SEMINAR INDUSTRI
Oleh
IBNU ISDIANTO
710012193
SEMINAR INDUSTRI
Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Kurikulum Jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta
Oleh :
IBNU ISDIANTO
710012193
Yogyakarta,
Mengetahui
Ketua Jurusan Teknik Pertambangan
Januari 2016
Menyetujui
Dosen Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan kepada kehadiran tuhan yang maha kuasa, yang
telah memberi rahmat karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar
industri dengan baik. Penyusunan seminar industri ini dibuat sebagai salah satu
syarat untuk memenuhi kurikulum semester VIII pada jurusan Teknik
Pertambangan Sekolah Tinggi Teknologi Nasional Yogyakarta.
Pada kesempatan ini penulis juga tidak lupa mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Bapak Ir. H. Ircham, MT selaku Ketua Sekolah Tinggi Teknologi
Nasional Yogyakarta.
2. Bapak Ir. Agustinus Isjudarto,MT. selaku ketua jurusan Teknik
Pertambangan serta dosen pembimbing seminar industri, yang telah
banyak memberikan bimbingan, semangat dan dorongan sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan seminar dengan baik.
3. Orang tua yang selalu memberikan doa dan dorongan serta motifasi
secara moril dan materi.
4. Rekan-rekan seluruh Mahasiswa Teknik Pertambangan Sekolah Tinggi
Teknologi Nasional Yagyakarta yang selalu memberi saran dan
semangat.
Penulis sadar bahwa seminar ini masih banyak kekurangan jauh dari
kesempurnaan, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat
diharapkan oleh penulis agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas lagi, guna
untuk memperbarui penulisan-penulisan yang selanjutnya agar lebih baik lagi,
semoga seminar industri ini bisa bermanfaat bagi kita semua, terutama diri saya.
Yogyakarta,
Januari 2019
Penulis
SARI
Peledekan sendiri adalah salah satu metode yang digunakan untuk
pembongkaran matrial, Pada kegiatan penambangan. Ukuran keberhasilan
peledakan dapat dilihat dari ketercapaian target produksi, effisiensi bahan peledak,
fragmentasi yang dihasilkan dan pengaruhnya terhadap lingkungan.
Dalam kegiatan peledakan, karakteristik massa batuan yang harus
diperhatikan dalam rangka perbaikan fragmentasi batuan yaitu kekerasan batuan,
serta kuat tekan dan kuat tarik batuan yang akan diledakkan.
Kekerasan batuan pada umumnya dapat menentukan mudah tidaknya
batuan tersebut dihancurkan. Semakin keras batuan tersebut, maka semakin sulit
batuan tersebut dihancurkan, demikian juga batuan yang memiliki kerapatan
tinggi. Hal ini disebabkan karena batuan yang memiliki kekerasan tinggi
membutuhkan energi peledak yang lebih besar untuk dapat membongkarnya,
sehingga dibutuhkan bahan peledak yang lebih banyak.
Dalam kegiatan peledakan, ada 2 faktor yang mempengaruhi hasil
peledakan, yang pertama adalah Faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh
manusia diantaranya arah dan kemiringan lubang ledak, pola pemboran, Diameter
lubang ledak, geometri peledakan, pola peledakan, arah peledakan, waktu tunda,
sifat bahan peledak, pengisian bahan peledak. Faktor-faktor yang tidak dapat
dikendalikan oleh manusia diantaranya karakteristik massa batuan, pengaruh air
tanah, Kondisi cuaca.
Evaluasi geometri peledakan mempunyai pengaruh besar dalam proses
pemecahan dan pembentukan fragmentasi batuan. Penentuan geometri peledakan
mulai dari burden, spasi, panjang kolom isian, stemming, tinggi jenjang, sub
drilling, dan kedalaman lubang ledak harus memperhatikan karakteristik massa
batuan dan kondisi geologi setempat agar dapat memperoleh fragmentasi yang
diharapkan.
