Anda di halaman 1dari 15

Soal 1

Fakta Hukum
Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd.,
merupakan Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Sidoarjo.
Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., merupakan Sekertaris Daerah
Kabupaten Sidoarjo (Eselon IIa), sedangkan Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd.,
merupakan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo
(Eselon IIb).
Pada kampanye pemilihan Presiden dan Wakil Presiden tahun 2013, Dr.
Ahmad Rusydianto, S.H., M.H.,

dan Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd.,

memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden dengan cara sebagai peserta kampanye yang diadakan di GOR
Sidoarjo.
Dalam kampanye tersebut, Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi
Astutik, S.Pd., M.Pd., menggunakan seragam dinas dan pergi ke GOR
Sidoarjo dengan menggunakan mobil dinas masing-masing.
Dalam kampanye tersebut, Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi
Astutik, S.Pd., M.Pd., juga mendapatkan hadiah dari salah satu tim sukses
Presiden dan Wakil Presiden berupa uang sebesar Rp. 10.000.000,00 sebagai
balasan atau ucapan terima kasih karena sudah membantu persiapanpersiapan pelaksanaan kampanye.
Karena keterlibatan tersebut, Bupati Sidoarjo yang merupakan Pejabat
Pembina Kepegawaian PNS di Kabupaten mengeluarkan SK No.
10/Bup/2014 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atas
nama Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan SK No. 11/Bup/2014 tentang
Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atas nama Dewi Astutik,
S.Pd., M.Pd.

Sebelum keluarnya SK

No. 10/Bup/2014

dan SK No. 11/Bup/2014

tersebut, Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd.,
M.Pd., keduanya dipanggil secara patut untuk membela diri dalam
pemeriksaan.

Analisis fakta hukum di atas, sesuai dengan isu hukum di bawah ini:
1. Apakah SK Bupati Sidoarjo No. 10/Bup/2014 tentang Pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS atas nama Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan
SK No. 11/Bup/2014 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
atas nama Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd., termasuk Keputusan Tata Usaha Negara?
2. Apakah SK Bupati Sidoarjo No. 10/Bup/2014 tentang Pemberhentian tidak
dengan hormat sebagai PNS atas nama Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan
SK No. 11/Bup/2014 tentang Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS
atas nama Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd., sudah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku?
Sudah, karena
3. Apakah PTUN berwenang untuk mengadili kedua SK Bupati Sidoarjo tersebut?
4. Apakah Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd.,
mempunyai hak gugat dalam kasus di atas?
Dasar Hukum
1. Peraturan pemerintah no 53 tahun 2010 tentang disiplin pegawai negeri sipil
2. Undang Undang No.51 tahun 2009 tentang perubahan kedua atas undang
undang nomor 5 tahun 1986 tentang peradilan tata usaha negara
3. Undang Undang No. 32 tahun tentang pemerintahan daerah

4. Peraturan daerah kabupaten sidoarjo nomor 17 tahun 2006 tentang


pembentukan dan susunan organisasi sekretariat daerah dan sekretariat
dewan perwakilan rakyat daerah kabupaten sidoarjo
5. Surat kepala badan kepegawaian negara nomor K.26-30/v.100-2/99 tentang
kewenangan pejabat kepala daerah di bidang kepegawaian
Analisis
Ahmad Rusydianto, dan Dewi Astuti adalah orang yang berprofesi sebagai
Pegawai negeri sipil di kabupaten sidoarjo berdasarkan PP nomor 53 tahun
2010 pasal 1 ayat 2 yang berisi pegawai negeri sipil yang selanjutnya
disingkat PNS adalah PNS Pusat dan PNS Daerah ini membuktikan bahwa
ahmad dan dewi termasuk PNS daerah . Pada kampanye pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden tahun 2013 Ahmad Rusydianto, dan Dewi Astutik,
memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon Presiden dan Wakil
Presiden dengan cara sebagai peserta kampanye yang diadakan di GOR
Sidoarjo, Dalam kampanye tersebut Ahmad Rusydianto dan Dewi Astutik,
menggunakan seragam dinas dan pergi ke GOR Sidoarjo dengan menggunakan
mobil dinas masing-masing dalam hal tersebut kedua oang tersebut telah
melanggar Pp no 53 tahun 2010 pasal 4 ayat 12 huruf b dan d. dimana dalam Pp
no 53 tahun 2010 pasal 4 ayat 12 huruf b yang berisikan tentang setiap PNS
dilarang menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau
atribut PNS di sini membuktikan bahwa ahmad dan dewi telah terbukti
melanggar aturan . dia menjadi peserta kampanye dan menggunakan atribut
PNS tersebut untuk mendukung salah satu calon presiden dan wakil presiden
tahun 2013, padahal aturan tersebut sudah jelas bahwa setiap PNS dilarang
menjadi peserta kampanye. dalam Pp no 53 tahun 2010 pasal 4 ayat 12 huruf d
yang berisi tentang setiap PNS dilarang sebagai peserta kampanye dengan

