Gizi Daging Sapi PDF
Gizi Daging Sapi PDF
Daging
Daging merupakan komponen utama karkas yang tersusun dari lemak, jaringan
adipose tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendon. Komponen-komponen tersebut
menentukan ciri-ciri kualitas daging, organ-organ misalnya hati, ginjal. Otak, paruparu, jantung, limpa, pankreas dan jaringan otot tidak termasuk dalam definisi ini.
Daging merah adalah daging yang menunjukkan warna merah sebelum
dimasak. Daging sapi, domba, kambing, kelinci, kerbau dan daging rusa disebut
dengan daging merah. Daging ternak mamalia umumnya disebut daging merah. Warna
merah yang terdapat pada daging-daging tersebut disebabkan oleh kandungan dari
mioglobin. Mioglobin adalah protein yang membawa oksigen pada jaringan hewan
ternak (Wikipedia, 2005).
fenomena-fenomena
seperti
variasi
perubahan
tekstur
proses
yang
didasarkan
pada
urutan
proses
yang
terjadi
pascapenyembelihan, proses awal yang terjadi pada daging dikenal dengan istilah pre
rigor, kemudian diikuti rigor mortis kemudian diakhiri dengan post rigor atau pasca
rigor. Hewan setelah disembelih, proses awal yang terjadi pada daging adalah pre
rigor. Setelah hewan mati, metabolisme yang terjadi tidak lagi sabagai metabolism
aerobik tapi menjadi metabolism anaerobik karena tidak terjadi lagi sirkulasi darah ke
jaringan otot. Kondisi ini menyebabkan terbentuknya asam laktat yang semakin lama
semakin menumpuk. Akibatnya pH jaringan otot menjadi turun. Penurunan pH terjadi
perlahan-lahan dari keadaan normal (7,2-7,4) hingga mencapai pH akhir sekitar 3,55,5. Sementara itu jumlah ATP dalam jaringan daging masih relatif konstan sehingga
pada tahap ini tekstur daging lentur dan lunak. Jika ditinjau dari kelarutan protein
daging pada larutan garam, daging pada fase prerigor ini mempunyai kualitas yang
lebih baik dibandingkan daging pada fase postrigor. Daging pada fase prerigor. Hal ini
disebabkan pada fase ini hampir 50% protein-protein daging yang larut dalam larutan
garam, dapat diekstraksi keluar dari jaringan (Forrest et al, 1975).
Karakteristik ini sangat baik apabila daging pada fase ini digunakan untuk
pembuatan produk-produk yang membutuhkan sistem emulsi pada tahap proses
pembuatannya. Mengingat pada sistem emulsi dibutuhkan kualitas dan jumlah protein
yang baik untuk berperan sebagai emulsifier. Tahap selanjutnya yang dikenal sebagai
tahap rigor mortis. Pada tahap ini, terjadi perubahan tekstur pada daging. Jaringan otot
menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Rigor mortis juga sering disebut
sebagai kejang bangkai. Kondisi daging pada fase ini perlu diketahui kaitannya
dengan proses pengolahan. Daging pada fase ini jika dilakukan pengolahan akan
menghasilkan daging olahan yang keras dan alot. Kekerasan daging selama rigor
mortis disebabkan terjadinya perubahan struktur serat-serat protein. Protein dalam
daging yaitu protein aktin dan miosin mengalami crosslinking. Kekakuan yang terjadi
juga dipicu terhentinya respirasi sehingga terjadi perubahan dalam struktur jaringan
otot hewan, serta menurunnya jumlah adenosine triphosphat (ATP) dan keratin
phosphat sebagai penghasil energi (Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Jika penurunan konsentrasi ATP dalam jaringan daging mencapai 1 mikro
mol/gram dan pH mencapai 5,9 maka kondisi tersebut sudah dapat menyebabkan
penurunan kelenturan otot. Pada tingkat ATP dibawah 1 mikro mol/gram, energi yang
dihasilkan tidak mampu mempertahankan fungsi reticulum sarkoplasma sebagai
pompa kalsium, yaitu menjaga konsentrasi ion Ca di sekitar miofilamen serendah
mungkin. Akibatnya, terjadi pembebasan ionion Ca yang kemudian berikatan dengan
protein troponin. Kondisi ini menyebabkan terjadinya ikatan elektrostatik antara
filamen aktin dan miosin (aktomiosin). Proses ini ditandai dengan terjadinya
pengerutan atau kontraksi serabut otot yang tidak dapat balik (irreversible). Penurunan
kelenturan otot terus berlangsung seiring dengan semakin sedikitnya jumlah ATP. Bila
konsentrasi ATP lebih kecil dari 0,1 mikro mol/gram, terjadi proses rigor mortis
sempurna. Daging menjadi keras dan kaku. Keadaan rigor mortis yang menyebabkan
karakteristik daging alot dan keras memerlukan waktu yang cukup lama sampai
kemudian menjadi empuk kembali.