Hal lain yang mempengaruhi hasil peledakan adalah distribusi fragmentasi
hasil peledakan itu sendiri. Dimana semakin kecil distribusi fragmen akan
meningkatkan hasil peledakan, distribusi fragmentasi dipengaruhi oleh besarnya
powder factor. Dimana semakin besar powder factor maka persentase fragmentasi
kurang dari 100 cm akan semakin besar. Penggunaan bahan peledak yang sangat
dipengaruhi oleh banyak sedikitnya lubang basah secara langsung akan
mempengaruhi fragmentasi yang dihasilkan.
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN JUDUL......................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................
ii
KATA PENGANTAR.....................................................................................
iii
SARI...............................................................................................................
iv
DAFTAR ISI..................................................................................................
DAFTAR GAMABAR...................................................................................
vi
DAFTAR TABEL...........................................................................................
vii
BAB
I
II
PENDAHULUAN............................................................................
DASAR TEORI................................................................................
2.1.4.3 Spasi..................................................................
2.1.4.4 Stemming...........................................................
10
10
III
10
11
12
13
14
15
18
18
19
20
20
24
27
27
28
28
29
29
30
30
31
32
33
33
3.2.1.2 Stemming..........................................................
34
35
35
36
IV
PENUTUP .......................................................................................
37
4.1 Kesimpulan................................................................................
37
37
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Gambar 2.1
Hal
Pemboran Dengan Lubang Ledak Miring Dan Lubang
Ledak Tegak.....................................................................
Gambar 2.2
Pola Pemboran.................................................................
Gambar 2.3
Gambar 2.4
Gambar 2.5
10
Gambar 2.6
14
Gambar 3.1
Gambar 3.2
Gambar 3.3
25
Gambar 3.4
24
26
31
Gambar 3.5
32
Gambar 3.6
34
Gambar 3.7
35
Gambar 3.8
36
DAFTAR TABEL
Tabel
Tabel 2.1
Hal
Bobot Nilai Tiap Parameter Dalam Penentuan Kreteria Massa
Batuan...................................................................................
BAB I
19
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pekerjaan pada tambang terbuka dalam proses pemenuhan target produksi
yang telah ditentukan dan untuk mendapatkan fragmen batuan dengan ukuran
yang diinginkan, teknik peledakan sangatlah lumrah dipergunakan dalam tambang
terbuka. Pada umumnya ada dua tipe operasi pemecahan batuan yang dilakukan
dalam industri pertambangan, yaitu penetrasi batuan (rock penetration drilling,
cutting, boring, dll) dan fragmentasi batuan (rock fragmentation). Dalam penetrasi
batuan (pemboran, cutting dll) pada suatu lubang bor biasanya dilakukan secara
mekanik dan kadang-kadang termik atau hidrolik. Tujuan dari penetrasi batuan
untuk Penempatan bahan peledak atau keperluan lain yang memerlukan lubang
berukuran kecil.
Untuk mendapatkan fragmen batuan yang diinginkan pada saat ini
umumnya dilakukan evaluasi dengan sistem pengajuan geometri peledakan
sampai ketemu Powder Faktor idealnya dengan berbagai percobaan dilapangan,
kemampuan tergantung pada kapasitas produksi yang diinginkan dan ukuran
fragmen yang diharapkan, didasarkan pula pada pertimbangan teknik dan
ekonomi.
1.2
2. Tujuan
Rumusan Masalah
Adapun permasalahan yang penulis bahas dalam penulisan seminar ini
Batasan Masalah
Dalam penulisan seminar ini penulis membatasi permasalahan hanya pada
Metode Penilitian
metode yang diterapkan didalam penulisan seminar ini adalah studi
Manfaat Penulisan
Sebagai langkah awal untuk mengetahui proses pemboran lebih lanjut,
pembelajaran sebelum kerja serta memahami lebih lanjut hasil dari peledakan dan
pengamplikasian materi di tempat kerja. Dapat mengetahui faktor-faktor
peledakan dalam menunjang keberhasilan pemenuhan target produksi, salah
satunya dengan
BAB II
DASAR TEORI
Peledakan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk membongkar dan
memisahkan bahan galian dari batuan induknya dengan menggunakan bahan
peledak. Hal ini dilakukan karena alat gali muat dianggap tidak efisien lagi untuk
menggali dan membongkar batuan tersebut. Tujuan kegiatan peledakan yaitu
untuk menghancurkan, melepas, ataupun membongkar batuan dari batuan
induknya dengan ukuran fragmentasi tertentu, untuk memenuhi target produksi
dan memindahkan batuan yang telah hancur menjadi tumpukan material yang siap
untuk dimuat ke dalam alat angkut. Dalam kegiatan peledakan, ada beberapa
faktor yang mempengaruhi hasil peledakan faktor-faktor tersebut adalah:
2.1
iii.
