Anda di halaman 1dari 44

Makalah

Aliran- Aliran Ilmu Kalam


(untuk memenuhi tugas Akidah Akhlak)
Guru Akidah Akhlak:
Ani Hafni Zahra Fadhilah Laila

Disusun Oleh:
Kelompok . . . .
MAN Darussalam
Kab. Ciamis

Kata Pengantar

Assalamu,alaikum wr. wb.


Puji dan syukur senantiasa kami panjatkan ke hadirat Illahi
Rabbi, atas rahmat dan karunia-Nyalah kami diberi kemampuan
untuk dapat menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini dibuat untuk menambah ilmu dan wawasan,
khususnya bagi kami selaku penyusun, serta bagi para
pembacanya. Makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas
pada mata pelajaran Akidah Akhlak berkenaan dengan aliranaliran ilmu kalam.
Pada proses pebuatan makalah ini, kami berusaha untuk
melakukan yang terbaik. Semoga makalah ini dapat memenuhi
apa yang Ibu Guru harapkan dan dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Akhir kata, kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan, karena itu, kritik dan saran senantiasa kami
nantikan
Wassalamu,alaikum wr. wb.

Aliran- Aliran Ilmu Kalam


1. Aliran Khawarij
a. Pengertian
Khawarij berasal dari kata kharaja, dan secara bahasa
berarti orang-orang yang telah keluar. Kata ini dipergunakan
oleh kalangan Islam untuk menyebut sekelompok orang yang
keluar dari barisan Ali ibn Abi Thalib r.a. karena kekecewaan
mereka terhadap sikapnya yang telah menerima tawaran tahkim
(arbitrase) dari kelompok Muawiyyah yang dikomandoi oleh Amr
ibn Ash dalam Perang Shiffin ( 37H / 657 ).
b. Sejarah Kelahiran Aliran Khawarij
Khawarij lahir dari tubuh militer pimpinan Ali ra. sendiri.
Pada saat kondisi politik yang makin tidak terkendali dan dirasa
sulit untuk mereda dengan prinsip masing-masing. Maka kubu
Muawiyah ra. yang merasa akan dikalahkan dalam perang shiffin
menawarkan untuk mengakhiri perang saudara itu dengan
Tahkim dibawah Al-Quran.
Semula Ali ra. Tidak menyetujui tawaran ini, dengan prinsip
bahwa kakuatan hukum kekhilafahannya sudah jelas dan tidak
dapat dipungkiri. Namun sebagian kecil dari kelompok militer
pimpinannya memaksa Ali ra. menerima ajakan kubu Muawiyah
ra. Kelompok ini terbukti dapat mempengaruhi pendirian Ali ra.
Bahkan saat keputusan yang diambil Ali ra. untuk mengutus
Abdullah bin Abbas ra. menghadapi utusan kubu lawannya Amar
bin al-Ash dalam tahkim, Ali ra. malah mengalah pada nama Abu
Musa al-Asyary yang diajukan kelompok itu menggantikan
Abdullah bin Abbas ra.

Anehnya, kelompok ini yang sebelumnya memaksa Ali ra.


untuk menyetujui tawaran kubu Muawiyah ra. untuk mengakhiri
perseteruannya dengan jalan Tahkim. Pada akhirnya setelah
Tahkim

berlalu

dengan

hasil

pengangkatan

Muawiyah

ra.

sebagai khilafah menggantikan Ali ra. Mereka kemudian menilai


dengan sepihak bahwa genjatan senjata dengan cara Tahkim
tidak dapat dibenarkan dan illegal dalam hukum Islam.
Artinya menurut mereka, semua kelompok bahkan setiap
individu yang telah mengikuti proses itu telah melanggar
ketentuan syara, karena telah melanggar prinsip dasar bahwa
setiap keputusan berada pada kekuasaan Allah swt. (l hukma
illa lillh). (Abu Zahrah: 60)
Dan sesuai dengan pokok-pokok pemikiran mereka bahwa
setiap yang berdosa maka ia telah kafir, maka mereka menilai
bahwa setiap individu yang telah melanggar prinsip tersebut
telah kafir, termasuk Ali ra. Sehingga mereka memaksanya untuk
bertobat atas dosanya itu sebagaimana mereka telah bertobat
karena ikut andil dalam proses Tahkim. (Abu Zahrah: 60)
Mereka dikenal sebagai kelompok paling keras memegang
teguh prinsipnya. Inilah yang sebenarnya menjadi penyabab
utama lahirnya kelompok ini (Syalabi: 333). Khawarij adalah
kelompok yang didalamnya dibentuk oleh mayoritas orang-orang
Arab

pedalaman

(arbu

al-bdiyah).

Mereka

cenderung

primitive, tradisional dan kebanyakan dari golongan ekonomi


rendah, namun keadaan ekonomi yang dibawah standar tidak
mendorong mereka untuk meningkatkan pendapatan. Ada sifat
lain yang sangat kontradiksi dengan sifat sebelumnya, yaitu
kesederhanaan dan keikhlasan dalam memperjuangkan prinsip
dasar kelompoknya.
Walaupun

keikhlasan

itu

ditutupi

keberpihakan

dan

fanatisme buta. Dengan komposisi seperti itu, kelompok ini


cenderung sempit wawasan dan keras pendirian. Prinsip dasar

bahwa tidak ada hukum, kecuali hukum Tuhan mereka tafsirkan


secara dzohir saja. (Abu Zahrah: 63)
Bukan hanya itu, sebenarnya ada kepentingan lain yang
mendorong dualisme sifat dari kelompok ini. Yaitu; kecemburuan
atas

kepemimpinan

golongan

Quraisy.

Dan

pada

saatnya

kemudian Khawarij memilih Abdullh bin Wahab ar-Rsiby yang


diluar golongan Quraisy sebagai khalifah. Bahkan al-Yazidiyah
salah satu sekte dalam Khawarij, menyatakan bahwa Allah
sebenarnya juga mengutus seorang Nabi dari golongan Ajam
(diluar golongan Arab) yang kemudian menghapus Syariat Nabi
Muhammad SAW. (Abu Zahrah: 63-64).
Nama khawarij diberikan pada kelompok ini karena mereka
dengan sengaja keluar dari barisan Ali ra. dan tidak mendukung
barisan Muawiyah ra. namun dari mereka menganggap bahwa
nama itu berasal dari kata dasar kharaja yang terdapat pada QS:
4, 100. yang merujuk pada seseorang yang keluar dari rumahnya
untuk hijrah di jalan Allah dan Rasul-Nya (Nasution: 13).
Selanjutnya mereka juga menyebut kelompoknya sebagai Syurah
yang berasal dari kata Yasyri (menjual), sebagaimana disebutkan
dalam QS: 2, 207. tentang seseorang yang menjual dirinya untuk
mendapatkan ridlo Allah (Nasution: 13, Syalabi: 309). Selain itu
mereka juga disebut Haruriyah yang merujuk pada Harurah
sebuah tempat di pinggiran sungai Furat dekat kota Riqqah.
Ditempat ini mereka memisahkan diri dari barisan pasukan Ali ra.
saat pulang dari perang Syiffin.
Kelompok

ini

juga

dikenal

sebagai

kelompok

Muhakkimah. Sebagai kelompok dengan prinsip dasar l


hukma illa lillh. (Syalabi: 309).
c. Doktrin Ajaran Khawarij
Doktrin- doktrin ajaran khawarij diantaranya adalah:
Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh
seluruh umat muslim

Khalifah tidak harus dari keturunan Arab, sehingga


setiap

muslim

yang

memenuhi

syarat

berhak

menjadi khalifah
Khalifah dapat dipilih secara permanen selama yang
bersangkutan bersikap adil dan menjalankan syariat

Islam
Khalifah sebeum Ali adalah sah, tapi setelah paruh
kedua

pemerintahan

Utsman

dianggap

telah

menyeleweng, begitu juga Ali setelah menerima

tahkim atau arbitrase


Muawiyah, Amru bin Ash, Abu Musa A-Asyari serta
pasukan

jamal

yang

melawan

Ali

dianggap

menyeleweng dan kafir


Seseorang yang berdosa besar

Muslim
Setiap Muslim berhijrah dan bergabung dengan

tidak lagi disebut

mereka, jika tidak, mereka harus diperangi karena

berada di darul harb (daerah peperangan)


Seseorang harus wajib taat pada khalifah selama
berada pada jalan keadilan dan kebaikan, sebaliknya
wajib menghindar dan memeramgi pemimpin yang

menyeleweng
Adanya waad dan waid (orang yang baik harus

masuk surga dan yang jahat harus masuk neraka)


Kewajiban melakukan amar makruf nahi munkar
Menolak penggunaan takwil dalam memahami ayat-

ayat mutasyabihat
Al- Quran adalah makhluk
Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan

dari Tuhan
d. Sifat- Sifat Khawarij
1. Mencela dan Menyesatkan
Orang-orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat
Muslim lain, bahkan Rasul saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian
ghanimah. Kalau terhadap Rasul sebagai pemimpin umat berani berkata sekasar

itu, apalagi terhadap Muslim yang lainnya, tentu dengan mudahnya mereka
menganggap kafir. Mereka mengkafirkan Ali, Muawiyah, dan sahabat yang lain.
Fenomena ini sekarang banyak bermunculan. Efek dari mudahnya mereka saling
mengkafirkan adalah kelompok mereka mudah pecah disebabkan kesalahan kecil
yang mereka perbuat.
2. Buruk Sangka
Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang-orang Khawarij adalah
kaum yang paling mudah berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada
Rasulullah saw. bahwa beliau tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan
menuduh Rasulullah saw. tidak mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar
menanyakan cara dan tujuan Rasulullah saw. melebihkan pembesar-pembesar
dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka
dakwah dan taliful qulub. Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan
menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.
3. Berlebih-lebihan dalam ibadah
Ini dibuktikan oleh kesaksian Ibnu Abbas. Mereka adalah orang yang
sangat sederhana, pakaian mereka sampai terlihat serat-seratnya karena cuma satu
dan sering dicuci, muka mereka pucat karena jarang tidur malam, jidat mereka
hitam karena lama dalam sujud, tangan dan kaki mereka kapalan. Mereka
disebut quro karena bacaan Al-Qurannya bagus dan lama. Bahkan Rasulullah
saw. sendiri membandingkan ibadah orang-orang Khawarij dengan sahabat yang
lainnya, termasuk Umar bin Khattab, masih tidak ada apa-apanya, apalagi kalau
dibandingkan dengan kita. Ini menunjukkan betapa sangat berlebih-lebihannya
ibadah mereka. Karena itu mereka menganggap ibadah kaum yang lain belum ada
apa-apanya.
4. Keras terhadap sesama Muslim dan memudahkan yang lainnya
Hadits Rasulullah saw. menyebutkan bahwa mereka mudah membunuh
orang Islam, tetapi membiarkan penyembah berhala. Ibnu Abdil Bar
meriwayatkan, Ketika Abdullah bin Habbab bin Al-Art berjalan dengan isterinya
bertemu dengan orang Khawarij dan mereka meminta kepada Abdullah untuk
menyampaikan hadits-hadits yang didengar dari Rasulullah saw., kemudian
Abdullah menyampaikan hadits tentang terjadinya fitnah,

