PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Mata merupakan sebuah indra tubuh yang memiliki fungsi optik yang
identik dengan sebuah kamera. Pada mata terdapat pupil yang mirip dengan
sistem apertura pada kamera sebagai pengatur jumlah cahaya yang masuk ke
sistem optik, sebuah lensa untuk yang berfungsi sebagai media refraksi, dan
retina yang mirip kertas film pada kamera sebagai tempat jatuhnya bayangan
cahaya. Lensa mata merupakan sebuah lensa cembung yang akan membiaskan
cahaya membentuk bayangan terbalik dan diperkecil. Bayangan ini nantinya
diteruskan melalui nervus optikus menuju otak untuk diterjemahkan sebagai
gambaran dengan sisi yang tegak dan sama besar.1 Proses yang berperan dalam
penglihatan yaitu fungsi refraksi dari mata. Fungsi refraksi yang normal atau
emetropia terjadi bila sinar sejajar masuk terfokus di retina dengan mata dalam
keadaan istirahat tidak berakomodasi.1,
Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh Hammond CJ, dkk
dalam penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan lingkungan terhadap
pasangan-pasangan kembar yang tinggal di lingkungan yang berbeda menyatakan,
genetik memegang peranan besar pada miopia dan hipermetropia. Oleh Goh P.P,
dkk dalam Malaysian study (2003) pada anak usia sekolah, didapatkan prevalensi
miopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis kelamin perempuan, anak
dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi, dan ras Tionghoa.
Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih muda dan pada etnik
lainnya.
Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di
dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang
yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan
gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab
kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih
belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak,
dan 500.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini
meninggal beberapa bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada
anak sangat bervariasi pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat
satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara CEHJ
(2007). Angka kebutaan di Afrika dan Asia diperkirakan sekitar 15/10.000 anak.
Angka ini sangat besar bila dibandingkan angka kebutaan anak di Eropa dan
Amerika Utara yang hanya 3/10.000 anak. Di Eropa yang merupakan negara
maju, angka kebutaan pada anak sekitar 3:10.000 (CEHJ (2007).
Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 19931996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di
Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebabnya katarak 0,78%, glaukoma
0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%,
dan oleh penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per
1000 anak. Depkes RI (1998) Menurut Sirlan F dkk (2009) di Jawa Barat, hasil
survei menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan
refraksi sebesar 2,8%, namun tidak ditemukan data untuk anak usia 3-6 tahun. Di
Makassar, angka kebutaan dan kelainan mata pada anak belum pernah dilaporkan
sebelumnya.
Ciner dkk tahun 1998 menyatakan, kelainan refraksi berada di urutan ke
empat kelainan terbanyak pada anak, dan merupakan penyebab utama kecacatan
pada anak. Pada anak usia 3-6 tahun, ambliopia, dan faktor resiko ambliopia
seperti strabismus, dan kelainan refraksi yang signifikan merupakan kelainan
penglihatan dengan prevalensi terbanyak (Ciner dkk.,1998; Abolfotouh dkk.,
1993; American Optometric Association Consensus Panel n Pediatric Eye and
Vision Examination, 2002; Moore, 2006). Di Indonesia, gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah
yang cukup serius. Sementara 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun)
menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kacamata koreksi
masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. Apabila keadaan ini tidak
ditangani
secara
menyeluruh,
akan
terus
berdampak
negatif
terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
stimulus yang sama pada retina kedua mata dan sumbu kedua mata yang
sejajar.
Mata anak sangat berbeda dengan mata orang dewasa. Mata anak
bukanlah bentuk miniatur dari mata orang dewasa. Mata anak terus
berkembang hingga dewasa. Semua kelainan yang timbul pada mata anak
akan dapat berlanjut hingga dewasa. Kelainan tersebut sangat beragam,
mulai dari kelainan congenital (bawaan lahir) seperti katarak congenital,
glaucoma congenital; kelainan anatomi mata baik pada kelopak mata,
saluran air mata, kornea iris, lensa dan retina; infeksi dan alergi mata,
kelainan saraf mata, tumor mata, kelainan bentuk wajah yang
mempengaruhi mata, trauma atau adanya kelainan/gangguan sistemik pada
anak yang mempengaruhi fungsi mata hingga gangguan refraksi mata
seperti mata minus, mata plus, silinder, mata malas hingga juling. Oleh
karena itu, deteksi dini adanya kelainan atau gangguan pada fungsi
perkembangan penglihatan mata anak sangat perlu dilakukan bahkan sejak
awal kelahirannya.