Gambar 2.1 pemboran dengan lubang ledak miring dan lubang ledak tegak.
Sumber
www.google.co.id/search?=pemboran
dengan+lubang+
ledak+
besar.
Kemungkinan timbulnya retakan ke belakang jenjang dan getaran
tanah lebih besar.
pemboran
merupakan
suatu
pola
dalam
pemboran
untuk
http://miningforce.
blogspot.co.id/2011/09/analisa-produktifitas-
diinginkan. Pemilihan ukuran lubang bor secara tepat adalah penting untuk
memperoleh hasil fragmentasi secara maksimal dengan biaya rendah. Diameter
lubang ledak berpengaruh pada penentuan jarak burden dan jumlah bahan peledak
yang digunakan pada setiap lubangnya.
Geometri Peledakan
(PF) yaitu jumlah bahan peledak yang dipakai untuk setiap hasil
peledakan (kg/m3 atau kg/ton). Ash (1967) membuat suatu perhitungan pedoman
geometri peledakan jenjang berdasarkan pengalaman empiris yang diperoleh dari
berbagai tempat dengan jenis pekerjaan dan batuan yang berbeda-beda sehingga
Ash berhasil mengajukan rumusan-rumusan empiris yang dapat digunakan sebagai
pedoman untuk rancangan peledakan. Dalam pelaksanaan nanti ternyata hasil dari
cara
perhitungan Ash
Burden (B)
Burden adalah jarak terdekat antara bidang bebas (free face ) dengan
lubang ledak atau kearah mana akan
diledakkan. Untuk menghitung harga dari burden rasio (kb), harga burden rasio
dipengaruhi oleh jenis batuan yang akan diledakkan dan bahan peledak yang
dipakai, maka perlu penyesuaian burden rasio dengan perhitungan dari teori Ahs
(1967) yaitu :
kb=kb std Af 1 Af 2
D
Af = std
D
1 /3
( )
SG (Ve)2
Af =
2
SG std (Ve)std
1 /3
Keterangan :
Af 1 = faktor koreksi batuan.
Af 2 = faktor koreksi bahan peledak.
Kb
kb std
= burden (ft).
T =Kt B
keterangan :
T = stemming (meter).
Kt = stemming ratio.
B = bueden (meter).
Stemming berfungsi juga mengurangi gas-gas yang timbul dari hasil peledakan
sehingga peledakan dapat menghasilkan energi yang maksimum.
rata saat
Dimana :
J
= burden (ft).
Penggalian yang efesien membutuhkan lantai jenjang yang cocok dengan alat gali
karena lantai jenjang sangat dipengaruhi oleh besaran sub drilling. Sub drilling
optimal bervareasi terhadap:
Pola Peledakan
Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang-lubang
ledak dalam satu baris dengan lubang ledak pada baris berikutnya ataupun antar
lubang ledak satu dengan lainnya. Pola peledakan ditentukan berdasarkan urutan
waktu peledakan serta arah runtuhan material yang diharapkan. Berdasarkan arah
runtuhan batuan, pola peledakan diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Box Cut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuan ke depan dan
membentuk kotak.
3. VCut, yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan
membentuk huruf V.
Arah Peledakan
Arah peledakan merupakan suatu penunjukan arah dimana terjadi
2.1.7
Waktu Tunda
Waktu tunda merupakan penundaan waktu peledakan untuk peledakan
antara baris yang depan dengan baris di belakangnya dengan menggunakan delay
detonator. Keuntungan melakukan peledakan dengan waktu tunda adalah :
a. Fragmentasi batuan hasil peledakan akan lebih seragam dan baik.
b. Mengurangi timbulnya getaran tanah dan flyrock.
c. Mengurangi jumlah muatan yang meledak secara bersamaan.
d. Menyediakan bidang bebas baru untuk peledakan berikutnya.
e. Arah lemparan dapat diatur.
f. Batuan hasil peledakan tidak menumpuk terlalu tinggi.
