Anda di halaman 1dari 56

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang
Mata merupakan sebuah indra tubuh yang memiliki fungsi optik yang

identik dengan sebuah kamera. Pada mata terdapat pupil yang mirip dengan
sistem apertura pada kamera sebagai pengatur jumlah cahaya yang masuk ke
sistem optik, sebuah lensa untuk yang berfungsi sebagai media refraksi, dan
retina yang mirip kertas film pada kamera sebagai tempat jatuhnya bayangan
cahaya. Lensa mata merupakan sebuah lensa cembung yang akan membiaskan
cahaya membentuk bayangan terbalik dan diperkecil. Bayangan ini nantinya
diteruskan melalui nervus optikus menuju otak untuk diterjemahkan sebagai
gambaran dengan sisi yang tegak dan sama besar.1 Proses yang berperan dalam
penglihatan yaitu fungsi refraksi dari mata. Fungsi refraksi yang normal atau
emetropia terjadi bila sinar sejajar masuk terfokus di retina dengan mata dalam
keadaan istirahat tidak berakomodasi.1,
Kelainan refraksi dapat terjadi dan dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain umur, jenis kelamin, ras, dan lingkungannya. Oleh Hammond CJ, dkk
dalam penelitiannya mengenai pengaruh genetik dan lingkungan terhadap
pasangan-pasangan kembar yang tinggal di lingkungan yang berbeda menyatakan,
genetik memegang peranan besar pada miopia dan hipermetropia. Oleh Goh P.P,
dkk dalam Malaysian study (2003) pada anak usia sekolah, didapatkan prevalensi
miopia lebih tinggi pada anak usia lebih tua, jenis kelamin perempuan, anak
dengan tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi, dan ras Tionghoa.
Hypermetropia lebih banyak ditemukan pada anak usia lebih muda dan pada etnik
lainnya.
Gangguan refraksi masih merupakan salah satu penyebab kebutaan di
dunia. World Health Organization (WHO) menyatakan, terdapat 45 juta orang
yang menjadi buta di seluruh dunia, dan 135 juta dengan low vision. Diperkirakan
gangguan refraksi menyebabkan sekitar 8 juta orang (18% dari penyebab
kebutaan global) mengalami kebutaan. Angka kebutaan anak di dunia masih

belum jelas, namun diperkirakan ada sekitar 1,4 juta kasus kebutaan pada anak,
dan 500.000 kasus baru terjadi tiap tahunnya. Sebagian besar anak-anak ini
meninggal beberapa bulan setelah mengalami kebutaan. Penyebab kebutaan pada
anak sangat bervariasi pada tiap negara. Diperkirakan setiap satu menit terdapat
satu anak menjadi buta dan hampir setengahnya berada di Asia Tenggara CEHJ
(2007). Angka kebutaan di Afrika dan Asia diperkirakan sekitar 15/10.000 anak.
Angka ini sangat besar bila dibandingkan angka kebutaan anak di Eropa dan
Amerika Utara yang hanya 3/10.000 anak. Di Eropa yang merupakan negara
maju, angka kebutaan pada anak sekitar 3:10.000 (CEHJ (2007).
Berdasarkan hasil survei Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 19931996 yang dilakukan di delapan provinsi menunjukkan prevalensi kebutaan di
Indonesia sebesar 1,5 persen dengan penyebabnya katarak 0,78%, glaukoma
0,20%, kelainan refraksi 0,14%, kelainan retina 0,13%, kelainan kornea 0,10%,
dan oleh penyebab lain 0,15%. Kebutaan pada anak di Indonesia sebesar 0,6 per
1000 anak. Depkes RI (1998) Menurut Sirlan F dkk (2009) di Jawa Barat, hasil
survei menunjukkan prevalensi kebutaan sebesar 3,6%; dengan angka kelainan
refraksi sebesar 2,8%, namun tidak ditemukan data untuk anak usia 3-6 tahun. Di
Makassar, angka kebutaan dan kelainan mata pada anak belum pernah dilaporkan
sebelumnya.
Ciner dkk tahun 1998 menyatakan, kelainan refraksi berada di urutan ke
empat kelainan terbanyak pada anak, dan merupakan penyebab utama kecacatan
pada anak. Pada anak usia 3-6 tahun, ambliopia, dan faktor resiko ambliopia
seperti strabismus, dan kelainan refraksi yang signifikan merupakan kelainan
penglihatan dengan prevalensi terbanyak (Ciner dkk.,1998; Abolfotouh dkk.,
1993; American Optometric Association Consensus Panel n Pediatric Eye and
Vision Examination, 2002; Moore, 2006). Di Indonesia, gangguan penglihatan
akibat kelainan refraksi dengan prevalensi sebesar 22,1% juga menjadi masalah
yang cukup serius. Sementara 10% dari 66 juta anak usia sekolah (5-19 tahun)
menderita kelainan refraksi. Sampai saat ini angka pemakaian kacamata koreksi
masih sangat rendah, yaitu 12,5% dari prevalensi. Apabila keadaan ini tidak
ditangani

secara

menyeluruh,

akan

terus

berdampak

negatif

terhadap

perkembangan kecerdasan anak dan proses pembelajarannya, yang selanjutnya


juga mempengaruhi mutu, kreativitas, dan produktivitas
Pemeriksaan refraksi merupakan pemeriksaan dasar, tetapi sangat
menentukan langkah selanjutnya dalam diagnostik dan terapi. Menurut Hartmann
EE, dkk, pemeriksaan refraksi pada anak pra sekolah paling tepat dilakukan mulai
usia 3 tahun, oleh karena pada usia tersebut diperkirakan anak sudah dapat diajak
untuk kooperatif. Pemeriksaan yang tepat dan akurat pada pasien dengan
gangguan refraksi dapat dicapai melalui tahapan sebagai berikut, yaitu: 1)
pemeriksaan refraksi subjektif, 2) pemeriksaan refraksi objektif, 3) cross cylinder
test, dan binocular balancing. Namun pada anak masih sulit untuk dilakukan
pemeriksaan subjektif, cross cylinder test dan binocular balancing karena
pemeriksaan ini membutuhkan kerja sama yang baik antara pasien dan
pemeriksanya. (Benjamin, 2006). Pemeriksaan objektif adalah pemeriksaan
refraksi dimana hasil refraksi dapat ditentukan tanpa mengandalkan masukan atau
respons dari pasien. Kelebihan pemeriksaan ini adalah pemeriksaan dapat
dilakukan tanpa informasi subjektif dari pasien mengenai kualitas visus yang
diperoleh selama prosedur berlangsung. Kerja sama dari pasien yang diperlukan
hanya pada saat, misalnya, meletakkan kepala, atau memfiksasi pandangan pada
target tertentu. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan menggunakan
retinoskopi, otorefraksi, atau fotorefraksi (Corboy dkk, 2003).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Anatomi Media Refraksi


Sesuai dengan perannya sebagai alat optik tubuh, mata memiliki
struktur yang berfungsi untuk merefraksikan seluruh cahaya yang masuk
ke mata melalui media refraksi, sebagai berikut:2,6

Gambar 1. Anatomi Mata.6


2.2

PERKEMBANGAN PENGLIHATAN NORMAL


Tajam penglihatan pada saat lahir berkisar antara persepsi cahaya
dan pada hitungan jari tangan. Hal ini akan mengalami proses pematangan
terutama pada awal-awal tahun kehidupan anak. Pada usia 6 12 bulan
terjadi perubahan anatomi dan fisiologi pada mata dan pusat penglihatan
mata di otak, yang berhubungan langsung dengan kemajuan penglihatan.
Sistem penglihatan manusia masih peka terhadap gangguan penglihatan
sampai usia 9 tahun. Kedua mata saling berhubungan untuk menghasilkan

penglihatan binokuler (melihat dengan kedua mata untuk menghasilkan


bayangan tunggal). Perkembangan penglihatan

ini tergantung dari

stimulus yang sama pada retina kedua mata dan sumbu kedua mata yang
sejajar.
Mata anak sangat berbeda dengan mata orang dewasa. Mata anak
bukanlah bentuk miniatur dari mata orang dewasa. Mata anak terus
berkembang hingga dewasa. Semua kelainan yang timbul pada mata anak
akan dapat berlanjut hingga dewasa. Kelainan tersebut sangat beragam,
mulai dari kelainan congenital (bawaan lahir) seperti katarak congenital,
glaucoma congenital; kelainan anatomi mata baik pada kelopak mata,
saluran air mata, kornea iris, lensa dan retina; infeksi dan alergi mata,
kelainan saraf mata, tumor mata, kelainan bentuk wajah yang
mempengaruhi mata, trauma atau adanya kelainan/gangguan sistemik pada
anak yang mempengaruhi fungsi mata hingga gangguan refraksi mata
seperti mata minus, mata plus, silinder, mata malas hingga juling. Oleh
karena itu, deteksi dini adanya kelainan atau gangguan pada fungsi
perkembangan penglihatan mata anak sangat perlu dilakukan bahkan sejak
awal kelahirannya.
2.3

Mekanisme Refraksi, Akomodasi, dan Tajam Penglihatan


2.3.1 Mekanisme Refraksi
Jikakecepatansuatuberkascahayaberubahakibatperubahan medium
optis, akanterjadi pula pembiasan (refraksi) berka scahaya tersebut. Efek
suatu bahan optic terhadap kecepatan cahaya dinyatakan oleh indeks
refraksinya. Semakin tinggi indeks, semakin lambat kecepatan dan

semakin besar efek pembiasannya. Menurut Hukum Refleksi dan Refraksi,


berkas cahaya yang datangakan dipantulkan dan dibiaskan pada bidang
datang yang tegak lurus terhadap permukaan, sudut datang sama dengan
sudut refleksi, serta hasil kali indeks refraksi medium berkas cahaya
datang dan sinus sudut datang berkas cahaya cahaya yang datang sama
dengan hasil kali besaran-besaran yang sama pada berkas cahaya biasan.2
Lensa konveks memfokuskan berkas cahaya. Berkas cahaya yang
masuk melalui bagian tengah menembus lensa tepat tegak lurus terhadap
permukaan lensa sehingga cahaya tidak dibiaskan. Makin ke tepi lensa
berkas cahaya akan semakin dibelokkan ke arah tengah yang disebut
dengan konvergensi cahaya. Bila lensa memiliki kelengkungan yang sama
cahaya sejajar yang melalui berbagai bagian lensa akan dibelokkan
sedemikian rupa sehingga semua cahaya akan menuju suatu titik yang
disebut titik fokus. Lensa konkaf menyebarkan berkas cahaya. Berlawanan
dengan lensa konveks, berkas cahaya yang mengenai bagian pinggir lensa
akan mengalami divergensi atau menyebar menjauhi cahaya yang masuk
melalui bagian tengah lensa. Lensa silindris membiaskan cahaya pada
suatu garis focus. Silindris konkav akan menyebarkan cahaya pada satu
bidang dan lensa silindris konveks akan memusatkan berkas cahaya pada
satu bidang.Ukuran daya bias lensa disebut sebagai dioptri. Daya bias
lensa konveks sama dengan satu meter dibagi jarak fokusnya. Jadi sebuah
lensa sferis mempunyai daya bias +1 dioptri bila lensa itu memusatkan
cahaya sejajar menuju satu titik fokus 1 meter di belakang lensa.2
Sistem lensa mata terdiri atas empat perbatasan refraksi:2
a.
b.
c.
d.

perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara


perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aqueus
perbatasan antara humor aqueus dan permukaan anterior lensa
perbatasan permukaan posterior lensa dengan korpus vitreus.
Sekitar dua pertiga dari daya bias mata 59 dioptri dihasilkan oleh

permukaan anterior kornea, bukan oleh lensa mata. Hal ini dikarenakan
indeks bias kornea sangat berbeda dari indeks bias udara, sementara indeks
bias lensa mata tidak jauh berbeda dengan indeks bias akuos humor dan
korpus vitreus. Lensa internal mata yang secara normal bersinggungan

dengan cairan di setiap permukaannya memiliki daya bias total hanya 20


dioptri, namun lensa internal ini penting karena sebagai respon terhadap
sinyal saraf dari otak lengkung permukaannya dapat mencembung
sehingga memungkinkan terjadinya akomodasi.2

