Anda di halaman 1dari 23

KOMUNIKASI TERAPUTIK

pengertian
Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang mendorong proses
penyembuhan klien (Depkes RI, 1997). Dalam pengertian lain mengatakan
bahwa komunikasi terapeutik adalah proses yang digunakan oleh perawat
memakai pendekatan yang direncanakan secara sadar, bertujuan dan
kegiatannya dipusatkan pada klien.
Komunikasi terapeutik termasuk komunikasi interpersonal dengan titik
tolak saling memberikan pengertian antara perawat dengan klien.
Persoalan yang mendasar dari komunikasi ini adalah adanya saling
membutuhkan antara perawat dan klien, sehingga dapat dikategorikan ke
dalam komunikasi pribadi di antara perawat dan klien, perawat membantu
dan klien menerima bantuan.
Menurut Stuart dan Sundeen (dalam Hamid, 1996), tujuan hubungan
terapeutik diarahkan pada pertumbuhan klien meliputi :
a. Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan
terhadap diri. B.
b. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri.
c. Kemampuan untuk membina hubungan interpersonal yang intim
dan saling tergantung dengan kapasitas untuk mencintai dan
dicintai.
d. Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan
serta mencapai tujuan
personal yang realistik.
Tujuan komunikasi terapeutik adalah :
1. Membantu klien untuk memperjelas dan mengurangi beban
perasaan dan pikiran serta dapat mengambil tindakan untuk
mengubah situasi yang ada bila klien pecaya pada hal yang
diperlukan.
2. Mengurangi keraguan, membantu dalam hal mengambil tindakan
yang efektif dan mempertahankan kekuatan egonya.
3. Mempengaruhi orang lain, lingkungan fisik dan dirinya sendiri.
Tujuan terapeutik akan tercapai bila perawat memiliki karakteristik
sebagai berikut (Hamid,1998) :
a. Kesadaran diri.
b.Klarifikasi nilai.
c.Eksplorasi perasaan.
d.Kemampuan untuk menjadi model peran.
e.Motivasi altruistik.
f.Rasa tanggung jawab dan etik.
Komponen Komunikasi Terapeutik

1. Model struktural dari komunikasi mengidentifikasi lima


komponen fungsional berikut
(Hamid,1998) :
Pengirim : yang menjadi asal dari pesan.
2. Pesan : suatu unit informasi yang dipindahkan dari pengirim
kepada penerima.
3. Penerima : yang mempersepsikan pesan, yang perilakunya
dipengaruhi oleh pesan.
4. Umpan balik : respon dari penerima pesan kepada pengirim
pesan.
5. Konteks : tatanan di mana komunikasi terjadi.
Jika perawat mengevaluasi proses komunikasi dengan menggunakan
lima elemen struktur ini maka masalah-masalah yang spesifik atau
kesalahan yang potensial dapat diidentifikasi.
Menurur Roger, terdapat beberapa karakteristik dari seorang perawat
yang dapat memfasilitasi tumbuhnya hubungan yang
terapeutik.Karakteristik tersebut antara lain : (Suryani,2005).
a. Kejujuran (trustworthy). Kejujuran merupakan modal utama agar
dapat melakukan komunikasi yang bernilai terapeutik, tanpa
kejujuran mustahil dapat membina hubungan saling percaya. Klien
hanya akan terbuka dan jujur pula dalam memberikan informasi
yang benar hanya bila yakin bahwa perawat dapat dipercaya.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif. Dalam berkomunikasi
hendaknya perawat menggunakan kata-kata yang mudah
dimengerti oleh klien. Komunikasi nonverbal harus mendukung
komunikasi verbal yang disampaikan. Ketidaksesuaian dapat
menyebabkan klien menjadi bingung.
c. Bersikap positif. Bersikap positif dapat ditunjukkan dengan sikap
yang hangat, penuh perhatian dan penghargaan terhadap klien.
Roger menyatakan inti dari hubungan terapeutik adalah
kehangatan, ketulusan, pemahaman yang empati dan sikap positif.
d. Empati bukan simpati. Sikap empati sangat diperlukan dalam
asuhan keperawatan, karena dengan sikap ini perawat akan mampu
merasakan dan memikirkan permasalahan klien seperti yang
dirasakan dan dipikirkan oleh klien. Dengan empati seorang perawat
dapat memberikan alternatif pemecahan masalah bagi klien, karena
meskipun dia turut merasakan permasalahan yang dirasakan
kliennya, tetapi tidak larut dalam masalah tersebut sehingga
perawat dapat memikirkan masalah yang dihadapi klien secara
objektif. Sikap simpati membuat perawat tidak mampu melihat
permasalahan secara objektif karena dia terlibat secara emosional
dan terlarut didalamnya.
e. Mampu melihat permasalahan klien dari kacamata klien.Dalam
memberikan asuhan keperawatan perawat harus berorientasi pada
klien, (Taylor, dkk ,1997) dalam Suryani 2005. Untuk itu agar dapat
membantu memecahkan masalah klien perawat harus memandang
permasalahan tersebut dari sudut pandang klien. Untuk itu perawat
harus menggunakan terkhnik active listening dan kesabaran dalam

mendengarkan ungkapan klien. Jika perawat menyimpulkan secara


tergesa-gesa dengan tidak menyimak secara keseluruhan ungkapan
klien akibatnya dapat fatal, karena dapat saja diagnosa yang
dirumuskan perawat tidak sesuai dengan masalah klien dan
akibatnya tindakan yang diberikan dapat tidak membantu bahkan
merusak klien.
f. Menerima klien apa adanya.Jika seseorang diterima dengan tulus,
seseorang akan merasa nyaman dan aman dalam menjalin
hubungan intim terapeutik. Memberikan penilaian atau mengkritik
klien berdasarkan nilai-nilai yang diyakini perawat menunjukkan
bahwa perawat tidak menerima klien apa adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien. Tanpa kemampuan ini hubungan
yang terapeutik sulit terjalin dengan baik, karena jika tidak sensitif
perawat dapat saja melakukan pelanggaran batas, privasi dan
menyinggung perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri. Seseorang yang selalu menyesali tentang apa yang telah
terjadi pada masa lalunya tidak akan mampu berbuat yang terbaik
hari ini. Sangat sulit bagi perawat untuk membantu klien, jika ia
sendiri memiliki segudang masalah dan ketidakpuasan dalam
hidupnya.
Fase Hubungan Komunikasi Terapeutik.
Struktur dalam komunikasi terapeutik, menurut Stuart,G.W.,1998, terdiri
dari empat fase yaitu: (1) fase preinteraksi; (2) fase perkenalan atau
orientasi; (3) fase kerja; dan (4) fase terminasi (Suryani,2005). Dalam
setiap fase terdapat tugas atau kegiatan perawat yang harus
terselesaikan.
a. Fase preinteraksi
Tahap ini adalah masa persiapan sebelum memulai berhubungan
dengan klien. Tugas perawat pada fase ini yaitu :
1)Mengeksplorasi perasaan,harapan dan kecemasannya;
2)Menganalisa kekuatan dan kelemahan diri, dengan analisa diri ia
akan terlatih untuk memaksimalkan dirinya agar bernilai tera[eutik
bagi klien, jika merasa tidak siap maka perlu belajar kembali, diskusi
teman kelompok;
3)Mengumpulkan data tentang klien, sebagai dasar dalam membuat
rencana interaksi;
4)Membuat rencana pertemuan secara tertulis, yang akan di
implementasikan saat bertemu dengan klien.
b. Fase orientasi
Fase ini dimulai pada saat bertemu pertama kali dengan klien. Pada
saat pertama kali bertemu dengan klien fase ini digunakan perawat
untuk berkenalan dengan klien dan merupakan langkah awal dalam
membina hubungan saling percaya. Tugas utama perawat pada
tahap ini adalah memberikan situasi lingkungan yang peka dan
menunjukkan penerimaan, serta membantu klien dalam