Tujuan penyalaan dengan waktu tunda adalah untuk mengurangi jumlah
muatan yang meledak dalam waktu yang bersamaan, dan memberikan tenggang
waktu pada material yang dekat dengan bidang bebas untuk dapat meledak secara
sempurna serta untuk menyediakan ruang atau bidang bebas baru bagi baris
lubang ledak berikutnya.
2.1.8
berbentuk padat, atau cair, atau campuran keduanya, yang apabila terkena suatu
aksi seperti panas, benturan, gesekan, dan sebagainya akan bereaksi dengan
kecepatan tinggi, membentuk gas dan menimbulkan efek panas serta tekanan yang
sangat tinggi.
Sifat bahan peledak mempengaruhi hasil peledakan, diantaranya yaitu :
1. Kekuatan (Strength)
Kekuatan (Strength) adalah Kekuatan suatu bahan peledak berkaitan dengan
kandungan energi yang dimiliki oleh bahan peledak tersebut dan merupakan
ukuran kemampuan bahan peledak tersebut untuk melakukan kerja, biasanya
2.
3.
5.
6.
kilobar (kb).
Ketahanan Terhadap Air (Water Resistance)
Ketahanan terhadap air (Water Resistance) merupakan kemampuan bahan
peledak itu sendiri dalam menahan air dalam waktu tertentu tanpa merusak,
7.
2.1.9
peledakan dapat dikonversikan dengan berat maka pernyataan powder foktor bisa
pula menjadi jumlah bahan peledak yang digunakan sebagai berat peledak
(Kg/Ton), hubungan matematis antar bahan peledak dan jumlah batuan yang akan
diledakkan. Ada 4 cara dalam menyatakan powder foktor yaitu :
1. Berat bahan peledak per valume bantuan yang akan diledakkan (
Kg/m 3 ).
2. Berat bahan peledak per berat batuan yang akan diledakkan (Kg/Ton).
3
3. Volume batuan per berat bahan peledak ( m /Kg ).
4. Berat batuan per bahan peledak (Ton/Kg).
Dari pengalaman powder foktor pada operasi penambangan dengan batuan yang
relatif solid dengan berkisar 0,30-0,60
3
kg m . Untuk powder foktor
E
V
Ketengan :
3
Pf = powder fokter (Kg/ m ).
V
B
S
H
= burden (m).
= spasing (m).
= tinggi jenjang (m).
Tonase batuan yang terbongkar (W) digunakan rumus :
W =V Dr
Keterangan:
W = berat batuan (kg).
3
V = volume ( m .
3
).
Specific Charge
Specific charge adalah jumlah bahan peledak yang diperlukan untuk
3
peledakan setiap volume batuan tertentu dinyatakan dalam (Kg/ m ). Secara
teoritis batuan akan pecah lebih kecil jika bahan peledak ditambah. Harga specific
charge dipengaruhi oleh burden dan sifat fisik batuan yang akan diledakkan.
Specific charge
Dimana :
W ANFO
W powergel
W detonator
d. Blasting Rasio
Blasting rasio adalah suatu bilangan bahwa jumlah pemakaian bahan
peledak yang digunakan untuk membongkar volume batuan yang diledakkan
(Kg/Ton) dalam satuan tertentu rumus yang dipergunakan.
Br =W / E
Keterangan:
Br = Blasting rasio (Kg/Ton).
W = Jumlah bahan peledak (Kg).
E
2.2
2.2.1
RATING
10
20
dan akan mengurangi energi peledak sehingga sebagai akibatnya akan dihasilkan
tingkat fragmentasi yang rendah.
Bahan peledak seperti ANFO yang memiliki ketahanan buruk terhadap
air, bila terkontaminasi dengan air akan mempengaruhi energi ledak yang
dihasilkan sehingga fragmentasi yang dihasilkan menjadi buruk. Untuk mengatasi
pengaruh air tanah tersebut, dapat dilakukan dengan menutup lubang ledak pada
saat hujan atau dengan membungkus bahan peledak yang akan dimasukan ke
dalam lubang ledak dengan bahan kedap air.
