Anda di halaman 1dari 11

9.

1 Hak dan Kewajiban Wajib Pajak


A. Hak Wajib Pajak
Hak Wajib pajak yang diatur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut:
1. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pengarahan dari fiskus.
2. Hak untuk membetulkan Surat Pemberitahuan.
3. Hak untuk memperpanjang waktu penyampaian Surat Pemberitahuan.
4. Hak memperoleh kembali kelebihan pembayaran pajak.
5. Hak mengajukan keberatan.
6. Hak mengajukan banding.
7. Hak mengadukan pejabat yang membocorkan rahasia Wajib Pajak.
8. Hak mengajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
9. Hak meminta keterangan mengenai koreksi dalam penerbitan ketetapan pajak.
10. Hak memberikan alasan tambahan.
11. Hak mengajukan gugatan.
12. Hak untuk menunda penagihan pajak.
13. Hak memperoleh imbalan bunga.
14. Hak mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
15. Hak mengurangi penghasilan kena pajak dengan biaya yang telah dikeluarkan.
16. Hak pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
17. Hak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto.
18. Hak memperoleh fasilitas perpajakan.
19. Hak untuk melakukan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran.
B. Kewajiban Wajib Pajak
Kewajiban Wajib Pajak yang datur dalam undang-undang perpajakan adalah sebagai berikut:
1. Kewajiban untuk mendaftarkan diri.
Pasal 2 Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib
mendaftarkan diri pada Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi
tempat tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak dan kepadanya diberikan Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP). Khusus terhadap pengusaha yang dikenakan pajak
berdasarkan undang-undang PPN, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).
2. Kewajiban mengisi dan menyampaikan Surat Pemberitahuan.
Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang KUP menegaskan bahwa setiap Wajib Pajak wajib
mengisi Surat Pemberitahuan (SPT) dalam bahasa Indonesia serta menyampaikan ke
kantor pajak tempat Wajib Pajak terdaftar.
3. Kewajiban membayar atau menyetorkan pajak.

Kewajiban membayar atau menyetor pajak dilakukan di kas negara melalui kantor pos
atau bank BUMN/BUMD atau tempat pembayaran lainnya yang ditetapkan Menteri
Keuangan.
4. Kewajiban membuat pembukuan atau pencatatan.
Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas
dan Wajib Pajak badan di Indonesia diwajibkan membuat pembukuan (Pasal 28 ayat
(1)).Sedangkan pencatatan dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi yang melakukan
kegiatan usahanya atau pekerjaan bebas yang diperbolehkan menghitung penghasilan
neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dan Wajib Pajak orang pribadi
yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
5. Kewajiban menaati pemeriksaan pajak.
Terhadap Wajib Pajak yang diperiksa, harus menaati ketentuan dalam rangka
pemeriksaan pajak, misalnya Wajib Pajak memperlihatkan dan/atau meminjamkan
buku atau catatan dan dokumen lain yang berhubungan dengan penghasilan yang
diperoleh; memberi kesempatan atau memasuki tempat ruangan yang dipandang perlu
dan memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan; serta memberikan keterangan
yang diperlukan oleh pemeriksa pajak.
6. Kewajiban melakukan pemotongan atau pemungutan pajak.
Wajib Pajak yang bertindak sebagai pemberi kerja atau penyelenggara kegiatan wajib
memungut pajak atas pembayaran yang dilakukan dan menyetorkan ke kas negara.Hal
ini sesuai dengan prinsip withholding system.
7. Kewajiban membuat Faktur Pajak.
Setiap Pengusaha Kena Pajak wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan
Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak.Faktur Kena Pajak yang dibuat merupakan
bukti adanya pemungutan pajak yang dilakukan oleh PKP.
8. Kewajiban melunasi Bea Materai.
Dalam UU Bea Materai Nomor 13 Tahun 1985 disebutkan bahwa bea materai
merupakan pajak yang dikenakan atas dokumen. Dokumen dokumen yang wajib
dilunasi Bea Materainya adalah dokumen yang berbentuk : Surat Perjanjian dan suratsurat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan sebagai alat pembuktian
mengenai perbuatan, kenyataan atau keadaan yang bersifat perdata.

