Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH FARMAKOLOGI

MENENTUKAN

LD 50

(LETHAL DOSE)

SUPERMETRIN (SUTRIN 100 ec) PADA TIKUS

Disusun oleh :
Adistasya Satria Sukoco
Neli Silvia Ningrum
Putri Sari Astuti
Rofiqoh Asiyah Zulmi
Helma Nadya
Lita Filzatil Fitri
Putri Harlina Arubusman
Nur Muhammad Aminullah
Dita Yuliana Fransiska

201310410311001
201310410311002
201310410311003
201310410311007
201310410311008
201310410311009
201310410311010
201310410311014
201310410311289

Kelas : Farmasi B

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
MALANG
2014
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum warahmatullahi wabarrakatuh.


Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah yang telah memberikan rahmat dan karuniaNya sehingga tersusunnya tugas makalah ini.
Dengan menyelesaikan materi III praktium Farmakologi yang berjudul MAKALAH
LD 50
FARMAKOLOGI MENENTUKAN
(LETHAL DOSE) SUPERMETRIN (SUTRIN 100
ec) PADA TIKUS ini mahasiswa dapat mengamati perubahan aktivitas perilaku setelah
LD 50
pemberian supermetrin secara per sonde dan menentukan
supermetrin pada tikus.
Dalam praktikum ini mahasiswa dapat memberikan bahan uji Sutrin 100 ec(dosis25
mg/kgBB, 100 mg/kgBB, 400 mg/kgBB) pada masing-masing kelompok uji tikus, yang
selanjutnya diamati perubahan perilaku tikus (seperti yang tertera pada lembar pengamatan)
dengan seksama.
Dalam penyusunan makalah ini, masih banyak kekurangan, untuk itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun.
Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan makalah ini.

Malang, Oktober 2014

Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................... ii
DAFTAR ISI............................................................................................................. iii
BAB I...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN....................................................................................................... 1
1.1LATAR BELAKANG........................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH..................................................................................... 1
1.3 TUJUAN.......................................................................................................... 1
BAB II..................................................................................................................... 2
DASAR TEORI.......................................................................................................... 2
BAB III.................................................................................................................... 3
METODOLOGI......................................................................................................... 3
3.1

ALAT DAN BAHAN...................................................................................... 3

BAB IV.................................................................................................................... 4
PEMBAHASAN......................................................................................................... 4
4.1 Mekanisme kerja sutrin......................................................................................... 4
4.2 PROSEDUR KERJA........................................................................................... 5
4.3 TABEL PENGAMATAN....................................................................................... 7
4.4 HASIL PENGAMATAN....................................................................................... 8
BAB V..................................................................................................................... 9
KESIMPULAN.......................................................................................................... 9
BAB VI.................................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................. 10

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Penelitian dari kasus-kasus yang dirawat di rumah sakit di kota-kota besar di 14
provinsi di Indonesia selama periode 1979-1983 menunjukkan bahwa dari 8554 kasus
keracunan yang dirawat 2386 diantaranya adalah keracunan pestisida. Penyebab terjadinya
keracunan pestisida sebagian besar 73% adalah akibat percobaan bunuh diri dan 4,8% karena
tidak disengaja (accidental poisoning), sedangkan karena kecelakaan kerja hanya 3,5%.
Maka perintah melakukan penetapan tentang pengawasan atas peredaran, penyimpangan dan
penggunaan pestisida diatur oleh peraturan pemerintah No. 7 tahun 1973. Sementara itu,
syarat dan tata cara pendaftran pestisida diatur oleh keputusan Menteri Pertanian
No.434.1/Kpts/TP.270/7/2001 (Panut Djojosumarto,2008). Oleh karena itu, pada praktikum
kali ini akan membahas tentang LD50 (lethal dose) dengan melakukan uji toksisitas akut yang
menggunakan hewan coba berupa tikus.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana mekanisme sutrin yang memberikan efek lethal pada individu (tikus) ?
2. Bagaimana perubahan aktivitas tikus setelah diberikan obat sutrin 100ec ?
3. Bagaiamana menentukan LD50 pada sutrin 100 ec ?