Gambar 5. Indeks Bias Media Optik.8


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses.
Pertama, pembiasan sinar/cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui
perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu
kornea, akuos humor , lensa, dan humor vitreus. Kedua, akomodasi lensa,
yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung, tergantung pada objek
yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan
garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina sehingga penglihatan tidak
kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang terlalu terang
memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk melindungi mata
dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang. Keempat,
pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa sehingga
kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.6

2.3.2 Mekanisme Akomodasi


Pada anak-anak, daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20
dioptri menjadi kira-kira 34 dioptri, ini berarti terjadi akomodasi sebesar
14 dioptri. Untuk mencapai ini, bentuk lensa diubah dari yang tadinya
konveks sedang menjadi sangat konveks. Lensa yang dalam keadaan
relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya lensa dianggap berbentuk
hampir sferis. Ligamen suspensorium yang melekat di sekeliling lensa,
menarik tepi lensa ke arah lingkar luar bola mata. Ligamen ini secara
konstan diregangkan oleh perlekatannya pada tepi anterior koroid dan
retina. Regangan ini menyebabkan lensa tetap relatif datar dalam keadaan
mata istirahat.2,8
Ligamen suspensorium melekat ke otot siliaris di sebelah
lateralnya. Otot siliaris ini memiliki dua serabut otot polos yang terpisah
yaitu serabut meridional dan serabut sirkular. Serabut meridional
membentang dari ujung perifer ligamen suspensorium sampai peralihan
kornea-sklera.Kalau serabut ini berkontraksi, bagian perifer dari ligamen
lensa tadi akan tertarik secara medial ke arah tepi kornea, sehingga
regangan ligamen terhadap lensa akan berkurang.Serabut sirkular tersusun
melingkar mengelilingi perlekatan ligamen, sehingga pada waktu
berkontraksi terjadi gerak seperti sfingter mengurangi diameter lingkar
perlekatan ligamen terhadap kapsul.Jadi, kontraksi salah satu serabut otot
polos dalam otot siliaris akan mengendurkan ligament kapsul lensa dan
lensa menjadi lebih cembung.2,8
Tabel 1. Perubahan pada Saat Akomodasi8
Otot siliar

Denngan Akomodasi
Tanpa Akomodasi
Kontraksi
Relaksasi

Diameter cincin siliar


Tensi zonulla
Bentuk lensa
Diameter ekuatorial lensa
Ketebalan lensa aksial
Kurvaktura kapsul lensa

Berkurang
Berkurang
Lebih sferis
Berkurang
Bertambah
Lebih cembung

anterior sentral
Kurvaktura kapsul lensa Berubah minimal

Bertambah
Bertambah
Lebih datar
Bertambah
Berkurang
Lebih datar
Berubah minimal

posterior sentral
Kekuatan dioptri lensa

Bertambah

Berkurang

2.3.3 Mekanisme Penglihatan


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses.
Pertama, pembiasan cahaya kaetika cahaya melalui perantaraan yang
berbeda kepadatan, yaitu kornea, akuos humor, lensa, dan korpus vitreus.
Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh. Ketiga, konstriksi
pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat di retina
sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila cahaya yang
terlalu terang memasukinya atau melewatinya, dan ini penting untuk
melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu terang.
Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa
sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.2
2.4

Gejala Gangguan Refraksi


Terkadang para orang tua lupa dan kurang memperhatikan adanya
gangguan penglihatan pada anak-anaknya, sebab gangguan penglihatan
(kelainan refraksi) mata pada anak-anak terkadang sulit diketahui apabila
tidak diperhatikan secara seksama. Hal tersebut disebabkan anak-anak sulit
mengungkapkan kelainan yang dirasakannya (terutama yang masih relatif
rendah), tetapi secara umum gejala kelainan refraksi mata pada anak dapat
dilihat dari kebiasaan (yang tak lazim) pada anak, diantaranya :

Anak melihat benda atau tulisan (misal TV) selalu merasa nyaman
pada jarak lebih dekat dari umumnya orang dengan kondisi
penglihatan mata normal, terkadang pada kasus radikal merasa nyaman
hingga kurang dari jarak 2 meter.

Anak seringkali salah ketika melihat dan membaca tulisan (huruf)


yang tertulis di media tertentu (papan tulis, papan reklame dll).

Anak seringkali mengerutkan dahinya atau memiringkan kepalanya


atau memicingkan matanya ketika melihat secara detil tulisan/benda
(yang relatif kecil) pada jarak jauh.

Anak seringkali tidak tahan lama ketika membaca buku, mengeluh


pusing, atau merasa cepat capek.
Maka untuk mengetahui keadaan penglihatan mata pada anak

periksakan anak secara rutin kepada dokter mata atau refraksionis optisien
(biasanya di optikal yang berijin) minimal setahun sekali, dimana secara
sederhana kelainan refraksi mata pada anak dapat dideteksi dengan melihat
(secara monokuler) deret huruf pada Snellen Chart dan apabila anak tidak
dapat melihat secara baik dan benar pada visus tertentu ada kemungkinan
anak tersebut membutuhkan bantuan kacamata dengan ukuran tertentu.

Pada anak yang dinyatakan mengalami kelainan refraksi dan


menggunakan bantuan kacamata, dianjurkan penggunaannya secara terus
menerus agar diperoleh visus yang stabil, terlebih pada anak yang
memiliki kelainan refraksi dengan ukuran yang berbeda, misal yang satu
lebih berat, sebab mata tersebut cenderung lebih malas (lazy-eye) dan akan
berakibat bertambah berat yang disebabkan tidak adanya gerakan
akomodasi. Secara umum periksakan penglihatan mata anak sedikitnya

10

setahun sekali (atau mungkin kurang dari setahun tergantung pada


adanya keluhan). Hal tersebut perlu dilakukan mengingat pada usia
dibawah 15 tahun merupakan masa-masa pertumbuhan dimana sel-sel
mata juga akan mengalami perubahan mengikuti pertumbuhan yang relatif
cepat.

2.5

Pemeriksaan Refraksi Pada Anak


2.5.1 Pemeriksaan Visus Pada anak
Kelainan refraksi dapat dicurigai misalnya berdasarkan kebiasaan
cara menonton TV, posisi duduk saat belajar di kelas, dan membaca terlalu
dekat. Apabila disertai posisi agak miring, maka kemungkinan ada
kelainan makula atau ada strabismus. Apabila anak sudah bisa diperiksa
dengan kacamata maka pemeriksaan akan lebih mudah dengan
menggunakan metode coba-coba, secara subjektif. Untuk mengetahui
secara pasti refraksi pada anak sebaiknya dilakukan pemeriksaan dengan
streak retinoscopy. Dalam pemeriksaan ini mata anak atau bayi
sebelumnya ditetesi midriatika untuk melebarkan pupil dan melumpuhkan
otot silier sehingga tidak dipengaruhi faktor akomodasi.9

Baru lahir

4 bulan

Menggerakkan kepala ke sumber


cahaya besar
Melakukan Fiksasi, gerakan mata
tidak teratur ke arah sinar
Dapat menggerakan mata ke arah
benda bergerak
dapat melihat dan mengambil obejk

6 bulan

Dapat melihat dan mengambil objek

9 bulan

20/200

6 Minggu
3 bulan

11

1 tahun

20/100

2 tahun

20/40

3 tahun

20/30

5 tahun

20/20
Tabel 2.1 Visus bayi dan anak (Ilyas, 2009)

Pemeriksaan refraksi menjadi sangat penting apabila ternyata bayi


atau anak mengalami strabismus, dengan demikian bayi akan sulit
diperiksa. Untuk pemeriksaan seperti ini sebaiknya dilakukan anestesia
umum, sehingga pemeriksaan fundus, retinoskopi, serta tonometri bisa
sekaligus dilakukan. 1,3,8
Metode kuantitatif untuk menguji ketajaman visual mencakup
pengukuran ketajaman deteksi, ketajaman resolusi, dan ketajaman
pengenalan. Semua pemeriksaan dilakukan pada mata kanan terlebih
dahulu. Ketajaman deteksi mendeteksi adanya stimulus terhadap latar
belakang standar (uji Bock Candy Bead), sedangkan ketajaman resolusi
mengukur kemampuan membedakan pola hitam dan putih secara tipikal.
1,3,8

Tiga metode dasar untuk menguji ketajaman resolusi pada bayi


adalah sebagai berikut. Pertama, melihat mana yang lebih disukai
tergantung kebiasaan melihat saat mengenali stimulus berpola. Kedua,
bangkitan nistagmus optokinetik. Saat bayi melihat drum bergaris berputar
dari kiri ke kanan, matanya mengikuti putaran drum bergaris tersebut
secara lambat dari kiri ke kanan juga. Ketika garis menjadi objek
fiksasinya yang tadi di kiri sekarang menjadi di kanan lalu hilang,
matanya bergerak secara cepat kembali ke kiri untuk memfiksasi objek
garis yang baru. Ketiga adalah dengan mengukur visual evoked potential
(VEP) yang merupakan suatu sinyal listrik yang dibangkitkan oleh korteks
visual sebagai respon terhadap stimulasi retina baik dengan cahaya senter
atau pola papan catur. 1,3,8

12

Respon terhadap stimulus tersebut direkam. VEP terutama sebagai


metode menilai fungsi makula karena korteks visual menggambarkan
penglihatan area makula. VEP juga menggambarkan proses akhir
penglihatan, sehingga bisa merefleksikan abnormalitas dimanapun pada
retina sampai ke korteks.
Penggunaan klinis VEP antara lain untuk konfirmasi diagnosis
neuropati dan penyakit demyelinisasi, menilai kesalahan proyeksi serabut
N II seperti pada albinisme, menilai ketajaman penglihatan pada bayi dan
anak yang belum bisa membaca dengan memakai stimulus pola garis yang
makin

halus,

mendeteksi

lokasi

defek

lapang

pandang

dengan

membandingkan respon terhadap stimuli dengan lokasi yang berbeda,


mengevaluasi potensial ketajaman penglihatan pada subjek dengan
opasitas lensa, dan untuk mendeteksi kepura-puraan atau malingering.
1,3,8

2.5.2 Cara Pemeriksaan Pemeriksaan Visus pada Anak


Bayi Baru Lahir Sampai Umur 2 Bulan
Pemeriksaan pada usia ini biasa dilakukan dengan objek yang
menarik misalnya lampu senter. Pada bayi baru lahir hanya bisa
membedakan gelap dan terang. Kalau pada saat disinari lampu senter, bayi
memejamkan matanya, berarti visusnya baik. Selain itu pemeriksaan bisa
juga dilakukan dengan mainan dengan warna yang mencolok dan bersuara.
Pada bayi umur 2 bulan matanya diarahkan pada mainan. Untuk
memancing perhatiannya bisa disertai suara.3,7
Ketika matanya sudah terfokus pada mainan, hilangkan suaranya.
Lalu mainan digerakkan pelan-pelan. Jika mata bayi masih bisa mengikuti
gerakan mainan, berarti visusnya baik. Selain itu bisa juga dengan uji
tutup mata untuk gangguan mata unilateral. Apabila mata yang
penglihatannya lebih buruk ditutup, bayi biasanya akan tenang saja.
Namun apabila mata yang sehat yang ditutup, maka bayi akan rewel. 3,7
Umur 6 Bulan
Pemeriksaan pada umur ini bisa dilakukan dengan drum yang
berputar. Drum diberi garis hitam putih yang lebar bervariasi. Apabila
mata bayi mengikuti putaran drum, maka akan timbul jerky nistagmus dan

13

ini berarti visusnya baik. Visus dinilai dari lebar garis drum terakhir yang
masih bisa diikuti bayi putarannya tanpa nistagmus. 3,7
Cara lain adalah dengan papan panil dengan 2 lubang. Lubang 1:
panil bergaris dan lubang 2: panil kelabu. Panil bergaris dari lubang 1
dipindah ke lubang 2 dan yang panil kelabu pindah ke lubang 1. Garis
panil makin lama makin halus. Jika bayi sudah melihat panil bergaris
seperti panil kelabu, dan bayi tidak mengikuti gerak panil lagi itulah nilai
visusnya. 3,7
Umur 2,5 Hingga 3 Tahun
Anak memegang huruf T, H, dan V. Bandingkan dengan huruf pada
lampu senter yang dinyalakan. Selain itu bisa juga dengan uji kelereng.
Empat kelereng ditambah dengan papan kayu yang berlubang. Empat
kelereng dengan ukuran berbeda dan 4 lubang pada papan dengan ukuran
sesuai dengan ukuran kelereng. Anak disuruh mencocokkan kelereng
dengan lubangnya. Kalau bisa berarti visusnya baik. 3,7
Umur 3 Hingga 4 Tahun
Menggunakan uji E. Uji ini menggunakan optotip Snellen
dengan huruf E yang dibolak-balik. Huruf E jungkir balik ini makin ke
bawah makin kecil.