2.3
permukaan anterior kornea, bukan oleh lensa mata. Hal ini dikarenakan
indeks bias kornea sangat berbeda dari indeks bias udara, sementara indeks
bias lensa mata tidak jauh berbeda dengan indeks bias akuos humor dan
korpus vitreus. Lensa internal mata yang secara normal bersinggungan
Denngan Akomodasi
Tanpa Akomodasi
Kontraksi
Relaksasi
Berkurang
Berkurang
Lebih sferis
Berkurang
Bertambah
Lebih cembung
anterior sentral
Kurvaktura kapsul lensa Berubah minimal
Bertambah
Bertambah
Lebih datar
Bertambah
Berkurang
Lebih datar
Berubah minimal
posterior sentral
Kekuatan dioptri lensa
Bertambah
Berkurang
Anak melihat benda atau tulisan (misal TV) selalu merasa nyaman
pada jarak lebih dekat dari umumnya orang dengan kondisi
penglihatan mata normal, terkadang pada kasus radikal merasa nyaman
hingga kurang dari jarak 2 meter.
periksakan anak secara rutin kepada dokter mata atau refraksionis optisien
(biasanya di optikal yang berijin) minimal setahun sekali, dimana secara
sederhana kelainan refraksi mata pada anak dapat dideteksi dengan melihat
(secara monokuler) deret huruf pada Snellen Chart dan apabila anak tidak
dapat melihat secara baik dan benar pada visus tertentu ada kemungkinan
anak tersebut membutuhkan bantuan kacamata dengan ukuran tertentu.
10
2.5
Baru lahir
4 bulan
6 bulan
9 bulan
20/200
6 Minggu
3 bulan
11
1 tahun
20/100
2 tahun
20/40
3 tahun
20/30
5 tahun
20/20
Tabel 2.1 Visus bayi dan anak (Ilyas, 2009)
12
halus,
mendeteksi
lokasi
defek
lapang
pandang
dengan
13
ini berarti visusnya baik. Visus dinilai dari lebar garis drum terakhir yang
masih bisa diikuti bayi putarannya tanpa nistagmus. 3,7
Cara lain adalah dengan papan panil dengan 2 lubang. Lubang 1:
panil bergaris dan lubang 2: panil kelabu. Panil bergaris dari lubang 1
dipindah ke lubang 2 dan yang panil kelabu pindah ke lubang 1. Garis
panil makin lama makin halus. Jika bayi sudah melihat panil bergaris
seperti panil kelabu, dan bayi tidak mengikuti gerak panil lagi itulah nilai
visusnya. 3,7
Umur 2,5 Hingga 3 Tahun
Anak memegang huruf T, H, dan V. Bandingkan dengan huruf pada
lampu senter yang dinyalakan. Selain itu bisa juga dengan uji kelereng.
Empat kelereng ditambah dengan papan kayu yang berlubang. Empat
kelereng dengan ukuran berbeda dan 4 lubang pada papan dengan ukuran
sesuai dengan ukuran kelereng. Anak disuruh mencocokkan kelereng
dengan lubangnya. Kalau bisa berarti visusnya baik. 3,7
Umur 3 Hingga 4 Tahun
Menggunakan uji E. Uji ini menggunakan optotip Snellen
dengan huruf E yang dibolak-balik. Huruf E jungkir balik ini makin ke
bawah makin kecil.
14
Sumber: Pediatric
eye examination
textbook; Ann U Stout3,7
15
pediatric eye
evaluation textbook
16
(tritan) 414-424 nm, hijau (deutan) 522-539 nm, dan merah (protan) 549570 nm. 2,3,6
Penglihatan normal membutuhkan ketiga jenis sel ini untuk melihat
suatu spektrum warna. Kalau ada defisiensi misalnya kekurangan sel
konus merah, maka disebut protonomali; dan jika absen sama sekali
disebut protonopsia. Tes penglihatan warna bisa dimulai pada usia 8-12
tahun. Uji penglihatan warna diantaranya uji Ishihara, terutama untuk
penapisan defek protan dan deutran kongenital. Uji City university, dimana
ada 10 plat, tiap plat ada 1 bulatan warna sentral dikelilingi 4 bulatan
warna perifer. Subjek disuruh mencocokkan mana diantara 4 warna perifer
yang paling menyerupai warna sentral. Uji-uji yang lain adalah uji HardyRand-Ritler, sama seperti Ishihara, tapi bisa mendeteksi ketiga defek
kongenital,dengan alat elektroretinogram (ERG). Elektroretinogram
menghasilkan suatu rekaman potensial aksi yang diproduksi retina ketika
distimuli dengan cahaya dengan intensitas adekuat.3,6
Tabel 1.5 Penilaian penglihatan berdasarkan umur dan metode pemeriksaan
2.5.6
em
rik
aa
17
(pemeriksaan corneal light reflect pada pupil anak tampak white crescent yang
menunjukkan kelainan refraksi) yang menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami
strabismic amblyopia atau penurunan penglihatan yang disebabkan oleh penyakit makular
sekunder.