Melunaknya kembali tekstur daging menandakan dimulainya fasepost rigor
atau pascarigor. Melunaknya kembali tekstur daging bukan diakibatkan oleh
pemecahan ikatan aktin dan miosin, akan tetapi akibat penurunan pH. Pada kondisi pH
yang rendah (turun) enzim katepsin akan aktif mendesintegrasi garisgaris gelap Z pada
miofilamen, menghilangkan daya adhesi antara serabut-serabut otot. Enzim katepsin
yang bersifat proteolitik, juga melonggarkan struktur protein serat otot . Mutu daging
dikaitkan dengan aspek konsumsi (the eating quality of meat) dipengaruhi oleh
beberapa faktor meliputi: a. Warna b. Water holding capacity dan Juiciness c. Tekstur
dan keempukan d. Odor dan Taste (Astawan, 1989).
Tabel 1. komposisi zat gizi daging sapi per 100 gram bahan yang dimakan
Komposisi
Kalori
Protein
Air
Lemak
Kalsium
Fosfor
Besi
Kandungan
207
18,8
66
14
11
170
2,8
Sosis
Kata sosis berasal dari bahasa latin salcisia dari kata salcus yang artinya asin.
Yang dimaksud dengan sosis adalah olahan daging hewan yang berupa campuran
daging giling dengan garam, bahan bahan lain serta rempah rempah sebagai
bumbunya. Adonan daging giling itu kemudian dimasukan ke dalam pembungkus
yang mencetaknya menjadi bentuk bulat panjang. Bentuk bulat panjang inilah yang
merupakan ciri khas sosis yang membedakannya dengan hasil olahan daging lain
(Anonimous, 1973).
Menurut Forrest et al (1975) membagi sosis kedalam 6 kategori pembuatan
yang digunakan oleh pabrik yaitu : sosis segar, sosis asap-tidak dimasak,sosis asapdimasak, sosis fermentasi,
sebelumnya dan biasanya tidak diasapi, sehingga bila dikonsumsi sosis segar harus
dimasak Sosis segar dibuat dari daging segar yang tidak dicuringkan.
Pencuringan adalah suatu cara pengolahan daging dengan menambahkan
beberapa bahan seperti garam natrium klorida (NaCl), natrium-nitrit, natrium-nitrat,
gula, serta bumbu-bumbu. Tujuan daripada curing adalah untuk mendapatkan warna
yang stabil, aroma, tekstur, dan kelezatan yang baik, dan untuk mengurangi
pengerutan daging selama prosesing serta memperpanjang masa simpan produk
(Soeparno, 1994). Ketentuan dari mutu sosis berdasarkan Standar Nasional Indonesia
(SNI 01-3820-1995) adalah kadar air maksimal 67%, abu maksimal 3%, protein
minimal 13%, lemak maksimal 25%, serta karbohidrat maksimal 8%. Garam
merupakan konstituen campuran bahan curing yang paling penting, garam pada
konsentrasi yang cukup berfungsi sebagai: (1) pengawet atau penghambat
pertumbuhan mikroba dan (2) penambah aroma dan cita rasa atau flavour.