Sumber: Gerhard K.Lang Opthalmology textbook short edition.4


Umur Lebih dari 5 Tahun
Dengan optotip huruf E yang dibolak-balik atau dengan optotip angka. 3,7

14

2.5.3 Prosedur Kartu Ketajaman


Prosedur ini dikembangkan untuk memperpendek waktu yang
diperlukan untuk mendapat dan memperkirakan ketajaman pada bayi
secara individual, sehingga memungkinkan prosedur looking preferential
dikombinasikan di dalam klinis dan LEA simbol, pada pemeriksaan LEA
symbol diharapkan anak dapat melihat sampai lebih dari 20/100. Looking
preferential adalah pada bayi diperlihatkan gambar-gambar, ada yang
warnanya kontras (colourful) ada yang warnanya homogen. Bayi akan
lebih menyukai gambar kontras. Berikut merupakan metode-metode
pemeriksaan yang bisa kita lakukan ataupun alat-alat yang bisa gunakan
dalam pemeriksaan visus pada anak: 3,7
Gambar 2.4 Preferential looking test

Sumber: Pediatric

eye examination
textbook; Ann U Stout3,7

15

Sumber: pediatric eye evaluation textbook2

Allen Test card,

pediatric eye
evaluation textbook

Kartu-kartu dari Allen seperti kartu bridge baik digunakan pada


anak usia sekitar 3 tahun. Kartu ini masing-masing bergambar tunggal
yang berguna untuk memusatkan perhatian dan juga dipegang dan dijauh
dekatkan jarak pemeriksaannya. Jarak yang umum digunakan adalah 3
meter, dengan kemungkinan tidak menemukan miopia sebanyak hanya 1/3
dioptri,hal yang bisa diabaikan mungkin ambliopia ringan tak ditemukan.
Kecuali kurangnya visus, perlu menjadi perhatian pula perbedaab
visusantara kedua mata, karena terdapat tendensi pemakaian sebelah mata
saja yang memiliki visual yang baik dan mensupresi bayangan dari mata
yang kabur sehingga menimbulkan sindrom monofiksasi. 3,4,7
2.5.4 Penilaian Fungsi Visual
Penilaian fungsi visual selain visus juga mencakup lapang
pandangan, penglihatan warna, serta pengujian fungsi retina secara
elektrofisiologik. Lapang pandangan digambarkan sebagai sebuah pulau
penglihatan yang dikelilingi oleh suatu lautan kegelapan. Normalnya
adalah 50 superior, 60 nasal, 70 inferior, 90 temporal. Ada suatu titik
gelap 15 sebelah temporal fiksasi yang disebut bintik buta. Ada 3
populasi sel konus retina dengan sensitivitas yang spesifik yaitu biru

16

(tritan) 414-424 nm, hijau (deutan) 522-539 nm, dan merah (protan) 549570 nm. 2,3,6
Penglihatan normal membutuhkan ketiga jenis sel ini untuk melihat
suatu spektrum warna. Kalau ada defisiensi misalnya kekurangan sel
konus merah, maka disebut protonomali; dan jika absen sama sekali
disebut protonopsia. Tes penglihatan warna bisa dimulai pada usia 8-12
tahun. Uji penglihatan warna diantaranya uji Ishihara, terutama untuk
penapisan defek protan dan deutran kongenital. Uji City university, dimana
ada 10 plat, tiap plat ada 1 bulatan warna sentral dikelilingi 4 bulatan
warna perifer. Subjek disuruh mencocokkan mana diantara 4 warna perifer
yang paling menyerupai warna sentral. Uji-uji yang lain adalah uji HardyRand-Ritler, sama seperti Ishihara, tapi bisa mendeteksi ketiga defek
kongenital,dengan alat elektroretinogram (ERG). Elektroretinogram
menghasilkan suatu rekaman potensial aksi yang diproduksi retina ketika
distimuli dengan cahaya dengan intensitas adekuat.3,6
Tabel 1.5 Penilaian penglihatan berdasarkan umur dan metode pemeriksaan

2.5.6

em

rik

aa

Refraksi Pada Bayi dan Anak


Kelainan refraksi dapat dicurigai dari kebiasaan cara melihat
televisi (suka nonton dalam jarak dekat), saat belajar di sekolah (biasanya
anak suka duduk di depan, karena tidak jelas kalau duduk di belakang),
membaca terlalu dekat, dan posisi agak miring (kelainan makula atau
strabismus). Anak yang mempunyai pusat fiksasi penglihatan di luar fovea
sentralis akan selalu berusaha mensejajarkan posisi aksis visual atau

17

menjatuhkan fokus sinar di bagian retina yang berfungsi sebagai fovea


dengan cara memiringkan kepalanya. Fiksasi eksentrik timbul karena mata
secara terus-menerus menggunakan area ekstrafovea untuk memfiksasi
suatu objek. Fiksasi jenis ini dapat diperiksa dengan visuskop atau refleks
pada kornea dengan metode corneal light reflect. 3,4,7

(pemeriksaan corneal light reflect pada pupil anak tampak white crescent yang
menunjukkan kelainan refraksi) yang menunjukkan bahwa anak tersebut mengalami
strabismic amblyopia atau penurunan penglihatan yang disebabkan oleh penyakit makular
sekunder.

Sumber: Pediatric eye examination textbook; Ann U Stout


Pemeriksaan Red Reflex merupakan pemeriksaan dengan
menggunakan opthalmoskop yang didekatkan pada mata, dimana

18

pemeriksaan ini dilakukan pada ruangan yang gelap untuk menilai


perbedaan ukuran pupil, perbedaan 1ml pada pupil bisa menunjukkan
suatu kelainan klinis. Pemeriksaan tajam penglihatan dengan metode
lubang jarum (pinhole) cukup sederhana dan bermanfaat. Bila ditemukan
perbaikan dengan pemeriksaan ini, berarti ada kelainan refraksi. Untuk
mengetahui status refraksi secara pasti bisa dilakukan dengan pemeriksaan
streak retinoscopy. Untuk anak yang sudah besar, pemeriksaan visus
dilakukan dengan menggunakan kartu snellen yang bergambar atau berisi
huruf E yang dibolak balik dengan jarak pemeriksaan 6m, hal ini juga
dapat dilakukan dengan menggunakan huruf ataupun angka. 3,4,7
Bila dalam pemeriksaan obyek terbesar tidak dapat dikenali anak,
maka anak didekatkan ke arak kartu uji sampai anak dapat melihat atau
mengenali obyek terbesar tersebut. Misalnya anak dapt melihat atau
mengenali objek terbesar tersebut dengan jarak 2m, maka 2m merupakan
pembilang sedangkan jarak pada obyek terbesar yang semestinya (60m)
bisa dilihat, maka dapat diinterpretasiakn bahwa hasil pemeriksaan
tersebut adalah 2/60. 3,4,7
Apabila melihat obyek terbesar terbesar tidak bisa dengan jark 6m
maka dilanjutkan pemerikasan dengan menggunakan teknik hitung jari,
hal ini dapat dilakukan dengan catatan anak sudah pandai berhitung.
Kemudian interpretasi pemeriksaan dapat dilakukan sesuai dengan jarak
pemeriksaan anak saat menghitung jari. Misalnya anak hanya dapat
menghitung jari dengan jarak 2m maka hasil pemeriksaan tersebut adalah
2/60. 3,4,7
Setelah dilakukan pemeriksaan dengan cara menghitung jari
dengan jarak paling dekat dengan mata anak tetapi anak tidak dapat
menghitung jari pemeriksa, maka dilanjutkan dengan pemeriksaan dengan
menggunakan pemeriksaan denagan pemeriksaan lamabian tangan.
Apabila anak dapat menentukan arah pergerakan tangan maka dapat
diiterpretasinya adalah 1/300. 3,4,7

19

Untuk tahap akhir pemeriksaan ini adalah dengan menggunakan


cahaya. Pemeriksaan ini dilakukan apabila anak tidak dapat menilai arah
dari pemeriksaan lambaian tangan. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
menilai apakah anak dapat mengetahui dari mana arah datangnya cahaya
yang diberikan oleh pemeriksa. Apabila anak mengetahui arah datangnya
cahanya maka interpetasinya adalah 1/ tak terhingga.visus nol apabila
tidak ada sama sekali persepsi cahaya. 3,4,7
Penggunaan mata yang tidak simultan pada akhirnya akan
mengganggu visi binokuler sehingga kemungkinan dapat menyebabkan
ambliopia

apabila

memilki

perbedaan

yang

cukup

tinggi. Ada

kemungkinan saat itu telah terdapat ambliopia atu terdapat kelainan


organik pada mata yang visusnya kurang baik. 3,4,7
Sebagai contohnya pada miopia derajat sedang unulateral, satu
mata mungkin digunakan untuk melihat jauh sedangkan mata yang
satunya digunakan untuk melihat yang dekat saja, hal ini kemungkinan
tidak terjadi ambliopia tetapi terdapat gangguan visi binokuler. Sedangkan
pada pada miopia tinggi unilateral kemungkinan terjadi ambliopia
anisometropik besar, sebab satu mata digunakan untuk melihat jauh
maupun dekat. Selain pemeriksaan diatas juga diperhatikan gerak dari
kedua matanya.3,4,7
Pada anak yang berusia <3 tahun, penggunaan pemeriksaan
subjektif dengan menggunakan kartu snellen ataupun kartu allen seperti
diatas belum dapat digunakan, namun pemeriksaan dilakukan hanya
dengan mengamati tingkah laku penggunaan indera matanya saja,
misalnya :9,10
1.

Bayi baru lahir seharusnya sudah memiliki rasa silau dan


menghindar atau menutup matanya dengan cepat dan rapat bila
diberi rangsangan sinar. Selainitu pupil sudah menunjukkan

2.

reaksi khususnya pada bayi yang dilahirkan cukup bulan.


Bayi 1 minggu mengenali atau mengarahkan pandangannya ke
arah ibunya atau orang yang berada disekitarnya dengan gerak

20

kasar meskipun mungkin matanya tidak mengarah sama (juling


3.

fisiologik)
Bayi 3-4 minggu memiliki kemampuan yang sama dengan bayi
usia 1 minggu, akan tetapi kedua mata seharusnya sejajar menuju
objek yang diperhatikannya (tidak juling lagi) jika masih
terdapat juling perlu dicurigai adanya kelainan organik, kelainan
refraksi (misalnya hipermetrop dapat menyebabkan esotropia),

4.