Yang duduk pada waktu itu lebih baik dari yang berdiri, yang berdiri
lebih baik dari yang berjalan.
Mereka bertanya, Apakah Anda mendengar ini dari Rasulullah? Ya,
jawab Abdullah. Maka serta-merta mereka langsung memenggal Abdullah. Dan
isterinya dibunuh dengan mengeluarkan janin dari perutnya.
Di sisi lain tatkala mereka di kebun kurma dan ada satu biji kurma yang
jatuh kemudian salah seorang dari mereka memakannya, tetapi setelah yang lain
mengingatkan bahwa kurma itu bukan miliknya, langsung saja orang itu
memuntahkan kurma yang dimakannya. Dan ketika mereka di Kuffah melihat
babi langsung mereka bunuh, tapi setelah diingatkan bahwa babi itu milik orang
kafir ahli dzimmah, langsung saja yang membunuh babi tadi mencari orang yang
mempunyai babi tersebut, meminta maaf dan membayar tebusan.
5. Sedikit pengalamannya
Hal ini digambarkan dalam hadits bahwa orang-orang Khawarij umurnya
masih muda-muda yang hanya mempunyai bekal semangat.
6. Sedikit pemahamannya
Disebutkan dalam hadits dengan sebutan Sufahaa-ul ahlaam (orang
bodoh), berdakwah pada manusia untuk mengamalkan Al-Quran dan kembali
padanya, tetapi mereka sendiri tidak mengamalkannya dan tidak memahaminya.
Merasa bahwa Al-Quran akan menolongnya di akhirat, padahal sebaliknya akan
membahayakannya.

Aliran Murji'ah

Kehidupan memang tidak luput dari setiap permasalahan. Dalam Islam


sendiri mulai sejak dahulu di zaman Rasulullah sampai sekarang memiliki
permasalahan. Setelah wafatnya Rasulullah mulai timbul banyaknya pergejolakan
yang timbul dalam kalangan umat. Setiap Pemerintah atau Khalifah yang berkuasa
berusaha untuk meminimalisir dari pemberontakan tersebut.

Dari gejolak yang timbul dari umat menimbulkan berbagai firqoh (kaum)
dalam kalangan umat Islam sendiri. Seperti kaum Syiah, kaum Khawarij, kaum
Mutazilah, kaum Qadariyah, kaum Jabariyah, dan kaum Murjiah. Dari hal ini
membuat umat sendiri menjadi terpecah belah dalam pemikiran tentang Islam.
Sehaingga hal inilah yang memicu timbulnya dari Teologi Islam.
Dalam konteks historis lahirnya Murjiah pada akhir abad pertama Hijrah
pada saat Ibukota kerajaan Islam dari Madinah pindah ke Kuffah kemudian
pindah lagi ke Damaskus. Ini dipicunya adanya pergejolakan yang timbul dalam
politik imamah atau khilafat pada masa kekhalifahan Utsman bin Affan yang
kemudian berkelanjutan pada masa khalifah Ali bin Abi Thalib. Sehingga pada
tragedi terbunuhnya khalifah Utsman bin Affan yang dilakukan oleh Abdullah bin
Salam menjadi pembuka yang dinyatakan kaum Muslimin membuka bencana
baginya yang tidak akan tetutup sampai hari Kiamat.1[1]
Setiap Aliran yang lahir memiliki pemikiran tersendiri dalam berperndapat
yang mana menjadi pegangan tersendiri dalam mengambil suatu keputusan dan
tindakan, baik itu dari kaum Syiah sampai kepada kaum Murjiah. Dalam
kesempatan ini kami mencoba menjabarkan tentang Aliran dari Murjiah yang
merupakan aliran yang ada dalam salah satu aliran dari aliran-aliran yang lahir
sejak masa para sahabat Rasulullah.

a. Pengertian murjiah
KataMurjiah berasal dari kata arjaa atau arja yang mempunyai
beberap pengertian diantaranya:
Penundaan,Mengembalikanumpamanya bagi orang yang sudah mukmin.
Tapi berbuat dosa besar sehinggga matinya belum bertaubat, orang itu hukumanya
di Tunda, dikembalikan Urusanya kepada Allah kelak.
Memberi pengharapan. Yakni bagi orang Islam yang melakukan dosa besar
tidak dihukum kafir melainkan tetap mukmin dan masih ada harapan untuk
memperoleh pengampunan dari Allah.
1

Menyerahkanmaksudnya menyerahkan segala persoalah tentang siapa yang


benar dan siapa yang salah hanya kepada keputusan Allah kelak.
Dari beberapa pengertian diatas bisa kita menyimpulkan tentang
pengertian dari Murjiah. Adapun yang di maksud kaum Murjiah di sini ialah
suatu golongan atau kaum orang-orang yang tidak mau ikut terlibat dalam
mengkafirkan tehadap sesama umat Islam seperti dilakukan kaum Khawarij yang
mengatakan bahwa semua yang terlibat dalam tahkim adalah kafir, dan
mengatakan bahwa orang Islam yang berdosa besar juga kafir. Bagi mereka, soal
kafir atau tidaknya orang-orang yang terlibat dalam tahkim dan orang Islam yang
berdosa besar, kita tidak tahu dan tidak dapat menentukan sekarang. Mereka
mempunyai pandangan lebih baik menangguhkan penyelesain persoalan tersebut
dan menyerahkanya kepada keputusan Allah di hari kemudian yakni pada hari
perhitungan

sesudah

hari

Kiamat

nanti.

Karena

mereka

berpendirian

menangguhkan atau menunda persoalan tersebut, mereka kemudian disebut kaum


Murjiah.2[2]
b.

Latar belakang Sejarah berdirinya Kaum Murjiah.

Golongan Murjiah ini mula-mula timbul di Damaskus, pada akhir abad


pertama hijrah. Dinamakan Murjiah karena golongan ini menunda atau
mengembalikan tentang hukum orang mukmin yang berdosa besar dan belum
bertobat sampai matinya, orang itu belum dapat dihukumi sekarang. Ketentuan
persoalannya ditunda atau dikembalikan terserah kepada Allah di hari akhir nanti.
Lahirnya aliran Murjiah disebabkan oleh kemelut politik setelah
meninggalnya Khalifah Utsman bin Affan, yang di ikuti oleh kerusuhan dan
pertumpahan darah. Kemelut polotik itu berlanjut dengan terbunuhnya Khalifah
Ali yang diikuti pula kerusuhan dan pertumpahan darah. Di saat-saat demikian,
lahirlah aliran Syiah dan aliran Khawarij. Syiah menentang Bani Umayah karena
membela Ali dan Bani Umayyah dianggap sebagai penghianat, mengambil alih
kekuasaan dengan cara penipuan.3[3]

2
3

Di antara Syiah dan Khawarij di satu pihak dan Bani Umayyah di pihak
lain yang saling bermusuhan dan menumpahkan darah itu, tampillah segolongan
yang di sebut Murjiah.
Seperti halnya lahirnya aliran Khawarij, demikian juga halnya munculnya
aliran Murjiah adalah dengan latar belakang politik. Sewaktu pusat pemerintahan
Islam pindah ke Damaskus. Maka mulai kurang taatnya beragama kalangan
penguasa Bani Umauyyah, berbeda dengan Khulafur-Rasyidin. Tingkah laku
pengusa tampak semakin kejam. Sementara ummat Islam bersikap diam saja.
Timbul persoalan: Bolehkah ummat Islam berdiam saja dan wajibkah kepada
khalifah yang dianggapnyazalim?.
Orang-orang murjiah berpendapat bahwa seorang muslim boleh saja shalat
di belakang seorang yang sholeh ataupun di belakang orang fasiq. Sebab penilaian
baik dan buruk itu terserah kepada Allah. Soal ini mereka tangguhkan dan karena
itu pulalah mereka dinamakan golongan Murjiah yang yang berarti melambatkan
atau menagguhkan tentang balasan Allah sampai nanti.
Dipandang dari sisi politik, pendapat golongan Murjiah memang
menguntungkan penguasa Bani Umayyah. Sebab dengan demikian berarti
membendung kemungkinan terjadinya pemberontakan terhadap Bani Umayyah
sekalipun khalifah dan pembantu-pembantunya itu kejam, toh mereka itu muslim
juga. Pendapat ini berbeda dengan pendirian golongan khawarij yang mengatakan
bahwa berbuat zalim, berdosa besar itu adalah kafir.
3.

Aliran dalam Kaum Murjiah dan tokoh-tokohnya


Al Bagdhadi membagi aliran Murjiah kepada tiga golongan besar, yaitu:

Murjiah dalam pengaruh faham Qadariah dengan pendukung-pendukungnya:

Ghailan

Abi Syamar

Muhammad bin Syahib al Basri


Mereka ini menganut paham kehendak bebas yang dikaitkan ketentuan-

ketentuan efektif Tuhan terhadap setiap kejadian.


Murjiah dalam pengaruh faham Jabariah dengan pendukung-pendukungnya:

Jaham bin Safwan

Yaitu yang menganut paham bahwa iman dan kufur adalah terletak di hati
dan bukan terletak pada perbuatan manusia. Oleh karena itu, orang yang
menyembah berhala dan matahari dianggap tetap beriman.4[4]
Murjiah yang tidak dalam pengaruh faham Jabariah atau Qadariah dan mereka
ini terbagi dalam lima golongan:

Yunusiah

Ghassaniah

Tsaubaniah

Thumaniah

Marisiah

Tokoh-tokoh Murjiah, di samping yang telah di sebutkan dalam pimpinan


golongan-golongan di atas, dikenal pula:

Hasan bin Muhammad bin Ali bin Abi Thalib


Said bin Zubair (seorang wara dan zuhud termasuk tabiin)

4.

Abu Hanifah (Imam Mazhab)

Abu Yusuf

Muhammad bin Hasan

Dan lain-lain dari ahli Hadis.5[5]

Pemikiran Teologi Kaum Murjiah


Kaum Murjiah dilihat dari sisi pemikiran teologi mereka dapat di
beradakan dalam dua golongan6[6], yang mana dua golongan ini sangat jauh
berbeda dari satu dengan yang lainya, yaitu:

Golongan Moderat
Ialah golongan yang berpendapat bahwa orang Islam yang berdosa besar

tidak Kafir dan ia tidak akan kekal di dalam neraka, akan tetapi di sikasa di dalam
4
5
6

neraka sesuai dengan besarnya dosa yang pernah ia lakukan, dan kemudian
setelah menjalani siksaan ia akan keluar dari neraka. Dan bisa saja jika dosanya di
ampuni Tuhan, maka ia sama sekali tidak masuk neraka.