mengekspresikan perasaan dan pikirannya. Tugas-tugas perawat


pada tahap ini antara lain :
1. Membina hubungan saling percaya, menunjukkan sikap
penerimaan dan
komunikasi terbuka. Untuk membina
hubungan saling percaya perawat harus bersikap terbuka, jujur,
ihklas, menerima klien apa danya, menepati janji, dan
menghargai klien.
2. Merumuskan kontrak bersama klien. Kontrak penting untuk
menjaga kelangsungan sebuah interaksi.Kontrak yang harus
disetujui bersama dengan klien yaitu, tempat, waktu dan topik
pertemuan.
3. Menggali perasaan dan pikiran serta mengidentifikasi masalah
klien. Untuk mendorong klien mengekspresikan perasaannya,
maka tekhnik yang digunakan adalah pertanyaan terbuka.
4. Merumuskan tujuan dengan klien. Tujuan dirumuskan setelah
masalah klien teridentifikasi. Bila tahap ini gagal dicapai akan
menimbulkan kegagalan pada keseluruhan interaksi
(Stuart,G.W,1998 dikutip dari Suryani,2005)
Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini antara lain :
1). Memberikan salam terapeutik disertai mengulurkan
tangan jabatan tangan
2).Memperkenalkan diri perawat
3)Menyepakati kontrak. Kesepakatan berkaitan dengan
kesediaan klien untuk berkomunikasi, topik, tempat, dan lamanya
pertemuan.
4)Melengkapi kontrak. Pada pertemuan pertama perawat perlu
melengkapi penjelasan tentang identitas serta tujuan interaksi agar
klien percaya kepada perawat.
5)Evaluasi dan validasi. Berisikan pengkajian keluhan utama, alasan
atau kejadian yang membuat klien meminta bantuan. Evaluasi ini
juga digunakan untuk mendapatkan fokus pengkajian lebih lanjut,
kemudian dilanjutkan dengan hal-hal yang terkait dengan keluhan
utama. Pada pertemuan lanjutan evaluasi/validasi digunakan untuk
mengetahui kondisi dan kemajuan klien hasil interaksi sebelumnya.
6)Menyepakati masalah. Dengan tekhnik memfokuskan perawat
bersama klien mengidentifikasi masalah dan kebutuhan klien.
Selanjutnya setiap awal pertemuan lanjutan dengan klien lakukan
orientasi. Tujuan orientasi adalah memvalidasi keakuratan data,
rencana yang telah dibuat dengan keadaan klien saat ini dan
mengevaluasi tindakan pertemuan sebelumnya.
Fase kerja.
Tahap ini merupakan inti dari keseluruhan proses komunikasi
teraeutik.Tahap ini perawat bersama klien mengatasi masalah yang
dihadapi klien.Perawat dan klien mengeksplorasi stressor dan mendorong
perkembangan kesadaran diri dengan menghubungkan persepsi,
perasaan dan perilaku klien.Tahap ini berkaitan dengan pelaksanaan
rencana asuhan yang telah ditetapkan.Tekhnik komunikasi terapeutik

yang sering digunakan perawat antara lain mengeksplorasi,


mendengarkan dengan aktif, refleksi, berbagai persepsi, memfokuskan
dan menyimpulkan (Geldard,D,1996, dikutip dari Suryani, 2005).
d.Fase terminasi
Fase ini merupakan fase yang sulit dan penting, karena hubungan saling
percaya sudah terbina dan berada pada tingkat optimal. Perawat dan klien
keduanya merasa kehilangan. Terminasi dapat terjadi pada saat perawat
mengakhiri tugas pada unit tertentu atau saat klien akan pulang. Perawat
dan klien bersama-sama meninjau kembali proses keperawatan yang
telah dilalui dan pencapaian tujuan. Untuk melalui fase ini dengan sukses
dan bernilai terapeutik, perawat menggunakan konsep kehilangan.
Terminasi merupakan akhir dari pertemuan perawat, yang dibagi dua
yaitu:
1)Terminasi sementara, berarti masih ada pertemuan lanjutan;
2)Terminasi akhir, terjadi jika perawat telah menyelesaikan proses
keperawatan secara menyeluruh.
Tugas perawat pada fase ini yaitu :
a)Mengevaluasi pencapaian tujuan interaksi yang telah dilakukan,
evaluasi ini disebut evaluasi objektif. Brammer & Mc Donald (1996)
menyatakan bahwa meminta klien menyimpulkan tentang apa yang telah
didiskusikan atau respon objektif setelah tindakan dilakukan sangat
berguna pada tahap terminasi (Suryani,2005).
b)Melakukan evaluasi subjektif, dilakukan dengan menanyakan perasaan
klien setalah berinteraksi atau setelah melakukan tindakan tertentu.
c)Menyepakati tindak lanjut terhadap interaksi yang telah dilakukan. Hal
ini sering disebut pekerjaan rumah (planning klien). Tindak lanjut yang
diberikan harus relevan dengan interaksi yang baru dilakukan atau yang
akan dilakukan pada pertemuan berikutnya. Dengan tindak lanjut klien
tidak akan pernah kosong menerima proses keperawatan dalam 24 jam.
d)Membuat kontrak untuk pertemuan berikutnya, kontrak yang perlu
disepakati adalah topik, waktu dan tempat pertemuan. Perbedaan antara
terminasi sementara dan terminasi akhir, adalah bahwa pada terminasi
akhir yaitu mencakup keseluruhan hasil yang telah dicapai selama
interaksi.
C.Sikap Komunikasi Terapeutik.
Lima sikap atau cara untuk menghadirkan diri secara fisik yang dapat
memfasilitasi komunikasi yang terapeutik menurut Egan, yaitu :
1.Berhadapan. Artinya dari posisi ini adalah Saya siap untuk anda.
2.Mempertahankan kontak mata. Kontak mata pada level yang sama
berarti menghargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap
berkomunikasi.
3.Membungkuk ke arah klien. Posisi ini menunjukkan keinginan untuk

mengatakan atau mendengar sesuatu.