18
19
apabila
memilki
perbedaan
yang
cukup
tinggi. Ada
2.
20
fisiologik)
Bayi 3-4 minggu memiliki kemampuan yang sama dengan bayi
usia 1 minggu, akan tetapi kedua mata seharusnya sejajar menuju
objek yang diperhatikannya (tidak juling lagi) jika masih
terdapat juling perlu dicurigai adanya kelainan organik, kelainan
refraksi (misalnya hipermetrop dapat menyebabkan esotropia),
4.
5.
6.
7.
8.
dimatikan.
Bayi 4 bulan memiliki kemampuan yang sama dengan bayi 3
bulan tetapi memiliki kelebihan untuk memegang atau mengapai
objek yang dilihatnya dan berusaha memasukkan kemulutnya.
Dan sudah mengenali jauh dan dekat. 9,10
Apabila bayi tidak memiliki kemampuan diatas hingga usia 6 bulan
maka perlu dicurigai adanya anomali motorik karena pada usia 6 bulan
reflek- reflek seharusnya sudah relatif baik. Sehingga perlu diperhatiakan
juga pada anak yang sudah besar 9,10
a. apakah menatap benda dengan sangat dekat? hal ini dapat etrjadi
pada miopia tinggi ataupun usaha anak agar brnda tersebut
terlihat lebih besar.
b. apakah menatap dengan memiringkan kepala? Hal ini dapat
terjadi kemungkinan torticolis oculi akibat parase salah satu otot
21
kepala
adalah
sebagai
bentuk
kompensasi
mata?
Hal ini
terjadi
kemungkinan
mata
yang
untuk
menghindari
diplopia
dan
membuat
atau
melihat
kearah
benda
yang
menarik
dengan
menggunakan
prinsip
nistagmus
22
23
Gambar 1. Auto-refractor
2.6.1
Sejarah Retinoskopi
Pengamatan mengenai retinoskopi dimulai ada tahun 1859 oleh Sir
24
tahun 1881 namun istilah ini kurang cocok karena teknik yang digunakan
biasanya merefleksikan cahaya dari retina. Retinoskop pertama kali
menggunakan cermin untuk merefleksikan cahaya lilin yang disebut spot
light. Sesuai dengan perkembangan zaman ditemukan lagi bahwa lapisan
cahaya linear dapat diproduksi oleh celah dari kaca. Retinoskop elektrik
pertama menggunakan filamen spiral dari bola lampu dan celah yang
berputar.
Jacob Copeland memperkenalkan filamen linear dari bola lampu
yang memproduksi ketajaman garis cahaya. Streak retinoscope yang
diperkenalkan
oleh
Copeland
telah
memenuhi
standar
dalam
25
dengan
memutar
gagang
retinoskop
sehingga
cahaya
26
Jika pasien dengan hipermetropia, maka cahaya yang akan muncul akan
divergen. 16
Ada tiga karakteristik utama pada ret reflex retinoskopi, diantaranya:
1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada
jauh dari titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika mendekati titik
fokus. Dengan kata lain kesalahan- kesalahan refraksi besar memiliki
refleks pergerakan yang lambat, sedangkan kesalahan-kesalahan kecil
memiliki refleks yang cepat.