Golongan Ekstrim.

Ialah golongan yang berpendapat iman ialah keyakinan di dalam Hati.


Apabila seseorang di hatinya telah meyakini tidak ada tuhan selain Allah dan Nabi
Muhammad rasul Allah, meskipun ia meyatakan kekafiran dengan lidah,
menyembah berhala, mengikuti agama Yahudi, dan Nasrani, memuja salib,
mengakui trinitas, kemudian mati, orang seperti ini tetap mukmin yang sempurna
imannya di sisi Allah dan ia termasuk golongan Ahli Surga.
Selanjutnya golongan Murjiah Ekstrim terpecah kepada beberapa
golongan, antara lain:
a)

Al Jahmiyah
Adalah para pengikut Jahm bin Shafwan. Dan golongan ini berpendapat

bahwa orang Islam yang percaya kepada Tuhan dan kemudian menyatakan
kekufuran secara lisan ia tidak menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya di
dalam hati, bukan pada bahagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang seperti
ini juga tidak menjadi kafir, walaupun ia menyembah berhala, menjalankan
ajaran-ajaran agama Yahudi atau agama Kristen dengan menyembah salib,
menyatakan percaya pada trinitas, kemudian mati. Orang demikian bagi Allah
tetap merupakan seorang mukmin yang sempurna imannya.7[7]
b)

Al Shalihiyah
Adalah para pengikut Abu al Hasan Shalih Ibnu Amar Al Shalih.
Golongan ini berpendapat, iman ialah mengenal Tuhan dan kufr ialah tidak
mengenal Tuhan. Menurut golongan ini, sembahyang tidaklah merupakan ibadah
kepada Allah, karena yang di sebut ibadah ialah iman kepada-Nya, dalam arti
mengenal Tuhan. Lebih dari itu golongan ini berpendapat bahwa sembahyang,
zakat, puasa, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak merupakan
ibadah kepada Allah. Yang di sebut ibadah hanyalah iman. Iman tidak bertambah
dan tidak berkurang.
c)
7

Al Yunusiyah

Adalah pengikut Yunus Ibnu Aun Al Numairi. Menurut golongan ini iman
ialah mengenal Allah, hati tunduk pada-Nya, meninggalkan rasa takabbur, dan
mencintai-Nya dalm hati. Apalagi yang tersebut ini terhimpun pada diri seseorang
maka ia adalah seorang mukmin. Sedangkan yang sealin dari itu bukanlah
termasuk iman. Oleh karena di dalam pandangan kaum Murjiah, yang di sebut
Iman

itu hanyalah mengenal Tuhan, golongan Al Yunusiyah berkesimpulan

bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat tidak merusak iman


seseorang.
d)

Al Ubaidiyah
Golongan ini adalah pengikut Ubaid Ibnu Mahran Al Muktab. Dan dalm

pandangan golongan ini ,mereka berpandapat jika seseorang mati dalam keadaaan
beriman, dosa-dosa dsan perbutan jahat yang di kerjakan tidak akan merugikan
bagi yang bersangkutan. Perbuatan jahat banyak atau sedikit, tidak merusak iman.
Sebaliknya, perbuatan baik, banyak atau sedikit, tidak akan merubah atau
memperbaiki kedudukan orang yang musrik atau orang yang kafir.
e)

Al Ghassaniyah
Adalah pengikut Ghassan Al Kufi. Golongan ini berpendapat, iman ialah

mengenal Allah dan Rasul-Nya serta mengakui apa yang di turunkan Allah kepada
Rasul secara global, tidak secara rinci. Iman itu bisa bertambah dan tidak bisa
berkurang. Selain itu golonagn ini juga berpendapat, jiak seseorang mengatakan:
saya tahu bahwa Tuhan Mengharamkan memakan babi, tetapi saya tidak tahu
apakah babi yang diharamkan itu adalah itu adalah kambing ini atau yang
selainya, maka orang tersebut tetap mukmin. Dan jika seseorang mengatakan:
Saya tahu bahwa tuhan mewajibkan haji ke Kaanh, tetapi saya tidak tahudimana
letaknya kabah itu, apakah di India atau di tempat lain, orang demikina juga
tetap mukmin.
5.

Alam Pemikiran Kaum Murjiah


Pemimpin Murjiah ini adalah Hasan Bin Bilal Al Muzni, Abu Salat As

Samman, Tsauban Dlirir Bin Umar. Penyair yang terkenal pada pemerintahan
Bani Umayyah ialah Tsabit Bin Quthanah, mengarang syair iktikad kaum
Murjiah.

Apabila yang menjadi asas golongan Mutazilah ialah Usulu I-Khomsah,


dan golongan Syiah dengan berasas tentang Imamah, maka asas golongan
Murjiah tentang batasan pengertian Iman.
Menurut Ahli Sunnah bahwa iman itu sendiri terdiri dari tiga unsur, yaitu:
membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan, dan menyertai dengan
amal perbuatan seperti shalat, puasa, zakat, haji. Masing-masing adalah termasuk
bagian Iman.
Ahmad Amin menerangkan:Kebanyakan golongan Murjiah berpendapat
bahwa Iman ialah hanya membenarkan dengan hati saja. Atau dengan kata lain
Iman ialah makrifat kepada Allah dengan hati, bukan pengertian lahir. Apabila
seseorang beriamn dengan hatinya, maka dia adalah mukmin dan muslim,
sekalipun lahirnya dia Yahudi atau Nasrani dan meskipun lisanya tidak
mengucapkan syahadat dua. Mengikrarkan dengan lisan dan amal perbuatan
seperti shalat, puasa dan sebagainya, itu bukan bagian daripada iman.
Alasan merekan bahwa Al Quran itu diturunkan dalam bahasa Arab. Iman
menurut bahasa ialah membenarkan dengan hati saja. Sedangkan amal perbuatan
dengan anggota badan menurut bahasa bukan termasuk membenarkan dengan hati
tashdiq tidak termasuk bagian dari iman. Dalam Al Quran diterangkan tentang
kisah saudara-saudara Nabi Yunus a.s.



Artinya: Tidaklah kamu itu orang yang beriman kepadaku. Artinya mempercayai
apa yang kami katakan kepadamu tentangnya.
Menurut hadits, iman ialah :



Artinya: Iman ialah percaya kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, kitab-kitabNya, dan Rasul-rasul-Nya. artinya: membenarkan.
Selanjutnya diterangkan:Sebagian dari golongan Murjiah berpendapat
bahwa iman itu terdiri dari dua unsur , yaitu membenarkan dengan hati, dan
mengikrarkan dengan lisan. Membenarkan dengan hati saja tidak cukup, dan
mengiikrarkan dengan lisan sajapun tidak cukup, tetapi harus dengan bersama
kedua-duanya. Supaya seseorang menjadi mukmin. Karena orang yang

membenarkan dengan hati dan menyatakan kebohongannya dengan lisan, tidak


dinamakan mukmin.
Golongan-golongan lain berpendapat bahwa iman itu terdiri dari tiga
unsur, yaitu: membenarkan dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan beramal
dengan anggota badan. Sekalipun iman menurut bahasa itu berarti membenarkan
dengan hati, tetapi dalam syara itu ada hal-hal yang berubah dari arti menurut
bahasa. Yang mempunyai pengertian tersendiri dalam istilah. Seperti shalat
menurut bahasa ialah doa. Tetapi dalam syara diartiakn sebagai berikut:

Artinya: Shalat ialah bacaan, tingkah laku dan perbuatan tertentu yang dimulai
takbir dan diakhiri dengan salam.
Firman Allah:
Artinya:Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat
yang adil dan pilihan8[8] agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan
agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. dan Kami tidak
menetapkan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami
mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot.
dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa Amat berat, kecuali bagi orangorang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyianyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
kepada manusia. (Al Baqarah: 143)
Lafaz iman dalam ayat tersebut, yang dimaksud ialah shalatnya kaum
muslimin menghadap ke arah Baitul Maqdis sebelum perintah menghadap ke arah
Masjidil Haram, seperti diterangkan dalam ayat:
Artinya: Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit 9[9],
Maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai.
8
9

Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. dan dimana saja kamu berada,
Palingkanlah mukamu ke arahnya. dan Sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan
Nasrani) yang diberi Al kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa
berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekalikali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.(Al-Baqarah : 144)
Seandainya iman itu cukup hanya denagn hati, maka banyak orang-orang
Yahudi dan Nasrani tergolong Mukmin. Sebab mereka mengetahui Nabi
Muhammad SAW, sebagaiman pula nenek moyang mereka juga mengetahuinya,
diperoleh keterangan dari kitab-kitab Taurat dan Injil.
Golongan Murjiah bertentangan dengan golongan Mutazilah dan
Khawarij. Diterangkan Golongan-golongan Mutazilah dan Khawariz sangat
menentang golongan Murjiah tentang pengertian iman. Karena kedua golongan
tersebut mensyaratkan iman dengan melaksanakan taat kepada Allah, menjahui
hal-hal yang maksiat, dan mereka menjadikan amal perbuatan sebagoan daripada
iman. Golongan Khawarij menganggap Mutazilah menganggapnya berada dalam
suatu posisi di antara dua posisi, tidak mukmin dan tidak juga kafir, sedangkan
golongan Murjiah berpendapat: bahwa orang yang berdosa besar itu mukmin.
Sebab dia membenarkan dengan hatinya, dikatakan fasiq karena melakukan dosa
besar. Bahkan di antara mereka sendiri adanya yang mengatakan bahwa tidak
betul menamakan orang yang berdosa besar itu fasiq secara mutlaq, tetapi
dikatakan fasiq dalam hal demikian.
Masalah iman ini menimbulkan beberapa masalah. Seperti apakah iman itu
dapat bertambah atau tidak. Karena golongan Murjiah berpendirian bahwa iman
itu mrmbenarkan dalam hati saja atau membenarakan dengan hati fan
mengikrarkan dengan lisan itu adakalanya benar dan tidak. Maka iman itu tidak
bisan bertambah atau berkurang.
Adapun pihak-pihak yang berpendirian bahwa amal perbuatan itu
termasuk ke dalam pengertian iman, sedangkan amal perbuatan itu bisa banyak
bisa sedikit, maka iman itu dapat bertambah dan berkurang. Berdasarkan ayat:
Artinya: Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orangorang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah

imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka
surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. (At Taubah: 124)
Sebagaimana Ahli Hadits mengatakan :

.
.