4.Mempertahankan sikap terbuka, tidak melipat kaki atau tangan
menunjukkan keterbukaan untuk berkomunikasi.
5.Tetap rileks. Tetap dapat mengontrol keseimbangan antara ketegangan
dan relaksasi dalam memberi respon kepada klien.
Selain hal-hal di atas sikap terapeutik juga dapat teridentifikasi melalui
perilaku non verbal. Stuart dan Sundeen (1998) mengatakan ada lima
kategori komunikasi non verbal, yaitu :
1.Isyarat vokal, yaitu isyarat paralingustik termasuk semua kualitas bicara
non verbal misalnya tekanan suara, kualitas suara, tertawa, irama dan
kecepatan bicara.
2. Isyarat tindakan, yaitu semua gerakan tubuh termasuk ekspresi wajah
dan sikap tubuh.
3.Isyarat obyek, yaitu obyek yang digunakan secara sengaja atau tidak
sengaja oleh seseorang seperti pakaian dan benda pribadi lainnya.
4.Ruang memberikan isyarat tentang kedekatan hubungan antara dua
orang. Hal ini didasarkan pada norma-norma social budaya yang dimiliki.
5.Sentuhan, yaitu fisik antara dua orang dan merupakan komunikasi non
verbal yang paling personal. Respon seseorang terhadap tindakan ini
sangat dipengaruhi oleh tatanan dan latar belakang budaya, jenis
hubungan, jenis kelamin, usia dan harapan.

D.Teknik Komunikasi Terapeutik.


Ada dua persyaratan dasar untuk komunikasi yang efektif (Stuart dan
Sundeen, 1998) yaitu :
1.Semua komunikasi harus ditujukan untuk menjaga harga diri pemberi
maupun penerima pesan.
2.Komunikasi yang menciptakan saling pengertian harus dilakukan lebih
dahulu sebelum memberikan saran, informasi maupun masukan.
Stuart dan Sundeen, (1998) mengidentifikasi teknik komunikasi terapeutik
sebagai berikut :
1.Mendengarkan dengan penuh perhatian.
Dalam hal ini perawat berusaha mengerti klien dengan cara
mendengarkan apa yang disampaikan klien. Mendengar merupakan dasar
utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui
perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk berbicara.
Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2.Menunjukkan penerimaan.
Menerima tidak berarti menyetujui, menerima berarti bersedia untuk
mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau
ketidaksetujuan.

3.Menanyakan pertanyaan yang berkaitan.


Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang
spesifik mengenai apa yang disampaikan oleh klien.
4.Mengulangi ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Melalui pengulangan kembali kata-kata klien, perawat memberikan umpan
balik bahwa perawat mengerti pesan klien dan berharap komunikasi
dilanjutkan.
5.Mengklasifikasi.
Klasifikasi terjadi saat perawat berusaha untuk menjelaskan dalam katakata ide atau pikiran yang tidak jelas dikatakan oleh klien.
6.Memfokuskan.
Metode ini bertujuan untuk membatasi bahan pembicaraan sehingga
percakapan menjadi lebih spesifik dan dimengerti.
7.Menyatakan hasil observasi.
Dalam hal ini perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh isyarat
non verbal klien.
8.Menawarkan informasi.
Memberikan tambahan informasi merupakan tindakan penyuluhan
kesehatan untuk klien yang bertujuan memfasilitasi klien untuk
mengambil keputusan.
9.Diam.
Diam akan memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk
mengorganisir. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi dengan
dirinya sendiri, mengorganisir pikiran dan memproses informasi.
10.Meringkas.
Meringkas pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan secara
singkat.
11.Memberi penghargaan.
Penghargaan janganlah sampai menjadi beban untuk klien dalam arti
jangan sampai klien berusaha keras dan melakukan segalanya demi untuk
mendapatkan pujian dan persetujuan atas perbuatannya.
12.Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan kepada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan.
13.Menganjurkan untuk meneruskan pembicaraan.
Teknik ini memberikan kesempatan kepada klien untuk mengarahkan
hampir seluruh pembicaraan.

14.Menempatkan kejadian secara berurutan.


Mengurutkan kejadian secara teratur akan membantu perawat dan klien
untuk melihatnya dalam suatu perspektif.
15.Memberikan kesempatan kepada klien untuk menguraikan persepsinya
Apabila perawat ingin mengerti klien, maka perawat harus melihat segala
sesuatunya dari perspektif klien.
16.Refleksi.
Refleksi memberikan kesempatan kepada klien untuk mengemukakan dan
menerima ide dan perasaannya sebagai bagian dari dirinya sendiri.
E.Hambatan Komunikasi Terapeutik.
Hambatan komunikasi terapeutik dalam hal kemajuan hubungan perawatklien terdiri dari tiga jenis utama : resistens, transferens, dan
kontertransferens (Hamid, 1998). Ini timbul dari berbagai alasan dan
mungkin terjadi dalam bentuk yang berbeda, tetapi semuanya
menghambat komunikasi terapeutik. Perawat harus segera mengatasinya.
Oleh karena itu hambatan ini menimbulkan perasaan tegang baik bagi
perawat maupun bagi klien. Untuk lebih jelasnya marilah kita bahas satupersatu mengenai hambatan komunikasi terapeutik itu.
1.Resisten.
Resisten adalah upaya klien untuk tetap tidak menyadari aspek penyebab
ansietas yang dialaminya. Resisten merupakan keengganan alamiah atau
penghindaran verbalisasi yang dipelajari atau mengalami peristiwa yang
menimbulkan masalah aspek diri seseorang. Resisten sering merupakan
akibat dari ketidaksediaan klien untuk berubah ketika kebutuhan untuk
berubah telah dirasakan. Perilaku resistens biasanya diperlihatkan oleh
klien selama fase kerja, karena fase ini sangat banyak berisi proses
penyelesaian masalah.
2.Transferens.
Transferens adalah respon tidak sadar dimana klien mengalami perasaan
dan sikap terhadap perawat yang pada dasarnya terkait dengan tokoh
dalam kehidupannya di masa lalu. Sifat yang paling menonjol adalah
ketidaktepatan respon klien dalam intensitas dan penggunaan mekanisme
pertahanan pengisaran (displacement) yang maladaptif. Ada dua jenis
utama reaksi bermusuhan dan tergantung.
3.Kontertransferens.
Yaitu kebuntuan terapeutik yang dibuat oleh perawat bukan oleh klien.
Konterrtransferens merujuk pada respon emosional spesifik oleh perawat
terhadap klien yang tidak tepat dalam isi maupun konteks hubungan
terapeutik atau ketidaktepatan dalam intensitas emosi. Reaksi ini
biasanya berbentuk salah satu dari tiga jenis reaksi sangat mencintai,
reaksi sangat bermusuhan atau membenci dan reaksi sangat cemas
sering kali digunakan sebagai respon terhadap resisten klien.
Untuk mengatasi hambatan komunikasi terapeutik, perawat harus siap