2.2.3
Kondisi Cuaca
Kondisi
cuaca
mempunyai
pengaruh
besar
terhadap
kegiatan
pembongkaran batuan, hal ini berkaitan dengan jadwal kerja waktu kerja efektif
rata-rata. Dalam suatu operasi peledakan, proses pengisian dan penyambungan
rangkaian lubang-lubang ledak dilakukan pada cuaca normal, dan harus
dihentikan manakala cuaca mendung (akan hujan).
Untuk daerah yang curah hujannya tinggi maka biasanya digunakan bahan
peledak yang tahan terhadap air dan detonator yang digunakan mempunyai
ketahanan lebih besar untuk menghindari pengaruh petir, semua itu demi
kelancaran proses peledakan dan disamping itu akan menjamin keamanan para
pekerja.
2.3
Fragmentasi Batuan
Pemecahan batuan yang dilakukan untuk mendapatkan fragmentasi batuan
n= 2,214
B
W
A1
Pc
1
+1
D
B
2
Pl
)(
)(
)( )
X
1
n
( 0,693 )
XC=
R=100 e
X
)
XC
keterangan:
R
= burden (m).
0,8
( )
Keterangan:
Q 0,167
E
115
0,63
( )
X
A
V
Q
E
besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkah (boulder), dimana jumlah
bongkah batuan yang dihasilkan 10 % menurut Mc.gregor (1967).
Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi batuan di lapangan, dapat
dilakukan dengan beberapa metode perhitungan, yaitu dengan cara pemisahan.
BAB III
Gambar 3.1 booster dan nodel tube di masukkan ke dalam luabng ledak.
Sumber : https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=ta3211-6-rancanganpeledakan-jenjang-81-638&btnG. Di akses 20 April 2016.
Primer akan diletakan kira-kira dengan jarak dua meter dari dasar lubang
yang dimaksut untuk memastikan bahwa bahan peledak yang dituangkan kedalam
lubang ledak ini menutupi primer dengan sempurna agar hasil ledak sesuai dengan
fragmen yang diinginkan dan juga akan berpengaruh dengan kondisi lantai.
Pengisian bahan peledak ke dalam lubang ledak disesuaikan dengan desain yang
diperoleh dari drill and blast engineering. Rata-rata jumlah isian dipengaruhi oleh
kekerasan batuan yang tercermin dari jarak spasing dan burden antar lubang yang
sudah di bor. Dari klasifikasi yang didasarkan ketahanan terhadap air, exsplosive
dapat dibedakan menjadi tiga yaitu ANFO, energen, dan powergel.
Sebelum pengisian, sebelum pengisian harus diperiksa terlebihdahulu
apakah lubang dalam kondisi basah atau kering, pemeriksaan ini penting untuk
penentuan pengunaan bahan peledak yang sesuai dengan kondisi lubang. Jika
lubang basah hingga ketinggian air mencapai lebih dari dua meter dari dasar
lubang, juru ledak akan mengisinya dengan powergel. Sedangkan bila lubang
ledak itu kering maka juru ledak akan mengisinya dengan ANFO.
Selanjutnya untuk menutup lubang ledak yang sudah terisi oleh bahan
peledak dipergunakan gravel. Dengan ukuran butir sekitar 3 cm, penutup ini juga
berfungsi untuk menahan energi ledak dari bahan peledak yang sudah diisi
sebelumnya, agar energi ledak tidak terbuang keluar dari lubang ledak karna hal
ini dapat mempengaruhi fragmentasi matrial yang diledakan. Proses berikudnya
setelah pengisian lubang ledak adalah penentuan arah ledakan yang ditentukan
dari pengaturan surface time delay. Pengaturan ini biasanya tergantung dari
kondisi lapangan yang dipengaruhi oleh posisi alat angkut, ketersedian bidang
bebas, posisi jaringan listrik di sekitar area peledakan, dan sebagainya. Prosedur
jarak aman untuk alat adalah 250 meter dan 500 meter untuk orang.