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui dan memahami mekanisme sutrin (pestisida) sehingga memberikan efek
lethal pada tikus.
2. Mengamati perubahan aktivitas tikus setelah diberikan supermetrin (sutrin 100ec).
3. Menentukan LD50 supertmetrin pada tikus.

BAB II
DASAR TEORI
Pestisida

telah

digunakan

secara

luas

untuk

meningkatkan

produksi

pertanian,perkebunan dan memberantas vektor penyakit. Penggunaan pestisida untuk


keperluan diatas menimbulkan dilema, terutama pestisida sintetik disatu sisi sangat
dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produksi pangan untuk menunjang kebutuhan, disisi
lain penggunaannya juga berdampak negatif, baik pada manusia, hewan, mikroba dan
lingkungan.
Sidametrin (supermetrin) merupakan salah satu contoh pestisida yang biasanya
digunakan untuk membasmi hama pertanian. Uji ketoksikan akut dirasa dirasa penting untuk
senyawa ini, karena dapat memperkirakan kisaran dosis letal atau dosis toksik obat terkait,
dimana uji ketoksikan merupakan parameter derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi
dalam waktu singkat setelah pemberiannya dalam dosis tunggal. Batas waktu yang dimaksud
dalam uji ketoksikan akut ini adalah 24 jam setelah pemerian. Karena sifatnya yang akut dan
dalam waktu singkat, maka uji ini sangat penting dipelajari untuk mengantisipasi akibat
buruk yang akan terjadi. Toksisitas merupakan suatu sifat relatif yang biasa digunakan untuk
membandingkan apakah zat kimia yang satu lebih toksik dari zat kimia yang lain.
Uji toksisitas akut tidak hanya bertujuan untuk menentukan nilai LD50, tetapi juga
untuk melihat berbagai perubahan tingkat laku, adakah stimulus atau depresi ssp, perubahan
aktivitas motorik dan pernapasan tikus, serta untuk mendapatkan gambaran tentang sebab
kematian. Oleh sebab itu, uji toksisitas ini harus dilengkapi dengan pemeriksaan laboratorium
klinik dan pembuatan sediaan histologik dari organ yang dianggap dapat memperlihatkan
kelainan. Kematian yang timbul oleh kerusakan pada hati, ginjal atau sistem hematopoisis
tidak akan terjadi pada hari pertama tapi timbul paling cepat hari ketiga.

BAB III
METODOLOGI
3.1 ALAT DAN BAHAN
1. Kapas
2. Kain
3. Spuit
4. Kasa
5. Klem
6. Kandang
7. Tikus 3 ekor
8. Alkohol
9. Sutrin 100 ec (dosis 25mg/kgBB, 100mg/kgBB, 400mg/kgBB)

BAB IV
PEMBAHASAN
LD50 (Lethal Dose 50) adalah dosis yang menimbulkan kematian pada 50% individu.
Perhitungan LD50 didasarkan atas perhitungan statistic. Nilai LD 50 dapat berbeda 0,002
sampai 16 kali bila dilakukan berbagai macam laboratorium. Karena itu harus dijelaskan
lebih lanjut tentang prosedur yang dipakai, misal berat badan dan umur tikus, zat pelarut,
jantan atau betina, lingkungan, dan sebagainya.
LD50 ini biasanya dinyatakan sebagai massa zat yang diberikan per unit massa subjek
tes, biasanya sebagai miligram zat per kilogram massa tubuh, tetapi dinyatakan sebagai
nanogram (cocok untuk botulinum), mikrogram, miligram, atau gram (cocok untuk
parasetamol) per kilogram sebagai penurunan toksisitas. Menyatakan dengan cara ini
memungkinkan toksisitas relatif zat yang berbeda untuk dibandingkan, dan menormalkan
untuk variasi dalam ukuran hewan yang terpajang (meskipun toksisitas tidak selalu skala
hanya dengan massa tubuh).
Pestisida merupakan suatu zat atau campuran zat yang digunakan utuk mengendalikan
mencegah dan menangkis gangguan searangga, binatang pengerat, jasad renik yang dianggap
hama serta semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan
tanaman dan pengering tanaman.
Pestisida bersifat tosik. Pada mamalia efek utama yang ditimbulkan adalah
menghambat asetilkolin esterase yang menyebabkan aktivitas kolinergik yang berlebihan
perangsangan reseptor kolinergik secara terus menerus akibat penumpukan asetilkolin yang
tidak dihidrolisis. Penghambatan asetilkolinesterase juga menimbulkan polineuropati
( neurotoksisitas) mulai terbakar sampai kesemutan, terutama dikakai akibat kesukaran
sensrik dan motorik dapat meluas ke tungkai dan kaki (terjadi ataksia).
4.1 Mekanisme kerja pestisida
Efek toksik dari pestisida tersebut terlihat dari perubahan tingkah laku
berupa penurunan