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus,
menjadi lebih cerah ketika mendekati netralitas. Refleks berlawanan
(against reflex) biasanya redup daripada refleks searah ( with reflex).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas
dengan mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil
pada titik fokus itu sendiri.
c. Dasar Pemeriksaan
Konsep retinoskopi didasarkan pada gerakan refleks. Tujuannya
adalah untuk menemukan lensa yang dapat menetralisasi gerakan itu. Dua
pilihan utama untuk gerakan adalah "dengan (with)" dan "melawan
(against)." Pemeriksa harus mengetahui lensa mana (plus atau minus)
yang digunakan untuk menetralisasi tiap gerakan refleks pada retinoskopi.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari bagaimana refleks tersebut
terbentuk. Cahaya dari retinoskop yang bersinar dalam mata, merupakan
pantulan dari retina. Dimana arah gerakan tergantung pada titik fokus pada
retinoskop. Jika titik fokus jatuh diantara mata yang sedang diperiksa
dengan retinoskop, sinar akan menyilang dan gambar akan menjadi
terbalik di retinoskop, serta akan tampak gerakan berlawanan. Gerakan
searah akan terlihat jika titik fokus berada di luar retinoskop karena cahaya
belum sampai ke titik fokus dan sinar tidak bersilangan. Bila tidak
ditemukan gerakan pada refleks, artinya titik fokus berada pada
retinoskop,17,18
27
28
motion). Bila titik jauh tidak berada diantara pemeriksa dan pasien
(hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan ayunan (dikenal dengan
gerakan searah/ with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil pasien dan
tidak bergerak, karena mata emmetrop atau karena sebelumnya telah
dipasang lensa koreksi yang sesuai, maka kondisi ini dikenal sebagai
netralisasi.18,19
Sebagian besar mata memiliki astigmatisma regular. Dalam hal ini,
cahaya direfleksikan secara berbeda dengan dua meridian astigmatisma
dasar. Jika kita menggerakkan retinoskop dari sisi ke sisi (dengan streak
yang terorientasi pada 900), kita mengukur kekuatan optik dala 1800
meridian. Power dalam meridian ini diberikan oleh silinder pada aksis 90 0.
Bahkan hasil yang sangat tepat adalah bahwa streak dari retinoskop
disejajarkan pada aksis yang sama seperti aksis dari correcting cylinder
yang diuji. Selanjutnya pada pasien dengan astigmatisma regular, kita
ingin menetralisirkan dua refleks, dari setiap meridian utama.19
Sebelum retinoskop digunakan untuk mengukur kekuatan dalam
setiap median utama, aksis meridian harus ditentukan terlebih dahulu.
Karakteristik dari lintasan refleks dapat membantu dalam penentuan aksis.
Ketika lintasan disejajarkan pada aksis yang tepat, lengan retinoskop dapat
direndahkan
atau
ditinggikan
untuk
mendekati
lintasan,
yang
memungkinkan dibaca dari sudut yang lebih mudah dari alat lensa
coba.15,17
Aksis meridian harus ditentukan sebelum retinoskop digunakan
untuk mengukur power dalam setiap median utama, diantaranya:
1.
Break. Break (patahan) terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan lintasan
dengan salah satu meiridian, garis tersebut putus atau patah. Break hilang
(yakni garis terlihat berlanjut) ketika lintasan diputar kedalam aksis yang
tepat, Silinder koreksi harus ditempatkan pada aksis ini.
29
2.
Width. Width (lebar) dari lintasan berbeda-beda ketika alat diputar sekitar
pada aksis yang tepat. Width terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar
dengan aksis.
3.
Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasa berada pada aksis
yang tepat.
4.
Skew. Skew (gerakan obliq dari lintasan reflek) dapat untuk menempatkan
aksis pada silinder-silinder kecil. Jika lintasan diluar aksis, maka akan
bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil. Refleks dan
lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus pada orientasi
lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian utama.18
30
aksis tidak tepat, lebarnya akan tidak sama dalam 2 posisi. Aksis dari
koreksi silindris harus digerakkan ke depan refleks yang lebih sempit dan
straddling dilaksanakan sekali lagi hingga lebar sama. Begitu 2 meridian
diidentifikasikan, kita dapat mengikuti tehnik spheris yang telah dijelaskan
sebelumnya, dengan menggunakannya pada setiap aksis yang berputar
secara terpisah.17-19
d. Metode Pemeriksaan
Retinoskop harus di pegang dengan tangan yang sama pada mata
yang akan diperiksa. Sehinnga bila ingin memeriksa mata kanan, maka
retinoskopi dipegang oleh tangan kanan. Hal ini akan memungkinkan
pasien untuk terpaku pada target yang jauh, untuk mengontrol akomodasi.