5.

kelainan inervasi, ataupun kelainan anatomi.


Bayi 1 bulan seharusnya sudah dapat menggerakkan matanya
vertikal keatas ataupun melirik ke arah bawah.
Bayi berusia5-6 minngu seharusnya memiliki kemampuan untuk
mengikuti pergerakan benda/ senter dengan pandangannya
sampai beberapa derajat dan kembali keposisi semula dengan

6.

7.

lambat bila senter dimatikan.


Bayi 1,5- 2 bulan sudah bisa melakukan konvergensi bila objek
didekatkan.
Bayi 3 bulan seharunya sudah dapat mengikuti senter atau objek
dengan tarikan yang lebih mantap, dan dapat mempertahankan
pandangannya dengan area yang lebih luas lagi ke pinggir dan
kembali keposisi semula dengan lebih cepat apabila senter

8.

dimatikan.
Bayi 4 bulan memiliki kemampuan yang sama dengan bayi 3
bulan tetapi memiliki kelebihan untuk memegang atau mengapai
objek yang dilihatnya dan berusaha memasukkan kemulutnya.
Dan sudah mengenali jauh dan dekat. 9,10
Apabila bayi tidak memiliki kemampuan diatas hingga usia 6 bulan

maka perlu dicurigai adanya anomali motorik karena pada usia 6 bulan
reflek- reflek seharusnya sudah relatif baik. Sehingga perlu diperhatiakan
juga pada anak yang sudah besar 9,10
a. apakah menatap benda dengan sangat dekat? hal ini dapat etrjadi
pada miopia tinggi ataupun usaha anak agar brnda tersebut
terlihat lebih besar.
b. apakah menatap dengan memiringkan kepala? Hal ini dapat
terjadi kemungkinan torticolis oculi akibat parase salah satu otot

21

mata, selain itu jika menggunakan kedua mata untuk


memiringkan

kepala

adalah

sebagai

bentuk

kompensasi

pengarahan kedua mata supaya tidak diplopia.


c. Apakah menatap suatu benda dengan memicingkan sebelah atau
kedua

mata?

Hal ini

terjadi

kemungkinan

mata

yang

dipincingkan silau akibat radang kornea, selain itu juga dapat


dilakukan

untuk

menghindari

diplopia

dan

membuat

pandangannya lebih jelas.


d. Apakah dapat mennemukan dengan segera mainan yang
dijatuhkan

atau

melihat

kearah

benda

yang

menarik

disampingnya? Dan apakah ada kesukaran untuk mencari arah ?


hal ini digunakan untuk menilai apakah ada kelainan lapang
pandang.
e. Apakah matanya sering berkedip- kedip atau menggosok- gosok
matanya? Hal ini dapat digunakan untuk menilai kemungkinan
sebagai suatu menifestasi anomali refraksi.
f. Apakah ada nistagmus ? hal ini dapat diketahui apakah terdapat
nistagmus kongenital atau gangguan lainnya dengan visus relatif
baik pada posisi tertentu dan posisi yang memperburuknya.
Selain mengamati perilaku berdasarkan usia dan cara mengamati
objek dapat dilakukan pemeriksaan visus pada anak dengan menggunakan
alat-alat khusus. 9,10
1. Pemeriksaan

dengan

menggunakan

prinsip

nistagmus

optokinetik (OKN) yaitu gerakan otomatis mengikuti gerakan


objek yang bergerak kesuatu arah. Alat yang digunakan adalah
benda yang bercorak vertikal berwarna hitam dan putih atu
menggunakan pita yang bercorak sama kemudian digerakkan
kearah tertentu. Kemudian menilai dengan gerakan tersebut
apakah anak dapat mereson gerakan alat tersebut.
2. Menggunakan prinsip preferensi menatap/ mengambil objek
bercorak hutam putih dibandingkan objek berwarna ungu.
Apabila corakannya lebih rapat makan akan dilahat berwana

22

ungu sedangkan anak akan memilik objek yang memiliki corak


yang lebih besar.
3. Mengukur perubahan potensial listrik di daerah occiput. Apabila
mataterlihat ada perubahan intensitas dalam suatu bidang maka
akan terjadi perubahan potensial listrik VEP (visual evoked
potential). Pada anak diperlihatkan media bercorak hitam putih
berbentuk bidang catur dengan corakan bergantian, apabila anak
dapat melihat corakan pada bidang tersebut makan akan terjadi
perubahan potensial pada kortek visual. Dan apabila anak hanya
melihat corakkan tersebut kecil bagi matanya hanya terlihat
bidang kelabu dan tidak menimbulkan perubahan potensial.
2.6 Pemeriksaan Obyektif Refraksi
Pemeriksaan objektif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu
menggunakan auto-refractor dan retinoskopi. Auto-refractor yang dikenal
pada masyarakat sebagai alat komputer pemeriksaan kelainan refraksi.
Alat ini diharapkan dapat mengukur dengan tepat kelainan refraksi mata.
Auto-refractor pada dasarnya terdiri dari sumber inframerah, target
fiksasi dan badal optometer. Prosedur pemeriksaan biasanya diawali
dengan menyalakan tombol power alat, kemudian pada bagian sandaran
dahi dan dagu dibersihkan dengan tissue, pasien dipersilakan duduk
senyaman mungkin. Pasien diinstruksikan untuk menempatkan dahi dan
dagunya pada sandaran alat kemudian melihat lurus objek yang ada
didalam alat. Pemeriksaan dilakukan secara monokuler (per satu mata)
dimulai dengan mata kanan terlebih dahulu, pada umumnya alat sudah
disetting untuk 3 kali pengukuran untuk setiap mata. Setelah selesai
dilakukan pengukuran, hasil pengukuran dapat dicetak. Hasil pengukuran
ini dapat menjadi salah satu referensi untuk pemeriksaan selanjutnya yaitu
pemeriksaan refraksi subjektif.

Jadi, ukuran yang dihasilkan pada

pemeriksaan mata dengan komputer (autorefraktometer) sebenarnya tidak


valid jika langsung diaplikasikan untuk ukuran lensa kacamata atau lensa

23

kontak karena itu baru sebagian dari keseluruhan tahap pemeriksaan


refraksi. Jika tahap pemeriksaan selanjutnya tidak dilaksanakan, hasilnya
adalah keluhan tidak nyaman, pusing, berat dan sebagainya akan
dikomplainkan oleh pasien. 11,12
Pemeriksaan dengan metode retinoskopi memungkinkan pemeriksa
secara objektif menentukan kesalahan refraktif sferosilindris dan kelainan
astigmatisma reguler dan ireguler serta menganalisa adanya gangguan
perkembangan penglihatan sehingga pemeriksaan ini dapat mengurangi
kesalahan koreksi dalam pemeriksaan refraksi. Retinoskopi juga dijadikan
sebagai patokan dalam melakukan pemeriksaan subjektif selanjutnya,
membantu menilai tajam pengelihatan pada pasien-pasien yang kurang
kooperatif (misalnya pada anak-anak dan orang dengan gangguan
perkembangan mental) dan mendeteksi jika ada masalah pada mediamedia refrakta.9,10

Gambar 1. Auto-refractor

2.6.1

Sejarah Retinoskopi
Pengamatan mengenai retinoskopi dimulai ada tahun 1859 oleh Sir

William Bowman yang menggunakan cermin datar oftalmoskop dengan


pencahayaan dari lilin dan didapatkan bayangan linear saat pemeriksaan
astigmatisma pada mata. Tahun 1875 prosedur tersebut dideskripsikan
sebagai shadow test. Istilah retinoskopi dikenalkan oleh H.Parent pada

24

tahun 1881 namun istilah ini kurang cocok karena teknik yang digunakan
biasanya merefleksikan cahaya dari retina. Retinoskop pertama kali
menggunakan cermin untuk merefleksikan cahaya lilin yang disebut spot
light. Sesuai dengan perkembangan zaman ditemukan lagi bahwa lapisan
cahaya linear dapat diproduksi oleh celah dari kaca. Retinoskop elektrik
pertama menggunakan filamen spiral dari bola lampu dan celah yang
berputar.
Jacob Copeland memperkenalkan filamen linear dari bola lampu
yang memproduksi ketajaman garis cahaya. Streak retinoscope yang
diperkenalkan

oleh

Copeland

telah

memenuhi

standar

dalam

perkembangan retinoskop di masa yang akan datang. Dengan semakin


banyak instrumen yang canggih, inovasi terus berlanjut hingga ke system
kontrol filamen meridian, desain lengan dan pegangan, dan power
baterai.15
2.6.2 Streak Retinoscope
a. Definisi
Streak retinoscope merupakan suatu jenis retinoskop yang
memproyeksikan benda atau objek ke mata pasien secara beruntun dan
dapat disesuaikan dengan lebar dan diputar sesuai meridian.14 Streak
retinoscope merupakan perbaharuan dari spot retinoscope. Cahaya
dihasilkan dari dasar filamen dan diteruskan ke cermin sebagai linear
streak dengan penginterpretasian dilakukan oleh pemeriksa. Pencahayaan
retinoskop didapat dari bola lampu kecil dengan filamen lurus yang
membentuk seberkas sinar disekitar daerah sebarannya. Cahaya yang
dipantulkan melalui lubang kecil disekitarnya berwarna keperakan. Bila
cahaya datang secara divergen, cahaya akan terlihat datang dari belakang
retinoskop dan sebagaimana cahaya itu akan direfleksikan ke cermin.
Semua streak retinoscope memiliki komponen yang sama, yaitu
sumber cahaya, lensa, cermin, dan gagang. Sumber cahaya berupa bohlam

25

dengan filamen yang linear dapat memproyeksikan cahaya linear yang


beruntun dengan mengalir seperti arus listrik. Cahaya yang masuk dapat
dikontrol

dengan

memutar

gagang

retinoskop

sehingga

cahaya

diproyeksikan secara paralel ke arah lantai atau pada bidang meridian.9

Gambar 2. Streak Retinoscope


b. Prinsip Pemeriksaan
Retinoskopi harus dilakukan dengan akomodasi pasien yang rileks.
Pasien harus difiksasi pada sebuah jarak pada target tanpa akomodasi. Saat
cahaya dari retinoskop berjalan menuju mata pasien melewati film air
mata, kornea, bilik mata depan, lensa, vitreus, dan retina, cahaya tersebut
akan dipantulkan kembali dan terlihat sebagai refleks cahaya berwarna
merah di pupil pasien. Refleks cahaya berwarna merah ini dikenal sebagai
refleks retinoskopi atau ret reflex. Tergantung pada kelainan refraksi
pasien, ketika kita menggerakkan cahaya retinoskop, ret reflex akan ikut
bergerak ke arah tertentu. Dengan mengamati kualitas refleks cahaya
setelah keluar dari mata pasien, pemeriksa dapat memperkirakan berapa
daya refraksi mata pada pasien. Pada pasien emetrop , cahaya yang muncul
akan paralel. Pasien dengan miopia, cahaya yang akan muncul konvergen.

