massa tulang adalah :
Untuk mencegah penurunan massa tulang, dimana penurunan massa tulang ini akan
mengakibatkan berkurangnya kepadatan tulang, dan tulang akan mengalami osteoporosis.
Osteoporosis lebih baik dicegah dengan cara asupan kalsium yang cukup setelah usia 30 atau 35
tahun.

Kesimpulan :
Dalam proses pembentukan tulang, tulang mengalami regenerasi yaitu pergantian tulang-tulang
yang sudah tua diganti dengan tulang yang baru yang masih muda, proses ini berjalan seimbang
sehingga terbentuk puncak massa tulang. Setelah terbentuk puncak massa tulang, tulang masih
mengalami pergantian tulang yang sudah tua dengan tulang yamg masih muda, tapi proses ini
tidak berjalan seimbang dimana tulang yang diserap untuk diganti lebih banyak dari tulang yang
akan menggantikan, maka terjadi penurunan massa tulang, dan bila keadaan ini berjalan terus
menerus, akan terjadi osteoporosis
C. KOMPOSISI TULANG
Tulang terdiri dari 2 bahan:
1. Matrik yang kaya mineral (70%) = Bone (Tulang yang sudah matang)
2. Bahan-bahan organik (30%) yang terdiri dari:

Sel (2%) : 1) Sel Osteoblast : yang membuat matrik (bahan) tulang / sel pembentuk
tulang. 2) Sel Osteocyte : mempertahankan matrik tulang. 3) Sel Osteoclast : yang
menyerap osteoid (95%) (resorbsi) bahan tulang (matrik) / sel yang menyerap tulang.

Osteoid (98%) : Matrik (bahan) tulang yang mengandung sedikit mineral (osteoid=tulang
muda)

Inflamasi
Inflamasi merupakan reaksi protektif vaskular dengan menghantarkan cairan,
produk darah dan nutrien ke jaringan interstisial ke daerah cidera. Proses ini
menetralisasi dan mengeliminasi patogen atau jaringan mati (nekrotik) dan
memulai cara-cara perbaikan jaringa tubuh. Tanda inflamasi termasuk bengkak,
kemerahan, panas, nyeri/nyeri tekan, dan hilangnya fungsi bagian tubuh yang
terinflamasi. Bila inflamasi menjadi sistemik akan muncul tanda dan gejala demam,
leukositas, malaise, anoreksia, mual, muntah dan pembesaran kelenjar limfe.
Respon inflamasi dapat dicetuskan oleh agen fisik, kimiawi atau mikroorganisme.
Respon inflamasi termasuk hal berikut ini:
a. respon seluler dan vaskuler
Arteriol yang menyuplai darah yang terinfeksi atau yang cidera berdilatasi,
memungkinkan lebih banyak darah masuk dala sirkulasi. Peningkatan darah
tersebut menyebabkan kemerahan pada inflamasi. Gejala hangat lokal dihasilkan
dari volume darah yang meningkat pada area yang inflamasi. Cidera menyebabkan
nekrosis jaringan dan akibatnya tubuh mengeluarkan histamin, bradikinin,
prostaglandin dan serotonin. Mediator kimiawi tersebut meningkatkan permeabilitas
pembuluh darah kecil. Cairan, protein dan sel memasuki ruang interstisial,
akibatnya muncul edema lokal.
Tanda lain inflamasi adalah nyeri. Pembengkakan jaringan yang terinflamasi
meningkatkan tekanan pada ujung syaraf yang mengakibatkan nyeri. Substansi
kimia seperti histamin menstimuli ujung syaraf. Sebagai akibat dari terjadinya
perubahan fisiologis dari inflamasi, bagian tubuh yang terkena biasanya mengalami
kehilangan fungsi sementara dan akan kembali normal setelah inflamasi berkurang.
b. pembentukan eksudat inflamasi
akumulasi cairan dan jaringan mati serta SDP membentuk eksudat pada daerah
inflamasi. Eksudat dapat berupa serosa (jernih seperti plasma), sanguinosa
(mengandung sel darah merah) atau purulen (mengandung SDP dan bakteri).
Akhirnya eksudat disapu melalui drainase limfatik. Trombosit dan protein plasma
seperti fibrinogen membentuk matriks yang berbentuk jala pada tempat inflamasi
untuk mencegah penyebaran.
c. perbaikan jaringan
Sel yang rusak akhirnya digantikan oleh sel baru yang sehat. Sel baru mengalami
maturasi bertahap sampai sel tersebut mencapai karakteristik struktur dan bentuk
yang sama dengan sel sebelumnya
Respon imun
Saat mikroorganisme masuk dalam tubuh, pertama kali akan diserang oleh monosit.

Sisa mikroorganisme tersebut yang akan memicu respon imun. Materi asing yang
tertinggal (antigen) menyebabkan rentetan respon yang mengubah susunan
biologis tubuh. Setelah antigen masuk dala tubuh, antigen tersebut bergerak ke
darah atau limfe dan memulai imunitas seluler atau humural.
1. Imunitas selular
Ada kelas limfosit, limfosit T (CD4T) dan limfosit B (sel B). Limfosit T memainkan
peran utama dalam imunitas seluler. Ada reseptor antigen pada membran
permukaan limfosit CD4T. Bila antigen bertemu dengan sel yang reseptor
permukaannya sesuai dengan antigen, maka akan terjadi ikatan. Ikatan ini
mengaktifkan limfosit CD4T untuk membagi diri dengan cepat untuk membentuk
sel yang peka. Limfosit yang peka bergerak ke daerah inflamasi, berikatan dengan
antigen dan melepaskan limfokin. Limfokin menarik & menstimulasi makrofag untuk
menyerang antigen
2. Imunitas humoral
Stimulasi sel B akan memicu respon imun humoral, menyebabkan sintesa
imunoglobulin/antibodi yang akan membunuh antigen. Sel B plasma dan sel B
memori akan terbentuk apabila sel B berikatan dengan satu antigen. Sel B
mensintesis antibodi dalam jumlah besar untuk mempertahankan imunitas,
sedangkan sel B memori untuk mempersiapkan tubuh menghadapi invasi antigen.
3. Antibodi
Merupakan protein bermolekul besar, terbagi menjadi imunoglobulin A, M, D, E, G.
Imunoglobulin M dibentuk pada saat kontak awal dengan antigen, sedangkan IgG
menandakan infeksi yang terakhir. Pembentukan antibodi merupakan dasar
melakukan imunisasi.
4. Komplemen
Merupakan senyawa protein yang ditemukan dalam serum darah. Komplemen
diaktifkan saat antigen dan antibodi terikat. Komplemen diaktifkan, maka akan
terjadi serangkaian proses katalitik.
5. Interferon
Pada saat tertentu diinvasi oleh virus. Interferon akan mengganggu kemampuan
virus dalam bermultiplikasi.

Anda mungkin juga menyukai