kesadaran yaitu postur tubuh (mengantuk),

penurunan
4

aktifitasmotor, ataksia, tes kasa, dan kematian. Efek toksik pestisida yang lain
adalah hipersalivasi, kontraksi ginjal, miosis, dan depresi pernafasan.
Hal ini disebabkan oleh mekanisme kerja pestisida yang menghambat
pengeluaran asetilkolin esterase pada aktifitas kolinergik sehingga reseptor
kolinergik merangsang pengeluaranasetilkolin terus menerus tanpa dihidrolisis
yang menyebabkan terjadinyaakumulasi asetilkolin. Toksisitas pestisida sangat
tergantung pada cara masuknya pestisida kedalam tubuh.Pada pemberian
pestisida secara peroral pada tikusditemukan LD50terletak pada dosis 250
mg/KgBB. Semakin tinggi LD50suatu zatmenunjukkan bahwa pestisida yang
bersangkutan tidak begitu berbahaya bagimanusia.
Sipermetrin (Sutrin 100 ec)

Sipermetrin (C22H19Cl2NO3) adalah piretroid sintetis spektrum luas dan nonkumulatif yang
digunakan sebagai insektisida dalam skala besar aplikasi pertanian komersial serta produk
konsumen untuk keperluan rumah tangga. Sipermetrin berperilaku sebagai neurotoksin, yaitu
cepat bertindak pada serangga. Sipermetrin mudah rusak pada tanah dan tumbuhan, tapi bisa
efektif dalam berminggu-minggu bila diterapkan pada permukaan inert indoor. Paparan sinar
matahari, air, dan oksigen akan mempercepat dekomposisi. Sipermetrin sangat toksik untuk
ikan, lebah, dan serangga air, menurut Pestisida Nasional Jaringan Telekomunikasi Pestisida
Nasional (NPTN). Sipermetrin ditemukan dalam banyak semut rumah tangga dan pembunuh
kecoa, termasuk Raid dan kapur semut (Anonim, 2010).

Sipermetrin adalah jenis bahan aktif pada kelompok pyrethoid, yang pertama kali
disintesiskan pada tahun 1974. Sipermetrin adalah kelompok insektisida yang
mempunyai sifat khas untuk pengendalian serangga antara lain: efektifitas tinggi,
kurang toksik terhadap mamalia, hilangnya efektifitas relatif cepat dan mempunyai efek
Knock-Down cepat. Sipermetrin suatu bahan kimia sintetis menyerupai pyerhrin pada
ekstrak pyretrum yang berasal dari tanaman chrysanthemum. Piretroids, termasuk juga
sipermetrin dirancang untuk efektif lebih lama dibanding piretrin. Produk-produk yang
mengandung spermetrin antara lain; termiticida, insektiida rumah rangga, ammo,
cybush, cynoff, cyperkill, dan demon.

