Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan modern yang semakin
pesat dan canggih di zaman sekarang ini, ternyata tidak mampu menggeser
atau mengesampingkan begitu saja obat tradisional, tetapi justru hidup
berdampingan dan saling melengkapi. Hal ini terbukti dari banyaknya
peminat pengobatan tradisional. Namun yang menjadi masalah dan
kesulitan bagi para peminat obat tradisional adalah kurangnya pengetahuan
dan informasi yang memadai mengenai berbagai jenis tumbuhan yang
dipakai sebagai obat tradisional untuk pengobatan penyakit tertentu
(Dalimartha, 2000).
Prospek pengembangan produksi tanaman obat semakin pesat saja
mengingat perkembangan indunstri obat modern dan obat tardisional terus
meningkat. Kondisi ini terus dipengaruhi oleh kesadaran masyarakat yang
semakin meningkat tentang manfaat tanaman sebagai obat. Masyarakat
semakin sadar akan pentingnya kembali ke alam (back to nature) dengan
memanfaatkan obat-obat alami. Banyak masyarakat untuk meningkatkan
derajat kesehatan dengan mengonsumsi produk alami. Memang obat
modern berkembang cukup pesat, namun potensi obat tradisional terutama
yang berasal dari tumbuhan tetap tinggi. Hal ini disebabkan obat tradisional
dapat diperoleh tanpa resep dokter, dapat diramu sendiri, bahan baku tidak
perlu di impor, dan tanaman obat dapat ditanam sendiri oleh pemakainya.
Tumbuhan merupakan gudang berbagai jenis senyawa kimia serta beragam
jenis sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya yang dimanfaatkan sebagai suatu
tumbuhan obat. Hal semacam ini mempunyai hubungan yang baikdengan
objek yang dituju dalam hal ini manusia yang kemudian dimanfaatkan untuk
dikembangbiakkan atau dibudidayakan sebagai suatu usaha atau bisnis
tumbuhan obat yang dapat mendatangkan banyak keuntungan serta
memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat khususnya sebagai
konsumen. Beragam upaya pun dilakukan dalam pencarian tumbuhan
berkhasiat obat dimulai dari mengidentifikasi kandungan zat kimia apa di

dalamnya serta bentuk morfologi dari tumbuhan tersebut yang memberikan


ciri khas. Namun, tidak semua pula tumbuhan berkhasiat yang memberikan
ciri khas itu dapat dikategorikan sebagai tumbuhan berkhasiat obat. Oleh
karena itu diadakannya praktek kerja lapangan ini untuk mengetahui
berbagai macam tumbuhan berkhasiat. Salah satu tumbuhan yang berkhasiat
obat, dikenal dan digunakan oleh masyarakat adalah tumbuhan daun sirsak
(Annona muricata L) dari suku annonacea. Daun sirsak dimanfaatkan
sebagai pengobatan alternative untuk pengobatan kanker, yakni dengan
mengkonsumsi air rebusan daun sirsak. Selain untuk pengobatan kanker,
tanaman sirsak juga dimanfaatkan untuk pengobatan demam, diare, anti
kejang, anti jamur, anti parasit, anti mikroba, sakit pinggang, asam urat,
1.2

gatal-gatal, bisul, flu, dan lain-lain (Djauhariya dan Hernani, 2004).


Tujuan
Dalam pelaksanaan kegiatan Praktek Kerja Lapangan ini bertujuan :
1. Mahasiswa dapat mengetahui berbagai manfaat bahan alam (tanaman
yang berkhasiat obat).
2. Mahasiswa dapat mengetahui kandungan kimia yang terdapat dalam
tumbuhan yang berkhasiat sebagai obat.
3. Mahasiswa mengetahui teori serta cara membuat simplisia dan
herbarium.

1.3

Manfaat
Manfaat dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan ini antara lain :
1. Memberi informasi yang jelas

tentang tumbuhan dan

cara

pemanfaatannya sebagai obat tradisional.


2. Dapat memberikan informasi ilmiah tentang kandungan kimia
tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai obat.
3. Dapat melengkapi teori dan cara membuat simplisia dan herbarium.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1Uraian Lokasi dan Kegiatan PKL
II.1.1 Uraian Lokasi
Pelaksanaan PKL Farmakognosi ini diikuti oleh angkatan 2015 baik
S1 maupun D3 jurusan Farmasi. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 14 September 2016 di Desa Tamboo, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Seluruh peserta PKL menempati
rumah warga yang di bagi dalam 15 posko. Desa itu masih terlihat asri dan
sejuk serta dikelilingi oleh gunung dan pesisir pantai, bahkan tepat
dibelakang posko kami terdapat pantai dengan pemandangan yang begitu
indah. Oleh karena itu suhu disana terasa dingin dimalam hari, namun
disiang hari suhu disana terasa panas. Terlepas dari hal itu karena di desa
tamboo dikelilingi oleh gunung-gunung, maka tidak heran apabila di desa
ini terdapat banyak tanaman obat. Beberapa jenis tanaman yang terdapat di
daerah ini memiliki fungsi dan khasiat yang sangat baik untuk dijadikan
bahan obat yang dibuat dalam bentuk simplisia. Suasana di desa tamboo
sangat nyaman, masyarakat di desa tersebut sangat ramah dan mereka
menerima kedatangan kami dengan baik.
II.1.2 Uraian Kegiatan
Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) Farmakognosi angkatan
2015 dilaksanakan di Desa Tamboo, Kecamatan Bone Pantai, Kabupaten
Bone Bolango, Provinsi Gorontalo. Kegiatan ini diawali dengan persiapan
keberangkatan pada pukul 07.00 WITA dikampus 3 Fakultas Olahraga dan
Kesehatan. Setelah itu menuju kelokasi menggunakan mobil angkutan
yang perjalanannya menyita waktu 2 jam. Peserta tiba di lokasi PKL tepat
pukul 10.30 WITA. Saat tiba di lokasi seluruh peserta PKL di kerahkan ke
posko masing-masing. Sampai di posko kami diperintahkan untuk
menyiapkan dan mengatur barang-barang yang akan kami gunakan selama
beberapa hari di posko. Pada pukul 14.00 WITA peserta mengikuti apel
siang. Setelah itu dilanjutkan dengan kegiatan olahraga sepak bola yang
diikuti oleh praktikan dan asisten. Tepat pukul 17.30 WITA peserta

istirahat dan kegiatan dilanjutkan pada pukul 20.30 23.00 WITA yaitu
kegiatan pendidikan dan evaluasi. Pada pukul 23.00 WITA peserta
kembali ke posko masing-masing untuk istrahat dan mempersiapkan diri
untuk kegiatan besok.
Jumat, 2 september 2016 pukul 04.00 WITA, para peserta PKL
melaksanakan sholat subuh berjamaah. Setelah itu di lanjutkan dengan
kegiatan olahraga pagi. Pada pukul 19.00 WITA peserta melakukan bakti
sosial. Kegiatan selanjutnya pada pukul 14-00 WITA adalah SIDAK atau
lomba menu makanan sederhana. Setelah itu pada pukul 19.30 WITA
peserta mengikuti kegiatan materi dan asistensi yaitu peserta membuat
sasak dan tas yang akan dipakai untuk mencari sampel pada esok harinya.
Sabtu, 3 september 2016 pukul 07.00 WITA, para peserta PKL
berkumpul di lapangan desa Tamboo untuk persiapan pengambilan
sampel. Peserta PKL berangkat ke lokasi pengambilan sampel yang
diarahkan oleh asisten masing-masing pada pukul 07.30. Setelah semua
sampel diperoleh yaitu daun pecut kuda, bunga bandotan, sambiloto, dan
kortex pohon kapas, batang tembelekan dan biji, para peserta PKL kembali
ke posko masing-masing tepat pada pukul 12:00 WITA, yang dilanjutkan
dengan pengolahan sampel sampai pukul 13.00 WITA. Setelah itu
para peserta melakukan persiapan untuk kegiatan malam inagurasi. Tepat
pukul 19.30 WITA acara malam inagurasi di langsungkan dengan berbagai
penampilan dari tiap-tiap kelompok PKL yang berlangsung sampai pukul
23.00 WITA.
Minggu, 4 september 2016 pukul 07.00 WITA seluruh peserta
mengepak dan mengatur barang-barang untuk kembali ke kampus. Tetapi
sebelum itu para peserta berfoto bersama dengan pemilik rumah atau
posko yang ditempati serta memberikan bingkisan cendra mata dan tanda
terima kasih. Setelah itu pada pukul 08.00 WITA seluruh peserta
dikumpulkan di lapangan desa Tamboo untuk mengikuti pelepasan yang
akan dilepas oleh kepala desa tamboo. Tepat pukul 09.30 WITA peserta
kembali ke kampus.
II.2Farmakognosi