26

Jika pasien dengan hipermetropia, maka cahaya yang akan muncul akan
divergen. 16
Ada tiga karakteristik utama pada ret reflex retinoskopi, diantaranya:
1. Kecepatan. Refleks bergerak paling lambat ketika pemeriksa berada
jauh dari titik fokus dan menjadi lebih cepat ketika mendekati titik
fokus. Dengan kata lain kesalahan- kesalahan refraksi besar memiliki
refleks pergerakan yang lambat, sedangkan kesalahan-kesalahan kecil
memiliki refleks yang cepat.
2. Kecerahan. Refleks tumpul ketika pemeriksa jauh dari titik fokus,
menjadi lebih cerah ketika mendekati netralitas. Refleks berlawanan
(against reflex) biasanya redup daripada refleks searah ( with reflex).
3. Lebar. Lintasan sempit ketika pemeriksa jauh dari titik fokus. Meluas
dengan mendekati titik fokus dan tentu saja mengisi seluruh pupil
pada titik fokus itu sendiri.
c. Dasar Pemeriksaan
Konsep retinoskopi didasarkan pada gerakan refleks. Tujuannya
adalah untuk menemukan lensa yang dapat menetralisasi gerakan itu. Dua
pilihan utama untuk gerakan adalah "dengan (with)" dan "melawan
(against)." Pemeriksa harus mengetahui lensa mana (plus atau minus)
yang digunakan untuk menetralisasi tiap gerakan refleks pada retinoskopi.
Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari bagaimana refleks tersebut
terbentuk. Cahaya dari retinoskop yang bersinar dalam mata, merupakan
pantulan dari retina. Dimana arah gerakan tergantung pada titik fokus pada
retinoskop. Jika titik fokus jatuh diantara mata yang sedang diperiksa
dengan retinoskop, sinar akan menyilang dan gambar akan menjadi
terbalik di retinoskop, serta akan tampak gerakan berlawanan. Gerakan
searah akan terlihat jika titik fokus berada di luar retinoskop karena cahaya
belum sampai ke titik fokus dan sinar tidak bersilangan. Bila tidak
ditemukan gerakan pada refleks, artinya titik fokus berada pada
retinoskop,17,18

27

Gambar . Posisi Titik Tangkap Cahaya


Ketika melakukan pemeriksaan dengan menggunakan retinoskop
pada mata yang sferis, jarak kerja dimulai dengan 5 cm. Cahaya akan
keluar dari retinoskop sebagai kumpulan cahaya yang terfokus pada jarak
40 cm di (belakang kepala pemeriksa). Jika pasien memiliki myopia -2,25
D, titik fokus dari retinoskopi terletak pada titik yang sama dalam ruang
sebagai titik fokus dari pasien, dan pemeriksa akan melihat cahaya yang
beruntun halus terfokus cahaya di pupil pasien. Jika gambaran pada
pemeriksaan dengan menggunakan streak retinoscope adalah fokus dalam
semua meridian, berarti pasien tidak memiliki silindris. 15,17,18
Jika titik jauh berada diantara pemeriksa dan pasien (miopia lebih
besar daripada jarak kerja dioptri pemeriksa), cahaya akan bertemu dan
akan menyebar kembali. Posisi cahaya dari pupil akan bergerak mengayun
dalam arah berlawanan (dikenal sebagai pergerakan berlawanan/ against

28

motion). Bila titik jauh tidak berada diantara pemeriksa dan pasien
(hiperopia), cahaya akan bergerak searah dengan ayunan (dikenal dengan
gerakan searah/ with motion). Ketika cahaya memenuhi pupil pasien dan
tidak bergerak, karena mata emmetrop atau karena sebelumnya telah
dipasang lensa koreksi yang sesuai, maka kondisi ini dikenal sebagai
netralisasi.18,19
Sebagian besar mata memiliki astigmatisma regular. Dalam hal ini,
cahaya direfleksikan secara berbeda dengan dua meridian astigmatisma
dasar. Jika kita menggerakkan retinoskop dari sisi ke sisi (dengan streak
yang terorientasi pada 900), kita mengukur kekuatan optik dala 1800
meridian. Power dalam meridian ini diberikan oleh silinder pada aksis 90 0.
Bahkan hasil yang sangat tepat adalah bahwa streak dari retinoskop
disejajarkan pada aksis yang sama seperti aksis dari correcting cylinder
yang diuji. Selanjutnya pada pasien dengan astigmatisma regular, kita
ingin menetralisirkan dua refleks, dari setiap meridian utama.19
Sebelum retinoskop digunakan untuk mengukur kekuatan dalam
setiap median utama, aksis meridian harus ditentukan terlebih dahulu.
Karakteristik dari lintasan refleks dapat membantu dalam penentuan aksis.
Ketika lintasan disejajarkan pada aksis yang tepat, lengan retinoskop dapat
direndahkan

atau

ditinggikan

untuk

mendekati

lintasan,

yang

memungkinkan dibaca dari sudut yang lebih mudah dari alat lensa
coba.15,17
Aksis meridian harus ditentukan sebelum retinoskop digunakan
untuk mengukur power dalam setiap median utama, diantaranya:
1.

Break. Break (patahan) terlihat ketika lintasan tidak sejajar dengan lintasan
dengan salah satu meiridian, garis tersebut putus atau patah. Break hilang
(yakni garis terlihat berlanjut) ketika lintasan diputar kedalam aksis yang
tepat, Silinder koreksi harus ditempatkan pada aksis ini.

29

2.

Width. Width (lebar) dari lintasan berbeda-beda ketika alat diputar sekitar
pada aksis yang tepat. Width terlihat paling sempit ketika lintasan sejajar
dengan aksis.

3.

Intensitas. Intensitas garis lebih terang apabila lintasa berada pada aksis
yang tepat.

4.

Skew. Skew (gerakan obliq dari lintasan reflek) dapat untuk menempatkan
aksis pada silinder-silinder kecil. Jika lintasan diluar aksis, maka akan
bergerak dengan arah yang agak berbeda dari refleks pupil. Refleks dan
lintasan gerak dalam arah yang sama (keduanya tegak lurus pada orientasi
lintasan) apabila lintasan sejajar dengan salah satu meridian utama.18

Gambar 4. Break, Width, Skew

Aksis ini dapat dipertegas memalui tehnik yang dikenal sebagai


straddling yang dilakukan dengan menempatkan perkiraan koreksi
silindris. Lintasan retinoskop diputar 450 dari aksis dalam dua arah dan
jika aksis tepat, lebar refleks akan sama dalam kedua posisi aksis. Jika

30

aksis tidak tepat, lebarnya akan tidak sama dalam 2 posisi. Aksis dari
koreksi silindris harus digerakkan ke depan refleks yang lebih sempit dan
straddling dilaksanakan sekali lagi hingga lebar sama. Begitu 2 meridian
diidentifikasikan, kita dapat mengikuti tehnik spheris yang telah dijelaskan
sebelumnya, dengan menggunakannya pada setiap aksis yang berputar
secara terpisah.17-19
d. Metode Pemeriksaan
Retinoskop harus di pegang dengan tangan yang sama pada mata
yang akan diperiksa. Sehinnga bila ingin memeriksa mata kanan, maka
retinoskopi dipegang oleh tangan kanan. Hal ini akan memungkinkan
pasien untuk terpaku pada target yang jauh, untuk mengontrol akomodasi.
Jika pemeriksa memeriksa mata kiri dan memegang retinoskopi dengan
tangan kanan, kepala pemeriksa cenderung memblokir penglihatan pasien
pada target fiksasi. Untuk hasil terbaik, mata yang difiksasi harus
diberikan

pengkabutan

(fogging)

untuk

mencegah

akomodasi.

Pengkabutan dilakukan dengan menempatkan lensa plus pada mata yang


akan diperiksa. Pada kasus miopia, mata yang diperiksa dibiarkan tanpa
dikoreksi, sehingga akan memberikan efek yang sama. Setelah reflekspada
matayang diperiksatelahdinetralisir, lensa kerja (lensa plus) harus tetap
diletakkan pada saat melakukan pemeriksaan retinoskopi pada mata
sebelahnya.
Sebelum melakukan pemeriksaan dengan menggunakan streak
retinoskopi ada beberapa hal yang harus dilakukan:

1.
2.

Cahaya harus dimatikan.


Pemeriksa dan Pasien duduk berhadapan dengan jarak antar mata 0.67
meter. Penerangan dalam ruangan tidak boleh terlalu terang karena ret
reflex tidak dapat dinilai jika cahaya masih terlalu terang. Penerangan

31

dalam ruangan juga tidak boleh terlalu gelap karena pasien akan sulit
3.

dilihat.
Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan ke arah huruf terbesar yang
ada di Kartu Snellen (Kartu Snellen disiapkan di belakang pemeriksa)
yang kira-kira berjarak 3 meter dari pasien. Hal tersebut bertujuan untuk
membantu pasien untuk merelaksasi akomodasinya dan menjaga matanya
tetap lurus (fiksasi mata pasien). Pemberian siklopegia boleh dilakukan

4.

5.

bila memang diperlukan.


Atur trial frame sesuai dengan pupil distance pasien dan buat pasien
nyaman dengan trial frame tersebut.
Pemeriksa harus menyamakan jalan pengelihatan (melalui retinoskop)
sesama mungkin aksis pengelihatan pasien. Apabila jalan pengelihatan
melenceng dari aksis pengelihatan pasien, maka hasil dari retinoskopi akan

6.

7.

menjadi kurang akurat.


Kepala pemeriksa harus tetap lurus (pasien harus melihat lurus ke depan
(ke huruf terbesar Kartu Snellen) melewati telinga pemeriksa).
Aturlah jarak kerja dengan benar. Jarak kerja menentukan kekuatan lensa
yang akan dikurangi pada akhir hasil retinoskopi. Dengan jarak 2 atau 3
meter ( panjang lengan orang dewasa), kekuatan lensa yang didapat di

8.

9.

akhir akan dikurangi + 1.50 Dioptri.


Periksa cahaya retinoskop. Cahaya yang digunakan untuk pemeriksaan
adalah cahaya yang divergen. Arahkan cahaya ke mata.
Selalu periksa mata kanan terlebih dahulu. Pegang retinoskop dengan
tangan kanan. Lihat melalui lubang kecil retinoskop dengan mata kanan.
Buat cahaya melakukan gerakan sweep pada mata pasien dengan
retinoskop. Mata kiri diperiksa setelah memeriksa mata kanan, retinoskop
dipegang dengan tangan kiri, dan lubang di retinoskop diintip dengan mata
kiri. Intiplah melalui lubang kecil yang ada di retinoskop dengan kedua
mata tetap terbuka. Awalnya hal tersebut akan terasa tidak nyaman, akan
tetapi akan hilang dengan sendirinya bila terus dilatih. Apabila mata yang
tidak memeriksa tidak dibuka, biasanya pemeriksa akan sakit kepala.Minta
pasien untuk tetap melihat ke arah target (huruf terbesar Kartu Snellen)
dan jangan melihat ke sumber cahaya.13

32

e.

Keunggulan
Menurut penelitian, dapat disimpulkan keunggulan dari pemeriksaan

dengan menggunakan streak retinoscope adalah:


1.

Pemeriksaan ini yang sangat diperlukan pada pasien yang tidak kooperatif
untuk pemeriksaan refraksi biasa. Retinoskop merupakan alat untuk
melakukan retinoskopi, guna menentukan kelainan refraksi seseorang
secara obyektif dimana pemeriksa dapat menilai atau mengukur secara
langsung kelainan refraksi yang dialami penderita dengan melihat gerakan
refleks pada retinoskopi. Jadi, pada tahap awal pemeriksaan, pemeriksa
dapat mengetahui lensa mana (plus atau minus) yang digunakan untuk
menetralisasi tiap gerakan refleks pada retinoskopi.

2.

Pemeriksaan ini sangat berguna untuk orang yang mengalami kesulitan


dalam berkomunikasi misalnya balita dan anak-anak balita atau orangorang dengan gangguan perkembangan mental.

3.

Pemeriksaan ini juga dapat membantu pemeriksa untuk mengoreksi


kelainan refraksi pada pasien yang mengalami gangguan fungsi bahasa
(afasia), pasien yang buta huruf dan pasien yang berbicara dengan bahasa
yang berbeda dengan pemeriksa. 11,12
f.

Kesulitan dalam Pemeriksaan


Ada beberapa kesulitan pada saat melakukan pemeriksaan

retinoskopi, yaitu:
1. Refleks berwarna merah tidak terlihat, kemungkinan pupil penderita
kecil, keruh dan adanya kesalahan refraksi yang tinggi. Kesulitan ini
bisa diatasi dengan menggunakan midriasis dan atau menggunakan
sinar konvergen dengan retinoskop cermin konkav.
2. Perubahan pada retinoskopi karena adanya akomodasi abnormal dan
dapat diatasi dengan pemakaian sikloplegia.