Struktur kimia sipermetrin mengandung -siano-3-fenoksibensil termasuk golongan


piretroid. Piredtroid adalah racun axonix, yaitu beracun terhadap serabut syaraf.
Piretroid terikat pada protein pada syaraf yang dikenal sebagai voltage-gate sodiun
chanel. Pada keadaan normal, protein membuka untuk memberikan rangsangan pada
syaraf dan menghentikan sinyal syaraf. Piretroid terikat pada gerbang ini, dan
mencegah menutup secara normal yang menghasilkan rangsangan syaraf secara
berkelanjutan. Hal tersebut menyebabkan tremor dan gerakan in-koordinasi pada
serangga keracunan.

Paparan yang berlebihan pada manusia dapat menyebabkan mual, sakit kepala,
kelemahan otot, air liur, sesak napas dan kejang. Pada manusia, Sipermetrin
dinonaktifkan oleh hidrolisis enzimatik untuk beberapa metabolit asam karboksilat,
yang dieliminasi dalam urin. Pekerja paparan kimia dapat dipantau dengan pengukuran
metabolit pada kemih, sedangkan overdosis parah dapat ditetapkan oleh penghitungan
Sipermetrin dalam darah atau plasma (Anonim, 2010).
Sipermetrin terutama diserap dari saluran pencernaan, sehingga mungkin diserap
oleh inhalasi semprot kabut dan hanya minimal melalui kulit utuh.Sipermetrin adalah
piretroid sintetis dan analog dari permetrin.Kelompok senyawa kimia ini bertindak
terutama pada ganglia basal dari sistem saraf pusat, menyebabkan aksi saraf berulang
melalui perpanjangan permeabilitas natrium selama fase pemulihan potensi aksi neuron
(Anonim, 2010).

Uji Toksisitas

Dalam praktikum yang kita lakukan ini termasuk uji toksik akut, uji toksikan akut
adalah dimana derajat efek toksik suatu senyawa yang terjadi secara singkat (24 jam) setelah
pemberian dalam dosis tunggal. Jadi yang dimaksud dengan uji toksisitas akut adalah uji
yang dilakukan

untuk mengukur derajat efek suatu senyawa yang diberikan pada hewan coba tertentu, dan
pengamatannya dilakukan pada 24 jam pertama setelah perlakuan dan dilakukan dalam satu
kesempatan saja. Toksisitas akut kebanyakan ditimbulkan oleh bahan-bahan racun yang larut
air yang dapat menimbulkan gejala keracunan tidak lama setelah racun terserap ke dalam
6

hewan uji (tikus). Dalam praktikum ini pestisida yang digunakan adalah Sutrin yang
termasuk dalam toksik akut, yang efeknya telah terlihat hanya beberapa jam setelah racun
masuk ke dalam tubuh.

Tujuan dilakukannya uji toksisitas akut adalah untuk menentukan potensi ketoksikan
akut dari suatu senyawa dan untuk menentukan gejala yang timbul pada hewan coba (Tikus).
Data yang dikumpulkan pada uji toksisitas akut ini adalah data kuantitatif yang berupa
kisaran dosis letal atau toksik, dan data kualitatif yang berupa gejala klinis.
Sedangkan uji toksisitas kronis diperlukan jika uji toksisitas akut tidak menghasilkan
efek, maka bukan berarti toksikan tidak bersifat toksik. Oleh karena itu perlu uji kronis.
Percobaan ini dilakukan dengan memberikan dosis tertentu bahan kimia terhadap hewan
percobaan melalui penelanan atau inhalasi terhadap bahan kimia yang sedang diuji selama
masa hidupnya. Untuk mencit dapat memakan waktu hingga 2 tahun sedangkan untuk tikus
sedikit lebih singkat. Uji ini dilakukan apabila obat yang di ujikan nantinya diproyeksikan
digunakan dalam jangka waktu yang cukup panjang.