Jika pemeriksa memeriksa mata kiri dan memegang retinoskopi dengan
tangan kanan, kepala pemeriksa cenderung memblokir penglihatan pasien
pada target fiksasi. Untuk hasil terbaik, mata yang difiksasi harus
diberikan
pengkabutan
(fogging)
untuk
mencegah
akomodasi.
1.
2.
31
dalam ruangan juga tidak boleh terlalu gelap karena pasien akan sulit
3.
dilihat.
Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan ke arah huruf terbesar yang
ada di Kartu Snellen (Kartu Snellen disiapkan di belakang pemeriksa)
yang kira-kira berjarak 3 meter dari pasien. Hal tersebut bertujuan untuk
membantu pasien untuk merelaksasi akomodasinya dan menjaga matanya
tetap lurus (fiksasi mata pasien). Pemberian siklopegia boleh dilakukan
4.
5.
6.
7.
8.
9.
32
e.
Keunggulan
Menurut penelitian, dapat disimpulkan keunggulan dari pemeriksaan
Pemeriksaan ini yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif
untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskop merupakan alat untuk
melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang
secara obyektif dimana pemeriksa dapat menilai atau mengukur secara
langsung kelainan refraksi yang dialami penderita dengan melihat gerakan
refleks pada retinoskopi. Jadi, pada tahap awal pemeriksaan, pemeriksa
dapat mengetahui lensa mana (plus atau minus) yang digunakan untuk
menetralisasi tiap gerakan refleks pada retinoskopi.
2.
3.
retinoskopi, yaitu:
1. Refleks berwarna merah tidak terlihat, kemungkinan pupil penderita
kecil, keruh dan adanya kesalahan refraksi yang tinggi. Kesulitan ini
bisa diatasi dengan menggunakan midriasis dan atau menggunakan
sinar konvergen dengan retinoskop cermin konkav.
2. Perubahan pada retinoskopi karena adanya akomodasi abnormal dan
dapat diatasi dengan pemakaian sikloplegia.
33
Kelainan Refraksi
2.7.1 Miopia
1.
Definisi
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan
dekat) yaitu seseorang tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas
tapi bisa melihat dengan jelas benda-benda yang dekat. Hal ini
terjadi apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.2,8,9
Klasifikasi2,8-10
Berdasarkan penyebabnya, miopia dibagi menjadi:
a. Miopia refraktif (miopia bias, miopia indeks)
yaitu
34
Miopiakongenital, munculketikalahir.
Miopiaremaja, munculketikaberusia<20 tahun.
Miopiadewasamuda, munculketikaberusia 20-40 tahun.
Miopiadewasatua, munculketikaberusia>40 tahun.
35
36
Antibiotik
Agen antiangina
Antihipertensi
Obat antialergi
Antikonvulsan
Agen sistem saraf
Logam berat
Agen hormonal
Corticosteroids, Kontrasepsi
3.
Etiologi
Tabel 3. Etiologi Miopia Berdasarkan Klasifikasinya10
Jenis Miopia
Miopia simpel
Etiologi
keturunan, pekerjaan jarak pandang dekat yang
Miopia nokturnal
kekerapannya signifikan
keseringan mata berakomodasi dalam gelap yang
Pseudomiopia
signifikan
kelainan akomodasi, eksoforia tinggi, agen agonis
Miopia degeneratif
kolinergik
keturunan, retinopati prematur, halangan pada media
Miopia terinduksi
refraksi
Katarak nuklear terkait umur, terpapar Sulfonamid,
37
Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan penglihatan kabur saat
melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda dari
jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada:2,8
a. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur
yang menetap saat melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat
biasanya normal. Gejala selain pemandangan kabur mungkin
saja muncul.
b. Miopia malam
Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat
pencahayaan kurang. Pasien sering mengeluhkan sulit melihat
rambu-rambu lalu lintas saat berkendaraan malam hari.
c. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat
setelah
melakukan
pekerjaan
yang
dekat.
Hal
ini
yang
mengapung
akibat
perubahan
dari
38
Penatalaksanaan
a.
Koreksi optikal11-13
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan
kaca mata atau lensa kontak yang memberikan penglihatan jauh
yang baik. Derajat miopia diperkirakan dengan menghitung
kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan demikian, titik jauh
sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi sekitar
minus 4 dioptri.
Beberapa keuntungan menggunakan kaca mata yaitu:
Kaca mata lebih hemat dalam beberapa kasus.