untuk mengungkapkan perasaan emosional yang sangat kuat dalam


konteks hubungan perawat-klien (Hamid, 1998). Awalnya, perawat harus
mempunyai pengetahuan tentang hambatan komunikasi terapeutik dan
mengenali perilaku yang menunjukkan adanya hambatan tersebut. Latar
belakang perilaku digali baik klien atau perawat bertanggung jawab
terhadap hambatan terapeutik dan dampak negative pada proses
terapeutik.
SUMBER:
Cangara, Hafid. (2006), Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo
Persada, Jakarta
Ellis,R.,Gates, R, & Kenworthy,N. (2000). Komunikasi Interpersonal Dalam
Keperawatan: Teori dan Praktik.Alih Bahasa :Susi Purwoko. Jakarta,EGC.
Keliat, B.A. (2002), Hubungan Terapeutik Perawat-Klien, EGC, Jakarta.
Notoatmodjo, S 1997, Ilmu Perilaku dan komunikasi Kesehatan, Rineka
Cipta, Jakarta
Purwanto, H. (1998). Komunikasi untuk Perawat. EGC, Jakarta.
Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.
Stuart.G.W. & Sundeen.S.J.(1998) . Buku Saku Keperawatan Jiwa.Alih
Bahasa: Achir Yani S. Hamid. ed ke-3. Jakarta, EGC
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik Teori & Praktek. Jakarta, EGC.
Diposkan oleh Hamra di 06.24 Tidak ada komentar: Link ke posting ini
Komunikasi Terpeutik dalam Proses Perawatan

Proses komunikasi : (Mubarak, Wahid Iqbal, dkk, 2007)

1. Reference, stimulus yang memotifasi seseorang untuk berkomunikasi


dengan orang lain. Dapat berupa pengalaman, ide atau tindakan.
2. Pengirim/ sumber/ encorder, disebut juga komunikator. Bisa perorangan
atau kelompok.
3. Pesan/ berita, informasi yang dikirimkan. Dapat berupa kata-kata,
gerakan tubuh atau ekspresi wajah.
4. Media/ saluran, alat atau sarana yang dipilih pengirim untuk
menyampaikan pesan pada penerima/ sasaran.
5. Penerimaan/ sasaran/ decoder, kepada siapa pesan yang ingin
disampaikan tersebut dituju.
6. Umpan balik/ feed back/ respons, reaksi dari sasaran terhadap pesan
yang disampaikan.

Proses komunikasi terapeutik dalam perawatan.

1. Pengkajian (Purwanto, Heri, 1994)

- Menentukan kemampuan seseorang dalam proses informasi.


- Mengevaluasi data tentang status mental pasien untuk menentukan
batas intervensi.
- Mengevaluasi kemampuan pasien dalam berkomunikasi secara verbal.
- Mengobservasi apa yang terjadi pada pasien tersebut saat ini.
- Mengidentifikasi tingkat perkembangan pasien sehingga interaksi yang
diharapkan bisa realistik.
- Menentukan apakah pasien memperlihatkan sikap verbal dan nonverbal
yang sesuai.
- Mengkaji tingkat kecemasan pasien sehingga dapat mengantisifasi
intervensi yang dibutuhkan.
2. Diagnosa keperawatan (Potter & Perry, 1999)
- Analisa tertulis dari penemuan pengkajian.
- Sesi perencanaan tim kesehatan.
- Diskusi dengan
implementasi.

klien

dan

keluarga

untuk

menentukan

metoda

- Membuat rujukan.
3. Rencana tujuan (Purwanto, Heri,1994)
- Rencana asuhan tertulis (Potter & Perry, 1999).
- Membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan sendiri.
- Membantu pasien agar dapat menerima pengalaman yang pernah
dirasakan.
- Meningkatkan harga diri pasien.
- Memberikan support karena adanya perubahan lingkungan.
- Perawat dan pasien sepakat untuk berkomunikasi secara lebih terbuka.
4. Implementasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Memperkenalkan diri kepada pasien.
- Memulai interaksi dangan pasien.

- Membantu pasien untuk dapat menggambarkan pengalaman pribadinya.


- Menganjurkan kepada pasien untuk dapat mengungkapkan perasaan
kebutuhannya.
- Menggunakan komunikasi untuk meningkatkan harga diri pasien.
5. Evaluasi (Purwanto, Heri, 1994)
- Pasien dapat mengembangkan kemampuan dalam mengkaji dan
memenuhi kebutuhan sendiri.
- Komunikasi menjadi lebih jelas, lebih terbuka dan berfokus pada
masalah.
- Membantu menciptakan lingkungan yang dapat mengurangi tingkat
kecemasan.
***
Diposkan oleh Hamra di 06.18 Tidak ada komentar: Link ke posting ini

Selasa, 14 Juli 2009


Unsur dan Prinsip Komunikasi Terapeutik

Unsur-unsur dalam komunikasi terapeutik adalah terdiri dari komunikator,


komunikan, pesan yang disampaikan dan lingkungan waktu komunikasi
berlangsung.
Sumber proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima pesan. Prakarsa
berkomunikasi dilakukan oleh sumber ini dan sumber juga menerima
pesan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam mengirim.
Pesan-pesan yang disampaikan dengan menggunakan penyandian baik
yang berupa bahasa verbal maupun non verbal.
Penerima yaitu orang yang menerima pengiriman pesan dan membalas
pesan yang disampaikan oleh sumber, sehingga dapat diketahui mengerti
tidaknya suatu pesan.
Lingkungan waktu komunikasi berlangsung, yang dalam hal ini meliputi
saluran penyampaian dan penerimaan pesan serta lingkungan alamiah
saat pesan disampaikan.
Saluran penyampaian pesan melalui indra manusia yaitu pendengaran,
penglihatan, pengecap dan perabaan.
Prinsip-Prinsip Komunikasi Terapeutik
Prinsip-prinsip komunikasi terapeutik adalah:
a Petugas harus mengenal dirinya sendiri yang berarti menghayati,
memahami dirinya sendiri serta nilai yang dianut