.


Artinya: Iman ialah mengetahui dengan hati, mengikrarkan dengan lisan dan
beramal dengan anggota badan, bertambah sebab taat dan berkurang sebab
bermaksiat.
Tentang orang yang berdosa besar, ada beberapa pendapat:
1. Golongan Mutazilah dan Khawariz berpendapat bahwa orang yang berdosa
itu kekel dalam neraka, tidak akan di keluarkan selama-lamanya, berdasarkan
ayat:
Artinya: Dan Barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan
melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam api
neraka sedang ia kekal di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.(AnNisa-14)
Artinya: Dan Barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja
Maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.(AnNisa: 93)
Golongan Murjiah mentakwilkan ke dua ayat tersebut :
a.

Ayat pertama: orang yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya itu

tetap mukmin, tidak melampaui had-had-Nya, tetapi hanya sebahagianya saja.


Orang yang melampaui atau melanggar semua had-had-Nya, itu dinamakan orang
kafir.
b. Ayat kedua: bahwasanya yang di maksud membunuh (manusia) dalam
ayat tersebut ialah orang kafir.
2.

Golongan Murjiah berpendirian bahwa orang yang berdosa besar itu tidak

kekal dalam neraka selamanya. Sesungguhnya Allah tidak akan mengingkari janji
pahala, sedangkan janji ancamanya boleh jadi di penuhi. Sebab pahala adalah
anugrah-Nya, bukanlah suatu kekurangan. Dalam hal ini golongan Mutazillah

berpendirian sebaiknya yaitu Allah wajib melaksanakan balasan pahala dan


siksaan.
Beberapa

paham

Murjiah

mempengaruhi

Ahli

Sunnah

seperti

diterangkan: Dan kepercayaan-kepercayaan Murjiah telah banyak masuk ke


dalam Ahli Sunnah. Seperti pendapat tentang tidak kekalnya orang mukmin yang
maksiat di dalam neraka, dan pendapat tentang wewenang mengingkari ancaman
siksa bukan janji pahala dan sebagainya.
Sebenarnya pendirian-pendirian golongan Murjiah yang lunak tentang
iman, sangat membahayakan. karena tidak ekstrim seperti golongan-golongan
Mutazilah dan Khawariz. bersifat irja menagguhkan ketentuan hukum orang
yang berdosa besar, maka diketahui bahwa pada waktu itu banyak penguasa yang
berbuat maksiat dan dosa, karenanya pendapat-pendapat golongan Murjiah
tersebut bertendensi politis. 10[10]
C. PENUTUP
Sebagai kesimpulan dapat dikemukakan bahwa golongan Murjiah
moderat, sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam sejarah dan
ajaran-ajaran mereka mengenai iman, kufur dan dosa besar masuk kedalam aliran
Ahli Sunnah dan Jamaah. Adapun golongn Murjiah Ekstrim juga telah hilang
sebagai aliran yang berdiri sendiri, tetapi dalam praktek masih terdapat pada
sebagian umat Islam yang menjalankan ajaran-ajaran ekstrim itu, mungkin dengan
tidak sadar bahwa mereka sebenarnya dalm hal ini mengikuti ajaran-ajaran
golongn Murjiah ekstrim.
Kemudian Berdasarkan atas pemaham tentang firqoh Murjiah dapat kita
analisis bahwa yang namanya golongan Murjiah ini:
a.

Itiqad kaum Murjiah bertentangan dengan faham kaum golongan lain hal

ini dikarenakan faham yang dikemukakan oleh kaum Murjiah terlalu longgar
dalam artian hal ini disebabkan karena yang namanya iman itu hanya berkisar
dalam seputar hati yang membuat kita menyulitkan membedakan antara orang
yang mukmin dan yang kafir. Adapun golongan yang berberda diantaranya:
10

Faham Ahlusunah wal Jamaah yang mengatakan bahwa iman itu terdiri
dari enam unsur maka kalu hanya percaya kepada Allah dan rasul-rasul-Nya saja
tidak cukup karena belum memenuhi enam unsur atau rukun iman.
Faham Khawarij yang mengatakan bahwa iman adalah mengenal Allah
dan Rasul beserta mengerjakan segenap perintah Tuhan dan mejahui segala
larangan-Nya. Bagi kaum Khawarij orang yang beriman kepada Allah dan RasulNya tetapi tidak mau sholat, berpuasa, dan tidak mau mengerjakan amal-amal
ibadah lainya orang itu hukumnya kafir dan halal darahnya.
Faham Syiah yang mengatakan bahwa percaya: iman adalah sebagian
dari iman tidak cukup hany iman kepada Allah dan Rasul-Nya Saja.
b.

Jika mengikuti faham Murjiah ini maka ayat-ayat hukum dalam Al

Quran seperti hukum pencuri dengan potong tangan, tidak ada gunanya lagi.
Sebab kesalahan hanya di tangguhkan kepada Tuhan saja.
c.
dan

Pengaruh ajaran Murjiah dalam kehidupan Masyarakat sangat negatif


membahanyakan

masyarakal

berupa

moral

latitude,

yakni

sikap

memperlemah ikatan-ikatan moral. Dengan kata lain masyarakat yang bersikaf


menyimpang dari kaidah Akhlak yang di ajarkan oleh rasul. Hal ini disebabkan
karena mereka hanya mementingkan iman berada di dalam hati, sedangkan amal
perbuatan baik dianggap kurang penting sehingga di abaikan oleh pengaruh
paham ini.
ALIRAN JABARIYAH

A.PENGERTIAN JABARIYAH
Sebelum kita memahami dan mengenal lebih dalam mengenai sejarah kemunculan
aliran Jabariyah ini, perlu saya paparkan pengertian dari kata Jabariyah itu sendiri,
baik secara etimologi maupun sacara terminologi. Kata Jabariyah berasal dari kata
Jabara dalam bahasa Arab yang mengandung arti memaksa dan mengharuskan
melakukan sesuatu. (Abdul Razak, 2009 : 63).
Pengertian arti kata secara etimologi diatas telah dipahami bahwa kata jabara
merupakan suatu paksaan di dalam melakukan setiap sesuatu. Atau dengan kata

lain ada unsur keterpaksaan. Kata Jabara setelah berubah menjadi Jabariyah
(dengan menambah Yaa nisbah) mengandung pengertian bahwa suatu kelompok
atau suatu aliran (isme). Ditegaskan kembali dalam berbagai referensi yang
dikemukakan oleh Asy-Syahratsan bahwa paham Al-Jabar berarti menghilangkan
perbuatan manusia dalam arti sesungguhnya dan menyandarkannya kepada Allah,
dengan kata lain, manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa.
Dalam referensi Bahasa Inggris, Jabariyah disebut Fatalism atau Predestination.
Yaitu paham yang menyebutkan bahwa perbuatan manusia telah ditentukan dari
semula oleh qadha dan qadar Allah. (Harun Nasution, 1986 : 31)
Dapat Kita simpulkan bahwa aliran Jabariyah adalah aliran sekelompok orang
yang memahami bahwa segala perbuatan yang mereka lakukan merupakan sebuah
unsur keterpaksaan atas kehendak Tuhan dikarenakan telah ditentukan oleh qadha
dan qadar Tuhan. Jabariah adalah pendapat yang tumbuh dalam masyarakat Islam
yang melepaskan diri dari seluruh tanggungjawab. Maka Manusia itu disamakan
dengan makluk lain yang sepi dan bebas dari tindakan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dengan kata lain, manusia itu diibaratkan benda mati
yang hanya bergerak dan digerakkan oleh Allah Pencipta, sesuai dengan apa yang
diinginkan-Nya. Dalam soal ini manusia itu dianggap tidak lain melainkan bulu di
udara dibawa angin menurut arah yang diinginkan-Nya. Maka manusia itu sunyi
dan luput dari ikhtiar untuk memilih apa yang diinginkannya sendiri.
B. SEJARAH KEMUNCULAN ALIRAN JABARIYAH
Mengenai asal usul serta akar kemunculan aliran Jabariyah ini tidak lepas dari
beberapa faktor. Antara lain :
1. Faktor Politik
Pendapat Jabariah diterapkan di masa kerajaan Ummayyah (660-750 M). Yakni di
masa keadaan keamanan sudah pulih dengan tercapainya perjanjian antara
Muawiyah dengan Hasan bin Ali bin Abu Thalib, yang tidak mampu lagi
menghadapi kekuatan Muawiyah. Maka Muawiyah mencari jalan untuk
memperkuat kedudukannya. Di sini ia bermain politik yang licik. Ia ingin
memasukkan di dalam pikiran rakyat jelata bahwa pengangkatannya sebagai
kepala negara dan memimpin ummat Islam adalah berdasarkan "Qadha dan

Qadar/ketentuan dan keputusan Allah semata" dan tidak ada unsur manusia yang
terlibat di dalamnya.
Golongan Jabariyah pertama kali muncul di Khurasan (Persia) pada saat
munculnya golongan Qodariyah, yaitu kira-kira pada tahun 70 H. Aliran ini
dipelopori oleh Jahm bin Shafwan, aliran ini juga disebut Jahmiyah. Jahm bin
Shafwan-lah yang mula-mula mengatakan bahwa manusia terpasung, tidak
mempunyai kebebasan apapun, semua perbuatan manusia ditentukan Allah
semata, tidak ada campur tangan manusia.
Paham Jabariyah dinisbatkan kepada Jahm bin Shafwan karena itu kaum
Jabariyah disebut sebagai kaum Jahmiyah, Namun pendapat lain mengatakan
bahwa orang yang pertama mempelopori paham jabariyah adalah Al-Ja'ad bin
Dirham, dia juga disebut sebagai orang yang pertama kali menyatakan bahwa AlQuran itu makhluq dan meniadakan sifat-sifat Allah. Disamping itu kaum
Jahmiyah juga mengingkari adanya ru'ya (melihat Allah dengan mata kepala di
akhirat). Meskipun kaum Qadariyah dan Jahmiyah sudah musnah namun
ajarannya masih tetap dilestarikan. Karena kaum Mu'tazilah menjadi pewaris
kedua pemahaman tersebut dan mengadopsi pokok-pokok ajaran kedua kaum
tersebut. Selanjutnya ditangan Mu'tazilah paham-paham tersebut segar kembali.
Sehingga Imam As-Syafi'i menyebutnya Wasil, Umar, Ghallan al-Dimasyq
sebagai tiga serangkai yang seide itulah sebabnya kaum Mu'tazilah dinamakan
juga kaum Qadariyah dan Jahmiyah.
Disebut Qadariyah karena mereka mewarisi isi paham mereka tentang penolakan
terhadap adanya takdir, dan menyandarkan semua perbuatan manusia kepada diri
sendiri tanpa adanya intervensi Allah. Disebut Jahmiyah karena mereka mewarisi
dari paham penolakan mereka yang meniadakan sifat-sifat Allah, Al-quran itu
Makhluk, dan pengingkatan mereka mengenai kemungkinan melihat Allah dengan
mata kepala di hari kiamat.
Berkaitan dengan hal ini, Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa sebagai pengikut
Mu'tazilah adalah Jahmiyah tetapi tidak semua Jahmiyah adalah Mu'tazilah,
karena kaum Mu'tazilah berbeda pendapat dengan kaum Jahmiyah dalam masalah
Jabr (hamba berbuat karena terpaksa). Kalau kaum Mu'tazilah menafikanya maka
kaum Jahmiyah meyakininya.