9.2 Hak dan Kewajiban Fiskus


A. Hak Fiskus
Hak-hak fiskus diatur dalam UU Perpajakan Indonesia :

1. Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP secara jabatan.


Hak menerbitkan NPWP atau NPPKP dilakukan secara jabatan oleh karena WP atau
Pengusaha Kena Pajak tidak melaksanakan kewajibannya untuk mendaftarkan diri
dan/ atau melaporkan usahnya ke kantor pajak.
2. Hak menerbitkan surat ketetapan pajak.
Pengertian menerbitkan surat ketetap pajak

sekaligus

juga

dalam

arti

membetulkannya secara jabatan sesuai Pasal 16 ayat (1) UU KUP.


3. Hak menerbitkan Surat Paksa dan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan
Dalam hal tidak melunasi utang pajak sebagaimana ditentukan dalam Surat Ketetapan
Pajak Kurang Bayar setelah jatuh tempo pembayaran, maka fiskus mempunyai hak
untuk menerbitkan Surat Paksa agar WP dalam kurun waktu yang ditentukan, yaitu
2x24 jam harus melunasi utang pajaknya.
4. Hak melakukan pemeriksaan dan penyegelan.
Hak fiskus untuk melakukan pemeriksaan dalam rangka menguji kepatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan diatur dalam Pasal 29 UU KUP.
Sementara itu, terhadap penyegelan dilakukan fiskus terhadap tempat atau ruangan
tertentu apabila WP tidak memenuhi kewajibannya, yaitu tidak memberikan
kesempatan kepada pemeriksaan pajak untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dipandang perlu guna kelancaraan pemeriksaan.

5. Hak menghapus atau mengurangi sanksi administrasi.


Dalam praktik penerbitan Surat Ketetapan Pajak, tentu dapat terjadi adanya
ketidaktelitian petugas pajak yang dapat membebani WP yang tidak bersalah atau
tidak memahami peraturan perpajakan.
6. Hak melakukan penyelidikan
Penyidikan terhadap WP dapat dilakukan oleh Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana diatur dalam
Pasal 44 UU KUP.
7. Hak melakukan pencegahan
Hak melakukan pencegahan terhadap WP untuk pergi ke luar negeri didasarkan pada
ketentuan Pasal 29 UU tentang Pajak dengan Surat Paksa (UU PPSP). Pencegahan
dilakukan apabila WP atau Penanggung Pajak mempunyai utang sekurang-kurangnya
Rp 100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam melunasi utang pajak.
8. Hak melakukan penyanderaan
3

Hak melakukan penyanderaan terhadap WP tau Penangung Pajak didasarkan pada


ketentuan Paal 33 ayat (1) UU PPSP, yaitu apabila masih mempunyai utang pajak
sekurang-kurangnya sebesar Rp 100.000.000,00 dan diragukan itikad baiknya dalam
melunasi utang pajak.
B. Kewajiban Fiskus
Kewajiban fiskus yang diatur dalam UU Perpajakan adalah :
1.

Kewajiban untuk membina WP.


Kewajiban fiskus untuk membina WP merupakan satu kewajiban yang sangat
penting sekalipun sistem perpajakan yang dipakai sekarang adalah sistem selfassemssement. Suksesnya penerimaan pajak antara lain juga ditentukan melalui
pembinaan yang dilakukan oleh fiskus. Pembinaan dapat dilakukan melalui
berbagai upaya antara lain pemberian penyuluhan ketentuan perpajakan terbaru,
pemberian pengetahuan perpajakan, baik melalui media massa maupun penerangan

2.

langsung kepada masyarakat.


Kewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar.
Berdasarkan permohonan WP atas adanya kelebihan pembayaran pajak dan fiskus
telah melakukan pemeriksaan atas permohonan tersebut, maka sepanjang proses
pemeriksaan baner menghasilkan adanya kelebihan pembayaran pajak, fiskus
berkewajiban menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) paling
lambat 12 bulan sejak surat permohonan diterima kantor pajak (Pasal 17B UU

3.

KUP).
Kewajiban merahasiakan data WP.
Setiap petugas pajak, sesuai ketentuan Pasal 34 UU KUP, dilarang mengungkapkan
kerahasian WP kepada pihak lain atas segala sesuatu yang menyangkut masalah data
perpajakan. Masalah kerahasiaan data di bidang perpajakan merupakan hal yang
sangat penting, karena data yang disampaikan oleh WP kepada fiskus bertalian erat
dengan masalah data perusahaan, penghasilan, kekayaan, pekerjaan, dan data-data

4.

lainnya yang tidak boleh diketahui pihak lain.


Kewajiban melaksanakan Putusan.
Putusan Pengadilan Pajak harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum.
Putusan pengadilan pajak tersebut langsung dapat dilaksanakan dengan tidak
memerlukan lagi keputusan pejabat yang berwenang kecuali peraturan perundangundangan mengatur lain. Salinan putusan atau salinan penetapan tersebut akan
dkirim kepada para pihak dalam jangka waktu 30 hari sejak tanggal putusan

pengadilan pajak diucapkan atau dalam jangka waktu 7 hari sejak tanggal putusan
sela diucapkan. Sesuai Pasal 88 ayat (2) UU Pengadilan Pajak, Putusan Pengadilan
Pajak harus dilaksanakan oleh pejabat yang berwenang dalam jangka waktu 30 hari
terhitung tanggal diterima putusan.

9.3 Penghindaran Pajak


Penghindaran pajak atau perlawanan terhadap pajak adalah hambatan-hambatan yang terjadi
dalam pemungutan pajak sehingga mengakibatkan berkurangnya penerimaan kas negara.
Perlawanan terhadap pajak terdiri dari perlawanan aktif dan perlawanan pasif.
A. Perlawanan pasif terhadap pajak
Perlawanan yang inisiatifnya bukan dari wajib pajak itu sendiri tetapi terjadi karena
keadaan yang ada di sekitar wajib pajak itu. Hambatan-hambatan tersebut berasal dari
struktur ekonomi, perkembangan moral dan intelektual penduduk, dan teknik
pemungutan pajak itu sendiri.
B. Perlawanan aktif terhadap pajak
Perlawanan aktif adalah perlawanan yang inisiatifnya berasal dari wajib pajak itu
sendiri. Hal ini merupakan usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan
terhadap fiscus dan bertujuan untuk menghindari pajak atau mengurangi kewajiban
pajak yang seharusnya dibayar.
Ada 3 cara perlawanan aktif terhadap pajak, yaitu:
1. Penghindaran Pajak (Tax Avoidance),
2. Pengelakan Pajak (Tax Evation),
3. Melalaikan Pajak.

9.4 Rahasia Jabatan


Rahasia jabatan adalah rahasia seseorang dalam pekerjaan atau jabatannya sebagai pejabat
struktural. Dalam hal inilah profesionalitas seseorang dalam memangku suatu jabatan dapat
dinilai.
Aplikasi Rahasia jabatan yaitu :