Istilah farmakognosi pertama kali dicetuskan oleh C.A Seydler


(1815), seorang peneliti kedoteran di Haale Jerman, dalam disertasinya
berjudul Analecta Pharmakognostca. Farmakognosi berasal dari bahasa
Yunani, phramacon yang artinya obat (ditulis dengan tanda petik karena
obat di sini maksudnya adalah obat alami, bukan obat sintetis) gnosis yng
artinya pengetahuan. Jadi farmakognosi adalah pengetahuan tantang obatobatan alamiah. Beberapa tahun sebelumnya, J.A Schmidt menggunakan
istilah farmakognosi sebagai salah satu sub judul dari buku Lehrbuch der
Materia Medika yang diterbitkan di Vienna tahun 1811. Ia mengartikan
farmakognosi sebagai pharma (obat) dan cognitive (pengenalan) jadi
farmakognosi merupakan cara pengenalan ciri-ciri/ karateristik obat yang
berasal dari bahan alam. Menurut Fluckiger, farmakognosi mencakup seni
dan pengetahuan pengibatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan,
mikroorganisme dan mineral (Gunawan, 2004).
II.2.1 Sejarah Farmakognosi
Pada

awalnya

masyarakat

awam

tidak

mengenal

istilah

farmakognosi. Oleh karenanya, mereka tidak biasa mengaitkan


farmakognosi dengan bidang-bidang yang berhubungan dengan kesehatan.
Padahal, farmakognosi sebenarnya menjadi mata pelajaran yanga spesifik
dalam bidang kesehatan dan farmasi. Masyarakat telah mengeathui khasiat
dari opium (candu), kina, kelambak penisilian, digitalis, insulin, tiroid,
vaksin, polio, dan sebagainya. Namun, mereka tidak sadar bahwa yang
diketahui itu adalah bidang dari farmakognosi. Mereka pun tidak
mengetahui kalau bahan-bahan yang berbahaya seperti minyak jarak, biji
saga (sogok telik), dan tmpe bonkrek (aflatoksin) merupakan bagian dari
pembicaraan farmakognosi. Pada hakekatnya, para pengobat herbalis
itulah nyata-nyata merupakan praktisi farmakognosi yang pertama.
Keberadaan farmakognosi dimulai sejak manusia pertama kali mulai
mengelola penyakit, seperti menjaga kesehatan, menyembuhkan penyakit,
meringankan penderitaan, menanggulangi gelaja penyakitv dan rasa sakit,
serta semua yang berhubungan dengan minuman dan makanan

kesehatan.Pada awalnya, farmakognosi lahir dari jampi-jampi Suku Vodoo


yang tanpa disadari telah ikut menyelamatkan resep-resep rahasia tidak
tertulis dari dukun dan leluhur (Gunawan, 2004).
Farmakognosi adalah ilmu yang mempelajarai tentang sumber bahan
obat obat dari alam terutama dari tumbuh-tumbuhan (bentuk mikroskopis
dan makroskopis berbagai tumbuhan dan organisme lainnya yang dapat
digunakan dalam pengobatana) (Syamsuni,2006).
Farmakognosi adalah sebagai bagian biofarmasi, biokimia dan
kimia sintesa, sehingga ruang lingkupnya menjadi luas seperti yang
diuraikan dalam definisi Fluckiger. Sedangkan di Indonesia saat ini untuk
praktikum Farmakognosi hanya meliputi segi pengamatan makroskopis,
mikroskopis dan organoleptis yang

seharusnya juga mencakup

identifikasi, isolasi dan pemurnian setiap zat yang terkandung dalam


simplisia dan bila perlu penyelidikan dilanjutkan ke arah sintesa. Sebagai
contoh:

Chloramphenicol dapat dibuat secara sintesa total, yang

sebelumnya hanya dapat diperoleh dari biakkan cendawan Streptomyces


venezuela.
Alam memberikan kepada kita bahan alam darat dan laut berupa
tumbuhan, hewan dan mineral yang jika diadakan identifikasi dan
menentukan sistimatikanya, maka diperoleh bahan alam berkhasiat obat.
Jika bahan alam yang berkhasiat obat ini dikoleksi, dikeringkan, diolah,
diawetkan dan disimpan, akan diperoleh bahan yang siap pakai atau
simplisia, disinilah keterkaitannya dengan farmakognosi.
Farmakognosi merupakan cara pengenalan ciri-ciri atau karakteristik
obat yang berasal dari bahan alam. Farmakognosi mencakup seni dan
pengetahuan pengobatan dari alam yang meliputi tanaman, hewan,
mikroorganisme, dan mineral. Perkembangan farmakognosi saat ini sudah
melibatkan hasil penyarian atau ekstrak yang tentu akan sulit dilakukan
indentifikasi zat aktif jika hanya mengandalkan mata. Dengan demikian,
cara identifikasi juga semakin berkembang dengan menggunakan alat-alat
cara kimia dan fisika.

Adapun beberapa parameter yang dilakukan sebagai standar mutu


tanaman, meliputi pemeriksaan organoleptis, pengamatan terhadap
morfologi dan anatomi, serta identifikasi kandungan kimia.
II.3 Herbarium
II.3.1 Pengertian Herbarium
Herbarium berasal dari kata hortus dan botanicus, artinya kebun
botani yang dikeringkan. Secara sederhana yang dimaksud herbarium
adalah koleksi spesimen yang telah dikeringkan, biasanya disusun
berdasarkan sistim klasifikasi (Onrizal, 2005).
Herbarium merupakan suatu spesimen dari bahan tumbuhan yang
telah dimatikan dan diawetkan melalui metoda tertentu dan dilengkapi
dengan data-data mengenai tumbuhan tersebut. Membuat herbarium yaitu
pengumpulan, pengeringan, pengawetan, dan dilakukan pembuatan
herbarium (Steenis, 2003).
Herbarium merupakan tempat penyimpanan contoh koleksi spesiemen
tanaman atau tumbuhan yaitu herbarium kering dan herbarium basah.
Istilah Herbarium adalah pengawetan specimen tumbuhan dengan berbagai
cara.untuk kepentingan koleksi dan ilmu pengetahuan. Koleksi specimen
herbarium biasanya disimpan pada suatu tempat yang diberi perlakuan
khusus pula yang dikenal dengan laboratorium herbarium. Para ahli-ahli
botani menyimpan koleksi herbarium mereka pada pusat-pusat herbarium
di masing-masing Negara. Herbarium dibuat dari spesimen yang telah
dewasa, tidak terserang hama, penyakit atau kerusakan fisik lain.
Tumbuhan berhabitus pohon dan semak disertakan ujung batang, daun,
bunga dan buah, sedang tumbuhan berbentuk herba disertakan seluruh
habitus. Herbarium kering digunakan untuk spesimen yang mudah
dikeringkan, misalnya daun, batang, bunga dan akar, sedangkan herbarium
basah digunakan untuk spesimen yang berair dan lembek, misalnya buah
(Setyawan dkk, 2005).
Kelebihan dari Herbarium kering dibandingkan dengan herbarium
basah adalah dapat bertahan lama hingga ratusan tahun. Terdapat beberapa
kelemahan pada herbarium yaitu; spesimen mudah mengalami kerusakan

akibat perawatan yang kurang memadai maupun karena frekuensi


pemakaian yang cukup tinggi untuk identifikasi dan pengecekan data
secara manual, tidak bisa diakses secara bersama-sama oleh berberapa
orang, biaya besar,tidak bisa diakses sewaktu-waktu dan tidak dapat
diakses dari jarak jauh (Wibobo dan Abdullah, 2007)
Herbarium kering yang baik adalah herbarium yang lengkap organ
vegetatif dan organ generatifnya. Selain itu kerapian herbarium juga akan
menentukan nilai estetikanya serta faktor-faktor yang mempengaruhi
koleksi herbarium. Faktor-faktor yang mempengaruhi koleksi herbarium
antara lain lamanya pembuatan herbarium, tempat penyimpanan dan faktor
lingkungan seperti suhu hal ini sesuai dengan literatur Subrahmanyam
(2002) yang menyatakan bahwa

herbarium kering yang baik adalah

herbarium yang lengkap organ vegetatif dan organ generatifnya. Selain itu
kerapian herbarium juga akan menentukan nilai estetikanya serta faktorfaktor yang mempengaruhi koleksi herbarium adalah lama pembuatan
herbarium, tempat penyimpanan dan faktor lingkungan seperti suhu.
II.3.2 Herbarium Basah
Herbarium basah, setelah material herbarium diberi label gantung dan
dirapikan, kemudian dimasukkan ke dalam lipatan kertas koran. Satu
lipatan kertas koran untuk satu spesimen. Tidak benar digabungkan
beberapa spesimen di dalam satu lipatan kertas. Selanjutnya, lipatan kertas
koran berisi material herbarium tersebut ditumpuk satu diatas lainnya.
Tebal tumpukan disesuaikan dengan dengan daya muat kantong plastik (40
60) yang akan digunakan. Tumpukkan tersebut dimasukkan ke dalam
kantong plastik dan disiram alcohol 70% atau spiritus hingga seluruh
bagian tumbukan tersiram secara merata, kemudian kantong plastik ditutup
rapat dengan isolatip atau hekter supaya alcohol atau spiritus tidak
menguap keluar dari kantong plastik (Onrizal, 2005).
II.3.3 Herbarium Kering
Herbarium kering, cara kering menggunakan tiga macam proses yaitu
pengeringan langsung, yakni tumpukan material herbarium yang tidak