33

3. Bayangan gunting yang terkadang terlihat pada pasien astigmatisma


reguler dengan pupil dilatasi. Kebanyakan kesulitan ini dapat
dikurangi bila pupil mengecil.
4. Gerakan bayangan yang berbenturan ke berbagai arah dalam bagianbagian berbeda di area pupil terlihat pada pasien astigmatisma ireguler.
5. Bayangan berbentuk segitiga terlihat pada pasien dengan kornea
konikal.
2.7

Kelainan Refraksi
2.7.1 Miopia
1.
Definisi
Miopia (nearsightedness, shortsightedness, penglihatan
dekat) yaitu seseorang tidak bisa melihat benda jauh dengan jelas
tapi bisa melihat dengan jelas benda-benda yang dekat. Hal ini
terjadi apabila bayangan dari benda yang terletak jauh berfokus di
depan retina pada mata yang tidak berakomodasi.2,8,9

Gambar 6. Bayangan terbentuk di depan retina pada miopia.6


2.

Klasifikasi2,8-10
Berdasarkan penyebabnya, miopia dibagi menjadi:
a. Miopia refraktif (miopia bias, miopia indeks)

yaitu

bertambahnya indeks bias media penglihatan, seperti terjadi


pada katarak intumesen di mana lensa menjadi lebih cembung
sehingga pembiasan lebih kuat.
b. Miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.Untuk

34

setiap milimeter tambahan panjang sumbu mata, bertambah


pula miopia sebesar 3 dioptri.
Berdasarkan derajat beratnya, miopia dibagi menjadi:
a. Miopia ringan, dimana miopia < 1-3 dioptri.
b. Miopia sedang, dimana miopia 3-6 dioptri.
c. Miopia berat atau tinggi, dimana miopia >6 dioptri.
Berdasarkanusiaonsetnya, miopiadibagimenjadi:
a.
b.
c.
d.

Miopiakongenital, munculketikalahir.
Miopiaremaja, munculketikaberusia<20 tahun.
Miopiadewasamuda, munculketikaberusia 20-40 tahun.
Miopiadewasatua, munculketikaberusia>40 tahun.

Berdasarkan perjanannya, miopia dibagi menjadi:


a. Miopia stasioner, yaitu miopia yang menetap setelah dewasa.
b. Miopia progresif, yaitu miopia yang bertambah terus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
c. Miopia maligna, yaitu miopia yang berjalan progresif, yang
dapat mengakibatkan ablasio retina dan kebutaan atau sama
dengan miopia pernisiosa atau miopia degeneratif.
Menurut gambaran klinisnya, miopia dibagi menjadi:
a. Miopia simpel
Miopia simpel yaitu miopia yang disebabkan oleh
pertumbuhan normal bola mata yang sehat. Peningkatan miopia
berhenti pada maturitas dan dapat dikoreksi menjadi ketajaman
penglihatan normal. Miopia simpeladalah bentuk miopia yang
paling sering dibandingkan dengan bentuk miopia yang
lainnya. Secara umum <6 dioptri, namun kebanyakan pasien
biasanya < 4 atau 5 dioptri.
Astigmat bisa terjadi bersamaan dengan simple myopi.
Yang dikenal dengan miopia astigmat, miopia simpel astigmat
dan miopia campuran astigmat. Ketika derajat miopia tidak
sama antara kedua mata maka kondisi ini disebut anisometropi
miopia (anisomiopia). Namun ketika satu mata normal
(emmetropi) dan mata yang lainnya miopia, keadaan ini
dikenal sebagai miopia simpel anisometropia. Meskipun derajat

35

miopia yang berbeda antara kedua mata sebenarnya jarang


terjadi, anisometropia tidak akan menjadi masalah klinis
sampai perbedaan kedua mata mencapai 1.0D.
b. Miopia nokturnal
Terjadi hanya pada pencahayaan yang kurang, miopia
malam (rabun senja) merupakan keadaan primer untuk
meningkatkan respon akomodasi yang berhubungan dengan
level cahaya yang rendah. Karena adanya suatu perbedaan yang
tidak mencukupi untuk menstimulasi akomodasi yang adekuat,
maka mata lebih memilih untuk memfokuskan posisi
akomodasi terhadap keadaan yang remang-remang dari pada
memfokuskan ketajaman penglihatan jauh.Hal ini disebut juga
dengan akomodasi fokus gelap atau akomodasi tonik atau
akomodasi keadaan istirahat. Pada dasarnya, penderita miopia
nokturnal sudah memeiliki miopia ringan. Miopia nokturnal ini
bisa mencapai -4.0D, namun yang paling sering sekitar -1.0D.
c. Pseudomiopia
Pseudomiopia adalah hasil meningkatnya kekuatan
refraksi okuler akibat overstimulasi dari mekanisme akomodasi
mata atau spasme dari siliari. Kondisi ini disebut pseudomiopia
karena pasien hanya mengeluhkan miopia akibat respon
akomodasi yang tidak sesuai.
d. Miopia degeneratif
Derajat berat dari miopia yang berhubungan dengan
perubahan degeneratif dari posterior segmen mata, yang
dikenal dengan miopia degeneratif atau miopia patologis.
Perubahan degeneratif ini dapat menyebabkan fungsi abnormal
penglihatan, seperti penurunan ketajaman penglihatan atau
perubahan lapangan pandang. Lepasnya retina dan glaukoma
adalah sekuele yang sering terjadi.
e. Miopia terinduksi
Miopia terinduksi adalah hasil dari paparan berbagai
jenis zat farmakologi, kadar gula darah yang bervariasi,

36

sklerosis dari lensa mata atau kondisi-kondisi lainnya. Miopia


ini bersifat sementara dan reversibel.
Tabel 2. Agen Farmasi yang Dapat Memicu Terjadinya Miopia9
Golongan
Agonis kolinergik

Nama Agen Farmasi


Acetylcholine, Carbachol, Demecarium,
Diisopropyl fluorophosphate, Neostigmine,
Physostigmine, Pilocarpine
Isoniazid, Sulfonamid, Tetrasiklin
Isosorbid dinitrat
Obat-obat adrenergik, diuretik Tiazid
Antihistamin
Methsuximide
Morfin, Opium, Fenotiazin
Arsen
Adrenocorticotrophic hormone,

Antibiotik
Agen antiangina
Antihipertensi
Obat antialergi
Antikonvulsan
Agen sistem saraf
Logam berat
Agen hormonal

Corticosteroids, Kontrasepsi
3.

Etiologi
Tabel 3. Etiologi Miopia Berdasarkan Klasifikasinya10
Jenis Miopia
Miopia simpel

Etiologi
keturunan, pekerjaan jarak pandang dekat yang

Miopia nokturnal

kekerapannya signifikan
keseringan mata berakomodasi dalam gelap yang

Pseudomiopia

signifikan
kelainan akomodasi, eksoforia tinggi, agen agonis

Miopia degeneratif

kolinergik
keturunan, retinopati prematur, halangan pada media

Miopia terinduksi

refraksi
Katarak nuklear terkait umur, terpapar Sulfonamid,

perubahan kadar gula darah yang signifikan


Faktor risiko yang meningkatkan terjadinya miopia adalah:10
a. Riwayat keluarga dengan miopia (hereditas).
b. Munculnya miopia dengan retinoskopi nonsikloplegik saat masa
pertumbuhan dan berkurang menjadi emetropia sebelum masuk
sekolah.
c. Gangguan refraksi emetropia sampai hipermetropia 0.50D.
d. Penurunan fungsi akomodasi atau nearpoint esophoria

37

e. Bekerja dalam jarak dekat dalam waktu yang lama.


f. Kelengkungan kornea yang curam atau tingginya rasio panjang
aksial dengan radius kornea.
4.

Diagnosis
Dalam menegakkan diagnosis miopia, harus dilakukan
dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien mengeluhkan penglihatan kabur saat
melihat jauh, cepat lelah saat membaca, atau melihat benda dari
jarak dekat. Berikut ini gejala utama yang terjadi pada:2,8
a. Miopia simpel
Gejala utama miopia simpel adalah pandangan kabur
yang menetap saat melihat jauh, sedangkan penglihatan dekat
biasanya normal. Gejala selain pemandangan kabur mungkin
saja muncul.
b. Miopia malam
Gejala utamanya adalah pandangan jauh kabur saat
pencahayaan kurang. Pasien sering mengeluhkan sulit melihat
rambu-rambu lalu lintas saat berkendaraan malam hari.
c. Pseudomiopia
Pandangan jauh kabur yang sementara, khususnya saat
setelah

melakukan

pekerjaan

yang

dekat.

Hal

ini

mengindikasikan tidak cukup baiknya fungsi akomodasi.


d. Miopia degeneratif
Pada miopia degeneratif terdapat pemandangan jauh
yang sangat kabur karena derajat miopia sangat signifikan.
Pasien harus meletakkan objek sangat dekat dengan matanya.
Pasien mungkin mengeluhkan adanya kilatan cahaya atau
benda-benda

yang

mengapung

akibat

perubahan

dari

vitreoretinalnya. Jika patologi dari segmen posterior berubah


maka akan mengakibatkan gangguan fungsi retina, pasien akan
mengeluhkan memiliki riwayat hilangnya penglihatan atau
riwayat menggunakan alat optik dengan koreksi tinggi.
e. Miopia terinduksi
Pasien dengan miopia terinduksijuga melaporkan
adanya pandangan jauh yang kabur. Waktu kaburnya itu sesuai

38

dengan agen atau kondisi yang mempengaruhi miopia tersebut.


Pupil konstriksi saat penyebab dari miopia ini adalah agen
agonis kolinergik.
Setelah melakukan anamnesis, pada pasien dilakukan
pemeriksaan mata sebagai berikut:2,8,10-12
5.

Penatalaksanaan
a.
Koreksi optikal11-13
Koreksi penglihatan dilakukan dengan memberikan
kaca mata atau lensa kontak yang memberikan penglihatan jauh
yang baik. Derajat miopia diperkirakan dengan menghitung
kebalikan dari jarak titik jauh. Dengan demikian, titik jauh
sebesar 0,25 meter menandakan perlunya lensa koreksi sekitar
minus 4 dioptri.
Beberapa keuntungan menggunakan kaca mata yaitu:
Kaca mata lebih hemat dalam beberapa kasus.
Kaca mata memberikan beberapa perlindungan pada mata,

terutama ketika lensanya berbahan policarbonat.


Kaca mata bisa digunakan bersamaan dengan terapi
gangguan mata lain, seperti prisma, bifokal, atau lensa

progresif tambahan.
Kaca mata membutuhkan

dibandingkan dengan lensa kontak untuk miopia.


Kaca mata memberikan koreksi yang lebih baik pada

beberapa tipe astigmat.


Beberapa keuntungan lensa kontak yaitu:
Lensa kontak lebih baik dari segi kosmetik
Lensa kontak memberikan gambaran pada retina yang lebih

akomodasi

yang

kurang

besar dan ketajaman pemandangan yang sedikit lebih bagus

pada miopia berat.


Lensa kontak mengurangi kejadian anisikonia pada

anisometropia.
Lensa kontak mengurangi masalah tentang berat kaca mata
dan keterbatasan lapangan pandang pada penggunaan kaca
mata.

39

Lensa kontak (rigid gas-permeable lenses) bisa mengurangi


progresivitas miopia.
Indikasi pemakaian lensa kontak antara lain;
Indikasi medik:
- Perbaikan penglihatan: pengganti kacamata, miopia
-

tinggi, astigmatisma ireguler, keratokonus, afakia.