Misalnya rahasia jabatan dalam kedokteran adalah rahasia dokter sebagai pejabat stuktural,
sedangkan rahasia pekerjaan ialah rahasia dokter pada waktu menjalankan praktiknya
(fungsional).
Kewajiban menyimpan rahasia jabatan adalah kewajiban moril yang sudah terjadi bahkan
sejak zaman Hippokrates. Untuk memperkokoh kedudukan rahasia jabatan dan pekerjaan,
Indonesia sudah mengukuhkan peraturan/undang-undang tentang rahasia jabatan. Rahasia
jabatan kedokteran diatur dalam Peraturan Pemerintah no. 10 tahun 1966, yang mana
mengatakan bahwa dokter wajib menyimpan rahasia kedokteran. Rahasia jabatan dokter di
maksud untuk melindungi rahasia dan untuk menjaga tetap terpeliharanya kepercayaan pasien
dan dokter. Dokter berkewajiban menyimpan data-data seperti rekap medis seseorang yang
sedang atau telah melakukan pengobatan. Oleh karena tanggung jawab menyimpan rahasia
pasien ini adalah suatu tanggung jawab moril, perihal rahasia jabatan ini juga diucapkan pada
sumpah jabatan seorang dokter.
Rahasia jabatan juga berlaku pada pekerjaan lain, misalnya sebagai Pegawai Negeri Sipil
(PNS). Dalam Peraturan Pemerintah no. 30 tahun 1980 dinyatakan bahwa PNS wajib
menyimpan rahasia negara atau rahasia jabatan dengan sebaik-baiknya. Akan tetapi, rahasia
jabatan sedikit berbeda bila dalam pengadilan. Dalam persidangan, kewajiban menyimpan
rahasia jabatan itu ditiadakan. Misalnya, seorang notaris dalam persidangan, haruslah
memberikan keterangan sejelas-jelasnya bila dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus
pajak.

9.5 Kuasa/Wakil Wajib Pajak


A. Kuasa Wajib Pajak
Dalam praktek, dapat saja terjadi karena sesuatu hal Wajib Pajak tidak dapat melaksanakan
atau menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakannya. Misalnya, Wajib Pajak sibuk
atau tidak menguasai/ memahami ketentuan perpajakan. Apabila hal tersebut terjadi, tidak
berarti hak dan kewajiban perpajakan tersebut tidak dilaksanakan oleh Wajib Pajak. UndangUndang KUP telah memberikan kemudahan dan kelonggaran kepada Wajib Pajak di mana
Wajib Pajak dapat menunjuk seorang kuasa untuk membantu melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakannya.
6

Kuasa Wajib Pajak bermula dari Pasal 32 ayat (3) jo. ayat (3a) Undang-Undang KUP, yang
berbunyi sebagai berikut:
(3) Orang pribadi atau badan dapat menunjuk seorang kuasa dengan surat kuasa khusus
untuk menjalankan hak dan memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
Pengertian seorang kuasa berbeda dengan Wajib Pajak (wakil Wajib Pajak). Seorang kuasa
merupakan pihak atau orang lain dari Wajib Pajak. Oleh karena seorang kuasa bukan
merupakan Wajib Pajak, maka dalam bertindak menjalankan hak dan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak, seorang kuasa membutuhkan adanya surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang
bersangkutan. Lain halnya, apabila Wajib Pajak sendiri yang bertindak, maka mereka tidak
memerlukan kuasa dari siapapun.
Di samping itu pula, seorang kuasa hanya mempunyai hak dan/atau kewajiban perpajakan
tertentu yang dikuasakan Wajib Pajak sesuai dengan surat kuasa khusus (yang diberikan
Wajib Pajak). Yang dimaksud dengan hak dan kewajiban perpajakan tertentu adalah suatu
proses perpajakan tertentu yang terkait dengan pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak, misalnya, pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan
dalam rangka pemeriksaan, pengajuan keberatan, permohonan fasilitas perpajakan, atau
pengisian serta penandatanganan Surat Pemberitahuan (SPT).
B. Persyaratan Kuasa Wajib Pajak
Seorang kuasa dapat berupa konsultan pajak dan bukan konsultan pajak. Baik konsultan
pajak maupun bukan konsultan pajak harus memenuhi persyaratan yang telah ditentukan
untuk melaksanakan hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan tertentu dari Wajib Pajak
yang memberikan kuasa. Adapun persyaratan untuk menjadi seorang kuasa adalah sebagai
berikut:
1.
2.
3.
4.

Menguasai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.