4.2 PROSEDUR KERJA


1. Perhitungan dosis pada masing-masing tikus berdasarkan berat badannya

Tikus BB 126 g
Dosis Sutrin ( 25mg/kgBB). Sediaan ( 20,04 g/L)
25 mg1 kgBB
xmg126 x 103 kgBB
3

126 x 10 kgBB
x=
x 25 mg=3,15 mg
1 kg
3

3,15 x 10 g
20,04 g1 L

3,15 x 103 gx
x=

3,15 x 103 g
x 1 L=1,57 x 104 L
20,04 g

0,157 ml

Tikus BB 130 g
Dosis Sutrin ( 100mg/kgBB). Sediaan ( 20,04 g/L)
100 mg1 kgBB
3

xmg130 x 10 kgBB

x=

130 x 103 kgBB


x 100 mg=13 mg
1 kg
3

13 x 10 g

20,04 g1 L
3

13 x 10 gx
3

x=

13 x 10 g
x 1 L=6,48 x 104 L
20,04 g

0,648 ml

Tikus BB 122 g
Dosis Sutrin ( 400mg/kgBB). Sediaan ( 20,04 g/L)
400 mg1 kgBB
xmg122 x 103 kgBB

x=

122 x 103 kgBB


x 400 mg=48,8 mg
1 kg

48,8 x 103 g

20,04 g1 L

48,8 x 10 g x
3

48,8 x 10 g
x=
x 1 L=2,43 x 103 L
20,04 g
2,43 ml

2. Siapkan sonde yang berisi sutrin 100 ec untuk masing-masing tikus dengan dosis
25mg/kgBB, 100mg/kgBB, 400mg/kgBB.
3. Pegang tikus dalam posisi terlentang secara gentle.
4. Berikan sutrin 100 ec per sonde pada masing-masing tikus.
5. Amati perubahan perilaku masing-masing tikus

4.3 TABEL PENGAMATAN


Menit
5

10

15

30

Nomor

Postur

Aktivitas

Ataxia

Righting

Test

Analgesia

Ptosis

mati

Eksperimen

Tubuh

Motor

Reflex

Kasa
+

1.

++

2.

+++

3.

++

++++

+++

+++

++

1.

++

++

+
+

2.

++++

3.

++

++++

++

++

1.

++

++

2.

++

++++

+++

+++

++

3.

++

++++

++

++

++

1.

+++

+++

++

2.

++

++++

+++

+++

++

60

3.

++

++++

++

+++

+++

++

1.

++++

+
+

2.

+++

++++

+++

+++

3.

++

++++

+++

+++

+++

++

Hasil pengamatan setelah 24 jam pemberian sutrin 100 ec


No.

Berat badan

Dosis

Mati

1.

126 g

25mg/kgBB

2.

130 g

100mg/kgBB

3.

122 g

400mg/kgBB

4.4 HASIL PENGAMATAN


1

Kematian (+/-) pada tikus no.


2
3
4
5

25mg/kgBB

berespon
0%

100 mg/kgBB

50%

400mg/kgBB

100%

Dosis

% Indikasi yang

Perhitungan Regresi untuk menentukan LD50


a = 8.3333
b = 0.2381
r = 0.9449
y=bx +a

50=0.2381 x +(8.3333)

10

x=

508.3333
0.2381

x= 174,9966

dari hasil perhitungan serta grafik linieritas di dapat dosis LD50 (dosis mati) = 174,9966
LD50 = 174,9966

Lethal Dose 50
120
100
80
% Indikasi yang Berespon

60
40
20
0
25 mg/kg BB

100 mg/kg BB

400 mg/Kg BB

BAB V
KESIMPULAN

Dari visualisasi grafik diatas dapat disimpulkan bahwa dosis yang memberikan
kematian pada 50% individu adalah 174,9966 mg /kg BB, yaitu LD50. Pada dosis
tersebut sebenarnya sudah mampu menyebabkan kematian pada 50% hewan coba, yaitu
sekitar 9 tikus yang mati. Sedangkan pada dosis maksimal yang diberikan yaitu
400mg/kgBB, merupakan LD100 yang sudah tentu dapat menimbulkan kematian pada
seluruh tikus (kira-kira 18 tikus).

11

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Farmakologi dan Terapi Universitas Indonesia, tahun 2007.
Fathiyah S, Fadhol, Nailis S, Nikmatul I. Buku petunjuk praktikum Farmakologi I program
studi farmasi. Malang.

12

Anda mungkin juga menyukai