Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos
atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
4. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat
(1)).Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak.
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka
pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan
buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh; memberi kesempatan atau memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu
dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; serta memberikan keterangan
yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib
memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara.Hal
ini sesuai dengan prinsip withholding system.
7. Kewajiban membuat Faktur Pajak.
Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan
bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.
8. Kewajiban melunasi Bea Materai.
Dalam UU Bea Materai Nomor 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa bea materai
merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Dokumen dokumen yang wajib
dilunasi Bea Materainya adalah dokumen yang berbentuk : Surat Perjanjian dan suratsurat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.
sekaligus
juga
dalam
arti
2.
3.
KUP).
Kewajiban merahasiakan data WP.
Setiap petugas pajak, sesuai ketentuan Pasal 34 UU KUP, dilarang mengungkapkan
kerahasian WP kepada pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah data
perpajakan. Masalah kerahasiaan data di bidang perpajakan merupakan hal yang
sangat penting, karena data yang disampaikan oleh WP kepada fiskus bertalian erat
dengan masalah data perusahaan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, dan data-data
4.
pengadilan pajak diucapkan atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan
sela diucapkan. Sesuai Pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan
Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 hari
terhitung tanggal diterima putusan.
Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural,
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya
(fungsional).
Kewajiban menyimpan rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan
sejak zaman Hippokrates. Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan,
Indonesia sudah mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan. Rahasia
jabatan kedokteran diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966, yang mana
mengatakan bahwa dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia jabatan dokter di
maksud untuk melindungi rahasia dan untuk menjaga tetap terpeliharanya kepercayaan pasien
dan dokter. Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti rekap medis seseorang yang
sedang atau telah melakukan pengobatan. Oleh karena tanggung jawab menyimpan rahasia
pasien ini adalah suatu tanggung jawab moril, perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada
sumpah jabatan seorang dokter.
Rahasia jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib
menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, rahasia
jabatan sedikit berbeda bila dalam pengadilan. Dalam persidangan, kewajiban menyimpan
rahasia jabatan itu ditiadakan. Misalnya, seorang notaris dalam persidangan, haruslah
memberikan keterangan sejelas-jelasnya bila dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus
pajak.
Kuasa Wajib Pajak bermula dari Pasal 32 ayat (3) jo. ayat (3a) Undang-Undang KUP, yang
berbunyi sebagai berikut:
(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pengertian seorang kuasa berbeda dengan Wajib Pajak (wakil Wajib Pajak). Seorang kuasa
merupakan pihak atau orang lain dari Wajib Pajak. Oleh karena seorang kuasa bukan
merupakan Wajib Pajak, maka dalam bertindak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak, seorang kuasa membutuhkan adanya surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang
bersangkutan. Lain halnya, apabila Wajib Pajak sendiri yang bertindak, maka mereka tidak
memerlukan kuasa dari siapapun.
Di samping itu pula, seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan
tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak sesuai dengan surat kuasa khusus (yang diberikan
Wajib Pajak). Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban perpajakan tertentu adalah suatu
proses perpajakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak, misalnya, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan
dalam rangka pemeriksaan, pengajuan keberatan, permohonan fasilitas perpajakan, atau
pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT).
B. Persyaratan Kuasa Wajib Pajak
Seorang kuasa dapat berupa konsultan pajak dan bukan konsultan pajak. Baik konsultan
pajak maupun bukan konsultan pajak harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak
yang memberikan kuasa. Adapun persyaratan untuk menjadi seorang kuasa adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.
Terakhir.
5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Surat kuasa khusus yang dipergunakan dalam perpajakan paling sedikit memuat:
1. Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari
Wajib Pajak pemberi kuasa.
2. Nama, alamat, dan tanda tangan, serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3. Hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
Pasal 5 ayat (2) PMK No. 22/PMK.03/2008 mensyaratkan bahwa satu surat kuasa khusus
hanya untuk 1 (satu) pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu.
Dengan demikian, satu surat kuasa harus secara spesifik menyebutkan suatu urusan
perpajakan tertentu. Misalnya, surat kuasa khusus penandatanganan SPT Tahunan PPh Badan
atau surat kuasa khusus pengajuan keberatan.