2. Faktor Geografi
Para ahli sejarah pemikiran mengkaji melalui pendekatan geokultural bangsa
Arab. Kehidupan bangsa Arab yang dikungkung oleh gurun pasir sahara
memberikan pengaruh besar ke dalam cara hidup mereka. Ketergantungan mereka
kepada alam sahara yang ganas telah memunculkan sikap penyerahan diri
terhadap alam. Situasi demikian, bangsa Arab tidak melihat jalan untuk mengubah
keadaan sekeliling mereka sesuai dengan keingianan mereka sendiri. Mereka
merasa lemah dalam menghadapi kesukaran-kesukaran hidup. Akhirnya, mereka
banyak bergantung kepada sikap Fatalisme.
C. TOKOH-TOKOH SERTA DOKTRIN AJARAN
1. Jaham bin Safwan
Ia adalah seorang hamba dari bani Hakam dan tinggal di Damsyik. Ia dibunuh
pancung oleh Gubernur Kufah yaitu khalid bin Abdullah El-Qasri.
Pendapat-pendapatnya :
a. Tidak pernah Allah berbicara dengan Musa sebagaimana yang disebutkan oleh
Alqur'an surat An-Nisa ayat 164.
b. Bahwa Nabi Ibrahim tidak pernah dijadikan Allah kesayangan Nya menurut
ayat 125 dari surat An-Nisa.
2. Jahm bin Shafwan
Ia bersal dari Persia dan meninggal tahun 128 H dalam suatu peperangan di
Marwan dengan Bani Ummayah. Pendapat-pendapatnya:
a. Bahwa keharusan mendapatkan ilmu pengetahuan hanya tercapai dengan akal
sebelum pendengaran. Akal dapat mengetahui yang baik dan yang jahat hingga
mungkin mencapai soal-soal metafisika dan ba'ts/dihidupkan kembali di akhirat
nanti. Hendaklah manusia menggunakan akalnya untuk tujuan tersebut bilamana
belum terdapat kesadaran mengenai ketuhanan.
c. Iman itu adalah pengetahuan mengenai kepercayaan belaka. Oleh sebab itu
iman itu tidak meliputi tiga oknum keimanan yakni kalbu, lisan dan karya. Maka
tidaklah ada perbedaan antara manusia satu dengan yang lainnya dalam bidang
ini, sebab ia adalah semata pengetahuan belaka sedangkan pengetahuan itu tidak

berbeda tingkatnya.
d. Tidak memberi sifat bagi Allah yang mana sifat itu mungkin diberikan pula
kepada manusia, sebab itu berarti menyerupai Allah dalam sifat-sifat itu. Maka
Allah tidak diberi sifat sebagai satu zat atau sesuatu yang hidpu atau
alim/mengetahui atau mempunyai keinginan, sebab manusia memiliki sifat-sifat
yang demikian itu. Tetapi boleh Allah disifatkan dengan Qadir/kuasa, Pencipta,
Pelaku, Menghidupkan, Mematikan sebab sifat-sifat itu hanya tertentu untuk
Allah semata dan tidak dapat dimiliki oleh manusia.
D. CIRI-CIRI AJARAN JABARIYAH
Diantara ciri-ciri ajaran Jabariyah adalah :
1. Bahwa manusia tidak mempunyai kebebasan dan ikhtiar apapun, setiap
perbuatannya baik yang jahat, buruk atau baik semata Allah semata yang
menentukannya.
2. Bahwa Allah tidak mengetahui sesuatu apapun sebelum terjadi.
3. Ilmu Allah bersifat Huduts (baru)
4. Iman cukup dalam hati saja tanpa harus dilafadhkan.
5. Bahwa Allah tidak mempunyai sifat yang sama dengan makhluk ciptaanNya.
6. Bahwa surga dan neraka tidak kekal, dan akan hancur dan musnah bersama
penghuninya, karena yang kekal dan abadi hanyalah Allah semata.
7. Bahwa Allah tidak dapat dilihat di surga oleh penduduk surga.
8. Bahwa Alqur'an adalah makhluk dan bukan kalamullah
E. PENOLAKAN TERHADAP PAHAM JABARIYAH
Kelompok jabariyah adalah orang-orang yang melampaui batas dalam
menetapkan takdir hingga mereka mengesampingkan sama sekali kekuasaan
manusia dan mengingkari bahwa manusia bisa berbuat sesuatu dan melakukan
suatu sebab (usaha). Apa yang ditakdirkan kepada mereka pasti akan terjadi.
Mereka berpendapat bahwa manusia terpaksa melakukan segala perbuatan mereka
dan manusia tidak mempunyai kekuasaan yang berpengaruh kepada perbuatan,
bahkan manusia seperti bulu yang ditiup angin. Maka dari itu mereka tidak
berbuat apa-apa karena berhujjah kepada takdir. Jika mereka mengerjakan suatu
amalan yang bertentangan dengan syariat, mereka merasa tidak bertanggung
jawab atasnya dan mereka berhujjah bahwa takdir telah terjadi.

Akidah yang rusak semacam ini membawa dampak pada penolakan terhadap
kemampuan manusia untuk mengadakan perbaikan. Dan penyerahan total kepada
syahwat dan hawa nafsunya serta terjerumus ke dalam dosa dan kemaksiatan
karena menganggap bahwa semua itu telah ditakdirkan oleh Allah atas mereka.
Maka mereka menyenanginya dan rela terhadapnya. Karena yakin bahwa segala
yang telah ditakdirkan pada manusia akan menimpanya, maka tidak perlu
seseorang untuk melakukan usaha karena hal itu tidak mengubah takdir.
Keyakinan semacam ini telah menyebabkan mereka meninggalkan amal shalih
dan melakukan usaha yang dapat menyelamatkannya dari azab Allah, seperti
shalat, puasa dan berdoa. Semua itu menurut keyakinan mereka tidak ada gunanya
karena segala apa yang ditakdirkan Allah akan terjadi sehingga doa dan usaha
tidak berguna baginya. Lalu mereka meninggalkan amar ma'ruf dan tidak
memperhatikan penegakan hukum. Karena kejahatan merupakan takdir yang pasti
akan terjadi. Sehingga mereka menerima begitu saja kedzaliman orang-orang
dzalim dan kerusakan yang dilakukan oleh perusak, karena apa yang dilakukan
mereka telah ditakdirkan dan dikehendaki oleh Allah.
Para ulama Ahlu Sunnah wal jamaah telah menyangkal anggapan orang-orang
sesat itu dengan pembatalan dan penolakan terhadap pendapat mereka.
Menjelaskan bahwa keimanan kepada takdir tidak bertentangan dengan keyakinan
bahwa manusia mempunyai keinginan dan pilihan dalam perbuatannya serta
kemampuannya untuk melaksanakannya. Hal ini ditunjukkan dengan dalil-dalil
baik syariat maupun akal.

Apakah syiah itu ?


Syiah adalah aliran sempalan dalam Islam dan Syiah merupakan salah satu dari
sekian banyak aliran-aliran sempalan dalam Islam.
Sedangkan yang dimaksud dengan aliran sempalan dalam Islam adalah aliran
yang ajaran-ajarannya menyempal atau menyimpang dari ajaran Islam yang
sebenarnya yang telah disampaikan oleh Rasulullah SAW, atau dalam bahasa
agamanya disebut Ahli Bidah.
Selanjutnya oleh karena aliran-aliran Syiah itu bermacam-macam, ada aliran
Syiah Zaidiyah ada aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah ada aliran Syiah

Ismailiyah dll, maka saat ini apabila kita menyebut kata Syiah, maka yang
dimaksud adalah aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariah yang sedang berkembang
di negara kita dan berpusat di Iran atau yang sering disebut dengan Syiah
Khumainiyah.
Hal mana karena Syiah inilah yang sekarang menjadi penyebab adanya keresahan
dan permusuhan serta perpecahan didalam masyarakat, sehingga mengganggu dan
merusak persatuan dan kesatuan bangsa kita.
Tokoh-tokoh Syiah inilah yang sekarang sedang giat-giatnya menyesatkan umat
Islam dari ajaran Islam yang sebenarnya.
Apa arti kata Syiah menurut bahasa ?
Kata Syiah berasal dari bahasa Arab yang artinya pengikut, juga mengandung
makna pendukung dan pecinta, juga dapat diartikan kelompok.
Sebagai contoh : Syiah Muhammad artinya pengikut Muhammad atau pecinta
Muhammad atau kelompok Muhammad.
Oleh karena itu dalam arti bahasa, Muslimin bisa disebut sebagai Syiahnya
Muhammad bin Abdillah SAW dan pengikut Isa bisa disebut sebagai Syiahnya Isa
alaihis salam.
Kemudian perlu diketahui bahwa di zaman Rasulullah SAW Syiah-syiah atau
kelompok-kelompok yang ada sebelum Islam, semuanya dihilangkan oleh
Rasulullah SAW, sehingga saat itu tidak ada lagi Syiah itu dan tidak ada Syiah ini.
Hal mana karena Rasulullah SAW diutus untuk mempersatukan umat dan tidak
diutus untuk membuat kelompok-kelompok atau syiah ini syiah itu.
Allah berfirman :

(:)

Dan berpegang teguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah dan
janganlah kalian bercerai berai (berkelompok-kelompok).
Tapi setelah Rasulullah SAW wafat, benih-benih perpecahan mulai ada, sehingga
saat itu ada kelompok-kelompok atau syiah-syiah yang mendukung seseorang,
tapi sifatnya politik.
Misalnya sebelum Sayyidina Abu Bakar di baiat sebagai Khalifah, pada waktu itu
ada satu kelompok dari orang-orang Ansor yang berusaha ingin mengangkat Saad
bin Ubadah sebagai Khalifah. Tapi dengan disepakatinya Sayyidina Abu Bakar
menjadi Khalifah, maka bubarlah kelompok tersebut.