terlalu tebal di pres di dalam sasak, untuk mendpatkan hasil yng optimum
sebaiknya di pres dalam waktu dua minggu kemudian dikeringkan diatas
tungku pengeringan dengan panas yang diatur di dalam oven. Pengeringan
harus segera dilakukan karena jika terlambat akan mengakibatkan material
herbarium rontok daunnya dan cepat menjadi busuk. Pengeringan
bertahap, yakni material herbarium dicelup terlebih dahulu di dalam air
mendidih selama 3 menit, kemudian dirapikan lalu dimasukkan ke dalam
lipatan kertas koran. Selanjutnya, ditempuk dan dipres, dijemur atau
dikeringkan di atas tungku pengeringan. Selama proses pengeringan
material herbarium itu harus sering diperiksa dan diupayakan agar
pengeringan nya merata. Setelah kering, material herbarium dirapikan
kembali dan kertas koran bekas pengeringan tadi diganti dengan kertas
baru. Kemudian material herbarium dapat dikemas untuk diidentifikasi
(Onrizal, 2005).
II.3.4 Kegunaan Herbarium
Kegunaan herbarium secara umum antara lain :
1.

Sebagai pusat referensi : Merupakan sumber utama untuk identifikasi


tumbuhan bagi para ahli taksonomi, ekologi, petugas yang menangani
jenis tumbuhan langka, pecinta alam, para petugas yang bergerak

2.

dalam konservasi alam.


Sebagai lembaga dokumentasi : Merupakan koleksi yang mempunyai
nilai sejarah, seperti tipe dari taksa baru, contoh penemuan baru,

3.

tumbuhan yang mempunyai nilai ekonomi dan lain lain.


Sebagai pusat penyimpanan data : Ahli kimia memanfaatkannya
untuk mempelajari alkaloid, ahli farmasi menggunakan untuk mencari
bahan ramuan untuk obat kanker, dan sebagainya (Onrizal, 2005).

II.3.5 Manfaat Herbarium


Herbarium dapat dimanfaatkan sebagai bahan rujukan untuk
mentakrifkan takson tumbuhan, ia mempunyai holotype untuk tumbuhan
tersebut. Herbarium juga dapat digunakan sebagai bahan penelitian untuk
para ahli bunga atau ahli taksonomi, untuk mendukung studi ilmiah
lainnya seperti survey ekologi, studi fitokimia, penghitungan kromosom,

melakukan analisa perbandingan biologi dan berperan dalam mengungkap


kajian evolusi. Kebermanfaatan herbarium yang sangat besar ini menuntut
perawatan dan pengelolaan spesimen harus dilakukan dengan baik dan
benar (Setyawan dkk, 2005).
II.3.6 Cara Pembuatan Herbarium
Koleksi objek perlu diperhatikan kelengkapan organ tubuhnya,
pengawetan dan penyimpanannya. Koleksi objek harus memperhatikan
pula kelestarian objek tersebut. Perlu ada pembatasan pengambilan objek.
Salah satunya dengan cara pembuatan awetan. Pengawetan dapat
dilakukan terhadap objek tumbuhan. Pengawetan dapat dengan cara basah
ataupun kering. Cara dan bahan pengawetnya bervariasi, tergantung sifat
objeknya. Organ tumbuhan yang berdaging seperti buah, biasanya
dilakukan dengan awetan basah. Sedang untuk daun, batang dan akarnya,
umumnya dengan awetan kering berupa herbarium (Suyitno, 2004).
II.4

Simplisia

II.4.1 Pengertian Simplisia


Simplisia dan Pembuatannya Simplisia adalah bahan alam yang
digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga,
kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah dikeringkan (Dirjen
POM,1979)
Simplisia merupakan istilah yang dipakai untuk menyebut bahanbahan obat alam yang berada dalam wujud aslinya atau belum mengalami
perubahan bentuk. Pengertian simplisia menurut Departemen Kesehatan
RI adalah bahan alami yang digunakan untuk obat dan belum mengalami
perubahan proses apapun (Gunawan dan Mulyani, 2002).
II.4.2 Jenis-Jenis Simplisia
a. Simplisia Nabati Simplisia nabati adalah simplisia yang dapat berupa
tanaman utuh, bagian tanaman, eksudat tanaman, atau gabungan
antara ketiganya, misalnya Datura Folium dan Piperis nigri Fructus.
Eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari
tanaman atau dengan cara tertentu sengaja dikeluarkan dari selnya.

Eksudat tanaman dapat berupa zat-zat atau bahan-bahan nabati lainnya


yang dengan cara tertentu dipisahkan/diisolasi dari tanamannya.
b. Simplisia Hewani Simplisia hewani adalah simplisia yang dapat
berupa hewan utuh atau zat-zat berguna yang dihasilkan oleh hewan
dan belum berupa bahan kimia murni, misalnya minyak ikan (Oleum
iecoris asselli) dan madu (Mel depuratum).
c. Simplisia Pelikan atau Mineral Simplisia pelikan atau mineral adalah
simplisia berupa bahan pelikan atau mineral yang belum diolah atau
telah diolah dengan cara sederhana dan belum berupa bahan kimia
murni, contoh serbuk seng dan serbuk tembaga ( Dep.Kes RI,1989).
II.4.3 Kegunaan Simplisia
II.4.4 Manfaat Simplisia
II.4.5 Cara Pembuatan Simplisia
Adapun tahap-tahap proses pembuatan pembuatan simplisia meliputi
(Gunawan, 2004 ) :
1.

Pengumpulan bahan baku


Tahapan pengumpulan bahan baku sangat menentukan kualitas
bahan baku. Faktor yang paling berperan dalam hal ini adalah masa
panen. Berdasarkan garis besar pedoman panen, pengambilan bahan
baku tanaman dilakukan sebagai berikut :
a. Biji
Pengambilan biji dapat dilakukan pada saat mulai mengeringnya
buah atau sebelum semuanya pecah.

b. Buah
Pengambilan

buah

tergantung

tujuan

dan

pemanfaatam

kandungan aktifnya. Panen buah bisa dilakukan saat menjelang


masak, setelah benar-benar masak atau dengan cara melihat
perubahan warna./bentuk dari buah yang bersangkutan.
c. Bunga

Panen bunga tergantung dari tujuan pemanfaatan kandungan


aktifnya.

Panen

dapat

dilakukan

pada

saat

menjelang

penyerbukan, saat bunga masih kuncup, atau saat bunga sudah


mulai mekar.
d. Daun
Panen daun dilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai
berbunga atau buah mulai masak. Untuk pengambilan pucuk
daun, dianjurkan dipungut pada saat warna pucuk daun berubah
menjadi daun tua
e. Kulit batang
Pemanenan kulit batang hanya dilakukan pada tanaman yang
sudah cukup umur. Saat panen yang paling baik adalah awal
musim kemarau.
f. Umbi lapis
Panen umbi dilakukan pada saat akhir pertumbuhan.
g. Rimpang
Panen rimpang dilakukan pada saat awal musim kemarau.
h. Akar
Panen akar dilakukan pada saat proses pertumbuhan berhenti
atau tanaman sudah cukup umur. Panen yang dilakukan terhadap
akar umumnya akan mematikan tanaman yang bersangkutan.