Seorang kuasa yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas tidak dapat melaksanakan
hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberi kuasa dan setiap
pegawai pajak dilarang menindaklanjuti pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban
perpajakan tertentu dari Wajib Pajak tersebut.
manajer, kepala bagian perpajakan, atau staff yang ahli dalam perpajakan-, yang bukan
merupakan pengurus, tidak dapat menjadi kuasa Wajib Pajak.
Hal ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ./2008
tanggal 10 Maret 2008 tentang Penegasan Sehubungan Dengan Penunjukan Seorang Kuasa
Dengan Surat Kuasa Khusus, yang menyatakan bahwa:
1. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan
Wajib Pajak yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan perusahaan dapat
melaksanakan hak dan/atau kewaiban perpajakan Wajib Pajak tanpa memerlukan
surat kuasa khusus.
2. Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak dapat
ditandatangani oleh pejabat/ karyawan yang ditunjuk oleh Wajib Pajak tanpa
memerlukan surat kuasa khusus.
3. Penyerahan dokumen yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu, tidak memerlukan
surat kuasa khusus atau surat penunjukan.
D. Pelimpahan Kuasa (Kuasa Subtitusi)
Seorang kuasa Wajib Pajak tidak dapat sembarangan bertindak. Salah satu yang tidak boleh
dilakukan adalah melimpahkan kuasa yang dia terima dari Wajib Pajak kepada orang lain.
Namun demikian, meskipun tak dapat melimpahkan atau mengalihkan kuasa, seorang kuasa
Wajib Pajak dapat menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas untuk menyampaikan dan
menerima
dokumen-dokumen perpajakan
dalam rangka
menjalankan urusan pajak yang dikuasakan kepadanya. Si orang lain yang ditunjuk ini wajib
menyerahkan Surat Penunjukan dari seorang kuasa pada saat melaksanakan tugasnya.
E. Wakil Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib
Pajak Badan. Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang dalam pengampuan) dapat
menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, pada hakekatnya
merupakan suatu bentuk organisasi atau perkumpulan, sehingga tidak mungkin melakukan
sendiri kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, untuk bertindak, harus dilakukan oleh
orang-orang yang ditunjuk atau dipilih untuk mewakilinya. Yang sering menjadi pertanyaan
9
adalah apakah Wajib Pajak Badan harus diwakili oleh direktur utamanya atau dapat seorang
karyawannya?
Ketentuan yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 32 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP),
yaitu:
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
1. Badan oleh pengurus.
2. Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator.
3. Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan.
4. Badan dalam likuidasi oleh likuidator.
5. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana
wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.
6. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
Pengertian pengurus diatur dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagai berikut:
(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan
dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
Melihat pasal tersebut di atas, seorang pengurus adalah seseorang yang tidak harus duduk di
jajaran direksi (direktur atau komisaris). Selama orang tersebut memiliki kewenangan
menentukan arah kebijakan perusahaan, orang tersebut termasuk dalam pengertian pengurus.
Seorang karyawan -manajer, kepala bagian perpajakan, atau staf ahli perpajakan- dapat
menjadi pengurus suatu perusahaan sepanjang karyawan tersebut secara nyata-nyata
mempunyai kewenangan ikut menentukan kebijaksanaan dan/ atau mengambil keputusan
untuk menjalankan kegiatan perusahaan.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19450-wakil-dan-kuasawajib-pajak
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Penghindaran_pajak
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Rahasia_jabatan
http://www.academia.edu/8605903/MAKALAH_PERPAJAKAN_Ketentuan_Umum_dan_Ta
ta_Cara_Pelaksanaan_Perpajakan_
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCAQFjAA&url=http
%3A%2F%2Fwww.pajak.go.id%2Fcontent%2Fhak-hak-wajibpajak&ei=LhouVf2hGInguQS59YHwBw&usg=AFQjCNFhlG1QGKqGCCRHjpqeMNd5hm
f6kQ&bvm=bv.90790515,d.c2E
http://penerbitsalemba.com/v2/news/view/58
http://feelinbali.blogspot.com/2013/03/apa-saja-hak-dan-kewajiban-fiskus.html
11