Begitu pula saat itu ada kelompok kecil yang berpendapat bahwa Sayyidina Ali
lebih berhak menjadi Khalifah dengan alasan karena dekatnya hubungan
kekeluargaan dengan Rasulullah SAW. Tapi dengan baiatnya Sayyidina Ali
kepada Khalifah Abu Bakar, maka selesailah masalah tersebut.
Oleh karena dasarnya politik dan bukan aqidah, maka hal-hal yang demikian itu
selalu terjadi, sebentar timbul dan sebentar hilang atau bubar.
Begitu pula setelah Sayyidina Ali dibaiat sebagai Khalifah, dimana saat itu
Muawiyah memberontak dari kepemimpinan Kholifah Ali, maka hal yang
semacam itu timbul lagi, sehingga waktu itu ada kelompok Ali atau Syiah Ali dan
ada kelompok Muawiyah atau syiah Muawiyah.
Jadi istilah syiah pada saat itu tidak hanya dipakai untuk pengikut atau kelompok
Imam Ali saja, tapi pengikut atau kelompok Muawiyah juga disebut Syiah.
Argumentasi tersebut diperkuat dengan apa yang tertera dalam surat perjanjian
atau Sohifah At-tahkim antara Imam Ali dengan Muawiyah, dimana dalam
perjanjian tersebut disebutkan:

( )
Ini adalah apa yang telah disepakati oleh Ali bin Abi Talib dan Muawiyah bin Abi
Sufyan dan kedua Syiah mereka.
(Ushul Mazhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah)
Dengan demikian penyebutan kata syiah pada saat itu memang sudah ada, tetapi
hanya dalam arti bahasa dan dasarnya hanya bersifat politik dan bukan landasan
aqidah atau mazhab.
Adapun aqidah para sahabat saat itu, baik Imam Ali dan kelompoknya maupun
Muawiyah dan kelompoknya, mereka sama-sama mengikuti apa-apa yang
dikerjakan dan diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Hal ini dikuatkan oleh keterangan Imam Ali, dimana dalam suratnya kepada Ahli
Amsor, beliau menceritakan mengenai apa yang terjadi antara beliau (Imam Ali)
dengan Ahli Syam (Muawiyah) dalam perang Siffin sbb:

( -)
Adapun masalah kita, yaitu telah terjadi pertempuran antara kami dengan ahli
syam (Muawiyah dan Syiahnya).
Yang jelas Tuhan kita sama, Nabi kita juga sama dan dawah kita dalam Islam
juga sama. Begitu pula Iman kami pada Allah serta keyakinan kami kepada
Rasulullah, tidak melebihi iman mereka, dan iman mereka juga tidak melebihi
iman kami.
Masalahnya hanya satu, yaitu perselisihan kita dalam peristiwa terbunuhnya
(Kholifah) Usman, sedang kami dalam peristiwa tersebut, tidak terlibat.
(Nahjul Balaghoh 448)
Selanjutnya, oleh karena permasalahannya hanya dalam masalah politik yang
dikarenakan terbunuhnya Khalifah usman RA dan bukan dalam masalah aqidah,
maka ketika Imam Ali mendengar ada dari pengikutnya yang mencaci maki
Muawiyah dan kelompoknya, beliau marah dan melarang, seraya berkata:



(- )

Aku tidak suka kalian menjadi pengumpat (pencaci-maki), tapi andaikata kalian
tunjukkan perbuatan mereka dan kalian sebutkan keadaan mereka, maka hal yang
demikian itu akan lebih diterima sebagai alasan. Selanjutnya kalian ganti cacian
kalian kepada mereka dengan :
Yaa Allah selamatkanlah darah kami dan darah mereka, serta damaikanlah kami
dengan mereka
(Nahjul Balaghoh 323)
Demikian pengarahan Imam Ali kepada pengikutnya dan pecintanya. Jika
mencaci maki Muawiyah dan pengikutnya saja dilarang oleh Imam Ali, lalu
bagaimana dengan orang-orang Syiah sekarang yang mencaci maki bahkan
mengkafirkan Muawiyah dan pengikut-pengikutnya, layakkah mereka disebut
sebagai pengikut Imam Ali
Kembali kepada pengertian Syiah dalam bahasa yang dalam bahasa Arabnya
disebut Syiah Lughotan, sebagaimana yang kami terangkan diatas, maka sekarang
ini ada orang-orang Sunni yang beranggapan bahwa dirinya otomatis Syiah. Hal

mana tidak lain dikarenakan kurangnya pengetahuan mereka akan hal tersebut.
Sehingga mereka tidak tahu bahwa yang sedang kita hadapi sekarang ini adalah
Madzhab Syiah atau aliran syiah atau lengkapnya adalah aliran Syiah Imamiyah
Itsna Asyariyah (Jafariyyah).
Oleh karena itu, istilah Syiah Lughotan tersebut tidak digunakan oleh orang-orang
tua kita (Salafunassholeh), mereka takut masyarakat awam tidak dapat
membedakan antara kata syiah dengan arti kelompok atau pengikut dengan aliran
syiah atau Madzhab Syiah. Hal mana karena adanya aliran-aliran syiah yang
bermacam-macam, yang kesemuanya telah ditolak dan dianggap sesat oleh
Salafunassholeh.
Selanjutnya salafunassholeh menggunakan istilah Muhibbin bagi pengikut dan
pecinta Imam Ali dan keturunannya dan istilah tersebut digunakan sampai
sekarang.
Ada satu catatan yang perlu diperhatikan, oleh karena salafunassholeh tidak mau
menggunakan kata Syiah dalam menyebut kata kelompok atau kata pengikut
dikarenakan adanya aliran-aliran Syiah yang bermacam-macam, maka kata syiah
akhirnya hanya digunakan dalam menyebut kelompok Rofidhah, yaitu orangorang Syiah yang dikenal suka mencaci maki Sayyidina Abu Bakar dan Sayyidina
Umar.
Sehingga sekarang kalau ada yang menyebut kata Syiah, maka
yang dimaksud adalah aliran atau madzhab Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah.
Memang dengan tidak adanya penerangan yang jelas mengenai Syiah Lughotan
dan Syiah Madhhaban, maka mudah bagi orang-orang Syiah untuk mengaburkan
masalah, sehingga merupakan kesempatan yang baik bagi mereka dalam usaha
mereka mensyiahkan masyarakat Indonesia yang dikenal sejak dahulu sebagai
pecinta keluarga Rasulullah SAW.

Apa yang dimaksud dengan aliran (madzhab)Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah


itu ?

Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah adalah salah satu aliran Syiah dari sekian banyak
aliran-aliran Syiah yang satu sama lain berebut menamakan aliran Syiahnya
sebagai madzhab Ahlul Bait. Dan penganutnya mengklaim hanya dirinya saja atau
golongannya yang mengikuti dan mencintai Ahlul Bait. Aliran Syiah inilah yang
dianut atau diikuti oleh mayoritas (65 %) rakyat IRAN. Begitu pula sebagai aliran
Syiah yang diikuti oleh orang-orang di Indonesia yang gandrung kepada
Khumaini dan Syiahnya.
Apabila dibanding dengan aliran-aliran Syiah yang lain, maka aliran Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah ini merupakan aliran Syiah yang paling sesat

(GHULAH) dan paling berbahaya bagi agama, bangsa dan negara pada saat ini.
Dengan menggunakan strategi yang licik yang mereka namakan TAGIYAH
(berdusta) yang berakibat dapat menghalalkan segala cara, aliran ini
dikembangkan.
Akibatnya banyak orang-orang yang beraqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah tertipu
dan termakan oleh propaganda mereka, sehingga keluar dari agama nenek
moyangnya (Islam) dan masuk Syiah.
Karena didasari oleh Ashobiyah atau kefanatikan yang mendalam, maka aliran ini
cepat menjalar dan berkembang, terutama dikalangan awam Alawiyyin (keturunan
nabi Muhammad) dan Muhibbin (pecinta mereka). Sehingga bagaikan penyakit
kanker yang ganas sedang berkembang didalam tubuh yang sehat, yang ratusan
tahun dikenal beraqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah.
Sebenarnya bagi orang-orang yang berpendidikan agama, wabah ini tidak sampai
menggoyahkan iman mereka, tapi bagi orang-orang yang kurang pengetahuan
Islamnya, mudah sekali terjangkit penyakit ini.
Dalam situasi yang memprihatinkan ini, bangkitlah orang-orang yang merasa
terpanggil untuk melawan dan memerangi aliran tersebut. Berbagai cara telah
mereka tempuh, ada yang dengan jalan berceramah, ada yang dengan menulis,
bahkan ada yang dengan jalan berdiskusi dan Alhamdulillah mendapat sambutan
yang positif dari masyarakat dan dari pemerintah.
Berbeda dengan aqidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah yang penuh dengan saling
hormat menghormati dan penuh dengan cinta mencintai serta penuh dengan maaf
memaafkan karena berdasarkan Al Ahlaqul Karimah dan Al Afwa Indal Magdiroh
(pemberian maaf disaat ia dapat membalas) serta Husnudhdhon (baik sangka),
maka ajaran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah ini penuh dengan caci maki dan
penuh dengan fitnahan-fitnahan serta penuh dengan laknat-melaknat, karena
dilandasi dengan Suudhdhon (buruk sangka) dan dendam kesumat serta
kefanatikan yang tidak berdasar.
Dapat kita lihat bagaimana mereka tanpa sopan berani dan terang-terangan
mencaci maki para sahabat, memfitnah istri-istri Rasulullah SAW, khususnya Siti
Aisyah, bahkan Rasulullah sendiri tidak luput dari tuduhan mereka.
Ajaran-ajaran Syiah yang meresahkan dan membangkitkan amarah umat Islam
ini, membuat para ulama di seluruh dunia sepakat untuk memberikan penerangan
kepada masyarakat. Ratusan judul kitab diterbitkan, berjuta kitab dicetak dengan
maksud agar masyarakat mengetahui kesesatan Syiah dan waspada terhad
ap gerakan Syiah. Dalam menulis kitab-kitab tersebut para ulama kita itu
mengambil sumber dan sandaran dari kitab-kitab Syiah (kitab-kitab rujukan
Syiah), sehingga sukar sekali bagi orang-orang Syiah untuk menyanggahnya.
Selanjutnya dengan banyaknya beredar kitab-kitab yang memuat dan memaparkan
kesesatan ajaran Syiah, maka banyak orang-orang yang dahulunya terpengaruh
kepada Syiah, menjadi sadar dan kembali kepada aqidah Ahlus Sunnah Wal

Jamaah. Hal ini tentu tidak lepas hidayah dan inayah serta taufiq dari Allah SWT.
Terkecuali orang-orang yang memang bernasib buruk, yaitu orang-orang yang
sudah ditakdirkan oleh Allah sebagai orang Syagi (celaka dan sengsara).
Semoga kita dan keluarga kita digolongkan sebagai orang-orang yang Suada atau
orang-orang yang beruntung yang diselamatkan oleh Allah dari aliran Syiah
Imamiyah Itsna Asyariyah yang sesat dan menyesatkan.