2. Sortasi basah
Sortasi basah adalah pemilahan hasil panen ketika tanaman
masih segar. Sortasi dilakukan terhadap :
a. Tanaman kerikil
b. Rumput-rumputan

c. Bahan tanaman lain atau bagian lain dari tanaman yang tidak
digunakan,
d. Bagian tanaman yang rusak (dimakan ular dan sebagainya).
3. Pencucian
Pencucian simplisia dilakukan untuk membersihkan kotoran
yang melekat, terutama bahan-bahan yang berasal dari dalam tanah
dan juga bahan-bahan yang tercemar pestisida. Pencucian dilakukan
dengan menggunakan air yang berasal daru beberapa sumber yakni
mata air, sumur dan PAM.
4. Pengubahan Bentuk
Pada dasarnya tujuan pengubahan bentuk simplisia adalah untuk
memperluas permukaan bahan baku. Semakin luas permukaan maka
bahan baku akan semakin cepat kering. Proses pengubahan bentuk ini
meliputi :
a. Perajangan untuk rimpang, daun dan herba.
b. Pengupasan untuk buah, kayu, kulit kayu dan biji-bijian yang
ukurannya besar.
c. Pemiprilan khusus untuk jagung, yaitu biji dipisahkan dari
bonggolnya.
d. Pemotongan untuk akar, batang, kayu, kulit kayu dan ranting.
e. Penyerutan untuk kayu.
5. Pengeringan
Proses pengeringan simplisia, terutama bertujuan :
a. Menurunkan kadar air sehingga bahan tersebut tidak mudah
ditumbuhi kapang dan bakteri.
b. Menghilangkan aktivitas enzim yang bisa menguraikan lebih
lanjut kandungan zat aktif.
c. Memudahkan dalam hal pengelolaan proses, selanjutnya
(ringkas,mudah disimpan, tahan lama dan sebagainya).
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan yaitu :

a. Waktu pengeringan. Semakin lama dikeringkan akan semakin


kering bahan itu.
b. Suhu pengeringan. Semakin tinggi suhunya semakin cepat
kering, tetapi harus dipertimbangkan daya tahan kandungan zat
aktif di dalam sel yang kebanyakan tidak tahan panas.
c. Kelembapan udara disekitarnya dan kelembapan bahan atau
kandungan air dari bahan.
d. Ketebalan bahan yang dikeringkan.
e. Sirkulasi udara.
f. Luas permukaan bahan. Semakin luas permukaan bahan
semakin mudah kering.
6. Sortasi Kering
Sortasi kering adalah pemilihan bahan setelah mengalami proses
pengeringan. Pemilihan dilakukan terhadap bahan-bahan yang terlalu
gosong, bahan yang rusak akibat terlindas roda kendaraan, atau
dibersihkan dari kotoran hewan.
7. Pengepakan dan Penyimpanan
Setelah tahap pengeringan dan sortasi kering selesai maka
simplisia perlu ditempatkan dalam suatu wadah tersendiri agar tidak
saling bercampur antara simplisia satu dengan yang lainnya.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengepakan dan
penyimpanan simplisia adalah :
a. Cahaya
b. Oksigen atau sirkulasi udara
c. Reaksi kimia yang terjadi antara kandungan aktif tanaman
dengan wadah.
d. Penyerapan air
e. Kemungkinan terjadinya proses dehidrasi.
f. Pengotoran atau pencemaran, baik yabg diakibatkan oleh
serangga, kapang, bulu-bulu tikus atau binatang lain.
Sementara persyaratan wadah yang akan digunakan sebagai berikut:

a. Harus inert, artinya tidak mudah bereaksi dengan bahan lain.


b. Tidak beracun bagi bahan yang wadahinya maupun bagi
manusia yang mannganinya.
c. Mampu melindungi bahan simplisia dari cemaran mikroba,
kotoran dan serangga.
d. Mampu melindungi bahan simplisia dari penguapan kandungan
kaif
e. Mampu melindungi bahan simplisia dari pengaruh cahaya,
oksigen, dan uap air.

II.5

Uraian Tanaman

II.5.1 Ubi Kayu (Manihot utilisima) (Soemarjo, 1992).


1. Klasifikasi
Regnum

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Euphorbiales

Famili

: Euphorbiaceae

Genus

: Manihot

Spesies

: Manihot esculenta Crantz

2. Tempat Tumbuh
Dapat tumbuh ditanah yang berstruktur remah, gembur, tidak
terlalu liat, dan tidak terlalu poros, serta kaya akan bahan organik.
Tanah dengan struktur remah mempunyai tata udara yang baik, unsur
hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.
3. Morfologi
Ubi kayu merupakan jenis tanaman perdu yang dapat hidup
sepanjang tahun. Ubi kayu mudah ditanam dan dibudidayakan, dapat
ditanam di lahan yang kurang subur, resiko gagal panen 5% dan tidak
memiliki banyak hama. Tanaman ini mempunyai umur rata rata 7
hingga 12 bulan. Singkong mempunyai umbi atau akar pohon
berdiameter rata-rata 5-10 cm lebih dan panjang 50-80 cm. Daging
umbinya ada yang berwarna putih atau kekuning-kuningan.
4. Nama Daerah
Ubi kayu mempunyai banyak nama, yaitu ketela, keutila, ubi
kayee (Aceh), ubi parancih (Minangkabau), ubi singkung (Jakarta),
batata kayu (Manado), bistungkel (Ambon), huwi dangdeur (Sunda),
tela pohung (Jawa), tela balandha (Madura), sabrang sawi (Bali),
kasubi (Gorontalo), lame kayu (Makassar), lame aju (Bugis), kasibi.

5. Kandungan kimia
Ubi kayu mengandung 146 kalori, protein 1.2 gram, lemak 0,3
gram, hidrat arang 34,7 gram, kalsium 33 Mg, fosfor 40 Mg, dan zat
besi 0,7 Mg.
6. Khasiat atau kegunaa
Dapat berkhasiat untuk mengobati penyakit seperti demam,
diare, dan luka bernanah.
II.5.2 Biduri
1. Klasifikasi
Regnum

:Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianales

Famili

: Asclepiadaceae

Genus

: Calotropis

Spesies

: Calotropis gigantea Willd

2. Tempat Tumbuh
3. Morfologi
4. Nama Daerah
5. Kandungan Kimia
6. Khasiat atau Kegunaan
II.5.3 Ginje (Thevetia peruviana) (Dalimartha, 2008)
1. Klasifikasi
Regnum

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Gentianales

Famili

: Apocynaceae

Genus

: Thevetia

Spesies

: Thevetia peruviana (Pers.) K.Schum

2. Tempat tumbuh
Tanaman yang berasal dari Amerika tropis dan dipelihara
sebagai tanaman hias di taman atau pinggiran jalan ini didatangkan ke
Indonesia dari India Barat. Ginje termasuk tanaman beracun kareana
mengandung glikosida jantung yang memiliki efekseperti digitalis
(obat penguat jantung). Menurut kepustakaan, tanaman ini di Pulau
oahu penyebab keracunan berfrekuensi tinggi yang serius pada
manusia.
3. Morfologi
Tumbuhan ini dapat ditemui dengan ketinggian 2-5 m,
bercabang banyak mengandung getah berwarna putih seperti susu
yang sangat beracun, berbau tidak enak. Batang bulat, berwarna hijau
keabu-abuan dengan tonjolan-tonjolan bekas ranting dan daun yang
telah gugur. Daun tunggal, bertangkai sangat pendek, berkumpul,
terutama diujung ranting. Helaian daun bentuk lanset dengan ujung
runcing dan pangkal agak membengkok, ibu tulang daun menonjol,
permukaan atas berwarna hijau agak mengilap dan bagian bawah
berwarna lebih muda panjang 8-15 cm dengan lebar 0,6-1,8 cm. bunga
majemuk dalam karangan bunga yang mekar tidak berbarengan,
berbentuk seperti terompet, di ujung ranting atau ketiak daun,
berwarna kuning, buah batu berbentuk segitiga lebar, berwarna hijau
mengilap, berwarna hitam saat masak, bergetah, diameter sektiar 5
cm. biji satu dan besar berwarna abu-abu.
4. Nama Daerah
Ginje, ki hujan, oleander
5. Kandungan Kimia
Daun, bunga, dan biji mengandung banyak cardiac glycosides.
Biji mengandung 7 cardiac glycosides, yaitu thevetin (neriperside) A,
thevetin B, peruvoside, neriifolin, ruvoside (theveneriine), perustin,
dan carberin, thevetin A dan thevetin B adalah glycosides primer yang
sifatnya lipophilic lemah, sedang lima sisanya adalah glycosides

sekunder lipophilic. Glycosides sekunder lebih bermanfaat dari pada


yang primer.
6. Khasiat atau Kegunaan
Berkhasiat untuk menguatkan jantung (kardiotonik), peluruh
urine (diuretik), menghilangkan bengkak, dan peluruh cacing usus
(anthelmintik).
II.5.4 Pecut Kuda
1. Klasifikasi
Regnum

: Plantae

Divisi

: Magnoliophyta

Kelas

: Magnoliopsida

Ordo

: Lamiales

Famili

: Verbenaceae

Genus

: Stachytarpheta

Spesies

: Stachytarpheta jamaicensis (L.)

2. Tempat Tumbuh
3. Morfologi
Tumbuhan ini dapat ditemui dengan ketinggian mulai dari 20
-90 cm. Daunnya tunggal, bertangkai, letak berhadapan. Helaian daun
berbentuk bulat telur. Pangkal daunnya menyempit dengan ujung
runcing, tepian daun bergerigi dengan permukaan yang berlekuklekuk, panjang daun 4-8 cm dengan lebar 3-6 cm warna daun hijau
tua. Bunga majemuk tersusun dalam poros bulir yang memanjang
Bentuk ujung tangkai yang berubah fungsi menjadi bunga berbentuk
seperti pecut dengan bunga-bunga kecil berwarna ungu di sampingsampingnya.
4. Nama Daerah
Jarongan, Jarong lalaki, ngadi rengga, ; remek getih, jarong,
biron, sekar laru, laler mengeng,; rumjarum, ki meurit beureum.