Gambar 3.3 juru ledak memberi informasi kepada pekerja dan unit yang lainya.
Sumber : https://scholar.google.co.id/scholar?hl=id&q=ta3211-6-rancanganpeledakan-jenjang-81-638&btnG. Di akses 20 April 2016.
Sebelum
peledakan
dilakukan,
semua
pihak
yang
terkait
akan
area yang di ledakan untuk memastikan bahwa semua lubang sudah meledak.
Peledakan dinyatakan selesai setelah juru ledak sudah menyatakan semua lubang
sudah meledak. Berikut semua pihak akan diberi informasi pelaksanaan peledakan
sudah selesai dan siap untuk bekerja kembali.
3.1
bongkah.
Tingkat
fragmentasi
yang
kecil
akan
akan
mengurangi
yang
secondary
blasting.
Beberapa
faktor
tinggi
memerlukan
energi
yang
lebih
tinggi
untuk
untuk
memastikan
energi
peledakan
yang
sedang
stemming
peledakan
yang
cocok,
agar
satu
faktor
yang
harus
diperhatikan
dalam
ketidakmenerusan
dalam
sifat
batuan
akan
perambatan
energi
melalui
bidang
perlapisan,
maka
Kekar
atau
merupakan
suatu
rekahan
pada
batuan
bidang
yang
rekahannya
tidak mengalami
didalam
massa
pergeseran
batuan
pada
yang memiliki
Jika
kekar,
batuan
maka
yang
diledakkan
terdapat
analisis
kekar
kekar
minor
150E/76.
Menurut R.L.
Ash (1967)
kedua
kekar
tersebut,
sehingga
didapatkan
Air Tanah
Kondisi air tanah sangat mempengaruhi proses peledakan, adanya air
menyebabkan bahan peledak harus mengubah air disekitarnya menjadi uap air
selama proses detonasi. Jika kandungan air tanah pada suatu daerah
blok peledakan sangat tinggi, bahan peledak (ANFO) kemungkinan tidak
akan meledak atau rusak dan akan terjadi misfire. Untuk mengatasi hal ini bahan
peledak perlu dibungkus dengan bahan yang tahan air sebelum dimasukkan ke
lubang ledak atau jika lubang ledak sudah terisi air maka air dikeluarkan dengan
dengan
membungkus
bahan
peledak ANFO dengan kantong plastik, masalah air dalam lubang ledak juga
dapat diatasi dengan mengganti bahan peledak ANFO dengan HANFO (heavy
ANFO) yaitu campuran antara ANFO dengan emulsi dengan perbandingan
tertentu.
3.1.5
kolom bahan ledak. Umumnya primer pada atau dekat level (bootem priming).
Bootem priming mempunyai keuntungan :
1.
2.
3.
4.
Memperbaiki fragmentasi.
Mengurangi masalah toe, lantai yang baik, Permukaan yang lebih bersih.
Mengurangi suara, batu terbang dan overbreak pada permukaan.
Lebih sedikit terjadi cut off dan gagal ledak.
peledakan
produksi
hanya
dapat dioptimalkan
bila isian diledakkan dalam suatu urutan yang terkendali pada selang yang sesuai.
Alokasi waktu tunda yang optimum untuk suatu peledakan bergantung pada
beberapa faktor dianyaranya :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
peledakan
yang
menerapkan
lubang
ledak
tegak,
maka
pada lantai
gelombang
tekan akan
cukup
proses
pecahnya
batuan
dan
kehilangan
Pola Pemboran
: http://miningforce.blogspot.co.id/2011/09/analisa-produktifitas-
pemboran
namun fragmentasi
disebabkan
selang-seling
batuannya
lebih
lebih
sulit
baik
penanganannya
dan
di
seragam,
lapangan
hal
ini
bekerja dalam batuan. Setelah operasi pemboran dan peledakan dilakukan, banyak
dijumpai fragmentasi batuan yang tidak bisa langsung dimuat ke dalam oleh alat
gali muat ke alat angkut, sehingga menghambat proses pemuatan dan
pengangkutan. Karenanya
3.2
= Ks x B
= Kt x B
= Kj x B
=LJ
= KL x B
PC
=LT
Keterangan :
Ks = spasing rasio.