Qadariyah
BAB I
PENDAHULUAN
Islam sebagaimana dijumpai dalam sejarah, ternyata tidak sesempit yang
dipahami pada umumnya. Dalam sejarah pemikiran Islam, terdapat lebih dari satu
aliran yang berkembang. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan pendapat
dikalangan ulama-ulama kalam dalam memahami ayat-ayat al-Quran.
Ada ayat-ayat yang menunjukkan bahwa manusia bertanggung jawab atas
perbuatannya sendiri dan ada pula ayat yang menunjukkan bahwa segala yang
terjadi itu ditentukan oleh Allah, bukan kewenangan manusia . Dari perbedaan
pendapat inilah lahir aliran Qadaryiah dan Jabariyah. Aliran Qadariyah
berpendapat bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dengan kata lain manusia mempunya
qudrah (kekuatan atas perbuatannya). Sedangkan Jabariyah berpendapat bahwa
manusia tidak mempunyai kebebasan dan kehendak dalam menentukan
perbuatannya. Kalaupun ada kehendak dan kebebasan yang dimiliki manusia,
kehendak dan kebebasan tersebut tidak memiliki pengaruh apapun, karena yang
menentukannya adalah kehendak Allah semata .
Kedua aliran ini masing-masing bersandar kepada ayat-ayat al-Quran. Qadariyah
antara lain bersandar pada surat al-Mudatsir ayat 38 yang artinya: tiap-tiap diri
bertanggung jawab terhadap apa yang telah diperbuatnya. Sedangkan Jabariyah
bersandar pada surat al-Hadid ayat 22 yang artinya: tidak ada bencana yang
menimpa bumi dan diri kamu, kecuali telah ditentukan didalam buku sebelum
kami wujudkan .
Dalam sejarah teologi Islam, paham Qadariyah selanjutnya dianut oleh kaum
Mutazilah, sedangkan paham Jabariyah terdapat dalam aliran Asyariah.

BAB II

PEMBAHASAN
A. QADARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata yang artinya kemampuan
dan kekuatan. Secara terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang percaya
bahwa segala tindakan manusia tidak diintervensi oleh Tuhan . Aliran ini
berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia
dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri.
Berdasarkan pengertian diatas, dapat dipahami bahwa qadariyah dipakai untuk
nama suatu aliran yang memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia
dalam mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa
kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .
Seharusnya, sebutan Qadariyah diberikan kepada aliran yang berpendapat bahwa
qadar menentukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang
jahat. Namun sebutan tersebut telah melekat pada kaum sunni, yang percaya
bahwa manusia mempunyai kebebasan berkehendak . Menurut Ahmad Amin
dalam Rosihon Anwar, sebutan ini diberikan kepada para pengikut faham qadar
oleh lawan mereka dengan merujuk hadits yang menimbulkan kesan negatif bagi
nama Qadariyah . Hadits tersebut berbunyi: artinya: Kaum
Qadariyah adalah majusinya umat ini.
Tentang kapan munculnya faham Qadariyah dalam Islam, tidak dapat diketahui
secara pasti. Namun, ada beberapa ahli teologi Islam yang menghubungkan faham
qadariyah ini dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka (kaum khawarij)
tentang konsep iman, pengakuan hati dan amal dapat menimbulkan kesadaran
bahwa manusia mampu sepenuhnya memilih dan menentukan tindakannya
sendiri. Menurut Ahmad Amin seperti dikutip Abuddin Nata, berpendapat bahwa
faham qadariyah pertama sekali dimunculkan oleh Mabad Al-Jauhani dan
Ghailan Ad-Dimasyqy . Sementara itu Ibnu Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-

Uyun, memberi informasi lain bahwa yang pertama sekali memunculkan faham
qadariyah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen kemudian masuk
Islam dan balik lagi ke agama Kristen. Dari orang inilah Mabad dan Ghailan
mengambil faham ini . Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana dikatan
Muhammad Ibnu Syuib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai, adalah
Susan.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya qadariyah muncul, ada banyak
kesulitan untuk menentukannya. Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat
mengenai hal ini karena penganut qadariyah ketika itu banyak sekali. Sebagian
terdapat di Irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi pada pengajian Hasan AlBasri. Sebagian lain berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus, diduga
disebabkan oleh pengaruh orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di
istana-istana khalifah.
Faham ini mendapat tantangan keras dari umat Islam ketika itu. Ada beberapa hal
yang menyebabkan terjadinya reaksi keras ini, pertama, seperti pendapat Harun
Nasution, karena masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya dipengaruhi oleh
faham fatalis. Kehidupan bangsa Arab ketika itu serba sederhana dan jauh dari
pengetahuan, mereka merasa diri mereka lemah dan tidak mampu menghadapi
kesukaran hidup yang ditimbulkan oleh alam sekelilingnya. Sehingga ketika
faham qadariyah dikembangkan, mereka tidak dapat menerimanya karena
dianggap bertentangan dengan Islam. Kedua, tantangan dari pemerintah, karena
para pejabat pemerintahan menganut faham jabariyah. Pemerintah menganggap
faham qadariyah sebagai suatu usaha menyebarkan faham dinamis dan daya kritis
rakyat, yang pada gilirannya mampu mengkritik kebijakan-kebijakan mereka yang
dianggap tidak sesuai dan bahkan dapat menggulingkan mereka dari tahta
kerajaan.
2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Qadariyah
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa tokoh yang pertama kali
memunculkan faham qadariyah dalam Islam adalah Mabad Al-Jauhani dan
temannya Ghailan Al-Dimasyqy.

1. Mabad Al-Jauhani
Menurut Al-Zahabi dalam kitabnya Mizan al-Itidal, yang dikutip Ahmad Amin
dalam Sirajuddin Zar, menerangkan bahwa ia adalah tabiin yang dapat dipercaya,
tetapi ia memberikan contoh yang tidak baik dan mengatakan tentang qadar. Lalu
ia dibunuh oleh al-Hajjaj karena ia memberontak bersama Ibnu al-Asyas.
Tampaknya disini ia dibunuh karena soal politik, meskipun kebanyakan
mengatakan bahwa terbunuhnya karena soal zindik. Mabad Al-Jauhani pernah
belajar kepada Hasan Al-Bashri, dan banyak penduduk Basrah yang mengikuti
alirannya .
2. Ghailan Ibnu Muslim Al-Damasyqy
Sepeninggal Mabad, Ghailan Ibnu Muslim al-dimasyqy yang dikenal juga
dengan Abu Marwan. Menurut Khairuddin al-Zarkali dalam Sirajuddin Zar
menjelaskan bahwa Ghailan adalah seorang penulis yang pada masa mudanya
pernah menjadi pengikut Al-Haris Ibnu Said yang dikenal sebagai pendusta. Ia
pernah taubat terhadap pengertian faham qadariyahnya dihadapan Umar Ibnu
Abdul Aziz, namun setelah Umar wafat ia kembali lagi dengan mazhabnya . Ia
akhirnya mati dihukum bunuh oleh Hisyam Abd al-Malik (724-743). Sebelum
dijatuhi hukuman bunuh diadakan perdebatan antara Ghailan dan al-Awzai yang
dihadiri oleh Hisyam sendiri .
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, menurut Harun Nasution, nama qadariyah
adalah sebutan bagi kaum yang mengingkari qadar, yang mendustakan bahwa
segala sesuatu sudah ditakdirkan oleh Allah. Nama qadariyah bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan .
Dalam ajarannya, aliran qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat
menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai
kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak
melaksanakan kehendaknya itu. Dalam menentukan keputusan yang menyangkut
perbuatannya sendiri, manusialah yang menentukan, tanpa ada campur tangan
Tuhan.

Penjelasan yang menyatakan bahwa manusia mempunyai qudrah lebih lanjut


dijelaskan oleh Ali Musthafha al-Ghurabi antara lain menyatakan bahwa
sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia dan menjadikan baginya
kekuatan agar dapat melaksanakan apa yang dibebankan oleh Tuhan kepadanya,
karena jika Allah memberi beban kepada manusia, namun Ia tidak memberikan
kekuatan, maka beban itu adalah sia-sia, sedangkan kesia-siaan itu bagi Allah
adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi . Dengan demikin dapat disimpulkan
bahwa faham qadariyah telah meletakkan manusia pada posisi merdeka dalam
menentukan tingkah laku dan kehendaknya. Jika manusia berbuat baik maka hal
itu adalah atas kehendak dan kemauannya sendiri serta berdasarkan kemerdekaan
dan kebebasan memilih yang ia miliki. Oleh karena itu jika seseorang diberi
ganjaran yang baik berupa surga di akhirat, atau diberi siksaan di neraka, maka
semua itu adalah atas pilihannya sendiri.
Selanjutnya, terlepas apakah faham qadariyah itu dipengaruhi oleh faham dari luar
atau tidak, yang jelas di dalam Al-Quran dapat dijumpai ayat-ayat yang dapat
menimbulkan faham qadariyah sebagaimana disebutkan diatas , diantaranya
adalah:
Dalam surat al-Rad ayat 11, Allah berfirman:
Sesungguhnya Allah tidak merobah Keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaanyang ada pada diri mereka sendiri.
Dalam surat Fushshilat ayat 40, Allah berfirman:
Perbuatlah apa yang kamu kehendaki; Sesungguhnya Dia Maha melihat apa yang
kamu kerjakan.
Dalam surat al-Kahfi ayat 29, Allah berfirman:
Katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka Barangsiapa yang
ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan Barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah
ia kafir.