5. Kandungan Kimia

Pecut kuda mengandung zat kimia berkhasiat antara lain glikosa


flavonoid dan alkaloid.
6. Khasiat atau Kegunaan
Pecut kuda digunakan untuk pengobatan: Infeksi dan batu
saluran kencing, Sakit tenggorokan karena radang (faringitis), batuk,
Rematik, haid tidak teratur. Bunga dan tangkai pecut kuda digunakan
untuk pengobatan Radang hati (hepatitis A). Akarnya digunakan untuk
pengobatan Keputihan (leukore).
II.5.5 Kemangi (Ocimum americanum)
1. Klasifikasi
Regnum

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Kelas

: Dicotyledonae

Ordo

: Amaranthaceae

Family

: Lamiaceae atau Labiatae

Genus

: Ocimum

Species

: Ocimum americanum L. (Pitojo, 1996)

2. Tempat Tumbuh
Ocimum americanum merupakan spesies dari ocimumfamili
lamiaceae (labiatae). Ocimum americanum L. tumbuh liar dan
menyebar di seluruh wilayah tropis Asia dan Afrika (Siemonsma, J.S
& Piluek, K., 1994; Shadia, Aziz, Omer, & Sabra, 2007).
3. Morfologi
Ocimum americanum L. Merupakan tanaman berbatang tegak,
tinggi tanaman antara 0,3-0,6 m. Batang muda berwarna hijau dan
setelah tua berwarna kecoklatan; tangkai daun berwarna hijau dan
panjangnya antara 0,5-2 cm (Pitojo, 1996), bentuk batang mudanya
persegi (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994). Pada batang terdapat
bulu terutama pada tanaman muda (Hadipoetyanti & wahyuni, 2008).

Daun

Ocimum

americanum

berwarna

hijau

terang

(Hadipoetyanti & wahyuni, 2008), helaian daun berbentuuk bulat


telur, ujungnya merucing, tampak menggelombang; pada sebelah
menyebelah ibu tulang daun terdapat 3-6 tulang cabang; tepi daun
sedikit bergerigi (Pitojo, 1994); terdapat bintik-bintik serupa kelenjar
(Pitojo, 1996; Hadipoetyanti & wahyuni, 2008).
Ocimum americanum berbunga semu terdiri dari 1-6 karangan
bunga, berkumpul menjadi tandan; terletak di bagian ujung batang,
cabang, atau ranting tanamn; panjang karangan bunga mencapai 25
cm dengan 20 kelompok bunga. Daun pelindung elips atau bulat telur,
panjang antara 0.5-1 cm. Kelopak bunga hijau, berambut, di sebelah
dalam lebih rapatdan bergigi tak beraturan. Daun mehkota berwarna
putih, berbibirduaa. Bibir atas bertaju 4, bibir bawah utuh (Pitojo,
1996), jumlah putik 1, sedangkan jumlah benang sari 4 (2 pendek, 2
panjan) (Martono, Hardipoentyanti, & Udamo, 2004; Hadipoetyanti &
wahyuni, 2008). Tangkai dan kelopak buahletaknya tegak, melekat
pada sumbu dari karangan bunga. Biji buah Ocimum americanum
kecil, keras, berwarna kehitaman. Secara keseluruhan tandan bunga
dan buah, tanpak hijau keputihan dan tidak mencolok (Pitojo, 1996).
4. Nama Daerah
Ocimum americanum di kenal dengan hoary hasil, wild basil,
dan lemon basil. Indonesia: kemangi, serawung, serasih putih.
Malaysia: selaseh, kemangi, ruku-ruku. Thailand: maenglak. Vietnam:
rau h[us]ng (Siemonsma, J.S & Piluek, K., 1994; pitojo, 1996).
5. Kandungan Kimia
Kandungan kimia pada Ocimum americanu L. antara lain,
minyak atsiri, karbohidrat, alkaloid, senyawa fenolik, tanin, fitosterol,
lignin, pati, saponin, flavonoid, terpenoid dan antrakuinon.Minyak
atsiri pada Ocimum americanum L. mengandung komponen campor,
limonene, methyl cinnamate dan linalool (Wahyuni, 2008).

Senyawa minyak atsiri yang paling utama pada O. americanum


adalah kamfor, metil sinamat, dan sitral (Siemonsma, J.S & Piluek,
K., 1994).
Menurut buku Glossaary of indian medicinal Plants k
andungan kimia utama dalam Ocimum americanum adalah minyak
atsiri, flavonoid, dan polisakarida. Senyawa penyusun minyak atsiri
yaitu metil sinamat, metilheptenon, metilnonilketon, d-camphor, citral,
ocimin, metilchavicol, linalool, nevadensin, slavigenin, beta-sitosterol,
betulinat, ursolat, asam oleonolat. Sedangkan flavonoids tersusun atas
pectolinarigenin-7-metileter dan nevadensin. Polisakarida

tersusun

atas xylosa, arabinosa, rhamnosa, dan asam galakturonat (Sarma dan


Babu, 2011).
6. Khasiat dan Kegunaan
Didalam

pengobatan

tradisional,

Ocimum

americanum

digunakan untuk pengobatan penyakit ringan dimasyarakat. Jamujamuan O. Americanum yang direbus digunakan untuk obat batuk,
daun yang dimemarkan kemudian di tempel diatas dahi dapat
meringankan radang selaput lendir di hidung dan tenggorokan,
sedangkan di tempel diatas dada dapat meringankan masalah
pernapasan. Tanaman keseluruhan (herba) dapat digunakan pada saat
mandi yang berkhasiat untuk pengobatan rematik, selain itu herba
juga berhasiat untuk pengobatan batu

ginjal (Siemonsma, J.S &

Piluek, K., 1994).


Secara tradisional, biji kemangi dapat dimanfaatkan untuk
membuat

ramuan minuman penyegar dapat dimanfaatkan untuk

menekan dahaga dan pendingin rasa perut, selain itu juga dapat
digunakan untuk mengobati sembelit (Pitojo, 1996).
Daun kemangi digunakan untuk mengobati demam, peluruh air
susu kurang lancar, dan rasa mual. Biji kemangi di gunakan untuk
mengobati sembelit (Pitojo, 1996).

Penelitian tentang aktivitas biologi herba kemangi (Ocimum


americanum/canu) juga banyak di laporkan. Pada ekstrak americanum
memiliki aktivitas sebagai analgesik dan anti-inflamasi (Behera,
2011). Antioksidan yang dapat mencegah ischemia (Behera, Panigrahi,
Babu, & Ramani, 2012), dan dapat melawan bakteri gram negatif dan
gram positif (Dhale, 2010).
Pada minyak atsiri
memiliki

Ocimum americanu, di teliti memiliki

aktivitas dapat melawan mikroorganisme oral (S.

Thaweboon & B. Thaweboon), Agrotis ipsilon (Lepidoptera :


Noctuide) (Shadia, El-Aziz, Omer, & Sabra, 2007), dapat digunakan
sebagai insektisida nabati yang dapat melawan hama padi, dan dapat
digunakan sebagai alat antifungi yang aman yang dapat berfungsi
sebagai parameter indikasi percobaan fungi yang bersifat patogen
(Verma & Kothiyal, 2012).
II.5.6 Kunyit (Curcuma longa) (Dalimartha, 2009)
1. Klasifikasi
2. Tempat Tumbuh
Kunyit tumbuh liar di hutan jati, tetapi sekarang sudah
dibudidayakan atau ditanam di pekarangan sebagai tanaman
penyedap, pewarna, serta sebagai bahan obat tradisional. Kunyit
tumbuh baik. Asli Asia Selatan, tersebar luas di Indonesia, India,
Malaysia, Jamaika, dan Cina. Kunyit ditemukan dari dataran rendah
sempai ketinggian 2.000 m dpl.
3. Morfologi
Terna perenial tinggi sekitar 70 cm, batang pendek dan
merupakan batang semu yang dibentuk pelepah-pelepah daun. Setiap
tanaman berdaun 3-8 helai.. daun tunggal, bertangkai panjang, bentuk
lanset lebar, ujung dan pangkal runcing, tepi rata, pertulangan
menyirip, panjang 20-40 cm, lebar 8-12,5 cm, berwarna hijau pucat.
Perbungaan majemuk, letak terminal, tangkai berambut, bersisik,
panjang tangkai 16-40 cm, warna bunga putih ataukuning muda.