Jenis Casing
Terdapat 3 jenis casing yang sering digunakan dalam pembuatan sosis yaitu
alami, kolagen, serta selulosa. Casing alami biasanya terbuat dari usus alami hewan,
casing ini mempunyai keuntungan dapat dimakan, bergizi tinggi dan melekat pada
produk, sedangkan kerugian dari casing ini adalah produk ini tidak awet. Casing
kolagen biasanya berbahan baku dari kulit hewan besar, keuntungan dari jenis casing
ini dapat diwarnai, bisa dimakan, dan melekat pada produk. Casing selulosa biasanya
berbahan baku pulp. Keuntungan dari casing selulosa adalah dapat dicetak atau
diwarnai dan murah. Kekurangan dari casing ini adalah sangat keras dan dianjurkan
untuk tidak dimakan (Astawan, 2009).
protein kedelai, dan protein kedelai isolai. Susu kering tanpa lemak mempunyai
kemampuan untuk mengemulsikan lemak
Bahan-bahan lain
1. Garam
Garam yang digunakan dalam pembuatan produk sosis adalah jenis garam dapur
(NaCl), garam tidak hanya berfungsi sebagai pembentuk flavor, namun juga
berpengaruh dalam pembentukan karakteristik fisik dan adonan. Garam mempunyai
peran yang cukup menentukan yaitu memberikan kelezatan produk, mempertahankan
flavor dari bahan-bahan yang digunakan, berfungsi sebagai pengikat adonan sehingga
mengurangi kelengketan. Selain itu, garam juga dapat membantu mencegah
berkembangnya mikroba yang ada dalam adonan (Hui, 1992).
2. Bawang Putih
Menurut Lewis (1984) karakteristik bau yang kuat dari bawang putih disebabkan oleh
adanya senyawa volatile sekitar 0,1% yang mengandung senyawa sulfur. Senyawa
tersebut terbentuk ketika sel terpecah, sehingga terjadi reaksi antara precursor yang
disebut allin dan enzim allinase. Terbentuknya substansi yang disebut allicin (diali
tiosulfat), menimbulkan bau yang segar dari bawang putih. Allicin mengalami
degradasi non enzimatik untuk membentuk metal dan allil mono, di dan trisulfit dan
sulfur oksida.
3. Merica
Biji merica digunakan sebagai bumbu pemberi rasa dan aroma, karena rempah-rempah
dapat menyamarkan makanan dengan penutup rasa bagi makanan yang kurang enak.
Selain itu juga berfungsi sebagai pengawet. Merica mengandung minyak atsiri, pinena,
kariofilena, filandrena, alkaloid, piperina, kavisina, piperitina, zat pahit dan minyak
lemak (Lewis, 1984).
4. Bahan Penyedap
Bahan penyedap yang digunakan sebagai pembangkit aroma dan cita rasa pada
makanan merupakan senyawa-senyawa sintetik. Pada umumnya senyawa yang
digunakan adalah senyawa-senyawa ester dalam jumlah sangat kecil telah dapat
memberikan aroma dan cita rasa yang baik. Salah satu senyawa cita rasa adalah
monosodium glutamate (MSG) yang merupakan garam natrium dari asam glutamate.
MSG dibuat melalui proses fermentasi dari tetes-tetes gula (molasses) oleh bakteri.
Dalam proses fermentasi ini akan menghasilkan asam glutamate, kemudian
penambahan sodium karbonat akan terbentuk MSG setelah terlebih dahulu dimurnikan
dan dikristalisasikan. Tingkat penggunaan yang tepat secara umum berkisar antara
0,2-0,6% berdasarkan berat makanan yang dikonsumsi (Jenie, 2001).