menggunakan fasilitas negara dalam hal ini ahmad dan dewi terbukti
melanggar karena pada saat kampanye kedua orang tersebut menggunakan
mobil dinas masing-masing yang digunakan pada saat kampanye . Dalam
kampanye tersebut, Ahmad dan Dewi juga menerima uang sebesar Rp.
10.000.000,00 sebagai balasan atau ucapan terima kasih karena sudah
membantu persiapan-persiapan pelaksanaan kampanye . dalam hal tersebut
ahmad dan dewi ternyata ikut serta membantu dalam persiapan-persiapan
kampanye dalam Pp no 53 tahun 2010 pasal 4 ayat 12 huruf a berisikan setiap
PNS dilarang ikut serta sebagai pelaksana kampanye dalam hal ini terbukti
ahmad dan dewi telah melanggar aturan . di tambah lagi ahmad dan dewi
menerima uang sebesar Rp. 10.000.000,00 dalam Pp no 53 tahun 2010 pasal 4
ayat 8 berisikan tentang setiap PNS dilarang menerima hadiah atau suatu
pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan
dan/atau pekerjaannya . hal ini membuktikan bahwa ahmad dan dewi teah
melanggar aturan karena ahmad dan dewi menerima uang tersebut sebesar Rp.
10.000.000,00

dimana

uang

tersebut

sebagai

hadiah

yang di berikan kepada keduanya dari salah satu capresiden dan cawapres tahun
2013 .
Peraturan daerah kabupaten sidoarjo nomor 17 tahun 2006 pasal 18 ayat 1
berisikan tentang sekretaris daerah diangkat dan diberhentikan oleh gubernur
atas usul bupati sesuai peraturan perundang undangan dari pegawai negeri
sipil yang memenuhi syarat . ini menunjukan bahwa bupati tidak memiliki
wewenang untuk memberhentikan kedua orang tersebut karena yang
mempunyai wewenang adalah gubernur
Berdasarkan pasal 1 angka 9 UU No.51 Tahun 2009. Unsur-unsur KTUN
adalah

(1) Penetapannya tertulis .


Unsur tertulis tersebut dapat dibuktikan dengan bukti formal surat keputusan
bupati
(2) Dikeluarkan oleh badan atau pejabat Tata Usaha Negara
Berdasarkan Pasal 1 angka 8 UU No. 51 Tahun 2009 menentukan bahwa
Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara adalah badan atau pejabat yang
melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Bahwa bupati adalah Pejabat tata usha negara
(3) Berisi tindakan hukum dalam bidang tata usaha negara
Tindakan hukum merupakan tindakn yang ditujukan untuk menimbulkan
akibat hukum (rechtgevolg).
(4) Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
(5) Bersifat konkrit, individual, final
Konkret artinya objek yang diputuskan dalam keputusan TUN itu berwujud,
tidak abstrak, tertentu atau dapat ditentukan. SK Bupati berisi penetapan
hukum disiplin berupa pemecatan tidak dengan hormat.
Individual artinya tidak ditujukan untuk umum, tetapi individu tertentu baik
alamat maupun hal yang dituju. SK bupati tersebut untuk

Dr. Ahmad

Rusydianto, S.H., M.H., merupakan Sekertaris Daerah Kabupaten Sidoarjo


(EselonIIa), sedangkan DewiAstutik, S.Pd., M.Pd., merupakan Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sidoarjo (Eselon IIb).