Kunyit membentuk rimpang ang berwarna kuning tua sampai jingga,


dengan panjang 2-6 cm, lebar 0,5-3 cm, tebal 0.3-1 cm, dan berbau
aromatik. Rimpang induk berbentuk bulat telur, disebut empu atau
kunir lelaki. Letak anak rimpang lateral dan berbentuk seperti jari
(tabung). Kadang, pada rimpang terdapat pangkal upih daundan
pangkal akar.
Rimpang sebagai obat dikumpulkan pada saat batang tumbuhan
mulai layu atau mengering. Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua
disebut rimpang induk atau empu,berhasiat sebagai obat. Warna kulit
luar kunyit tua cokelat tua dan bagian dalam berwana jingga terang
kekuning-kuningan atau kemerah-merahan jika diiris. Anak rimpang
digunakan untuk penyedap atau pewarna masakan.
Selain digunakan untuk mewarnai berbagai macam bahan
makanan, pewarna kuning dari kunyit juga digunakan untuk mewarnai
obat-obatan dan alat kecantikan. Perbanyakan dengan memecah
rumpun atau menanam rimpang.
4. Nama Daerah
Jawa: kunyir, koneng, koneng temen, kunir bents kunir, sepuluh.
kuning, konye, temo koneng. Kalimantan: kunit, kunyit, cahang, dio,
kalesiau, Sumatera: nye, ku hunik, unik, Odil, ondil, Kondin, undre,
kunyit, kunyir. liten Nua Tenggara: kunyik, huni, kaungi, ingir,
winguru, dingira kunita, kunyi konyi, wingira, kewunyi, Kuneh, Guni,
kuma, kumch kuniks unik, hunik, kunir Sulawesi: uinida, kuni Hamu,
alawah kolalagu, pagidon, uni , kunyi, unyi. nuyik. Maluku: kurlai,
Malal, ulin, gilirannya, unin, ina, Kunin. uni, unine, satu, enelo,
kumiro
5. Kandungan Kimia
Rimpang mengandung minyak menguap (minyak atsiri sebesar
3-5%. Terdiri differences turmeron, zingiberene, arturmerone, Sedikit
mengandung phellandrene, Alkohol sesquiterpen, Dan borneol. Selain

itu, mengandung curcumin 0,3-4,8% (pigmen kuning). Desmethoxy


curcumin, bidesmethoxy kurkumin, pati, tanin, Dan damar.
6. Khasiat atau Kegunaan
Sifat Dan Khasiat Rasa rimpang pahit Agak, Sedikit pedas,
bersifat tidak Beracun, stringen, Dan Berbau Khas aromatik. Berkhas
melancarkan Darah Dan energi vital (menghilangkan sumbatan
antioksidan, meluruhkan haid (emenagog), antiradang (anti-inflamasi,
meredakan Nyeri (analgesik), mempermudah persalinan. Peluruh
kentut, antibakteri, meningkatkan Produksi empedu (koleretik), Dan
Mempercepat Penyembuhan luka .
II.6

Uraian Bahan

II.6.1 Alkohol (Dirjen, POM. 1979)


Nama resmi
Nama lain
Berat molekul
Rumus molekul
Rumus struktur

: Aethanolum
: Alkohol, ethyl alcohol, ethyl hydroxide, grain alcohol
: 46,07
: C2H5OH
:

Pemerian

H3C
OH
: Cairan tak berwarnah, jernih, mudah menguap dan
mudah bergerak, bau khas, rasa panas mudah terbakar

Kelarutan

dengan memberikan nyala biru yang tak berasap


: Sangat mudah larut dalam air, dalam kloroform P dan

Khasiat
Kegunaan
Penyimpanan

dalam eter P
: Antiseptic dan Desinfectan
: Mensterilkan alat
: Dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari cahaya
ditempa sejuk, jauh dari nyala api.

II.6.2 Aqua Destillata (Dirjen, POM. 1979)


Nama resmi
Nama lain
Berat molekul
Rumus molekul
Struktur kimia

: Aqua Destillata
: Air Suling, air murni, air steril
:18,02
: H2O
:
H
H
O

Pemerian
Kelarutan

: Cairan jenuh tidak berwarna, tidak mempunyai rasa.


: Tidak mempunyai kelarutan karena sacara mumnya air

Khasiat
Kegunaan
Penyimpanan

merupakan pelarut dan perbandingan suatu larutan


: Zat pelarut.
: Zat tambahan
: Dalam wadah tertutup baik

BAB III
METODE PENELITIAN
III.1 Lokasi PKL
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Farmakognosi (Herbarium dan
Simplisia) dilaksanakan di desa Tamboo Kec. Bone PanteKab. Bonebolango
pada kamis, september 2016 sampai dengan minggu, 4 september 2016.
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Fungsi

Gambar

Botol

semprot

digunakan

untuk

menyemprotkan

Alkohol

pada sampel
Gambar 1.6
Gambar

1.1Botol

Semprot
Cutter untuk memotong
tali dan kardus yang akan
digunakan untuk pembuatan
herbarium
Gambar 1.2 Cutter
Gunting

untuk

memotong koranyang akan


di

gunakan

merajang

saat

dan

proses

membuat

sasak

Gambar 1.3 Gunting


Linggis untuk mengambil tanaman

yang akarnya dalam. Seperti pada


tanaman dikotil.

Gambar 1.4 Linggis


Parang untuk memotong
dan

menggali

tanaman

(terutama semak belukar).

Gambar 1.5 Parang


Spidol digunakan untuk
menulis

pada

papan

identifikasi

Gambar 1.6 Spidol

III.2.2 Bahan

Fungsi

Gambar

Alkohol 70 % untuk
membersihkan bakteri dan
jamur

pada

seluruh

permukaan tanaman
Gambar 2.1 Alkohol 70%
Amplop

coklat

digunakan sebagai tempat


untuk

penyimpanan

simplisia

Gambar 2.2 Amplop


Coklat
Bambu untuk membuat
sasak herbarium.

Gambar 2.3 Bambu


Kapas untuk mengelap
seluruh permukaan tanaman
dengan alkohol.

Kardus sebagai tempat


penempelan
pelindung

akhir

dan

tempelan

tumbuhan pada koran.

Gambar 2.4 Kapas


Gambar 2.5 Kardus

Karung sebagai tempat


penyimpanan tanaman yang
diperoleh dari lokasi PKL.

Gambar 2.6 Karung


Koran sebagai media
penempelan herbarium

Gambar 2.7 Koran


Lakban

hitam

untuk

mengepres/mengepak sasak
herbarium.

Gambar

2.8

Lakban

Hitam
Papan

identifikasi

untuk

mengidentifikasi tanaman. Papan


identifikasi terbagi atas 3 :
1. Besar (3x3) :untuk tumbuhan
utuh
2. Sedang (2x2) :untuk daun dan
batang
3. Kecil (1x1) :untuk biji dan buah
Gambar 2.9
PapanIdentifikasi

Selotip
0

untuk

menempelkan tanaman di
atas permukaan koran

Gambar 2.10 Selotip


Tali
1

raffia

untuk

mengikat dan pengepakan


sasak

bambu

menjadi

sempurna

Gambar 2.11 Tali Rafia

III.3

Cara Kerja Herbarium dan Simplisia

III.3.2 Herbarium

A.
Disiapkan alat dan
bahan

Di sterilkan
menggunakan
Di sterilkan
alkohol 70%
menggunakan
alkohol 70%

Di angin-anginkan
sampai kering

Diambil sampel
yang akan dibuat
herbarium

Dicuci dengan air yang mengalir

Di atur dan diberi


selotip di atas koran

Di tutup dengan
sasak dan di ikat
dengan tali.

III.3.2 Simplisia

Daun
-

Diambil saat proses fotosintesis berlangsung maksimal.

Dan pukul 09.00


Daun disortasi, dipilih yang baik
Dicuci daun dengan menggunakan air yang mengalir

untuk membersihkan kotoran yang menempel


Daun dirajang dengan ukuran yang sesuai
Daun dikeringkan tidak langsung di bawah sinar matahari
Daun disortasi yang sudah kering
Kemudian di dimpan di tempat yang tertutu prapat

Batang
-

Diambil saat musim kering dan bagianatas tanaman

mengering
Dicuci batang denganmenggunakan air yang mengalir

untuk membersihkan kotoran yang menempel


Batangdirajang dengan ukuran yangsesuai
Batang dikeringkan tidak langsung dibawah sinar matahari
Batang yang sudah kering disortasi
Kemudian di dimpan di tempat yang tertutup rapat

Kulit Batang

Diambil dari batang utama dan cabang


Dikelupas dengan ukuran panjang danlebar tertentu
Kulit batang disortasi,dipilih yang baik
Dicuci kulit batang dengan menggunakan air yang

mengalir untuk membersihkan kotoran yang menempel


Kulit batang dirajang dengan ukuran yang sesuai
Kulit batang dikeringkan di bawah sinar matahari
Kulit batang yang sudah kering disortasi
Disimpan di wadah tertutup rapat

Akar
-

Diambil dari batang utama dan cabang


Dikelupas dengan ukuran panjang dan lebar tertentu
Kulit batang disortasi,dipilih yang baik
Dicuci kulit batang dengan menggunakan air yang

mengalir untuk membersihkan kotoran yang menempel


Kulit batang dirajang dengan ukuran yang sesuai
Kulit batang dikeringkan di bawah sinar matahari
Kulit batang yang sudah kering disortasi
Disimpan di wadah tertutup rapat

BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1

Hasil

IV.2

Pembahasan

IV.2.1 Herbarium
Herbarium merupakan tanaman yang telah dikeringkan. Herbarium
adalah koleksi tumbuhan atau bagian tumbuhan yang diawetkan, spesimen
ini digunakan sebagai bahan rujukan untuk menafsirkan takson tumbuhan
(Stacey, 2004). Cara kerja dari dari herbarium ada 2 cara, yaitu cara basah
dan cara kering. Pada praktek kerja lapangan farmakognosi ini kami
melakukan pembuatan herbarium dengan cara kering karena alat dan
bahan yang digunakan lebih sedikit serta prosesnya lebih mudah
dibandingkan proses awetan basah (Team Teaching,2014). Pertama-tama
dilakukan pengambilan sampel berupa tanaman utuh yaitu tanaman
kemangia atau yang lebih dikenal dengan nama balakama. Setelah
pengambilan sampel, kemudian dilakukan sortasi basah yaitu dengan
memisahkan tanaman dari bahan-bahan organik seperti kerikil dan tanah.
Tujuan dari sortasi basah untuk membersihkan tanaman dari bahan-bahan
asing atau kotoran serta memisahkan bagian tumbuhan antara yang bagus
dan yang tidak bagus. Kemudian dilakukan pencucian pada air yang
mengalir untuk mengeluarkan kotoran yang menempel pada tanaman, lalu
dikeringkan dengan cara diangin-anginkan tidak langsung dibawah panas
matahari agar tidak merusak bagian-bagian tumbuhan. Hal ini bertujuan
untuk menghilangkan kadar air akibat proses pencucian sebelumnya.
Kemudian tanaman dibersihkan dengan cara diolesi alkohol 70%
menggunakan kapas untuk mempercepat dalam proses pengeringan,
mencegah pembusukan sampel dikarenakan alkohol 70% dapat membunuh
bakteri gram positif dan gram negatif, termasuk patogen yang
multidrugresistan, virus dan jamur (Jurnal Sari Pediatri volume 2, 2005).
Proses selanjutnya tanaman ditempelkan pada kertas koran dengan
menggunakan selotip. Selotip tidak boleh menyentuh permukaan dari

tanaman agar saat melepaskan tanaman nanti tidak rusak, oleh karena itu
di atas tanaman ditempeli potongan kertas koran terlebih dahulu kemudian
diujung-ujungnya ditempelkan selotip, hal ini bertujuan agar tanaman
tidak bergeser saat diberi tumpukan koran. Usahakan daun terlihat tampak
depan dan tampak belakang. Hal ini bertujuan agar kita bisa melihat
perbedaan struktur daun baik dari depan maupun belakang. Setelah
semuanya telah dilekatkan, tanaman ditutup lagi dengan kertas koran.
Penggunaan koran dalam hal ini berfungsi menyerap air selama
dilkakukan pengeringan. Banyaknya Koran yang digunakan kurang lebih 7
lembar, dalam hal ini disesuaikan dengan ketebalan sampel. Tujuan
digunakanya 7 lembar Koran ini yakni apabila herbarium terkena air atau
kehujanan tidak langsung merusak tanaman. Kemudian, pada bagian
paling atas dan paling bawah koran diberi sasak bambu. Bambu bisa
menetralkan suhu, dalam suhu dingin bambu dapat membuat suhu menjadi
hangat dan didalam suhu panas bambu bisa mendinginkan suhu panas
tersebut. (Dr Yuli, 2015). Setelah tersusun rapih, sasak diikat dengan tali
rafia dan diusahakan tali tersebut diikat secara kencang agar sasak tersebut
tidak bergeser. Perlakuan tersebut bertujuan agar tanaman benar-benar
dalam keadaan tertutup, sehingga proses pengeringan sempurna. Proses
selanjutnya yakni penyimpanan, sasak tersebut disimpan pada tampat yang
tidak lembab. Penyimpanan bertujuan untuk mendapatkan hasil yang
mamksimal, hasil yang diinginkan disisni adalah keringnya sampel
tersebut. Semakin kering sampel tersebut, maka semakin baik warna yang
dipertahankan. Waktu yang dibutuhkan untuk mengawetkan tanaman utuh
selama kurang lebih 1 bulan. Tanaman dikatakan kering jika sudah cukup
kaku dan tidak terasa dingin.

IV.2.1 Simplisia
Simplisia merupakan bahan alamiah berupa tanaman utuh yang
digunakan sebagai obat dan belum mengalami pengolahan (Badan POM
RI,1999). Pada praktek kerja lapangan ini kami menggunakan daun
tembelekan, bunga biduri, batang , kulit batang ,akar pecut kuda,biji ,
rimpang kunyit, dan umbi ubi kayu, sebagai bahan yang akan dijadikan
simplisia. Pada pembuatan simplisia terdapat beberapa tahap yakni
pengumpulan/panen, sortasi basah, pencucian, perajangan, pengeringan,
sortasi kering, pewadahan dan penyimpanan.
1. Pengumpulan/ Panen
Pengambilan biji (semen) dapat dilakukan pada saat mulai
mengeringnya buah atau sebelum semuanya pecah agar kualitas biji
masih baik dan kandungan zat aktifnya maksimal.Pengambilan daun
(folium) atau herbadilakukan pada saat proses fotosintesis berlangsung
maksimal, yaitu ditandai dengan saat-saat tanaman mulai berbunga
atau buah mulai masak. Untuk pengambilan daun, dianjurkan diambil
pada saat proses fotosintesis berlangsung karena kandungan zat
aktifnya sudah maksimal dan diambil dari pucuk daun keitga-kelima
dipetik langsung secara manual satu persatu. pengambilan batang
(caulis) dan kulit batang (korteks) dilakukan pada tanaman yang sudah
cukup umur. Saat panen yang paling baik adalah pada awal musim
kemarau karena pada saat musim kemarau proses pengangkutan zat
hara dari tanah keseluruh tubuh tumbuhan berkurang. Sehingga zat-zat
aktif yang dibutuhkan tumbuhan tertumpuk di kulit batang (korteks).
Pengambilan akar (radix) dilakukan pada saat akhir pertumbuhan
atau tanaman sudah cukup umur agar tidak menganggu proses
pertumbuhan tanaman tersebut. Pengambilan rimpang (rhizoma)
dilakukan pada saat akhir pertumbuhan atau tanaman sudah cukup
umur, tanaman dicabut rimpang diambil dan dibersihkan dari akar
dipotong melintang dengan ukuran kecil agar cepat proses
pengeringan. Pengambilan umbi (tuber) dilakukan pada saat

pertumbuhan berhenti, tanaman dicabut dipisahkan dari akar dan


tanah dengan cara memotongnnya.
2. Sortasi basah
Sortasi dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau
bahan-bahan asing, bahan yang tua dengan yang muda atau bahan
yang ukurannya lebih besar atau lebih kecil. Penyortiran segera
dilakukan setelah bahan selesai dipanen, bahan yang mati, tumbuh
lumut ataupun tumbuh jamur segera dipisahkan yang dimungkinkan
mencemari bahan hasil panen.
3. Pencucian
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan kotoran-kotoran dan
mengurangi mikroba-mikroba yang melekat pada bahan. Pencucian
harus segera dilakukan setelah panen karena dapat mempengaruhi
mutu bahan. Pencucian menggunakan air bersih dan air mengalir, hal
ini bertujuan agar kotoran yang menempel pada bahan langsung
terbawa oleh air mengalir tersebut dan tidak tertimpa pada bahan yang
lain.
4. Perajangan
Pada bahan dilakukan perajangan yakni pengubahan bentuk
bahan menjadi lebih kecil-kecil menggunakan gunting dan pisau tajam
untuk

mempermudah

proses

selanjutnya

seperti

pengeringan,

pengemasan dan penyimpanan. Perajangan biasanya hanya dilakukan


pada bahan yg ukurannya agak besar dan tidak lunak Ukuran
perajangan tergantung dari bahan yang digunakan dan berpengaruh
terhadap kualitas simplisia yang dihasilkan. Perajangan terlalu tipis
dapat mengurangi zat aktif yang terkandung dalam bahan. Sedangkan
jika terlalu tebal, maka pengurangan kadar air dalam bahan agak sulit
dan memerlukan waktu yang lama dalam penjemuran dan
kemungkinan besar bahan mudah ditumbuhi oleh jamur.