b. Komunikasi harus ditandai dengan sikap saling menerima, saling


percaya dan saling menghargai.
c. Petugas harus memahami, menghayati nilai yang dianut oleh pasien.
d. Petugas harus menyadari pentingnya kebutuhan pasien baik fisik
maupun mental.
e. Petugas harus menciptakan suasana yang memungkinkan pasien
memiliki motivasi untuk mengubah dirinya baik sikap, tingkah lakunya
sehingga tumbuh makin matang dan dapat memecahkan masalah yang
dihadapi.
f. Petugas harus mampu menguasai perasaan sendiri secara bertahap
untuk mengetahui dan mengatasi perasaan gembira, sedih, marah,
keberhasilan maupun frustasi.
g. Mampu menentukan batas waktu yang sesuai dan dapat
mempertahankan konsistensinya.
h. Memahami betul arti empati sebagai tindakan yang terapeutik dan
sebaliknya simpati bukan tindakan yang terapeutik.
i. Kejujuran dan komunikasi terbuka merupakan dasar dari hubungan
terapeutik.
j. Mampu berperan sebagai role model agar dapat menunjukkan dan
meyakinkan orang lain tentang kesehatan, oleh karena itu petugas perlu
mempertahankan suatu keadaan sehat fisik mental, spiritual dan gaya
hidup.
k. Disarankan untuk mengekspresikan perasaan bila dianggap
mengganggu.
l. Altruisme, yaitu mendapatkan kepuasan dengan menolong orang lain
secara manusiawi.
m. Berpegang pada etika dengan cara berusaha sedapat mungkin
mengambil keputusan berdasarkan prinsip kesejahteraan manusia.
n. Bertanggung jawab dalam dua dimensi yaitu tanggung jawab terhadap
diri sendiri atas tindakan yang dilakukan dan tanggung jawab terhadap
orang lain.
Diposkan oleh Hamra di 22.47 Tidak ada komentar: Link ke posting ini

Minggu, 12 Juli 2009


PENDAHULUAN
Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam
hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi
lebih
bermakna
karena
merupakan
metoda
utama
dalam
mengimplementasikan
proses
keperawatan.
Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989). Untuk itu
perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang
mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang
tercermin dalam perilaku caring atau kasih saying / cinta (Johnson,
1989)
dalam
berkomunikasi
dengan
orang
lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak

saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien,


mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional
dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit (Achir Yani), tetapi yang paling
penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan
terhadap
sesama
manusia.
Dalam tulisan ini akan dibahas tentang pengertian komunikasi termasuk
therapeutic use of self dan helping relationship untuk praktek
keperawatan, sikap dan tehnik serta dimensi hubungan dari komunikasi
terapeutik.
1.

PENGERTIAN

DAN

JENIS

KOMUNIKASI

Komunikasi merupakan proses kompleks yang melibatkan perilaku dan


memungkinkan individu untuk berhubungan dengan orang lain dan dunia
sekitarnya. Menurut Potter dan Perry (1993), komunikasi terjadi pada tiga
tingkatan yaitu intrapersonal, interpersonal dan publik. Makalah ini
difokuskan
pada
komunikasi
interpersonal
yang
terapeutik.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi yang terjadi antara sedikitnya
dua orang atau dalam kelompok kecil, terutama dalam keperawatan.
Komunikasi interpersonal yang sehat memungkinkan penyelesaian
masalah, berbagai ide, pengambilan keputusan, dan pertumbuhan
personal.
Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan
Tappen (1995) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulisa dan nonverbal
yang
dimanifestasikan
secara
terapeutik.
A.

KOMUNIKASI

VERBAL

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan


keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal
terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya
lebih akurat dan tepat waktu. Katakata adalah alat atau simbol yang
dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan
respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji
minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu
memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.
Komunikasi

Verbal

1.

Jelas

yang

efektif
dan

harus:
ringkas

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin


sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil kemungkinan terjadinya
kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan
mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat
penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari

pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa,


mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
Contoh: Katakan pada saya dimana rasa nyeri anda lebih baik daripada
saya ingin anda menguraikan kepada saya bagian yang anda rasakan
tidak
enak.
2.

Perbendaharaan

Kata

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu


menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan
dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat,
klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau
mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang
dimengerti klien. Daripada mengatakan Duduk, sementara saya akan
mengauskultasi paru-paru anda akan lebih baik jika dikatakan Duduklah
sementara
saya
mendengarkan
paru-paru
anda.
3.

Arti

denotatif

dan

konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang


digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide
yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu
kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis
untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika
berkomunikasi dengan klien, perawat harus hati-hati memilih kata-kata
sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting
ketika
menjelaskan
tujuan
terapi,
terapi
dan
kondisi
klien.
4.

Selaan

dan

kesempatan

berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan


komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada
pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa
perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat
sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas.
Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi
waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata.
Selaan yang tepat dapat dilakukan denganmemikirkan apa yang akan
dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari
pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan
kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat
dan
perlu
untuk
diulang.
5.

Waktu

dan

relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien
sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko
operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi

waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat.


Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk
berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika
pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.
6.

Humor

Dugan (1989) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi


ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan
keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap
klien. Sullivan dan Deane (1988) melaporkan bahwa humor merangsang
produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat,
meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas,
memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk
menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya
untuk
berkomunikasi
dengan
klien.
B.

KOMUNIKASI

NON-VERBAL

Komunikasi non-verbal adalah pemindahan pesan tanpa menggunakan


katakata. Merupakan cara yang paling meyakinkan untuk menyampaikan
pesan kepada orang lain. Perawat perlu menyadari pesan verbal dan nonverbal yang disampaikan klien mulai dari saat pengkajian sampai evaluasi
asuhan keperawatan, karena isyarat non-verbal menambah arti terhadap
pesan verbal. Perawat yang mendektesi suatu kondisi dan menentukan
kebutuhan asuhan keperawatan. Komunikasi non-verbal teramati pada:
1.

Metakomunikasi

Komunikasi tidak hanya tergantung pada pesan tetapi juga pada


hubungan antara Pembicara dengan lawan bicaranya. Metakomunikasi
adalah suatu komentar terhadap isi pembicaraan dan sifat hubungan
antara yang berbicara, yaitu pesan di dalam pesan yang menyampaikan
sikap dan perasaan pengirim terhadap pendengar. Contoh: tersenyum
ketika
sedang
marah.
2.

Penampilan

Personal

Penampilan seseorang merupakan salah satu hal pertama yang


diperhatikan selama komunikasi interpersonal. Kesan pertama timbul
dalam 20 detik sampai 4 menit pertama. Delapan puluh empat persen
dari kesan terhadap seserang berdasarkan penampilannya (Lalli Ascosi,
1990
dalam
Potter
dan
Perry,
1993).
Bentuk fisik, cara berpakaian dan berhias menunjukkan kepribadian,
status sosial, pekrjaan, agama, budaya dan konsep diri. Perawat yang
memperhatikan penampilan dirinya dapat menimbulkan citra diri dan
profesional yang positif. Penampilan fisik perawat mempengaruhi persepsi
klien terhadap pelayanan/asuhan keperawatan yang diterima, karena tiap
klien mempunyai citra bagaimana seharusnya penampilan seorang

perawat. Walaupun penampilan tidak sepenuhnya mencerminkan


kemampuan perawat, tetapi mungkin akan lebih sulit bagi perawat untuk
membina rasa percaya terhadap klien jika perawat tidak memenuhi citra
klien.
3.