Kt = stemming rasio.
Kj = sub drilling rasio.
Pc = panjang kolom isian.
3.2.1
mencapai bidang bebas (free face). Setelah mencapai free face, gelombang
tersebut dipantulkan sebagai gelombang tarik kemudian gelombang tarik ini akan
berasosiasi dengan gelombang tekan berikutnya dalam waktu yang lama sehingga
rekahan radial yang ditimbulkan terlalu kecil. Hal ini akan menyebabkan gas - gas
bertekanan tinggi hasil peledakan sulit untuk membongkar rekahan radial tersebut
ke arah bidang bebas, sehingga fragmentasi yang dihasilkan berukuran besar.
Sebaliknya, apabila jarak burden diperkecil maka gelombang tekan akan
menempuh jarak yang lebih dekat dan waktu yang lebih cepat untuk mencapai
free face sehingga ukuran fragmentasi yang dihasilkan relatif kecil. Dengan
demikian, umunya penerapan ukuran burden dan spasi saat ini yaitu 8 m dan 9 m
tetapi belum dikatakan baik karena perambatan gelombang detonasi yang
dihasilkan dari lubang ledak sampai ke free face menjadi lama dan membuat
asosiasi antar gelombang menjadi tidak maksimal. Ukuran burden dan spasi di
lokasi
hasil peledakan itu sendiri. Dimana semakin kecil distribusi fragmen akan
meningkatkan hasil peledakan, distribusi fragmentasi dipengaruhi oleh besarnya
powder factor. Dimana semakin besar powder factor maka persentase fragmentasi
kurang dari 100 cm akan semakin besar. Karena powder factor yang digunakan
setiap kali peledakan berbeda maka distribusi fragmentasi juga berbeda.
Penggunaan bahan peledak yang sangat dipengaruhi oleh banyak sedikitnya
lubang basah secara langsung akan mempengaruhi fragmentasi yang dihasilkan.
3.2.3
Pola Pemboran
Selain itu pola pemboran juga mempunyai peran dalam keberhasilan untuk
Kesimpulan
fragmen hasil peledakan berdasarkan pembahasan maka dapat ditarik
DAFTAR PUSTAKA
Ash, R.L, 1990, Design of Blasting Round, Surface Mining, B.A. Kennedy
Editor, Society for Mining, Metallurgy, and Explotion, Inc. Page. 565-584.
Ash. R.L. (1963). The Mechanics of Rock Breakage. Cleveland : Pit and Quarry
Magazine.
Cunningham, C.V.B., (1983) , The Kuz-Ram Model for Prediction of
Fragmentation From Blasting, First International Symposium on Rock
Fragmentation by Blasting, Lulea, Swede.
Hemphill b., Gary, Blasting Operation, First Edition, Mc. Graw Hill Inc.
New
York
http://www.academia.edu/19641587/7_Kajian_Teknis_Operasi_peledakan_untuk_
Meningatkan_Nilai_Perolehan_Hasil_Peledakan_di_Tambang_
diakses
Balkema/Rotterdam/Brookfield.
Koesnaryo.S., 1988, Bahan Peledak dan Metode Peledakan, Fakultas Tambang
UPN Veteran Yogyakarta.
Koesnaryo. S., 2001, Rancangan Peledakan Batuan, Fakultas Tambang UPN
Veteran Yogyakarta.
Konya C.J., 1995, Blast Design, Intercontinental Departement, Montville, Ohio.
Konya C.J. and Walter E.J., 1990, Surface Blast Design, Prentice Hall,
Englewood Cliffs, New Jers.
Langefors U., and Kihlstrom, B., The Modern Technique of Rock Blasting,
Second Edition, A Heelsted Press Book John Willey & Sons,
New
York,1973.
Saptono Singgih, 2006, Teknik Peledakan, Jurusan Teknik Pertambangan,
Fakultas Teknologi Mineral, UPN Veteran Yo1.
Samhudi, Teknik Peledakan , Departemen Pertambangan dan Energi,
Direktorat Jenderal Pertambangan Umum, Pusat Pengembangan Tenaga
Pertambangan, 1994.
.