Sedangkan final artinya sudah definitif dan karenanya dapat menimbulkan


akibat hukum. Keputusan yang masih memerlukan persetujuan instansi lain
belum bersifat final, karenanya belum menimbulkan hak dan kewajiban bagi
pihak yang bersangkutan.
Dalam hal menetapkan keputusan tersebut, Bupati tidak perlu meminta
persetujuan kepada Presiden Republik Indonesia sebagai atasan-nya.
Karenanya, langsung menimbulkan akibat hukum berupa pemecatan sebagai
PNS kepada Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd.,
M.Pd.,

(6) Serta menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata
Dari semua unsur diatas, SK No. 10/Bup/2014 dan SK No. 11/Bup/2014
yang dikeluarkan oleh bupati sidoarjo tersebut termasuk Keputusan Tata
Usaha Negara ( KTUN )
Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh Bupati Sidoarjo No. 10/Bup/2014
tentang Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atas nama Dr.
Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan SK No. 11/Bup/2014 tentang
Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS atas nama Dewi Astutik,
S.Pd., M.Pd., tidak sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku karena dalam UU No. 32 Tahun 2004 pasal 130 yang berisikan
tentang
(1) Pengangkatan , pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan
enselon II pada pemerintah daerah provinsi ditetapkan oleh gubernur
(2) Pengangkatan , pemindahan dan pemberhentian dari dan dalam jabatan
enselon II pada pemerintah daerah kabupaten/kota ditetapkan oleh
bupati/walikota setelah berkonsultasi kepada gubernur
Apakah PTUN berwenang untuk mengadili kedua SK Bupati Sidoarjo
tersebut?
PTUN berwenang untuk mengadili kedua SK Bupati Sidoarjo tersebut
karena terjadi kesalahan di KTUN . SK tersebut di keluarkan oleh
bupati . sebagaimana yang dikatakan pada undang undang nomor 51
tahun 2009 angka 8 bahwa badan atau pejabat tata usaha negara adalah
badan atau pejabat yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan
peraturan perundang undangan yang berlaku . dilihat dalam pasal
tersebut bahwa kasus ini urusan pemerintahan PTUN berwenang
mengadili kedua SK tersebut .

Apakah Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd.,
M.Pd., mempunyai hak gugat dalam kasus diatas?
Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik, S.Pd., M.Pd.,
mempunyai hak gugat dalam kasus tersebut. sebagaimana yang dikatakan
pada undang undang nomor 51 tahun 2009 angka 11 . bahwa gugatan
adalah permohonan yang berisi tuntutan terhadap badan atau pejabat tata
usaha negara dan diajukan ke pengadilan untuk mendapatkan putusan dan
keduanya bebas dari pemecatan .
Kesimpulan
1. Kesimpulan dari kasus tersebut adalah Surat yang di keluarkan oleh bupati
sidoarjo terhadap Dr. Ahmad Rusydianto, S.H., M.H., dan Dewi Astutik,
S.Pd., M.Pd., TIDAK SAH yang berhak memberhentikan kedua orang
tersebut adalah gubernur atau menteri dalam negeri. Surat kepala badan
kepegawaian negara penjabat kepala daerah tidak memiliki kewenangan
mengambil atau menetapkan keputusan yang memiliki akibat hukum ( civil
effect ) pada aspek kepegawaian untuk melakukan mutasi pegawai yang
berupa pengangkatan , pemindahan , dan pemberhentian dalam/dan jabatan
atau pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
pegawai negeri sipil . kecuali setelah mendapat persetujuan tertulis dari
menteri dalam negeri .
Soal 2
Fakta Hukum:
Seorang PNS bernama Ahmad Zuhairy mempunyai jabatan struktural Sekertaris
Daerah Provinsi Jawa Timur. Pada tanggal 7 April, Ahmad Zuhairy menerima

gratifikasi dari seorang pengusaha sebesar Rp. 1.000.000.000,-. Dengan dasar


tersebut, Ahmad Zuhairy dijatuhi hukuman disiplin berat berupa pemecatan tidak
dengan hormat oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan Nomor SK
002/Ment/10/2014. Sebelum SK tersebut ditetapkan, Ahmad Zuhairy diberikan
kesempatan untuk membela diri di hadapan Tim Pemeriksa.