Intonasi

(Nada

Suara)

Nada suara pembicara mempunyai dampak yang besar terhadap arti


pesan yang dikirimkan, karena emosi seseorang dapat secara langsung
mempengaruhi nada suaranya. Perawat harus menyadari emosinya ketika
sedang berinteraksi dengan klien, karena maksud untuk menyamakan rsa
tertarik yang tulus terhadap klien dapat terhalangi oleh nada suara
perawat.
4.

Ekspresi

wajah

Hasil suatu penelitian menunjukkan enam keadaan emosi utama yang


tampak melalui ekspresi wajah: terkejut, takut, marah, jijik, bahagia dan
sedih. Ekspresi wajah sering digunakan sebagai dasar penting dalam
menentukan pendapat interpesonal. Kontak mata sangat penting dalam
komunikasi interpersonal. Orang yang mempertahankan kontak mata
selama pembicaraan diekspresikan sebagai orang yang dapat dipercaya,
dan memungkinkan untuk menjadi pengamat yang baik. Perawat
sebaiknya tidak memandang ke bawah ketika sedang berbicara dengan
klien, oleh karena itu ketika berbicara sebaiknya duduk sehingga perawat
tidak tampak dominan jika kontak mata dengan klien dilakukan dalam
keadaan
sejajar.
5.

Sikap

tubuh

dan

langkah

Sikap tubuh dan langkah menggambarkan sikap; emos, konsep diri dan
keadaan fisik. Perawat dapat mengumpilkan informasi yang bermanfaat
dengan mengamati sikap tubuh dan langkah klien. Langkah dapat
dipengaruhi oleh faktor fisik seperti rasa sakit, obat, atau fraktur.
6.

Sentuhan

Kasih sayang, dudkungan emosional, dan perhatian disampaikan melalui


sentuhan. Sentuhan merupakan bagian yang penting dalam hubungan
perawat-klien, namun harus mnemperhatikan norma sosial. Ketika
membrikan asuhan keperawatan, perawat menyentuh klien, seperti ketika
memandikan, melakukan pemeriksaan fisik, atau membantu memakaikan
pakaian. Perlu disadari bahwa keadaan sakit membuat klien tergantung
kepada perawat untuk melakukan kontak interpersonal sehingga sulit
untuk menghindarkan sentuhan. Bradley & Edinburg (1982) dan Wilson &
Kneisl (1992) menyatakan bahwa walaupun sentuhan banyak bermanfaat
ketika membantu klien, tetapi perlu diperhatikan apakah penggunaan
sentuhan dapat dimengerti dan diterima oleh klien, sehingga harus
dilakukan
dengan
kepekaan
dan
hati-hati.

2. KOMUNIKASI TERAPEUTIK SEBAGAI TANGGUNG JAWAB MORAL


PERAWAT
Perawat harus memiliki tanggung jawab moral yang tinggi yang didasari
atas sikap peduli dan penuh kasih sayang, serta perasaan ingin
membantu orang lain untuk tumbuh dan berkembang. Addalati (1983),
Bucaille (1979) dan Amsyari (1995) menambahkan bahwa sebagai
seorang beragama, perawat tidak dapat bersikap tidak perduli terhadap
ornag lain adalah seseorang pendosa yang memntingkan dirinya sendiri.
Selanjutnya Pasquali & Arnold (1989) dan Watson (1979) menyatakan
bahwa human care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan,
dan menjaga/mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang
lain mencari arti dalam sakit, penderitaan, dan keberadaanya: membantu
orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian diri,
Sesungguhnya setiap orang diajarkan oleh Allah untuk menolong sesama
yang memrlukan bantuan. Perilaku menolong sesama ini perlu dilatih dan
dibiasakan, sehingga akhirnya menjadi bagian dari kepribadian.
3.

TEHNIK

KOMUNIKASI

TERAPEUTIK

Tiap klien tidak sama oleh karena itu diperlukan penerapan tehnik
berkomunikasi yang berbeda pula. Tehnik komunikasi berikut ini, treutama
penggunaan referensi dari Shives (1994), Stuart & Sundeen (1950) dan
Wilson
&
Kneisl
(1920),
yaitu:
1.

Mendengarkan

dengan

penuh

perhatian

Berusaha mendengarkan klien menyampaikan pesan non-verbal bahwa


perawat perhatian terhadap kebutuhan dan masalah klien. Mendengarkan
dengan penuh perhatian merupakan upaya untuk mengerti seluruh pesan
verbal dan non-verbal yang sedang dikomunikasikan. Ketrampilan
mendengarkan
sepenuh
perhatian
adalah
dengan:
a.
Pandang
klien
ketika
sedang
bicara
b. Pertahankan kontak mata yang memancarkan keinginan untuk
mendengarkan.
c. Sikap tubuh yang menunjukkan perhatian dengan tidak menyilangkan
kaki
atau
tangan.
d.
Hindarkan
gerakan
yang
tidak
perlu.
e. Anggukan kepala jika klien membicarakan hal penting atau
memerlukan
umpan
balik.
f.
Condongkan
tubuh
ke
arah
lawan
bicara.
2.

Menunjukkan

penerimaan

Menerima tidak berarti menyetujui. Menerima berarti bersedia untuk


mendengarkan orang lain tanpa menunjukkan keraguan atau tidak setuju.
Tentu saja sebagai perawat kita tidak harus menerima semua prilaku
klien. Perawat sebaiknya menghindarkan ekspresi wajah dan gerakan

tubuh yang menunjukkan tidak setuju, seperti mengerutkan kening atau


menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut ini menunjukkan
sikap perawat yang menggelengkan kepala seakan tidak percaya. Berikut
ini
menunjukkan
sikap
perawat
yang
a.
Mendengarkan
tanpa
memutuskan
pembicaraan.
b. Memberikan umpan balik verbal yang menapakkan pengertian.
c. Memastikan bahwa isyarat non-verbal cocok dengan komunikasi verbal.
d. Menghindarkan untuk berdebat, mengekspresikan keraguan, atau
mencoba untuk mengubah pikiran klien. Perawat dapat menganggukan
kepalanya atau berkata ya, saya mengikuti apa yang anda ucapkan.
(cocok
1987)
3.

Menanyakan

pertanyaan

yang

berkaitan.