Lensa kontak warna: pada leukoma luas untuk

menutupi makula.
Indikasi preventif: mencegah terjadinya simbleparon.
Indikasi
diagnostik:
penggunaan
gonioskopi,

elektroretinografi.
Indikasi operasi: digunakan selama goniotomi pada

glaukoma kongenital.
Indikasi kosmetik: pada parut kornea, ptosis, ptisis bulbi.
Indikasi pekerjaan: olahragawan, pilot, aktor.
Kontraindikasi pemakaian lensa kontak antara lain:
Kontraindikasi absolut: peradangan pada blefaritis,

konjungtivitis akut, keratitis.


Kontraindikasi relatif: sindrom mata kering, blep setelah

operasi glaukoma, penderita dengan gangguan kekebalan


tubuh, kelainan palpebra dan silia (kalazion, trikiasis,
entropion, koloboma), kelainan konjungtiva (pterigium,
b.

pinguekula).
Farmakoterapi
Kadang-kadang sikloplegik dapat digunakan untuk
mengurangi respon akomodasi yang merupakan bagian dari
pengobatan pseudomiopia. Beberapa penelitian mengatakan
bahwa penggunaan harian atropin dan siklopentolin topikal
dapat menggurangi progresivitas miopia pada anak dengan
onset usia muda.Oleh karena terjadi inaktivasi dari otot siliar,
penambahan lensa positif tinggi (2.50 D) diperlukan untuk
penglihatan dekat. Untuk pasien yang memiliki potensi reaksi
alergi, reaksi idiosinkrasi dan toksisitas sistemik, maka
penggunaan

atropin

dalam

jangka

waktu

memberikan efek kebalikannya pada retina. 11-13

40

lama

dapat

c.

Ortokeratologi
Ortokeratologi

adalah

penyesuaian

lensa kontak

setelah jangka waktu seminggu atau sebulan, untuk meratakan


kornea dan mengurangi miopia. Hasil penelitian dengan standar
lensa kotak rigid menunjukkan respon individu terhadap
ortokeratologi sangat beragam, dengan rata-rata menurunan
miopia lebih dari 3.00 D pada beberapa pasien. Terjadinya
penurunan miopia dilaporkan dalam sebuah penelitian rata-rata
0.75-1.00 D, kebanyakkannya terjadi penurunan pada 4-6 bulan
pertama dari ortokeratologi program. Ortokeratologi secara
umum hanya

digunakan untuk orang dewasa, meskipun

kontrol

terlihat

yang

pada

miopia

anak-anak

dengan

menggunakan lensa kontak rigid-gas permeable memberikan


efek yang sama dengan ortokeratologi.12,13
2.7.2
1.

Hipermetropia (Hiperopia)
Definisi
Hipermetropia yaitu suatu kondisi dimana saat cahaya
masuk ke mata yang tidak berakomodasi maka fokus cahaya
berada di belakang retina, sehingga pasien akan melihat lebih jelas
benda yang jauh daripada benda yang dekat.2,13

Gambar 16.Hipermetropia, Cahaya Jatuh di Belakang Retina6

2.

Klasifikasi2,13
Secara klinis, hipermetropia dapat dibagi menjadi:
a. Hipermetropia simplek, merupakan variasi biologikal normal,
bisa disebabkan oleh kelainan aksial atau refraksi.

41

b. Hipermetropia patologik, disebabkan oleh anatomi okular yang


tidak normal yang disebabkan oleh gangguan pertumbuhan,
penyakit okular atau trauma.
c. Hipermetropiafungsional, disebabkan oleh paralisis akomodasi.
Hipermetropia dapat juga dibagi berdasarkan derajat
keparahannya, yaitu:
a. Hipermetropia ringan, jika gangguannya +2.00D
b. Hipermetropia sedang, jika gangguannya +2.25 - +5.00 D
c. Hipermetropia berat, jika gangguan > 5.00 D
Berdasarkan pengaruh akomodasi, hipermetropia dibagi
menjadi:
a. Hipermetropia fakultatif, bisa diatasi dengan akomodasi.
b. Hipermetropia absolut, yang tidak bisa dikompensasi dengan
akomodasi.
Hipermetropia juga dapat dibagi berdasarkan refraksi
sikloplegik atau nonsikloplegik, yaitu:
a. Hipermetropia manifes, ditentukan dengan refraksi non
sikloplegik, dapat berupa hipermetropia fakultatif atau absolut
b. Hipermetropia laten, terdeteksi hanya dengan sikloplegia, bisa
3.

diatasi dengan akomodasi.


Etiologi2,13
a. Sumbu antroposterior yang memendek, disebut dengan
hipermetropia aksial
b. Kurangnya kelengkungan kornea atau lensa, disebut dengan
hipermetropia kurvatur.
c. Indeks bias yang kurang dari optik mata, disebut dengan
hipermetropia refraktif

4.

Diagnosis2,13
a. Anamnesis gejala dan tanda hipermetropia, berupa:
1) Penglihatan dekat kabur
2) Astenopia akomodatif (sakit kepala, lakrimasi, fotofobia,
kelelahan mata)
3) Strabismus pada anak yang mengalami hipermetropia berat
4) Mata terasa berat jika ingin mulai membaca dan biasanya
tertidur beberapa saat setelah mulai membaca.

42

5) Ambliopia
b. Pemeriksaan fisik, pemeriksaan yang kita lakukan hampir sama
5.

dengan pemeriksaan miopia namun interpretasinya berbeda.


Penatalaksanaan
Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika
melakukan

pengobatan

dan

manajemen,

yaitu

besarnya

hipermetropia, ada atau tidaknya astigmat dan anisometropia, usia


dan gejala pasien, serta status akomodasi, ketajaman penglihatan
dan efisiensi selama melihat. Sejak usia 5 atau 6 tahun, koreksi
tidak dilakukan terutama jika penglihatan normal dan tidak timbul
gejala pada kedua mata. Pada usia 6 atau 7 tahun sampai remaja
dan presbiopia, hipermetropia dikoreksi dengan lensa positif yang
terkuat.Pembedahan juga bisa dilakukan untuk memperbaiki
hipermetropia dengan membentuk kurvatura kornea. Metode
pembedahannya sama dengan pembedahan yang digunakan pada
miopia.2,13
2.7.3
1.

Astigmatisma
Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada
kurvatur kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang
mengakibatkan berkas cahaya tidak difokuskan pada satu
titik.Astigmatismaterjadi akibat bentuk kornea yang oval seperti
telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat mata
tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang

2.

ringan.2
Etiologi
Astigmatisma biasanya diturunkan atau terjadi sejak lahir,
berjalan bersama dengan miopia dan hipermetropia, serta tidak
banyak terjadi perubahan selama hidup. Bayi yang baru lahir
biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang di dalam
perkembangnnya terjadi keadaan yang disebut astigmatisma lazim
di mana kelengkungan kornea pada bidang vertikal bertambah atau

43

lebih kuat atau-jari-jarinya lebih pendek disbanding jari-jari


kelengkungan kornea di bidang horizontal.2,11
Astigmatisma dapat disebabkan oleh kelainan pada
kurvatur, aksis, atau indeks retraksi.Astigmatisma kurvatur pada
derajat yang tinggi, merupakan yang tersering pada kornea, bersifat
kongenital, sumbu vertikal lebih besar dari sumbu horizontal
sekitar 0,25 D. Ini dikenal dengan astigmatsme direk dan diterima
sebagai keadaan yang fisiologis. Bayi yang baru lahir biasanya
mempunyai kornea yang bulat atau sferis tipe astigmatisma ini di
dapatkan pada 68 % anak-anak pada usia 4 tahun dan 95% pada
3.

usia 7 tahun.2,11
Klasifikasi2,11
a. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang
memperlihatkan

kekuatan

pembiasan

bertambah

atau

berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke


meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk
yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
1) Astigmatisma simpel, di mana satu dari titk fokus di retina.
Fokus lain dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina,
jadi satu meridian adalah emetropik dan yang lainnya
hipermetropi atau miop. Dapat berupa astigmatisma simpel
hipermetropia dan astigmatisma simpel miopia.

Gambar 18.Astigmatisma Simpel Miopia2

44

Gambar 19.Astigmatisma simpel hipermiopia2


b. Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua fokus
yang jatuh tepat di retina tetapi keduanya terletak di depan
atau

dibelakang

retina.

Bentuk

refraksi

kemudian

hipermetropia atau miopia. Bentuk ini dikenal dengan


compound hypermetropic astigmatism dan compound
miopic astigmatism.

Gambar 20. Compound Miopic Astigmatis2


c. Mixed astigmatism, di mana salah satu fokus berada
didepan retina dan yang lainnya berda dibelakang retina,
jadi refraksi berbentuk hipermetropia pada satu arah dan
miop pada yang lainnya.

Gambar 21.Mixed Astigmatism2


Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus
dan sumbu-sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal
dan

vertikal,

maka

45

astigmatisma

ini

dibagi

menjadi

astigmatism with the rule (astigmatisma direk), dengan daya


bias yang lebih besar terletak di meridian vertical, dan
astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan
daya bias yang lebih besar terletak dimeridian horizontal.
Astigmatisma lazim lebih sering ditemukan pada pasien berusia
muda dan astigmatisma tidak lazim sering pada orang tua. 31
b. Astigmatisma iregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian
saling tegak lurus, dapat terjadi akibat kelengkungan kornea
pada meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi
ireguler. Pada keadaan ini daya atau orientasi meridian
utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.Astigmatisma
ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi
atau akibat kelainan pembiasan.
4.

Diagnosis
Diagnosis astigmatisma ditegakkan dari anamnesis yang
meliputi gejala klinis melihat jauh kabur sedang melihat dekat
lebih baik, melihat ganda dengan satu atau kedua mata, penglihatan
kabur untuk jauh atau pun dekat, bentuk benda yang dilihat
berubah (distorsi), mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat,
sakit kepala, serta mata tegang dan pegal. Pada pemeriksaan fisik,
terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan kartu
Snellen untuk kelainan refraksi miopia atau hipermetropia yang
ada dan menentukan tajam penglihatan. Dengan menggunakan
juring atau kipas astigmatisma, garis berwarna hitam yang disusun
radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih
merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmatisma.

46

Gambar 22. Kipas Astigmatisma2


Keadaan dari astigmatisma iregular pada kornea dapat
dengan mudah ditemukan dengan melakukan observasi adanya
distorsi bayangan pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan
menggunakan Placidos Disc di depan mata. Bayangan yang terlihat
melalui lubang di tengah piringan akan tampak mengalami
perubahan bentuk.Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan
oleh kornea, maka dengan mempergunakan keratometer, derajat
astigmat dapat diketahui, sehingga pada saat dikoreksi untuk
mendapatkan tajam penglihatan terbaik hanya dibutuhkan lensa
sferik saja.2,11,12

Gambar 23.Gambaran Kornea Normal dan Kornea Astigmatisma


dengan Tes Plasido10
5.

Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan
ketajaman penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan
koreksi. Pada astigmat yang berat dipergunakan kacamata silinder,
lensa kontak atau pembedahan.11,12

47

a.

Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan
silender negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120
derajat) atau dengan selinder positif dengan sumbu horizontal
(30 150 derajat). Sedangkan pada astigmatism with the rule
diperlukan koreksi silinder negatif dengan sumbu horizontal
(30-150 derajat) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (60-120 derajat).12
Pada koreksi astigmat dengan hasil keratometri
dipergunakan hukum Jawal, yaitu:12
1) Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism with
the rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan
astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan
dengan nilainya dan dikurangi dengan 0,5 D.
2) Berikan kacamata koreksi astigmat pada astigmatism
againts the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan
astigmat hasil keratometri yang ditemukan ditambahkan

b.

c.

dengan nilainya dan ditambah dengan 0,5 D.


Lensa Kontak12
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang
dapat menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
Pembedahan11,12
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat,dapat
digunakan pisau khusus atau dengan laser untuk mengoreksi
kornea

yang

ireguler

atau

anormal.