Isu Hukum:
1. Apakah Keputusan Menteri Dalam Negeri tersebut KTUN?
kepegawaian sebagai akibat pelanggaran terhadap peraturan disiplin pegawai
negeri sipil diselesaikan melalui upaya banding administratif kepada badan
pertimbangan kepegawaian (pasal 35 ayat 2 UU No. 43 tahun 1999 tentang
pokok-pokok kepegawaian) banding administratif disini dapat diartikan
sebagai penjualan keberatan atas suatu hukuman disiplin yang diajukan melalui
saluran hirarki .
2. Apakah KTUN tersebut sah menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku?
pasal 1 butir 9 UU No.51 tahun 2009, tentang perubahan atas UU No.5 tahun
1986 bahwa keputusan TUN adalah suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan
oleh badan atau pejabat TUN yang berisi tindakan hokum TUN yang
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan bersifat konkrit,
individual dan final yang menimbulakan akibat hokum bagi seseorang atau
badan hokum perdata. Beschikking merupakan perbuatan hukumadministratif,
karena bentuknya suatu keputusan tertulis dengan syarat terdapat badan atau
pejabat mana yang mengeluarkan, isi dari keputusan tersebut jelas apa maksud

dan tujuannya, jelas alamat yang dituju, dapat menimbulkan suatu akibat
hokum. berdasarkan hal tersebut, maka ciri-ciri suatu beschikking (penetapan
tertulis) adalah bersifat hokum public, bersifat sepihak dan bersifat konkrit ,
individual dan final.
3. Apakah Ahmad Zuhairy dapat mengajukan gugatan ke PTUN?
Upaya keberatan di bidang kepegawaian diatur dalam peraturan pemerintah (PP)
53 tahun 2010 tentang peraturan Disiplin pegawai negeri sipil . Beberapa
pengertian yang perlu ditegaskan dalam peraturan pemerintah ini yaitu mengenai
upaya administrative, keberatan dan banding administratif. Upaya administrative
adalah prosedur yang dapat ditempuh oleh pegawai negeri sipil yang tidak puas
terhadap hukuman disiplin yang dijatuhkan kepadanya berupa keberatan atau
banding administrative (pasal 6).Keberatan sendiri merupakan adalah upaya
administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman
disiplin yang dijatuhkan oleh pejabat yang berwenang menghukum kepada atasan
pejabat yang berwenang menghukum (pasal 7).Banding administratif adalah upaya
administratif yang dapat ditempuh oleh PNS yang tidak puas terhadap hukuman
disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri atau
pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS yang dijatuhkan oleh pejabat
yang berwenang menghukum, kepada Badan Pertimbangan kepegawaian (pasal 8).
Penyelesaian sengketa kepegawaian sebelum diajukan ke PTUN, terlebih dahulu
diajukan banding administrasi (pasal 7 ayat (4) huruf c dan d). Banding
administrasi dibidang kepegawaian (BAPEK), PNS yang dapat mengajukan adalah
PNS yang berpangkat pembina golongan ruang IV/a kebawah yang dijatuhi
hukuman disiplin berupa pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan
sendiri

sebagai

PNS

atau

pemberhentian

tidak

hormat

sebagai

PNS.

PNS yang dijatuhi hukuman disiplin oleh pimpinan atau pejabat pembina

kepegawaian baik ditingkat pusat maupun daerah berupa pemberhentian, dapat


mengajukan keberatan ke BAPEK, sesuai dengan prosedur yang ditentukan.
Pengajuan keberatan itu diajukan kepada pejabat yang berwewenang menghukum,
harus disertai alasan, tanggapan dan data-data yang lain yang diperlukan serta
dalam tenggang waktu yang ditentukan yaitu 14 hari terhitung mulai tanggal
menerima SK hukuman disiplin. Keberatan tersebut mengikat serta wajib
dilaksanakan oleh semua pihak yang bersangkutan, baik oleh PNS yang
mengajukan keberatan ataupunpejabat yang berwenang menghukum. Ketentuan
yang diatur baik dalam pengaturan disiplin maupun BAPEK. Hal yang perlu
dicermati disini, bahwa pada saat PNS diberi hukuman disiplin tentang
pemberhentian, maka proses penyelesaian sengketa dianggap selesai setelah
diselesaikan melalui BAPEK. Hal ini tentu saja bertentangan dengan asas
kepastian hukum, karena tersirat tidak ada upaya pembelaan diri dari PNS yang
bersangkutan. Undang-undang kepegawaian maupun PP tentang disiplin PNS,
belum mengatur secara tuntas tentang penyelesaian sengketa kepegawaian melelui
upaya keberatan pada tahap banding administrasi, sehingga setiap permasalahan
belum dapat diselesaiakan dengan tu tas. Upaya keberatan melalui banding
administrasi dapat mengadop[si ketentuan pada UUNo.5 Tahun 1986 jo
UU No.51 tahun 2009 tentang PTUN sebagai berikut. Pertama, pasal 48 ayat 1
undang-undang nomer 5 tahun 1986 tentang peredilan tat usaha negara mengatur
bahwa dalam hal suatu badan hukum atau pejabat tata uasaha negara diberi
wewenang atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan
tata usaha negara tertentu, maka sengketa tata usaha negara tersebut harus
diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia, sedangakan ayat 2
mengatur bahwa pengadilan baru berwenang memeriksa, memutus, dan
menyelesaikan sengketa tata usaha negara tersebut. Kedua, pasal 51 yang mengatur
bahwa pengadilan tinggi tata uasaha negara bertugas dan berwenang memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan di tingkat pertama sengketa tata usaha negara