Tujuan perawat bertanya adalah untuk mendapatkan informasi yang


spesifik mengenai klien. Paling baik jika pertanyaan dikaitkan dengan
topik yang dibicarakan dan gunakan kata-kata dalam konteks sosial
budaya klien. Selama pengkajian ajukan pertanyaan secara berurutan.
4. Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri.
Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan
balik sehingga klien mengetahui bahwa pesannya dimengerti dan
mengharapkan komunikasi berlanjut. Namun perawat harus berhati-hati
ketika menggunakan metode ono, karena pengertian bisa rancu jika
pengucapan
ulang
mempunyai
arti
yang
berbeda.
Contoh:
- K : saya tidak dapat tidur, sepanjang malam saya terjaga
P
:

Saudara
mengalami
kesulitan
untuk
tidur.
5.

Klarifikasi

Apabila terjadi kesalah pahaman, perawat perlu menghentikan


pembicaraan untuk mengklarifikasi dengan menyamakan pengertian,
karena informasi sangat penting dalam memberikan pelayanan
keperawatan. Agar pesan dapat sampai dengan benar, perawat perlu
memberikan contoh yang konkrit dan mudah dimengerti klien.
Contoh:
- Saya tidak yakin saya mengikuti apa yang anda katakan

Apa
yang
katakan
tadi
adalah.
6.

Memfokuskan

Metode ini dilakukan dengan tujuan membatasi bahan pembicaraan


sehingga lebih spesifik dan dimengerti. Perawat tidak seharusnya
memutus pembicaraan klien ketika menyampaikan masalah yang penting,
kecuali jika pembicaraan berlanjut tanpa informasi yang baru.
Contoh: Hal ini nampaknya penting, nanti kita bicarakan lebih dalam lagi
.

7.

Menyampaikan

hasil

observasi

Perawat perlu memberikan umpan balik kepada klien dengan menyatakan


hasil pengamatannya, sehingga dapat diketahui apakah pesan diterima
dengan benar. Perawat menguraikan kesan yang ditimbulkan oleh syarat
non-verbal klien. Menyampaikan hasil pengamatan perawat sering
membuat klien berkomunikasi lebih jelas tanpa harus bertambah
memfokuskan
atau
mengklarifikasi
pesan.
Contoh:

Anda
tampak
cemas.

Apakah anda
merasa
tidak
tenang
apabila
anda
8.

Menawarkan

informasi

Tambahan informasi ini memungkinkan penghayatan yang lebih baik bagi


klien terhadap keadaanya. Memberikan tambahan informasi merupakan
pendidikan kesehatan bagi klien. Selain ini akan menambah rasa percaya
klien terhadap perawat. Apabila ada informasi yang ditutupi oleh dokter,
perawat perlu mengklarifikasi alasannya. Perawat tidak boleh memberikan
nasehat kepada klien ketika memberikan informasi, tetapi memfasilitasi
klien
untuk
membuat
keputusan.
9.

Diam

Diam memberikan kesempatan kepada perawat dan klien untuk


mengorganisir pikirannya. Penggunaan metode diam memrlukan
ketrampilan dan ketetapan waktu, jika tidak maka akan menimbulkan
perasaan tidak enak. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi
terhadap dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses
informasi. Diam memungkinkan klien untuk berkomunikasi terhadap
dirinya sendiri, mengorganisir pikirannya, dan memproses informasi. Diam
terutama berguna pada saat klien harus mengambil keputusan .
10.

Meringkas

Meringkas adalah pengulangan ide utama yang telah dikomunikasikan


secara singkat. Metode ono bermanfaat untuk membantu topik yang telah
dibahas sebelum meneruskan pada pembicaraan berikutnya. Meringkas
pembicaraan membantu perawat mengulang aspek penting dalam
interaksinya, sehingga dapat melanjutkan pembicaraan dengan topik
yang
berkaitan.
Contoh: - Selama beberapa jam, anda dan saya telah membicarakan
11.

Memberikan

penghargaan

Memberi salam pada klien dengan menyebut namanya, menunjukkan


kesadaran tentang perubahan yang terjadi menghargai klien sebagai
manusia seutuhnya yang mempunyai hak dan tanggung jawab atas

dirinya sendiri sebagai individu. Penghargaan tersebut jangan sampai


menjadi beban baginya, dalam arti kata jangan sampai klien berusaha
keras dan melakukan segalanya demi mendapatkan pujian atau
persetujuan atas perbuatannya. Dan tidak pula dimaksudkan untuk
menyatakan bahwa ini bagus dan yang sebaliknya buruk.
Perlu mengatakan Apabila klien mencapai sesuatu yang nyata, maka
perawat
dapat
mengatakan
demikian.
Contoh:
Selamat
pagi
Ibu
Sri.
Atau
Assalmualaikum
Saya
perhatikan
Ibu
sudah
menyisir
rambut
ibu.
Dalam ajaran Islam, memberi salam dan penghargaan menggambarkan
akhlah terpuji, karena berarti mendoakan orang lain memperoleh rahmat
dari Allah SWT. Salam menunjukkan betapa perawat peduli terhadap
orang
lain
dengan
bersikap
ramah
dan
akrab.
12.

Menawarkan

diri

Klien mungkin belum siap untuk berkomunikasi secara verbal dengan


orang lain atau klien tidak mampu untuk membuat dirinya dimengerti.
Seringkali perawat hanya menawarkan kehadirannya, rasa tertarik, tehnik
komunikasi
ini
harus
dilakukan
tanpa
pamrih.
Contoh: - Saya ingin anda merasa tenang dan nyaman
13. Memberi kesempatan kepada klien untuk memulai pembicaraan.
Memberi kesempatan pada klien untuk berinisiatif dalam memilih topik
pembicaraan. Biarkan klien yang merasa ragu-ragu dan tidak pasti
tentang perannanya dalam interakasi ini perawat dapat menstimulasinya
untuk mengambil inisiatif dan merasakan bahwa ia diharapkan untuk
membuka
pembicaraan.
Contoh:

Adakah
sesuatu
yang
ingin
anda
bicarakan?

Apakah
yang
sedang
saudara
pikirkan?

Darimana
anda
ingin
mulai
pembicaraan
ini?
14.

Menganjurkan

untuk

meneruskan

pembicaraan

Tehnik ini menganjurkan klien untuk mengarahkan hampir seluruh


pembicaraan yang mengindikasikan bahwa klien sedang mengikuti apa
yang sedang dibicarakan dan tertarik dengan apa yang akan dibicarakan
selanjutnya. Perawat lebih berusaha untuk menafsirkan dari pada
mengarahkan
diskusi/pembicaraan
Contoh:
..teruskan..!
..dan
kemudian.?

Ceritakan
kepada
saya
tentang
itu.
15. Menempatkan kejadian secara teratur akan menolong perawat dan

klien

untuk

melihatnya

dalam

suatu

perspektif.