5. Minyak Goreng
Minyak goreng adalah minyak nabati yang telah dimurnikan dan dapat digunakan
sebagai bahan pangan. Minyak goreng mempunyai fungsi sebagai media penghantar
panas, penambah rasa guring, serta penambahan nilai gizi dan kalori pada bahan
pangan yang digoreng (Kataren, 1986). Mutu minyak goreng dipengaruhi oleh titik
asapnya yang merupakan suhu dimana pemanasan minyak mulai terbentuk akrolein
yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Kerusakan
minyak goreng yang berlansung selama penggorengan yaitu tekstur dan kenampakan
yang kurang menarik serta cita rasa dan bau yang kurang enak.
2.
Freezing
Freezing merupakan suatu pembekuan yang paling mudah, membutuhkan waktu
yang sedikit dan mampu menjaga daya tahan bahan maupun produk pengoahan lebih
lama. Freezing tidak dapat mensterilkan makanan atau membunuh mikroorganisme
pembusuk yang menyebabkan bahan atau produk rusak, melainkan hanya mampu
menginaktifkan kerja dari enzim bakteri pembusuk, sehingga dapat memperlambat
kerja dari mikroba pembusuk tersebut (Jeremiah, 1996).
3.
Thawing
Thawing merupakan proses kelanjutan dari proses freezing. Thawing akan
mengembalikan bahan baku ataupun produk dari yang semula berbentuk fase padat
menjadi fase cair. Dalam daging beku akan mengembalikan keempukan dari daging.
Suhu thawing berkisar antara 100-150C. (Jeremiah, 1996) Ada 2 macam thawing yaitu
slowly thawing dan rapid thawing. Slowly thawing menggunakan aliran udara hangat
yang akan menyebabkan suhu bahan baku dan produk menjadi meningkat. Sedangkan
cara lambat adalah dengan membungkus bahan baku dengan plstik kemudian dialiri
oleh air. (Forrest et all, 1975)
4.
Penggilingan
Daging ayam dicincang sampai halus. Tujuan dari pencincangan ini adalah
pengecilan ukuran daging ayam hingga mencapai ukuran seragam guna pembentukan
emulsi pada produk sosis. Kemudian daging yang telah digiling, ditimbang beratnya
untuk memudahkan pemberian bumbu-bumbu. (Forrest et all, 1975)
5.
adalah lada, pala ,bawang putih, gula dan garam. Jumlah dan variasi bumbu yang
digunakan tergantung selera, daerah dan aroma yang dikehendaki. Menurut
Amertaningtyas (2001) setelah daging dicincang halus, bumbu-bumbu ditambahkan
pada adonan daging cincang kemudian dicampur hingga merata. Sluri dibuat dari
bumbu-bumbu dan garam menggunakan dua gelas air lalu dicampur merata.
Penambahan air bertujuan untuk memecah curing ingredients, memfasilitasi proses
pencampuran dan memberikan karakteristik tekstur dan rasa pada produk sosis.
6.
Emulsifikasi
Emulsifikasi adalah suatu system yang tidak stabil secara termodinamik yang
mengandung paling sedikit dua fase cair yang tidak bercampur, satu diantaranya
didispersikan sebagai globula-globula dalam fase cair lain. Fase yang didispersikan
disebut sebagai fase terdispersi dan fase yang mendispersikan disebut sebagai fase
kontinu (Martanti,2000). Struktur produk daging misalnya sosis hati , frankfurter dan
bologna adalah contoh emulsi lemak dalam air. Lemak membentuk fase disperse dari
emulsi sedangkan air yang mengandung protein dan garam terlarut membentuk fase
kontinu. Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi
mempunyai afinitas,baik terhadap air yaitu porsi molekul hidrofilik , maupun terhadap
lemak yaitu molekul hidrofobik (Forrest et all, 1975). Kapasitas protein dan air
mengikat globula tau partikel-partikel lemak di dalam suatu emulsi disebut kapasitas
emulsi. Protein daging yang larut dalam air, terutama adalah protein sarkosplasmik.