Memiliki surat kuasa khusus dari Wajib Pajak yang memberi kuasa.
Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak.
Telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Tahun Pajak

Terakhir.
5. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan.
Surat kuasa khusus yang dipergunakan dalam perpajakan paling sedikit memuat:

1. Nama, alamat, dan tanda tangan di atas meterai, serta Nomor Pokok Wajib Pajak dari
Wajib Pajak pemberi kuasa.
2. Nama, alamat, dan tanda tangan, serta Nomor Pokok Wajib Pajak penerima kuasa.
3. Hak dan/atau kewajiban perpajakan tertentu yang dikuasakan.
Pasal 5 ayat (2) PMK No. 22/PMK.03/2008 mensyaratkan bahwa satu surat kuasa khusus
hanya untuk 1 (satu) pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban perpajakan tertentu.
Dengan demikian, satu surat kuasa harus secara spesifik menyebutkan suatu urusan
perpajakan tertentu. Misalnya, surat kuasa khusus penandatanganan SPT Tahunan PPh Badan
atau surat kuasa khusus pengajuan keberatan.
Seorang kuasa yang tidak memenuhi persyaratan tersebut di atas tidak dapat melaksanakan
hak dan/atau memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak yang memberi kuasa dan setiap
pegawai pajak dilarang menindaklanjuti pelaksanaan hak dan/atau pemenuhan kewajiban
perpajakan tertentu dari Wajib Pajak tersebut.

C. Pembatasan Untuk Kuasa Bukan Konsultan Pajak


Seseorang yang bukan konsultan pajak termasuk karyawan Wajib Pajak hanya dapat
menerima kuasa dari:
1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto atau penerimaan bruto tidak lebih dari Rp. 1.800.000.000,00 (satu
miliar delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun; atau
3. Wajib Pajak badan dengan peredaran bruto tidak lebih dari Rp. 2.400.000.000,00 (dua
miliar empat ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) tahun.
Untuk karyawan Wajib Pajak yang ditunjuk sebagai kuasa, perlakuannya sama dengan
seorang kuasa yang bukan konsultan pajak. Hanya saja, seorang karyawan yang ditunjuk
sebagai kuasa harus seorang karyawan tetap yang telah menerima penghasilan dari Wajib
Pajak pemberi kuasa yang dibuktikan dengan Surat Pernyataan bermeterai dari Wajib Pajak.
Yang perlu dicermati dari ketentuan ini adalah Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai
omzet lebih dari Rp 1.8 milyar atau Wajib Pajak Badan yang mempunyai omzet di atas Rp
2.4 milyar dalam satu tahun hanya dapat memberi kuasa kepada konsultan pajak. Karyawan-

manajer, kepala bagian perpajakan, atau staff yang ahli dalam perpajakan-, yang bukan
merupakan pengurus, tidak dapat menjadi kuasa Wajib Pajak.
Hal ini ditegaskan pula dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ./2008
tanggal 10 Maret 2008 tentang Penegasan Sehubungan Dengan Penunjukan Seorang Kuasa
Dengan Surat Kuasa Khusus, yang menyatakan bahwa:
1. Pengurus, komisaris dan pemegang saham mayoritas atau pengendali serta karyawan
Wajib Pajak yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan
dan/atau mengambil keputusan dalam rangka menjalankan perusahaan dapat
melaksanakan hak dan/atau kewaiban perpajakan Wajib Pajak tanpa memerlukan
surat kuasa khusus.
2. Dokumen perpajakan seperti Faktur Pajak dan/atau Surat Setoran Pajak dapat
ditandatangani oleh pejabat/ karyawan yang ditunjuk oleh Wajib Pajak tanpa
memerlukan surat kuasa khusus.
3. Penyerahan dokumen yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan dapat disampaikan melalui Tempat Pelayanan Terpadu, tidak memerlukan
surat kuasa khusus atau surat penunjukan.
D. Pelimpahan Kuasa (Kuasa Subtitusi)
Seorang kuasa Wajib Pajak tidak dapat sembarangan bertindak. Salah satu yang tidak boleh
dilakukan adalah melimpahkan kuasa yang dia terima dari Wajib Pajak kepada orang lain.
Namun demikian, meskipun tak dapat melimpahkan atau mengalihkan kuasa, seorang kuasa
Wajib Pajak dapat menunjuk orang lain atau karyawannya terbatas untuk menyampaikan dan
menerima