Dengan demikian faham qadariyah memiliki dasar yang kuat dalam Islam, dan
tidaklah beralasan jika ada sebagian orang menilai faham ini sesat atau keluar dari
Islam.
B. JABARIYAH
1. Latar Belakang dan Sejarah Perkembangan Aliran Jabariyah
Secara bahasa jabariyah berasal dari kata yang mengandung pengertian
memaksa. Di dalam kamus Al-Munjid dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal
dari kata jabara yang mengandung arti memaksa dan mengharuskannya
melakukan sesuatu. Sedangkan secara istilah, jabariyah adalah menolak adanya
perbuatan dari manusia dan menyandarkan semua perbuatan kepada Allah.
Dengan kata lain adalah manusia mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa
(majbur) . Menurut Harun Nasution jabariyah adalah faham yang menyebutkan
bahwa segala perbuatan manusia telah ditentukan oleh qadha dan qadar Allah.
Maksudnya adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak
berdasarkan kehendak manusia, namun diciptakan oleh Tuhan dan dengan
kehendak-Nya. Di sini manusia tidak mempunyai kebebasan dalam berbuat
karena tidak memiliki kemampuan. Ada yang mengistilahkan bahwa jabariyah
adalah aliran manusia menjadi wayang dan Tuhan sebagai dalangnya .
Adapun mengenai latar belakang lahirnya aliran jabariyah tidak ada penjelasan
yang jelas. Abu Zahra menuturkan bahwa faham ini muncul sejak zaman sahabat
dan masa bani Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah
qadar dan kekuasaan manusia ketika berhadapan dengan kekuasaan mutlak
Tuhan .
Pendapat lain mengatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
agama Islam datang ke masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yang diliputi
oleh gurun pasir sahara telah memberikan pengaruh besar dalam cara hidup
mereka. Di tengah bumi yang disinari terik matahari dengan air yang sangat
sedikit dan udara yang panas ternyata tidak dapat memberikan kesempatan bagi
tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman, tapi yang tumbuh hanya rumput

yang kering dan beberapa pohon kuat untuk menghadapi panasnya musim serta
keringnya udara.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat Arab
tidak melihat jalan untuk mengubah keadaan di sekeliling mereka sesuai dengan
kehidupan yang diinginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesukarankesukaran hidup. Artinya mereka banyak bergantung pada alam, sehingga
menyebabkan mereka menganut faham fanatisme . Faham ini pertama kali
diperkenalkan oleh Jad bin Dirham kemudian disebarkan oleh Jahm bin Shafwan
dari Khurasan. Dalam sejarah teologi Islam, Jahm tercatat sebagai tokoh yang
mendirikan aliran jahmiyah dalam kalangan Murjiah. Ia adalah sekretaris Suraih
bin Al-Haris dan selalu menemaninya dalam gerakan melawan Bani Umayah.
Sebenarnya benih-benih faham jabariyah juga dapat dilihat dalam beberapa
peristiwa sejarah diantaranya:
1. Suatu ketika Nabi menjumpai sahabatnya yang sedang bertengkar dalam
masalah takdir Tuhan, Nabi melarang mereka untuk memperdebatkan persoalan
tersebut, agar terhindar dari kekeliruan penafsiran tentang ayat-ayat Tuhan
mengenai takdir.
2. Khalifah Umar bin al-Khattab pernah menangkap seorang pencuri. Ketika
diinterogasi pencuri itu berkata Tuhan telah menentukan aku mencuri
mendengar itu Umar memberikan dua jenis hukuman kepada orang itu yaitu
hukuman potong tangan dan hukuman dera karena menggunakan dalil takdir
Tuhan.
3. Ketika Ali bin Abu Thalib ditanya tentang qadar Tuhan dalam kaitannya dengan
siksa dan pahala. Orang itu bertanya apabila (perjalanan menuju perang Siffin) itu
terjadi dengan qadha dan qadar Tuhan, tidak ada pahala sebagai balasannya.
Kemudian Ali menjelaskannya bahwa qadha dan qadar Tuhan bukanlah sebuah
paksaan. Sekiranya qadha dan qadar itu merupakan paksaan, maka tidak ada
pahala dengan siksa, gugur pula janji dan dan ancaman Allah, dan tidak ada pujian
bagi orang yang baik dan tidak ada celaan bagi orang berbuat dosa.

4. Adanya bibit pengaruh faham jabariyah yang telah muncul dari pemahaman
terhadap ajaran Islam itu sendiri. Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran
jabariyah muncul karena ada pengaruh dari pemikiran asing yaitu pengaruh agama
Yahudi bermazhab qurra dan dar agama Kristen bermazhab yacobit.
Paparan diatas menjelaskan bahwa, bibit faham jabariyah telah muncul sejak awal
periode Islam. Namun, jabariyah sebagai suatu pola pikir atau aliran yang dianut,
dipelajari dan dikembangkan, baru terjadi pada masa pemerintahan Daulah Bani
Umayah, yakni oleh kedua tokoh yang telah disebutkan diatas.
2. Tokoh dan Ajaran dalam Aliran Jabariyah
Seperti yang telah disinggung sebelumnya, bahwa yang pertama kali
memperkenalkan faham jabariyah adalah Jad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan.
1. Al-Jad bin Dirham
Jad adalah seorang Maulana Bani Hakim, tinggal di Damaskus. Ia dibesarkan di
dalam lingkungan orang Kristen yang senang membicarakan teologi. Semula ia
dipercaya untuk mengajar di lingkungan Bani Umayah, tetapi setelah tampak
pikiran-pikirannya yang kontroversial, Bani Umayah menolaknya. Kemudia AlJad lari ke Kufah dan disana ia bertemu dengan Jahm untuk dikembangkan dan
disebarluaskan .
2. Jahm Ibnu Shafwan
Nama lengkapnya adalah Abu Mahrus Jaham bin Shafwan. Ia termasuk Maulana
Bani Rasib, juga seorang tabiin berasal dari Khurasan, dan bertempat tinggal di
Khuffah, ia seorang dai yang fasih dan lincah (orator). Ia menjabat sebagai
sekretaris Harits bin Surais seorang mawali yang menentang pemerintahan Bani
Umayah di Khurasan. Ia ditawan dalam pemberontakan dan dibunuh pada tahun
128H. Ia dibunuh karena masalah politik dan tidak ada kaiatannya dengan agama .
Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu ekstrim dan moderat.
Di antara ajaran jabariyah ekstrim adalah pendapatnya bahwa segala perbuatan
manusia bukan merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi

perbuatannya yang dipaksakan atas dirinya.


Sebagai penganut dan penyebar faham jabariyah, banyak usaha yang dilakukan
Jahm yang tersebar keberbagai tempat, seperti ke Tirmidz dan Balk . Pendapatnya
mengenai persoalan teologi adalah sebagai berikut:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan.
c. Iman adalah marifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini,
pendapatnya dengan konsep Iman yang dimajukan kaum Murjiah.
d. Kalam Tuhan adalah makhluk Allah mahasuci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia seperti berbicara, mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan
tidak dapat dilihat dengan indera mata di akhirat kelak.
Ajaran pokok Jad bin Dirham secara umum sama dengan pikiran Jahm. AlGhuraby menjelaskannya sebagai berikut:
a. Al-Quran itu adalah makhluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru itu
tidak dapat disifatkan Allah
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk seperti berbicara,
melihat, mendengar
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-galanya .
Berbeda dengan jabariyah ekstrim, jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan
memang menciptakan perbuatan manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan
baik. Tetapi manusia mempunyai bagian di dalamnya. Tenaga yang diciptakan
dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatannya. Inilah
yang dimaksud dengan kasab . Menurut faham kasab, manusia tidaklah majbur
(dipaksa oleh Tuhan), tidak seperti wayang yang dikendalikan oleh dalang dan
tidak pula menjadi pencipta perbuatan, tetapi manusia memperoleh perbuatan
yang diciptakan Tuhan . Yang termasuk tokoh jabariyah moderat adalah sebagai
berikut:
1) An-Najjar
Nama lengkapnya adalah Husain bin Muhammad An-Najjar. Di antara pendapat-

pendapatnya adalah:
1. Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, tetapi manusia mengambil
bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang
disebut kasab.
2. Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-Najjar mengatakan bahwa
Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (marifat) pada mata, sehingga
manusia dapat melihat Tuhan
2) Adh-Dhirar
Dhirar mengatakan bahwa Tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indera ke enam.
Ia juga berpendapat bahwa hujjah yang dapat diterima setelah Nabi adalah Ijtihad.
Hadits ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.
Adapun golongan jabariyah mengatakan bahwa tidak ada ikhtiar bagi manusia,
sebab Tuhan telah lebih dahulu menentukan segala-galanya. Sementara
Ahlussunnah menetapkan usaha dan ikhtiar bagi manusia dan Allah yang
menentukan. Jadi, orang akan mendapat pahala dengan usaha dan ikhtiarnya, juga
sebaliknya ia akan mendapat dosa oleh sebab usaha dan ikhtiarnya.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang awal lahirnya aliran ini, dalam alQuran sendiri banyak terdapat ayat-ayat yang melatar belakangi lahirnya faham
jabariyah di antaranya:
Dalam surat Ash-Shaffat ayat 96, Allah berfirman:
Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.
Dalam surat Al-Anam ayat 111, Allah berfirman:
Mereka tidak akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki.
Dalam surat Al-Anfal ayat 17, Allah berfirman:
Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar.
Ayat-ayat diatas terkesan membawa seseorang pada alam pikiran jabariyah.
Mungkin inilah yang menyebabkan pola pikir jabariyah masih tetap ada di
kalangan umat Islam hingga kini walaupun anjurannya telah tiada. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa, manusia dalam paham jabariyah adalah


sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.
Seluruh tindakan dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari aturan dan
skenario serta kehendak Tuhan.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa, baik aliran qadariyah maupun
jabariyah nampaknya memperlihatkan faham yang saling bertentangan sekalipun
mereka sama-sama berpegang pada al-Quran. Hal ini memperlihatkan betapa
terbukanya kemungkinan terjadinya perbedaan pendapat dalam Islam. Namun
pendapat mana yang lebih baik tidaklah bisa dinilai sekarang. Penilaian yang
sesungguhnya akan diberikan oleh Tuhan di akhirat nanti. Penilaian baik atau
tidaknya suatu pendapat dalam pandangan manusia mungkin bisa dilakukan
dengan mencoba menghubungkan pendapat tersebut dengan peristiwa-peristiwa
yang berkembang dalam sejarah. Pendapat yang baik adalah apabila ia berlaku di
masyarakat dan dapat bertahan dalam kehidupan manusia.

DAFTAR PUSTAKA

http://syahruni3.blogspot.com/2012/11/aliran-murjiah.html

DR. Abdul Razak, M.Ag, Ilmu Kalam, Pustaka Setia, Bandung : 2009
Harun Nasution, Teologi Islam, UI-Press, Jakarta

Minggu, 15 November 2009

http://bara-aliranjabariyah.blogspot.com/
http://www.albayyinat.net/jwb1t.html

Abuddin Nata, 1995, Ilmu Kalam, Filsafat dan Tasawuf, Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Harun Nasution, 1986, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah, analisa dan
perbandingan, Jakarta: UI Press.
Rosihon Anwar, dkk, 2006, Ilmu Kalam, Bandung: Pustaka Setia.
Sirajuddin Zar, 2003, Teologi Islam: aliran dan ajarannya, Padang: IAIN
Press.

http://gusriwandi.blogspot.com/2012/03/aliran-dalam-ilmukalam-qadariyah-dan.html

Anda mungkin juga menyukai