Protein miofibrilar merupakan agensia pengemulsi yang lebih efisien dan mempunyai
pengaruh terhadap peningkatan stabilitas emulsi yang lebih besar dibandingkan
protein daging lainnya , misalnya protein sarkoplasmik (Soeparno,1992).
7.
Stuffing
Menurut Hui(1992) stuffing merupakan tahap pengisian adonan sosis ke dalam
8.
Pengeringan
Pengeringan merupakan suatu metode untuk mengurangi / mengeluarkan
sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air tersebut dengan
menggunakan energy panas. Biasanya kandungan air bahan dikurangi sampai batas
agar mikroba tidak dapat tumbuh didalamnya. Kadar air berpengaruh terhadap tekstur
(Mujumdar,1995). Menurut Desrorier (1978) pengeringan bahan pangan dengan sinar
matahari dapat menurunkan kandungan air dan menyebabkan pemekatan dari bahanbahan yang ditinggal seperti karbohidrat, lemak , protein sehingga bahan pangan
memilikikualitas simpan yang lebih baik.
9.
Pemasakan
Prosess pemasakan bertujuan agar daging sosis menjadi matang, meningkatkan
maupun
kombinasi
dari
ketiganya
selama
45-50
menit
10.
Cooling
Proses ini bertujuan untuk menjaga agar produk makanan teteap awet dan
mikroba pembusuk yang tidak mati ataupun sel vegetatiifnya menjadi tidak aktif. Suhu
chilling biasanya berkkisar antara 00 C-50 C bila terlalu lebih dari 50 C dikuatirkan
bakteri tetap bekerja dan bila kerja enzim dari mikrobia pathogen maupiun pembusuk
tetap aktif , maka akan menyebabkan bahan pangan tersebut akan lebih cepat rusak,
serta toksik bahkan akan juga menyebabkan keracunan terhadap makanan tersebut
(Jeremiah, 1996).
11.
Pengemasan
Menurut Paine dan Paine (1992) beberapa syarat syarat bahan pengemas untuk
bahan yang dibekukan adalah sebagai berikut: a) Harus mampu memberikan proteksi
terhadap kemungkinan adanya dehidrasi. Dalam keadaan udara kering (suhu dingin)
bahan pangan cenderung akan kehilangan air.b) Adanya oksigen bagi produk beku
akan mempercepat terjadinya rancidity terutama bahan yang mengandung lemak
sehingga bahan pengemas mampu menghalang masukn ya oksigen. c) Bila terjadi
dehidrasi dan oksidasi dalam bahan pangan yang dikemas menyebabkan terjadinya
freezeburn, permukaan bahan pangan akan mengalami pemucatan warna dan
kemunduran tekstur(bahan pengemas mampu menghalangai penguapan bahan organic
sehingga aroma dan flavor bahan dapat dipertahankan d) Bagian dari wadah terluar
dapat digunakan agar embun udara atmosfer tidak meresap dalam wadah, bila terjadi
peresapan uap air kedalam bahan yang dikemas mengakibatkan pembekuan yang
berlebihan
12.
