Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Pendidikan
Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Bidang Pendidikan
Sebelum membahas kaidah dari asas pendidikan tersebut maka perlu adanya suatu
penerangan akan arti asas pendidikan itu sendiri. Asas pendidikan merupakan
landasan atau dasar dalam melaksanakan kegiatan pendidikan. Negara Indonesia
saat ini menganut dua asas pendidikan yaitu : (1) asas Tut Wuri Handayani, (2) asas
pendidikan sepanjang hayat (life long learning) yang dari kedua unsur ini sampai
saat ini masih menjadi landasan pergerakan sektor pendidikan di Indonesia. Tut
Wuri Handayani dicetuskan oleh Ki Hajar Dewantara yang bermakna bahwa seorang
pendidik hanya sebagai pengikut atau mengawasi dari belakang serta
memberikan dorongan- dorongan pada peserta didik agar terwujudnya tujuan dari
pendidikan tersebut. Hal ini dilakukan agar peserta didik mampu bergerak sesuai
dengan kreasi serta ekspresi yang dimiliki, jadi selain terwujudnya tujuan
pendidikan peserta didik dapat memperoleh pengalaman belajar saat menjalani
proses pendidikan tersebut. Asas yang kedua yaitu asas pendidikan sepanjang
hayat (life long learning) yang bermakna bahwa manusia mempunyai peluang yang
sama untuk memperoleh atau meningkatkan kecerdasan, wawasan, dan nilai hidup
yang terwadahi dalam lingkup pendidikan. Pendidikan yang dimaksud disini yaitu
pendidikan yang tidak mengenal ruang dan waktu sehingga tidak ada kata
terlambat untuk melakukan proses pendidikan.
Realitas yang terjadi saat ini bahwa pendidikan nasional sedang dilanda krisis yang
dikarenakan rendahnya kualitas luaran atau output pendidikan itu sendiri.
Sempitnya ruang gerak lulusan serta masih banyaknya praktek- praktek kegiatan
dari pihak penguasa yang masih belum dapat memegang arti sebuah pendidikan itu
sendiri. Maka dari itulah perlunya pembenahan secara fundamental terlebih dahulu
dengan membuat, memahami dan meresapi suatu kebijakan- kebijakan yang
nantinya dapat membentuk masyarakat yang demokratis, damai dan sejahterah.
Kebijakan pendidikan tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 5 yang berbunyi:
(1) setiap warga Negara wajib mendapat pendidikan, (2) setiap warga Negara wajib
mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayai, (3) pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang, (4) Negara
memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang kurangnya dua puluh persen dari
anggaran pendapatan dari belanja Negara serta dari anggaran pendapatan dan
belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional,
(5) pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan tehnologi dengan menjunjung
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta
kesejahteraan umat manusia.
Pada dasarnya suatu pendidikan dikatakan berhasil apabila sudah sesuai dengan
landasan atau dasar pembentukan tujuan pendidikan yang telah diatur oleh suatu
negara. Negara Indonesia memiliki lima landasan pendidikan yaitu : (1) landasan
filosofis pendidikan, (2) landasan sosiologis pendidikan, (3) landasan kultural
pendidikan, (4) landasan psikologis pendidikan, (5) landasan ilmiah dan teknologi.
Landasan inilah yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pendidikan di Indonesia,
namun pada realitas yang ada saat ini bahwa sebagian masyarakat Indonesia masih
berpendidikan rendah dan hal inilah yang membuat dampak negatif terlambatnya
pergerakan maju Negara Indonesia mengingat pendidikan merupakan unsur
fundamental dalam hal pemajuan suatu negara. Artinya, jika mutu pendidikan ingin
mencapai tingkat pencapaian terbaik maka sumber daya manusiapun harus
ditingkatkan. Tentu saja meningkatkan mutu sumber daya manusia harus melalui
proses pendidikan pula, bukan secara tiba-tiba ( Dani, Setiadwi. 2011 (Online)).
Kualitas sumber daya manusia dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang
dimana dua faktor ini saling terkalit dalam hal peningkatan kapasitas diri manusia.
Faktor internal terkait dengan motivasi atau niat belajar manusia, kemudian faktor
eksternalnya yaitu terkait dengan sumber belajar, lingkungan, sosial, ataupun
budaya. Jika dua hal ini dapat berjalan dengan selaras dan tetap mengikuti asas dan
landasan pendidikan yang ada maka prosentase pencapaian tujuan pendidikan di
Indonesia akan tergolong tinggi.