Prosedur

operasi

astigmatisma berupa RK, PRK, dan LASIK.


2.7.4
1.

Presbiopi
Definisi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai
dengan makinmeningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata
normal berupa gangguanperubahan kencembungan lensa yang
dapat berkurang akibat berkurangnyaelastisitas lensa sehingga
terjadi gangguan akomodasi.Terjadi kekakuan lensa seiring dengan
bertambahnya

usia,sehingga

48

kemampuan

lensa

untuk

memfokuskan

bayangan

saat melihat

dekat.

Hal tersebut

menyebabkan pandangan kabur saat melihat dekat.2,14

Gambar 24.Pembentukan Bayangan pada Penderita Presbiopia14


2.

Etiologi2,14
Gangguan akomodasi pada usia lanjut dapat terjadi akibat:
a. Kelemahan otot akomodasi.
b. Lensa mata yang tidak kenyal atau berkurang elastisitasnya
akibat sklerosislensa.
Pada
peningkatan

mekanisme
daya

akomodasi

refraksi

yang

matakarena

normal

adanya

terjadi

perubahan

keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsulsehingga


lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur, maka lensa
menjadilebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung, sehingga kemampuan melihat dekat makin
berkurang.14
3.

Diagnosis2,14
Pada pasien berusia lebih dari 40 tahun, gangguan
akomodasi akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu
berupa mata lelah, berair, dan sering terasa perih. Karena daya
akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh dan
padaawalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf
dengan cetakan kecil. Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas,

49

maka penderita cenderung menegakkan punggungnya atau


menjauhkan

obyek

yang

dibacanya

sehingga

mencapai

titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca lebih jelas. Alat
yang kita gunakan untuk melakukan pemeriksaan, yaitu:
a.
b.
c.
d.

Kartu Snellen
Kartu baca dekat
Seuah set lensa trial and error
Bingkai percobaan
Teknik pemeriksaan yang bisa kita lakukan, yaitu:

a. Penderita yang akan diperiksa penglihatan sentral untuk jauh


dan diberikan kacamata jauh sesuai yang diperlukan (dapat
poitif, negatif ataupun astigmatismat)
b. Ditaruh kartu baca dekat pada jarak 30-40 cm (jarak baca)
c. Penderita disuruh membaca huruf terkecil pada kartu baca
dekat
d. Diberikan lensa positif mulai S +1 yang dinaikkan perlahanlahan sampai terbacahuruf terkecil pada kartu baca dekat dan
kekuatan lensa ini ditentukane. Dilakukan pemeriksaan mata satu per satu

Hubungan lensa adisi dan umur biasanya:


a.
b.
c.
d.
e.

4.

40 tahun sampai 45 tahun 1.0 dioptri


45 tahun sampai 50 tahun 1.5 dioptri
50 tahun sampai 55 tahun 2.0 dioptri
55 tahun sampai 60 tahun 2.5 dioptri
60 tahun atau lebih 3.0 dioptri

Penatalaksanaan2,11,12,14
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman
umur, contoh umur 40tahun (umur rata-rata) diberikan tambahan
sferis + 1.00 D dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis
+ 0.50D. Lensa sferis (+) yang ditambahkan dapat diberikan dalam
berbagai cara:

50

a. Kacamata baca untuk melihat dekat saja


b. Kacamata bifokal sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
c. Kacamata trifokus mengoreksi penglihatan jauh di segmen atas,
penglihatansedang di segmen tengah, dan penglihatan dekat di
segmen bawah
d. Kacamata progresif mengoreksi penglihatan dekat, sedang, dan
jauh, tetapidengan perubahan daya lensa yang progresif dan
bukan bertingkat.

2.8

Deteksi Dini dan Koreksi Kelainan Refraksi


Penurunan fungsi penglihatan pada anak dapat tidak terdeteksi,
maka harus dilakukan penapisan sedini mungkin dan teratur untuk
mendeteksi adanya kelainan refraksi. Pada 3-4 tahun pertama, perkiraan
penglihatan sangat bergantung pada pengamatan mengenai perilaku anak
sewaktu bermain atau berinteraksi dengan orangtua. Pada usia 4 tahun
keatas telah dapat dilakukan pemeriksaan dengan menggunakan grafik E
buta huruf. Biasanya pada tingkat sekolah dasar kelas 1 atau kelas 2, dapat
digunakan grafik Snellen. Cara terbaik untuk mencegah ambliopia adalah
dengan deteksi dini dengan menguji ketajaman penglihatan semua anak
prasekolah. Mata ametrop memerlukan lensa koreksi agar terfokus dengan
baik. Lensa kacamata masih merupakan metode paling aman untuk
memperbaiki refraksi. Kacamata berguna untuk memfokuskan bayangan
ke retina. Koreksi myopia dengan menggunakan lensa konkaf (minus),
hipermetropi dengan menggunakan lensa konveks (plus), sedangkan

51

astigmatisma dengan lensa silindris. Kiat-kiat pencegahan agar minus pada


mata anak Anda tidak bertambah, sebagai berikut:

Pastikan anak Anda memakai kacamatanya secara rutin. Gunakan


kacamata dengan ukuran yang tepat, jangan under-koreksi karena
akan mempercepat pertambahan minus atau over-koreksi karena
akan membuat pusing.

Jaga jarak baca 40-45 cm pada buku dan jaga jarak pandang 60 cm
pada layar komputer

Selalu perhatikan system pencahayaan saat anak Anda beraktivitas


seperti membaca dan menonton TV. Pastikan pencahayaannya
cukup dan akurat (tidak membelakangi sinar saat membaca).

Cukup gizi dengan makan makanan yang sehat untuk mata.

Lakukan aktivitas pemakaian daya penglihatan jarak dekat dan


jauh secara bergantian. Misalnya, berhenti membaca setelah 45
menit, kemudian sekitar 5-10 menit pejamkan mata Anda. Untuk
menit berikutnya lihatlah ke arah yang jauh atau lakukan aktivitas
yang tidak memerlukan daya penglihatan jarak dekat, sambil
melakukan peregangan.

Jangan lupa memperhatikan jadwal aktivitas anak. Sebaiknya si


anak harus memiliki aktivitas di luar sekolah yang lebih santai dan
menyenangkan, contohnya aktivitas di dalam ruangan seperti les
music atau ikut klub olahraga. Aktivitas di luar ruangan dapat

52

meningkatkan dopamin yang dapat mencegah pertambahan


panjang bola mata.

Selain itu lakukan pemeriksaan mata pada minus untuk


memastikan minus yang diderita anak termasuk dalam golongan
yang berbahaya atau termasuk dalam school myopia.

BAB III
PENUTUP

3.1
1.

Kesimpulan
Kelainan refraksi berhubungan dengan gangguan pada salah satu media
refraksi yang menyebabkan perubahan refraksi cahaya yang masuk ke
mata sehingga tidak jatuh pada retina. Kelainan refraksi juga dapat
disebabkan oleh panjang aksial mata yang ditentukan oleh besarnyaa

2.

bola mata.
Kelainan refraksi di antaranya miopia, hipermetropia, astigmatisma, dan
presbiopia. Miopia terjadi karena bayangan cahaya jatuh di depan retina
dan dikoreksi dengan lensa cekung (negatif). Hipermetropia terjadi

53

karena bayangan cahaya jatuh di belakang retina dan dikoreksi dengan


lensa cembung (positif). Astigmatisma terjadi karena bayangan cahaya
jatuh pada lebih dari satu titik dan dikoreksi dengan lensa silindris.
Presbiobia adalah tidak mampunya mata berakomodasi maksimal dan
dikoreksi dengan lensa positif ditambah dengan koreksi lensa untuk
3.

setiap kelainan yang ditemukan.


Pemeriksaan dengan metode retinoskopi memungkinkan pemeriksa
secara objektif menentukan kesalahan refraktif sferosilindris dan
kelainan astigmatisma reguler dan ireguler serta menganalisa adanya
gangguan perkembangan penglihatan sehingga pemeriksaan ini dapat
mengurangi kesalahan koreksi dalam pemeriksaan refraksi. Retinoskopi
juga dijadikan sebagai patokan dalam melakukan pemeriksaan subjektif
selanjutnya, membantu menilai tajam pengelihatan pada pasien-pasien
yang kurang kooperatif (misalnya pada anak-anak dan orang dengan
gangguan perkembangan mental) dan mendeteksi jika ada masalah pada
media-media refrakta.9,10

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton AC, Hall JE, 2006. Sifat Optik Mata. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran, terj. Edisi ke-11. Jakarta: EGC. 2008; h.641-53.
2. Sidarta Ilyas, dkk, 2000. Ilmu Penyakit Mata, Balai Penerbit FK UI, cetakan 2
Jakarta.
3. Ilyas, Sidarta. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata. Ed-3.
Balai Penerbit FK UI. Jakarta. 2009
4. Riordan-Eva P, White OW. 2008. Optik & Refraksi. In: Vaughan DG, Asbury
T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. 17th ed. Alih Bahasa: Pendit BU.
Jakarta: Widya Medika. Hal: 382-398
5. Riordan-Eva P, Whitcher JP, 2008. Optik dan Refraksi. Dalam: Vaughan &
Ashbury Oftalmologi Umum, terj. Edisi ke-17. Jakarta: EGC. 2010; Widya
Medika: Jakarta. 2000. h.382-98.

54

6. Dandona R, Dandona L, 2001. Refractive error blindness. Bulletin in The


World Health Organization. 79(3): h.237-43.
7. Sirlan, F. 2006. Blindness reduction rate: Is it important to evaluate?
MajalahOphtalmologicaIndonesiana. 3(3): h.241.
8. Depkes RI,Ditjen Binkenmas, 2005. Hasil Survey InderaPenglihatan dan
Pendengaran. h.189-99.
9. Sunanto J. Anak dengan

Gangguan

Penglihatan.

Available

from:

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/196105151987
031-JUANG_SUNANTO/anak_dgn_gangguan_penglihatan.pdf
10. Canadian Pediatric Society. Vision screening in infants, children and youth.
Paediatr Child Health 2009; 14(4):246-248
11. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17 th
edition. McGraw-Hill: New York. Chapter 17.
12. Siregar NH. 2008. Retinoskopi. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan. P.3-12
13. Harris
P,
et

al.

Retinoscopy.

http://www.oepf.org/VTAids/Retinoscopy.pdf
14. Wirtschafter JD, Schwartz GS.
Retinoscopy.

Available
Available

from:
from:

http://www.oculist.net/dwonaton502/prof/ebook/duanes/pages/v1/v1c037.html
15. Anonym.
2003.
Principle
of
Retinoscopy.
Available
from:
http://telemedicine.orbis.org/bins/content_page.asp?cid=11092-11094&lang=1
16. Fletcher EC. 2007. Retina. In: Eva PR, Whitcher JP. 2007. Vaughan &
Asburys General Ophthalmolgy. McGraw-Hill Companies: New York.
Chapter 20
17. Scheiman MM, et al. Pediatric Eye And Vision Examination. Optometric
Clinical Practice Guideline. American Optometric Association: USA.
18. Crick R, Khaw PT, 2003. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rd edition.
London: World Scientific Publishing. 2003. h.97-135.
19. Myrowitz EH, 2012. Juvenile Myopia Progression, Risk Factors and
Intervention. Saudi Journal of Ophthalmology. 2012; 26: h.293-7.
20. William AL, 2003. Basicand Clinical Science Course: Optics, Refraction, and
Contac Lens. Section 3. USA: American Academy of Ophtalmology. 2003;
118-9.
21. David A. Goss, OD, 2006. Optometric Clinical Practice Guidline: Care of The
Patient with Hyperopia. American Optometric Association. 2006; h.2-23.

55

22. Tesler H, 1983, Uveitis in Principle and Practice of Opthalmologi Vol. II,
Universitas Book Publishing Company, Chicago, USA

56

Anda mungkin juga menyukai