Penyimpanan
Factor yang mempengaruhi stabilitas penyimpanan dalam pangan meliputi
yaitu : a) jenis dan bahan baku yang digunakan, b) metode dan keefektifan
pengolahan,c) jenis dan keadaan kemasan,d) perlakuan mekanis yang cukup berat
dalam produk yang dikemas dala penyimpanan, dan distribusi dan juga pengaruh yang
ditimbulkan oleh suhu dan kelembaban penyimpanan. Setiap system atau jenis bahan
pangan dalam suatu kondisi naik mempunyai daya simpan yang potensial, potensi ini
dapat hilang dengan cepat oleh perlakuan mekanis yang cukup berat. Pengemasan
yang tidak memadai dan kondisi penyimpanan yang jelek (Desrosier,1978). Penentuan
kualitas sosis ynag difermentasi kini dilakukan dengan: a) Pengukuran keasaman,
b) Kadar air , c) disamping uji organpoleptik. Penggunaan kultur pemula dalam proses
fermentasi membutuhkan kondisi hygiene selam pengolahan karena kontaminasi kan
sangat berpengaruh pada proses fermentasi. Pertumbuhan jamur pada permukaan
sering dijumpai terjadi pada sosis yang diolah secara fermenytasi dan pertumbuhan ini
diakibatkan oleh kondisi panas serta kelembaban dalam ruang pemasakan
Daun Jati
1. Klasifikasi
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotylledonae
Ordo
: Malvales
Famili
: Sterculiceae
Genus
: Guazuma
Species
2. Nama Daerah
a. Inggris
: Bastard cedar
b. Perancis
: Orme damerique
c. Meksiko
: Guasima
d. Melayu
: Jati belanda
e. Jawa Tengah
: Jati londo
5. Kandungan Kimia
Seluruh bagian tanaman jati belanda (Guazuma ulmifolia L.) mengandung
senyawa aktif seperti tanin dan mucilago. Kulit batang mengandung 10% zat lendir,
9,3% damar-damaran, 2,7% tanin, beberapa zat pahit, glukosa dan asam lemak. Zat
utama yang terdapat dalam kandungan daun jati adalah tanin, lendir atau musilago.
Kandungan lainnya antara lain alkohol, b-sitosterol, kafein, friedelin-3a-asetat,
friedelin-3bol, terpen, trieterpen (sterol), karotenoid, flavonoid, resin, glukosa, asam
lemak,
asam
fenolat,
zat
pahit,
karbohidrat,
serta
minyak
lemak
Kadar lemak
Kadar lemak mempengaruhi keempukan daging dan kelezatan sosis, lemak
juga melayani fase dispersi emulsi daging. Kadar lemak bervariasi diantara daging
atau hasil sisa sehingga bisa menimbulkan masalah lemak non-emulsi, lemak yang
tidak teremulsi harus diusahakan minimum. Emulsi dari lemak sapi cenderung lebih
stabil daripada lemak babi, karena lemak sapi lebih banyak mengandung asam-asam
lemak jenuh. Dapat dilumatkan pada temperatur yang lebih tinggi, sedangkan lemak
babi sudah mulai mencair pada temperatur rendah. Sosis masak harus mengandung
lemak tidak lebih dari 30% (Judge et al.,1989).
Dalam pembentukan adonan sosis yang stabil biasanya ditambahkan lemak,
baik lemak nabati maupun lemak hewani karena disamping untuk kestabilan sosis
penambahan lemak dalam pembuatan sosis juga untuk memperoleh produk sosis yang
kompak, tekstur yang empuk serta aroma yang lebih baik. Jumlah penambahan lamak
yang terlalu sedikit akan menghasilkan sosis yang keras dan kering, sedangkan terlalu
banyak akan menghasilkan sosis yang lunak dan empuk. Jumlah kadar lemak yang
dibutuhkan dalam pembuatan sosis berkisar antara 5-20% (Purwaningsih, 2006).
Jika lemak digunakan dalam jumlah sedang, maka rasa panganan menjadi lebih
baik. Banyak cita rasa dan keharuman yang menyenangkan diperoleh dari lemak
dalam pangan. Selain itu, selama proses pencernaan lemak meninggalkan perut lebih
lambat dari karbohidrat dan protein, sehingga membantu menangguhkan serangan rasa
lapar dan menyebabkan rasa puas pada seseorang. Lemak juga membawa vitamin A,
D, E dan K, dan membantu proses pencernaan serta membantu absorbsi vitaminvitamin tersebut dan mengangkutnya ke seluruh tubuh (Kataren, 1968).