Kaca mata memberikan beberapa perlindungan pada mata,
progresif tambahan.
Kaca mata membutuhkan
akomodasi
yang
kurang
anisometropia.
Lensa kontak mengurangi masalah tentang berat kaca mata
dan keterbatasan lapangan pandang pada penggunaan kaca
mata.
39
menutupi makula.
Indikasi preventif: mencegah terjadinya simbleparon.
Indikasi
diagnostik:
penggunaan
gonioskopi,
elektroretinografi.
Indikasi operasi: digunakan selama goniotomi pada
glaukoma kongenital.
Indikasi kosmetik: pada parut kornea, ptosis, ptisis bulbi.
Indikasi pekerjaan: olahragawan, pilot, aktor.
Kontraindikasi pemakaian lensa kontak antara lain:
Kontraindikasi absolut: peradangan pada blefaritis,
pinguekula).
Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk
mengurangi respon akomodasi yang merupakan bagian dari
pengobatan pseudomiopia. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin topikal
dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan
onset usia muda.Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar,
penambahan lensa positif tinggi (2.50 D) diperlukan untuk
penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki potensi reaksi
alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka
penggunaan
atropin
dalam
jangka
waktu
40
lama
dapat
c.
Ortokeratologi
Ortokeratologi
adalah
penyesuaian
lensa kontak
kontrol
terlihat
yang
pada
miopia
anak-anak
dengan
Hipermetropia (Hiperopia)
Definisi
Hipermetropia yaitu suatu kondisi dimana saat cahaya
masuk ke mata yang tidak berakomodasi maka fokus cahaya
berada di belakang retina, sehingga pasien akan melihat lebih jelas
benda yang jauh daripada benda yang dekat.2,13
2.
Klasifikasi2,13
Secara klinis, hipermetropia dapat dibagi menjadi:
a. Hipermetropia simplek, merupakan variasi biologikal normal,
bisa disebabkan oleh kelainan aksial atau refraksi.
41
4.
Diagnosis2,13
a. Anamnesis gejala dan tanda hipermetropia, berupa:
1) Penglihatan dekat kabur
2) Astenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia,
kelelahan mata)
3) Strabismus pada anak yang mengalami hipermetropia berat
4) Mata terasa berat jika ingin mulai membaca dan biasanya
tertidur beberapa saat setelah mulai membaca.
42
5) Ambliopia
b. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang kita lakukan hampir sama
5.
pengobatan
dan
manajemen,
yaitu
besarnya
Astigmatisma
Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada
kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang
mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu
titik.Astigmatismaterjadi akibat bentuk kornea yang oval seperti
telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata
tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang
2.
ringan.2
Etiologi
Astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir,
berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia, serta tidak
banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir
biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatisma lazim
di mana kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau
43
usia 7 tahun.2,11
Klasifikasi2,11
a. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan
kekuatan
pembiasan
bertambah
atau
44
dibelakang
retina.
Bentuk
refraksi
kemudian
vertikal,
maka
45
astigmatisma
ini
dibagi
menjadi
Diagnosis
Diagnosis astigmatisma ditegakkan dari anamnesis yang
meliputi gejala klinis melihat jauh kabur sedang melihat dekat
lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, penglihatan
kabur untuk jauh atau pun dekat, bentuk benda yang dilihat
berubah (distorsi), mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat,
sakit kepala, serta mata tegang dan pegal. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu
Snellen untuk kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang
ada dan menentukan tajam penglihatan. Dengan menggunakan
juring atau kipas astigmatisma, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih
merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmatisma.
46
Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan
ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan
koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata silinder,
lensa kontak atau pembedahan.11,12
47
a.
Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan
silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120
derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal
(30 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal
(30-150 derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (60-120 derajat).12
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri
dipergunakan hukum Jawal, yaitu:12
1) Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with
the rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan
astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
2) Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism
againts the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan
astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
b.
c.
yang
ireguler
atau
anormal.
Prosedur
operasi
Presbiopi
Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makinmeningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata
normal berupa gangguanperubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnyaelastisitas lensa sehingga
terjadi gangguan akomodasi.Terjadi kekakuan lensa seiring dengan
bertambahnya
usia,sehingga
48
kemampuan
lensa
untuk
memfokuskan
bayangan
saat melihat
dekat.
Hal tersebut
Etiologi2,14
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
a. Kelemahan otot akomodasi.
b. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosislensa.