Kelanjutan dari suatu kejadian secara teratur akan menolong perawat dan
klien untuk melihatnya dalam suatu perspektif. Kelanjutan dari suatu
kejadian secara teratur akan menolong perawat dan klien untuk melihat
kejadian berikutnya sebagai akibat kejadian yang pertama. Pesawat akan
dapat menentukan pola kesukaran interpersonal dan memberikan data
tentang pengalaman yang memuaskan dan berarti bagi klien dalam
memenuhi
kebutuhannya.
Contoh:
Apakah
yang
terjadi
sebelum
dan
sesudahnya.
Kapan
kejadian
tersebut
terjadi.
16.

Menganjurkan

klien

unutk

menguraikan

persepsinya

Apabila perawat ingin mengerti klien, maka ia harus melihat segala


sesungguhnya dari perspektif klien. Klien harus merasa bebas untuk
menguraikan persepsinya kepada perawat. Ketika menceritakan
pengalamannya, perawat harus waspada akan timbulnya gejala ansietas.
Contoh:
- Carikan kepada saya bagaimana perasaan saudara ketika akan
dioperasi
Apa
yang
sedang
terjadi.
17.

Refleksi

Refleksi menganjurkan klien untuk mengemukakan dan menerima ide


dan perasaanya sebagai bagian dari dirinya sendiri. Apabila klien bertanya
apa yang harus ia pikirkan dan kerjakan atau rasakan maka perawat
dapat
menjawab:
Bagaimana
menurutmu?
atau
Bagaimana
perasaanmu?. Dengan demikian perawat mengindikasikan bahwa
pendapat klien adalah berharga dan klien mempunyai hak untuk mampu
melakukan hal tersebut, maka iapun akan berpikir bahwa dirinya adalah
manusia yang mempunyai kapasitas dan kemampuan sebagai individu
yang terintegrasi dan bukan sebagai bagian dari orang lain.
Contoh:
K: Apakah menurutmu saya harus mengatakannya kepada dokter?
P:
Apakah
menurut
anda,
anda
harus
mengatakannya?
K: Suami saya sudah lama tidak datang mengunjungi saya, bahwa tidak
menelpon saya, kalau dia datang saya tidak ingin berbicara dengannya.
P:
Ini
menyebabkan
anda
marah.
Dimensi

tindakan

Dimensi ini termasuk konfrontasi, kesegaran, pengungkapan diri perawat,


katarsis emosional, dan bermain peran (Stuart dan Sundeen, 1995, h.23).
Dimensi ini harus diimplementasikan dalam konteks kehangatan,
penerimaan, dan pengertian yang dibentuk oleh dimensi responsif.

1.

Konfrontasi

Pengekspresian perawat terhadap perbedaan pada perilaku klien yang


bermanfaatn untuk memperluas kesadaran diri klien. Carkhoff (dikutip
oleh Stuart dan Sundeen, 1998, h.41) mengidentifikasi tiga kategori
konfrontasi
yaitu:
a. Ketidak sesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang
dirinya)
dan
ideal
diri
(cita-cita/keinginan
klien)
b. Ketidak sesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien
c. Ketidak sesuaian antara pengalaman klien dan perawat Konfrontasi
seharusnya dilakukan secara asertif bukan agresif/marah. Oleh karena itu
sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain:
tingkat hubungan saling percaya dengan klien, waktu yang tepat, tingkat
kecemasan dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat berguna untuk
klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum
berubah.
2.

Kesegeraan

Terjadi jika interaksi perawat-klien difokuskan pada dan digunakan untuk


mempelajari fungsi klien dalam hubungan interpersonal lainnya. Perawat
harus sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu
dengan
segera.
3.

Keterbukaan

perawat

Tampak ketika perawat meberikan informasi tentang diri, ide, nilai,


perasaan dan sikapnya sendiri untuk memfasilitasi kerjasama, proses
belajar, katarsis, atau dukungan klien. Melalui penelitian yang dilakukan
oleh Johnson (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987, h.134) ditemukan
bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien menurunkan
tingkat
kecemasan
perawat
klien
4.

Katarsis

emosional

Klien didorong untuk membicarakan hal-hal yang sangat mengganggunya


untuk mendapatkan efek terapeutik. Dalam hal ini perawat harus dapat
mengkaji kesiapan klien untuk mendiskusikan maslahnya. Jika klien
mengalami kesulitan mengekspresikan perasaanya, perawat dapat
membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada
situasi
klien.
5.

Bermain

peran

Membangkitkan situasi tertentu untuk meningkatkan penghayatan klien


kedalam hubungan antara manusia dan memperdalam kemampuannya
untuk melihat situasi dari sudut pandang lain; juga memperkenankan
klien untuk mencobakan situasi yang baru dalam lingkungan yang aman.

KESIMPULAN
Kemampuan menerapkan tehnik komunikasi terapeutik memrlukan latihan
dan kepekaan serta ketajaman perasaan, karena komunikasi terjadi tidak
dalam kemampuan tetapi dalam dimensi nilai, waktu dan ruang yang
turut mempengaruhi keberhasilan komunikasi yang terlihat melalui
dampak terapeutiknya bagi klien dan juga kepuasan bagi perawat.
Komunikasi juga akan memberikan dampak terapeutik bila dalam
penggunaanya diperhatikan sikap dan tehnik komunikasi terapeutik. Hal
lain yang cukup penting diperhatikan adalah dimensi hubungan. Dimensi
ini merupakan factor penunjang yang sangat berpengaruh dalam
mengembangkan
kemampuan
berhubungan
terapeutik.
JENNY
PROGRAM
FAKULTAS
UNIVERSITAS

MARLINDAWANI
STUDI
SUMATERA

PURBA,

SKp.
KEPERAWATAN
KEDOKTERAN
UTARA

DAFTAR
RUJUKAN
PUSTAKA
Hamid, A.Y.S (1996). Komunikasi Terapeutik. Jakarta: tidak dipublikasikan
Kanus, W.A. Et.al. (1986). An evaluation of outcome from intensive care in
major
medical
centers.
Ann
Intern
Med
104,
(3):410
Lindbert, J., hunter, M & Kruszweski, A. (1983). Introduction to personcentered
nursing.
Philadelphia:
J.B.
Lippincott
Company.
Potter, P.A & Perry, A.G. (1993) Fundamental of Nursing Concepts, Process
and
Practice.
Thrd
edition.
St.Louis:
Mosby
Year
Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995). Pocket gide to Psychiatric Nursing.
Third
edition.
St.Louis:
Mosby
Year
Book
Stuart, G.W & Sundeen S.J (1995).Principles and Practise of Psychiatric
Nursing.
St.
Louis:
Mosby
Year
Book
Sullivan, J.L & Deane, D.M. (1988). Humor and Health. Journal of
qerontology nursing 14 (1):20, 1988

Anda mungkin juga menyukai