sebagaimana yang dimaksud dala pasal 48. Keberatan terhadap hukuman disiplin
pengajuan keberatan itu terbatas sampai pada atasan pejabat yang berwenang. Hal
ini logis, karena tidak merunbah status kepegawaian diberhentikan baik dengan
hormat

maupun

tidak

dengan

hormat,

karena

membawa

dampak

di

bidang kepegawaian.Surat edaran mahkamah agung nomor 2 tahun 1991


memberikan petunjuk kepada badan peradilan tata usaha Negara dalam
menyelesaikan sengketa tata usaha Negara yang terdapat upaya administratif, yaitu
bahwa apabila dalam peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar
dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara yang mengakibatkan terjadinya
sengketa, tata usaha Negara, maka upaya administratif yang tersedia adalah
keberatan dan penyelesaian selanjutnya adalah dengan mengajukan gugatan ke
PTUN.
Apabila peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar dikeluarkannya KTUN
yang mengakibatkan terjadinya sengketa tata usaha Negara, upaya administratif
yang tersedia adalah banding administratif saja atau keberatan dan banding
administratif, maka penyelesaian selanjutnya adalah dengan mengajukan gugatan
ke pengadilan Tinggi tata usaha Negara (PT-TUN). Ada beberapa perbedaan antara
penyelesaian melalui upaya administratif dengan melalui peradilan Tata usaha
Negara. Pertama, dalam penyelesaian sengketa melalui upaya administratif
,pemeriksaan yang dilakukan sifatnya menyeluruh, baik dari segi hokum maupun
kebijaksanaannya. Sedangkan pemeriksaan yang dilakukan oleh peradilan tata
usaha Negara sifatnya tidak menyeluruh, tetapi hanya terbatas dari segi hukumnya.
Kedua, badan atau pejabat atau instansi yang memeriksa upaya administratif dapat
mengganti, mengubah atau meniadakan atau dapat memerintahkan untuk menganti
atau merubah atau meniadakan keputusan yang menjadi objek sengketa, sedangkan
peradilan tata usaha Negara tidak dapat mengganti, mengubah atau meniadakan

atau dapat memerintahkan untuk mengganti atau meniadakan keputusan yang


menjadi objek sengketa. Namun hanya dapat menjatuhkan putusan bahwa
keputusan tata usaha Negara yang menjadi objek sengketa tersebut tidak sahatau
batal.ketiga, pada waktu badan atau pejabat atau instansi yang memeriksa upaya
administratif

menjatuhkan

putusan

terhadap

sengketa

tersebut

dapat

memperhatiakan perubahan yang terjadi sesudah dikeluarkannya keputusan tata


usaha Negara yang mengakibatkan terjadinya sengketa tersebut. Penyelesaian oleh
peradilan tata usaha Negara hanya memperhatikan keadaan yang terjadi pada
waktu dikeluarkannya keputusan tata usaha negara yang menjadi objek sengketa.
Pada saat akan mengajukan gugatan sengketa kepegawaian kepegawaian ke
peradilan tata usaha Negara (baik PTUN maupun PTTUN) adalah hal-hal yang
perlu diperhatikan : tenggang waktu mengajukan gugatan. Di dalam sengketa tata
usaha Negara tenggang waktu mengajukan gugatan ditentukan secara limitative.
Adapun tenggang waktu yang dimaksud adalaha 90 hari sejak diterimanya atau
diumumkannya keputusan tata usaha Negara yang menjadi objek sengketa. Dengan
demikian, diambil kesimpulan bahwa tenggang waktu gugatan yang disediakan
apabila tidak puas terhadap keputusan upaya administratif, maka dihitung sejak
saat diterimanya keputusan dari pejabat atasan atau instansi atasan atau instansi
lain yang berwenang (jika upaya administatif hanya berupa banding administratif
saja atau berupa keberatan dan banding administratif). Gugatan harus ditujukan
kepada

pengadilan

yang

berwenang.