Tekstur
Pada prinsipnya keempukan daging dapat ditentukan secara subjektif dan
objektif. Penentuan keempukan atau kealotan daging dengan metode subjektif dapat
dilakukan secara sederhana dengan menggunakan cara struktur atau non struktur atau
dengan cara yang lebih canggih atau kompleks, yaitu uji panel cita rasa yang disebut
panel taste. Pengujian secara objektif dapat dilakukan secara mekanik termasuk
pengujian kompresi (indikasi kealotan jaringan ikat), daya putus Warner-Bratzler
(indikasi kealotan miofibril), adhesi (indikasi kekuatan jaringan ikat) dan susut masak
(sensitif terhadap perubahan jus daging) (Moehyi, 1992).
Organoleptik
Indra perasa kita dapat merasakan banyak makanan yang kita makan, hal ini
dapat dipakai sebagai metode untuk menentukan kualitas makanan. Kita dapat
membiasakan indera kita untuk mengenali atau menilai cita rasa dan kualitas makanan
dengan cara melatih indera tersebut (Ammermen, 1987). Makanan yang telah
dikunyah akan mengakibatkan keluarnya air liur yang kemudian menimbulkan
rangsangan pada saraf pengecap yang ada di lidah. Makanan yang empuk dapat
dikunyah dengan sempurna dan akan menghasilkan senyawa yang lebih banyak berarti
intensitas rangsangan menjadi lebih tinggi (Moehyi, 1992).
Cita rasa makanan yang ditimbulkan oleh terjadinya rangsangan terhadap
indera di dalam tubuh manusia, terutama indera pengecap. Makanan yang memiliki
cita rasa tinggi adalah makan yang disajikan dengan menarik, menyebarkan bau yang
sedap dan memberikan rasa yang lezat. Komponen yang berperan dalam penentuan
kelezatan makanan adalah aroma makanan, bumbu masakan, keempukan dan
kerenyahan makan serta tingkat pematangan dan temperatur makanan (Moehyi, 1992).
Flavour dan aroma adalah sensasi kompleks yang saling berkaitan. Flavour
melibatkan rasa, bau, tekstur, temperatur dan pH. Evaluasi bau dan rasa sangat
tergantung pada panel cita rasa dan flavour daging selama pemasakan. Keragaman
antara individu dalam respon intensitas dan kualitas terhadap stimulus tertentu (karena
beberapa faktor luar) menyebabkan pemilihan anggota panel merupakan hal yang
penting (Lawrie, 2003).
Warna daging dapat diukur dengan notasi atau dimensi warna tristimulus.
Ketiga notasi warna didefinisikan sebagai : hue = warna (misalnya merah, biru dan
hijau), nilai = terang atau gelap, dan kroma = jumlah intensitas warna (bila hue
bercampur dengan putih). Setiap warna dapat dibentuk dari campuran antara ketiga
warna utama (merah, biru dan hijau) dan jumlah yang dibutuhkan untuk membentuk
suatu warna disebut nilai tristimulus.
Bau dan rasa daging masak banyak ditentukan oleh prekusor yang larut dalam
air dan lemak, dan pembebasan substansi atsiri (volatil) yang terdapat di dalam
daging. Senyawa-senyawa flavour di dalam lemak adalah spesifik di dalam daging.
Senyawa-senyawa flavour di dalam lemak adalah spesifik untuk suatu spesies, jenis
kelamin, atau bisa timbul dari ingridien pakan misalnya tepung ikan, bawang putih
dan insektisida, atau diabsorpsi selama pengolahan dan penyimpanan. Flavour daging
cured
prosesing, yaitu garam, gula dan nitrit, serta asap untuk daging cured asap. Ekstrak air
daging misalnya daging sapi mentah yang dipanaskan akan menghasilkan flavour
yang spesifik (Kramlich, 1971), hasil dialisi ekstrak air daging giling mentah
menunjukkan adanya prekusor di dalam difusat yang menghasilkan lavour seperti
daging sapi panggang jika dipanaskan dengan lemak, dan flavour seperti kaldu daging
sapi jika dipanaskan dengan air (Batzer et al., 1960).