Pada
peningkatan
mekanisme
daya
akomodasi
refraksi
yang
matakarena
normal
adanya
terjadi
perubahan
Diagnosis2,14
Pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, gangguan
akomodasi akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu
berupa mata lelah, berair, dan sering terasa perih. Karena daya
akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan
padaawalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf
dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas,
49
obyek
yang
dibacanya
sehingga
mencapai
titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. Alat
yang kita gunakan untuk melakukan pemeriksaan, yaitu:
a.
b.
c.
d.
Kartu Snellen
Kartu baca dekat
Seuah set lensa trial and error
Bingkai percobaan
Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:
4.
Penatalaksanaan2,11,12,14
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman
umur, contoh umur 40tahun (umur rata-rata) diberikan tambahan
sferis + 1.00 D dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis
+ 0.50D. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam
berbagai cara:
50
2.8
51
Jaga jarak baca 40-45 cm pada buku dan jaga jarak pandang 60 cm
pada layar komputer
52
BAB III
PENUTUP
3.1
1.
Kesimpulan
Kelainan refraksi berhubungan dengan gangguan pada salah satu media
refraksi yang menyebabkan perubahan refraksi cahaya yang masuk ke
mata sehingga tidak jatuh pada retina. Kelainan refraksi juga dapat
disebabkan oleh panjang aksial mata yang ditentukan oleh besarnyaa
2.
bola mata.
Kelainan refraksi di antaranya miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan
presbiopia. Miopia terjadi karena bayangan cahaya jatuh di depan retina
dan dikoreksi dengan lensa cekung (negatif). Hipermetropia terjadi
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sifat Optik Mata. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, terj. Edisi ke-11. Jakarta: EGC. 2008; h.641-53.
2. Sidarta Ilyas, dkk, 2000. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FK UI, cetakan 2
Jakarta.
3. Ilyas, Sidarta. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Ed-3.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2009
4. Riordan-Eva P, White OW. 2008. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury
T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. 17th ed. Alih Bahasa: Pendit BU.
Jakarta: Widya Medika. Hal: 382-398
5. Riordan-Eva P, Whitcher JP, 2008. Optik dan Refraksi. Dalam: Vaughan &
Ashbury Oftalmologi Umum, terj. Edisi ke-17. Jakarta: EGC. 2010; Widya
Medika: Jakarta. 2000. h.382-98.
54
Gangguan
Penglihatan.
Available
from:
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196105151987
031-JUANG_SUNANTO/anak_dgn_gangguan_penglihatan.pdf
10. Canadian Pediatric Society. Vision screening in infants, children and youth.
Paediatr Child Health 2009; 14(4):246-248
11. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17 th
edition. McGraw-Hill: New York. Chapter 17.
12. Siregar NH. 2008. Retinoskopi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan. P.3-12
13. Harris
P,
et
al.
Retinoscopy.
http://www.oepf.org/VTAids/Retinoscopy.pdf
14. Wirtschafter JD, Schwartz GS.
Retinoscopy.
Available
Available
from:
from:
http://www.oculist.net/dwonaton502/prof/ebook/duanes/pages/v1/v1c037.html
15. Anonym.
2003.
Principle
of
Retinoscopy.
Available
from:
http://telemedicine.orbis.org/bins/content_page.asp?cid=11092-11094&lang=1
16. Fletcher EC. 2007. Retina. In: Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan &
Asburys General Ophthalmolgy. McGraw-Hill Companies: New York.
Chapter 20
17. Scheiman MM, et al. Pediatric Eye And Vision Examination. Optometric
Clinical Practice Guideline. American Optometric Association: USA.
18. Crick R, Khaw PT, 2003. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rd edition.
London: World Scientific Publishing. 2003. h.97-135.
19. Myrowitz EH, 2012. Juvenile Myopia Progression, Risk Factors and
Intervention. Saudi Journal of Ophthalmology. 2012; 26: h.293-7.
20. William AL, 2003. Basicand Clinical Science Course: Optics, Refraction, and
Contac Lens. Section 3. USA: American Academy of Ophtalmology. 2003;
118-9.
21. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of The
Patient with Hyperopia. American Optometric Association. 2006; h.2-23.
55
22. Tesler H, 1983, Uveitis in Principle and Practice of Opthalmologi Vol. II,
Universitas Book Publishing Company, Chicago, USA
56