Pengajuan gugatan harus dilakukan secara tertulis dan ditujukan kepada pengadilan
yang berwenang. Gugatan diajukan kepada pengadilan tempat kedudukan tergugat
(pasal 54 Undang-undang No. 5 tahun 1986). Apabila tergugat lebih dari satu
daerah hokum, maka gugatan diajukan kepada pengadilan tempat salah satu
tergugat. Dalam hal tergugat tidak berada dalam daerah hukum pengadilan tempat
kediaman penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada pengadilan yang

bersangkutan. Tuntutan terhadap surat keputusan tata usaha Negara yang


menimbulkan terjadinya sengketa kepegawaian dapat berupa permohonan kepada
pengadilan untuk menyatakan keputusan tersebut tidak sah atau batal dan dapat
disertai dengan tuntutan ganti kerugian dan atau rehabilitas, apabila putusan
PTTUN masih tidak memberikan kepuasan kepada kepuasan kepada PNS yang
bersangkutan, maka dalam jangka waktu paling lambat empat belas hari dapat
mengajukan

kasasi

kepada

mahkamah

agung.

Proses tersebut didalam ilmu hokum disebut peradilan semu. dikatakan sebagai
peradilan, karena memenuhi unsur-unsur layaknya suatu badan pihak-pihak yang
bersengketa, adanya pihak-pihak yang bersengketa, adanya pejabat yang
berwenang menyelesaikan sengketa dan adanya sanksi. Namun dikatakan semu
karena proses peradilan tersebut dilaksanakan didalam internal lingkungan
pemerintahan tetapi tata caranya sama dengan suatu badan peradilan, kegiatan
peradilan dilakukan oleh suatu badan atau komisi atau dewan atau panitia, dan
bukan dilaksanakan oleh lembaga peradilan independen diluar lingkungan
pemerintahan. Berdasarkan penjabaran ditas, dapat diketahui bahwa upaya
keberatan melalui banding administrasi, dilakukan melalui badan pertimbangan
kepegawaian (BAPEK). Hal tersebut dapat digambarkan pada bagan berikut ini :
sengketa kepegawaian golongan IVA ke bawah berdasarkan PP 53 tahun 2010.
Keterangan Bagan : Pejabat yang berwenang mengeluarkan KTUN tentang
hukuman disiplin berat kepada pegawai negeri sipil gol ruang IV a ke bawah.
pegawai negeri sipil yang dijatuhi hukuman disiplin, berat paling lam 14 hari sejak
KTUN tersebut diterima diberikan kesempatan untuk mengajukan keberatan secara
tertulis kepada BAPEK dengan disertai alas an keberatan. BAPEK sebagai
peradilan tingkat I dan sebagai lembaga banding administrasi pejabat yang
berwenang memutuskan atas keberatan yang diajukan, apabila BAPEK dalam

waktu 90 hari tidak ada keputusan dari BAPEK, maka dapat mengajukan ke
PTTUN.

Dasar Hukum:
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai
Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil Dalam Jabatan Struktural.
Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan, dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Hukuman Disiplin
Pegawai Negeri Sipil

Kesimpulan:
1. Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberhentian Tidak dengan
Hormat sebagai PNS atas nama Ahmad Zuhairy termasuk KTUN sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 UU No. 51 Tahun 2009 dan tidak termasuk
KTUN yang dikecualikan sebagaimana dimaksud pada Pasal 2, Pasal 48 dan
Pasal 49 UU No. 51 Tahun 2009.
2. Keputusan Menteri Keputusan Menteri Dalam Negeri tentang Pemberhentian
Tidak dengan Hormat sebagai PNS atas nama Ahmad Zuhairy adalah

keputusan tidak sah, karena berdasarkan Pasal 16 PP No. 53 Tahun 2010


Menteri Dalam Negeri tidak berwenang untuk menetapkan hukum disiplin
berat berupa pemecatan tidak dengan hormat sebagai PNS sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7 ayat (4) huruf e PP No. 53 Tahun 2010.

Anda mungkin juga menyukai