5. Pengeringan
Bahan diolah dengan cara dikeringkan untuk mengurangi kadar
air, kadar air simplsia tererndah 8,40% terdapat pada perlakuan
pengeringan kombinasi matahari. Kdar air simplisia sebaiknya lebih
kecil dari 10,00%. Sehingga tidak menyebabkan terjadinya proses
enzimetik dan kerusakan oleh mikroba. Simplisia yang disimpan
dalam waktu yang lama, enzim akan merubah kandungan kimia yang
telah terbentuk menjadi produk lain yang mungkin tidak lagi memiliki
efek farmakologi seperti senyawa asalnya. Hal ini dikarenakan adanya
proses pengeringan yang mengurangi kadar air dan dan reaksi-reaksi
zat aktif dalam bahan berkurang, sehingga suhu dan waktu
pengeringan perlu diperhatikan (Bul. Littro. Vol XVII No.1). pada
proses pengeringan dengan cara diangin-anginkan simplisia yang
dihasilkan masih memiliki kadar air yang tinggi dan apabila disimpan
dalam jangka waktu tertentuakan terjadi kerusakan fisik maupun
kimia. Pada pengeringan bunga-bungaan dan dau-daunan harus dijaga
agar aroma tanaman aslinya tidak berubah. Secara umum daun herba
dan bunga dapat dikeringkan antara suhu 200-400C, untuk kulit batang
dan akar pada suhu 300-650C (Promo, 1985).biasanya pada saat
pengeringan terjadi perubahan pada simplisia yaitu hidrolisa
enzimatik,

pencklatan

disertai

perubahan

rasa

dan aktivitas,

fermentasi, oksidasi dan polimerisasi (Brotosisworo, 1984).


6. Sortasi kering
Sortasi kering dilakukan untuk memisahkan simplisia yang
sudah kering dari benda-benda asing seperti pasir atau kotoran yang
menempel pada saat pengeringan.
7. Pengemasan dan Penyimpanan
Setelah bersih, simplisia dikemas dengan menggunakan bahan
yang tidak beracun/ tidak bereaksi dengan bahan yang disimpan. Pada
kemasan dicantumkan nama bahan dan bagian tanaman yang
digunakan. Tujuan pengepakan dan penyimpanan adalah untuk

melindungi agar simplisia tidak rusak atau berubah mutunya karena


beberapa faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Simplisia disimpan
di tempat yang kering, tidak lembab, dan terhindar dari sinar matahari
langsung.

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
1.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa terdapat


banyak tanaman sebagai bahan alami yang dapat diolah sebagai obat.
Seperti tanaman Kemangi (Ocimum americanum), daun , batang,
bunga biduri (Calotropis gigantea), umbi dari ubi kayu (Manihot
utilisima).

2.

Kandungan kimia yang terdapat pada tumbuhan berbeda-beda dan


khasiatnyapun berbeda seperti yang ada pada tumbuhan kemangi
digunakan untuk obat batuk, juga berhasiat untuk pengobatan batu
ginjal, berbeda dengan Pecut kuda yang digunakan untuk pengobatan
Infeksi dan batu saluran kencing, Sakit tenggorokan karena radang
(faringitis), rematik, haid tidak teratur.

3.

Tahapan-tahapan pembuatan simplisia yang pertama di lakukan


adalah

pengambilan Sampel, penyortiran (Basah), pencucian,

penirisan, perajangan, penyortiran (Kering), dan pengemasan atau


penyimpanan

dilakukan

secara

rapat

sehingga

tidak

mudah

terkontaminasi.
V.2

Saran

V.2.1 Jurusan
Kami sebagai praktikan mengharapkan agar pihak jurusan dalam
pelaksanaan kegiatan PKL untuk saling bekerja sama dengan orang tua
memberitahukan mengenai pelaksanaan PKL karena biasanya kendala
yang kami hadapi dalam mengikuti PKL adalah izin dari orang tua.
V.2.2 Untuk PKL selanjutnya
Kami sebagai praktikan mengharapakan PKL kedepannya dapat
dilaksanakan dilokasi yang memiliki lebih banyak tumbuhan yang
umumnya berkhasiat sebagai obat, dan dalam pelaksanaannya PKL dapat
diisi dengan kegiatan positif lainnya sehingga PKL dalam kesehariannya
akan lebih bermanfaat.

DAFTAR PUSTAKA
Abdullah. 2007. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. Yogyakarta: ArRuzz Media.
Behera, Baidya. BN, Bilal, & Panda. 2011. Analgesik dan Anti Inflamasi Etfect
dari Differena Ekstrak okimum canum. Jurnal Penelitian Farmasi,
Biologi dan Kimia: Vol.2 Issue 1
Behera, Baidyah, BN, Bilal, Dan Panda. 2011. Analgesict And Anti-Inflamasi
Effect Of Different Ekstracts Of Ocimum Canum. Research Jurnal Of
Pharmaceutical, Bioloigical And Chemical ; Fold : Issu 1.
Behera, Panigr Babu, & Ramani. 2012. Evaluarion dari Anrioridanr Acriviry dari
Ocimum canumi hydroalcoholic Leaf ekstra dalam dari hepatik
iskemia. International Journal of Pharmacy Kelembagaan dan Biologi.
2020; ISSN 2249 6807
Brotosisworo, S., 1984. Simplisia Sangat bervariasi baik wujud maupun
kandungan khasiatnya warta standarisasi, 9.
Dalimartha, Setiawan dr. 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid II. Jakarta:
Trubus Agriwidya
Dalimartha, Setiawan dr. 2008. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid V. Jakarta:
Trubus Agriwidya
Dalimartha, Setiawan dr. 2009. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid VI. Jakarta:
Trubus Agriwidya
DepKes RI, 1989, Hematologi., Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Dhale, Birari, & Dhulgande. 20100.premliminary sreening of antibaterial and
phytochemical study of ocimum americanum lin. Journal of
ecobiotechnology ISSN 2077-0464
Dirjen, POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi ketiga. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI
Djauhariya, E., dan Hernani 2004. Gulma Berhasiat Obat. Jakarta :Seri Agrisehat
Gunawan, D., Mulyani, S., 2004. Ilmu Obat Alam. Jakarta : Swadaya

Halipoenyanti Dan Wahyuni 2008. Keragamun Selasii (ocimium spp)


Berdasarkan Karakter Morfologi, Produksi, dan Muuu Herba. Jurnal
Littri 14 (4) Hal. 141 148
Harbone, J. B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. Hal. 6-9
Manoi, Feri., 2006 Bul. Littro. Jurnal pengaruh cara pengeringan terhadap mutu
simplisia sambilito. Vol. XVII No.1
Martono, Hadipoentyanti, & Udarno 2004. Piasma Nurfah Insekuisida Nabai
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan obat:.. Pengembangan
Teknologi TTRO vol XVI No 1. Hal: 110-123.
Onrizal. 2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove Pada Lingkungan Salin dan Jenuh
Air. Jurusan Kehutanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sumatera
Utara. Medan. http://library.usu.ac.id/donwload/fb/hutan-onrizal9.pdf.
[9 September 2016].
Pitojo, Setijo. 1996. Kemangi Dan Selasih. Trubus Agriwidya : Unggara
Pramono, S., 1985. Pasca Panen Tanaman Obat Ditinjauu Dari Kandungan
Kimianya, Prosiding Lokakarya Pembudidayaan Tanaman Obat, 2.
Saifudin, A., Rahayu, Dan Teruna. 2011. Standarisasi Bahan Obat Alam. Graha
Ilmu : Yogyakarta
Sarma Dan Babu. 2011. Pharmacognostic And Phitochemical Studies Of Ocimum
Americanum. J Chem . Pharm.Res.,
Shadia, El-Aziz, Omer, Sabra. 2007. Kimia Camposition dari Ocimum
americantin minyak atsiri dan yang Efek biologis Terhadap, Agrotis
ipsilan, (Lepidoptera Noctuidae). jurnal Resech Pertanian dan
Biological Sciences, 3 (6): 740-747.
Siemonsma, J.S Dan Pliuek, Kasem. 1994. Tanaman Resorurces dari Asia
Tenggara Nomor 8 Sayuran. Bogor, Indonesia. Hal. 218-220
Siyemonsma,. J.S dan pliuek , kasem. 1994. Plants resources of south-east asia
no. 8 vegetables. Bogor, indonesia.
Soemarjo, Poespodarsono. 1992. Pemuliaan Ubikayu. Jatim: Simposium
Pemuliaan Tanaman I Komda

Stacey, Robyn and Ashley Hay. 2004. Herbarium. Cambridge University Press:
New York
Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.
Semarang: FMIPA UNNES.
Syamsuni. 2006. Ilmu Resep. Jakarta: Buku Kedokteran EGC
Van Steenis, C.G.G.J., 2003, Flora, , Jakarta: P.T. Pradya Paramita
Verma & Kothiyal, 2012. Farmakologi acivities of Species yang berbeda dari
Tulsi. International Journal of Biopharm & fitokimia Penelitian: Vol. 1
(1) Hal: 21-37.
Verma dan Kothiyal. 2012. Pharmacological activities of differens species of
tulsih. International journal of biopharm and phytocemical research:
vol. 1(1).
Yunantoo. A.J., (2005). Peran Alkohol 70 % Porivedon. Iodine 10 % Dan Kasa
Kering Steril Dalam Pencegahan-Infeksi Pada Perawatan Tali Pusat.
Jurnal Sari Pediatri Vol. 7 No.2

Anda mungkin juga menyukai