Dunia pendidikan di Indonesia saat ini masih tergolong belum maju dan istilah
berkembang masih sangat akrab dengan wajah pendidikan saat ini. Banyak sekali
problematika yang menghambat laju pendidikan di Indonesia mulai dari
pemerataan pendidikan sampai rendanya moral. Bila dapat digambarkan secara
rinci problematika pendidikan di Indonesia antara lain ; (1) rendahnya pemerataan
kesempatan belajar serta banyaknya peserta didik yang tidak melanjutkan ke
jenjang pendidikan yang lebih tinggi karena beberapa faktor, (2) rendahnya mutu
akademik yang meliputi penguasaan keilmuan, teknologi dan bahasa, (3)
rendahnya efisiensi waktu atau lama proses belajar, (4) rendahnya efisiensi
eksternal sistem pendidikan yang disebut dengan relevansi pendidikan, yang
menyebabkan terjadinya pengangguran tenaga terdidik yang cenderung terus
meningkat. Secara empiris kecenderungan meningkatnya pengangguran tenaga
terdidik disebabkan oleh perkembangan dunia usaha yang masih di dominasi oleh
pengusaha besar yang jumlahnya terbatas dan sangat mengutamakan efisiensi
(padat modal dan padat teknologi) (Abraham. 2012 (Online)), (5) rendahnya akhlak
dan moral peserta didik yang cenderung dari masa ke masa menurun, (6)
kesenjangan prioritas antara pendidik yang berstatus pegawai negeri dengan
pendidik berstatus swasta atau honorer, (7) kurangnya pemberian sikap demokratis
pada peserta didik serta kurangnya nilai pasrtisipasi pada proses pembelajaran.
Setelah dijabarkan poin- poin problematika maka perlunya solusi konkrit yang
nantinya diharapkan mampu mengatasi segala masalah yang muncul terkait
pengembangan sumber daya manusia bidang pendidikan. Solusi yang dapat
ditawarkan terkait masalah tersebut adalah pemberian ruang selebar- lebarnya
pada masyarakat untuk ikut serta dalam ruang pendidikan, meminimalisir tahaptahap atau syarat yang sekiranya dapat menghalangi masyarakat untuk ikut serta
berproses dalam ranah pendidikan. Selanjutnya yaitu peningkatan mutu akademik
pokok yang sesuai dengan keadaan saat ini, serta pengefisiensian jangka waktu
belajar peserta didik. Efisiensi dalam hal ini bermakna bahwa peserta didik
diupayakan untuk sesegera mungkin dapat menguasi keilmuan yang mereka
dalami. Selanjutnya ialah peningkatan moral peserta didik dan pendidik yang realita
saat ini banyak kasus yang merujuk pada tindakan pelanggaran nilai kehidupan
masyarakat yang menyebabkan juga runtuhnya budaya luhur Bangsa Indonesia.
Penguatan pada moral inilah yang nantinya dapat menjadi poros pergerakan aspek
pendidikan untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia dan negara Indonesia. Solusi
yang ditawarkan selanjutnya ialah meminimalisir garis pemisah antara pendidik
yang bertatus pegawai negeri sipil dengan pendidik yang berstatus swasta atau
honorer. Faktor keadilanlah yang harus diperbaiki secara menyeluruh agar
kesenjangan antara status pendidik ini tidak melebar seperti saat ini. Penawaran
solusi yang berikutnya ialah pemberian ruang pada peserta didik untuk bersuara
pada forum pembelajaran, dengan tujuan agar berbagai macam gagasan dari
peserta didik dapat melengkapi poin- poin yang sedang dikaji. Hal ini juga dapat
menjadi faktor pendorong berhasilnya tujuan pendidikan yang telah dirancang
secara terstruktur.
Bidang pendidikan non formal yang saat ini menjadi sektor alternatif menawarkan
solusi nyata yang beracuan pada kebutuhan masyarakat Indonesia yang juga terkait
dengan realitas sosial masyarakat Indonesia. Dapat kita ketahui bahwa keadaan
masyarakat Indonesia dewasa ini masih bergerak di tahapan rendah sampai
menengah. Maka dari itu dengan mayoritas masyarakat yang demikian, sebaiknya
dilakukan suatu proses belajar yang memang sudah sesuai dengan masalah yang
sedang dihadapi atau dengan kata lain pendidikan berbasis kebutuhan hidup.
Pendidikan non formal menawarkan progam- progam aktual yang juga didesai
sesuai kebutuhan masyarakat seperti progam keaksaraan, progam kesetaraan dan
homescholling, progam pelatihan dan kursus, progam PAUD, progam kecakapan
hidup, progam perberdayaan masyarakat, progam pengentasan anak jalanan.
Asumsi dari pembentukan atau perencanaan progam- progam tersebut adalah
untuk mengatasi masalah- masalah yang terjadi pada masyarakat secara bertahap
dan tertuju. Kelebihan dari progam pendidikan non formal ini yaitu keluesan dalam
hal proses pembelajaran maupun kurikulum pembelajarannya yang disini
berorientasi pada kebutuhan masyarakat.
masalah tersendiri bagi kemajuan bangsa ini. Sehingga dengan munculnya gagasan
solusi tersebut selain dapat memberikan jalan keluar dari masalah pendidikan dapat
juga menjadi media pengembangan diri sumber daya manusia secara baik.