dokumen-dokumen perpajakan

tertentu yang diperlukan

dalam rangka

menjalankan urusan pajak yang dikuasakan kepadanya. Si orang lain yang ditunjuk ini wajib
menyerahkan Surat Penunjukan dari seorang kuasa pada saat melaksanakan tugasnya.
E. Wakil Wajib Pajak
Wajib Pajak dapat digolongkan menjadi dua yaitu Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib
Pajak Badan. Wajib Pajak Orang Pribadi (kecuali orang dalam pengampuan) dapat
menjalankan sendiri hak dan kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, pada hakekatnya
merupakan suatu bentuk organisasi atau perkumpulan, sehingga tidak mungkin melakukan
sendiri kewajiban perpajakannya. Wajib Pajak Badan, untuk bertindak, harus dilakukan oleh
orang-orang yang ditunjuk atau dipilih untuk mewakilinya. Yang sering menjadi pertanyaan
9

adalah apakah Wajib Pajak Badan harus diwakili oleh direktur utamanya atau dapat seorang
karyawannya?
Ketentuan yang mengatur hal tersebut adalah Pasal 32 ayat (1) huruf a Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Undang-Undang KUP),
yaitu:
Dalam menjalankan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, Wajib Pajak diwakili dalam hal:
1. Badan oleh pengurus.
2. Badan yang dinyatakan pailit oleh kurator.
3. Badan dalam pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi untuk melakukan
pemberesan.
4. Badan dalam likuidasi oleh likuidator.
5. Suatu warisan yang belum terbagi oleh salah seorang ahli warisnya, pelaksana
wasiatnya atau yang mengurus harta peninggalannya.
6. Anak yang belum dewasa atau orang yang berada dalam pengampuan oleh wali atau
pengampunya.
Pengertian pengurus diatur dalam Pasal 32 ayat (4) Undang-Undang KUP sebagai berikut:
(4) Termasuk dalam pengertian pengurus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a
adalah orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang ikut menentukan kebijaksanaan
dan/atau mengambil keputusan dalam menjalankan perusahaan.
Melihat pasal tersebut di atas, seorang pengurus adalah seseorang yang tidak harus duduk di
jajaran direksi (direktur atau komisaris). Selama orang tersebut memiliki kewenangan
menentukan arah kebijakan perusahaan, orang tersebut termasuk dalam pengertian pengurus.
Seorang karyawan -manajer, kepala bagian perpajakan, atau staf ahli perpajakan- dapat
menjadi pengurus suatu perusahaan sepanjang karyawan tersebut secara nyata-nyata
mempunyai kewenangan ikut menentukan kebijaksanaan dan/ atau mengambil keputusan
untuk menjalankan kegiatan perusahaan.

10

DAFTAR PUSTAKA
http://www.bppk.depkeu.go.id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/19450-wakil-dan-kuasawajib-pajak
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Penghindaran_pajak
http://id.m.wikipedia.org/wiki/Rahasia_jabatan
http://www.academia.edu/8605903/MAKALAH_PERPAJAKAN_Ketentuan_Umum_dan_Ta
ta_Cara_Pelaksanaan_Perpajakan_
http://www.google.co.id/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CCAQFjAA&url=http
%3A%2F%2Fwww.pajak.go.id%2Fcontent%2Fhak-hak-wajibpajak&ei=LhouVf2hGInguQS59YHwBw&usg=AFQjCNFhlG1QGKqGCCRHjpqeMNd5hm
f6kQ&bvm=bv.90790515,d.c2E
http://penerbitsalemba.com/v2/news/view/58
http://feelinbali.blogspot.com/2013/03/apa-saja-hak-dan-kewajiban-fiskus.html

11

Anda mungkin juga menyukai