Anda di halaman 1dari 13

PEMISAHAN DAN PEROLEHAN KEMBALI ION LOGAM TIMBAL(II)

MENGGUNAKAN ASAM LEMAK HIDROKSAMIK DARI SINTESIS MINYAK INTI


BIJI KETAPANG (Terminalia cattapa) YANG DIIMMOBILISASI DALAM ZEOLIT
NASRUDIN
Program Studi Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Mataram
Email : Nazbilt@gmail.com
Abstrak
Indonesia kaya akan sumber daya alam mineral, sehingga potensial untuk industri pertambangan. Sebagian besar
Industri pertambangan tersebut merupakan pertambangan emas rakyat tanpa izin (PETI). Aktivitas ini menimbulkan
permasalahan berupa limbah logam berat yang berbahaya yang dibuang langsung lingkungan. Salah satu limbah logam berat
terseut adalah timbal (Pb). Timbal dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tubuh dan mengganggu proses fotosintesis
tumbuhan. Oleh karenanya dibutuhkan solusi yang tepat untuk menanggulangi permasalahan tersebut. Salah satunya adalah
penggunaan metode immobilisasi chelating agent menggunakan asam lemak hidrosamik yang dimmobilisasi ke dalam zeolit
untuk menyerap logam timbal. Selain itu digunakan metode ekstraksi padat-cair untuk perolehan kembali dan pemisahan logam
timbal dengan logam lain seperti Kadmium (Cd) dan Zink(Zn). Hasil penelitian menunjukkan kondisi optimum untuk pemisahan
dan perolehan kembali ion logam Pb2+ pada konsentrasi asam lemak hidrosamik (FHA) 200 ppm dan massa zeolit 0,25 gram
dengan daya jerap optimum 5,056 mg/gr dengan proses penyerapan zeolit terhadap FHA mengikuti model isotherm adsorbsi
Freundlich. Waktu kontak 7 jam dengan daya jerap optimum 160 mg/gr, pH ion logam Pb 2+ = 3 dengan daya jerap optimum
169,64 mg/gr dan konsentrasi ion logam Pb 2+ 1200 ppm dengan daya jerap optimum sebesar 204,64 mg/gr dengan proses
penyerapan FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+ mengikuti model isotherm adsorbsi Freundlich. Dari hasil ekstraksi padat-cair
diperoleh hasil serapan ion logam Pb2+ oleh FHA-zeolit sebesar 1195,5 ppm atau 94,6% dengan hasil recovery sebesar
1085,95 ppm atau 98.78% dan pemisahan ion logam Pb 2+ dengan ion logam yang lain sebesar 227,7 ppm atau 19,04%. Nilai
dari faktor pemisahan menunjukkan ion logam Pb(II) hanya terpisah sebagian dengan ion logam Cd(II) danZn(II). Faktor
pemisahan antara ion logam Pb(II) dengan ion logam Cd(II) sebesar 0,43 dan antara ion logam Pb(II) dengan ion logam Zn(II)
sebesar 0,34.

Kata kunci : Industri pertambangan, timbal, asam lemak hidroksamik, immobilisasi chelating agent, zeolit, ekstraksi
padat-cair.

A. PENDAHULUAN
Dibeberapa lokasi di Indonesia terkandung emas dengan kadar yang sangat kecil
sehingga tidak memungkinkan dilakukan proses pertambangan secara modern. Oleh karena
itu, proses pertambangan emas dilakukan secara tradisional oleh masyarakat seperti
misalnya di daerah Sekotong Lombok Barat, dimana yang diambil hanya emas sedangkan
mineral-mineral lain yang berasosiasi dengan emas dibuang begitu saja dan menjadi limbah
berbahaya terhadap lingkungan terutama logam timbal. Adanya aktivitas masyarakat seperti
penambangan liar, membuat kadar logam berat timbal bisa berjumlah 300 kali lebih banyak
dari yang terdapat secara alami (Rahayu, 2013). ) Seseorang yang terpapar timbal dengan
dosis yang tinggi , menyebabkan kerusakan jaringan tubuh pada manusia. Sedangkan pada
tumbuhan, menyebabkan berkurangnya kadar klorofil daun, sehingga proses fotosintesis
terganggu, selanjutnya berakibat pada berkurangnya hasil produksi dari suatu tumbuhan.
Oleh karena itu, dibutuhkan solusi untuk mengatasi masalah pencemaran logam timbal tanpa
menimbulkan masalah baru dengan memanfaatkan limbah tersebut menjadi sesuatu yang
bermanfaat. Salah satunya adalah penggunaan metode immobilisasi chelating agent
menggunakan asam lemak hidrosamik dari minyak inti biji ketapang ( yang dimmobilisasi ke
dalam zeolit untuk menyerap logam timbal. Selain itu digunakan metode ekstraksi padat-cair
untuk perolehan kembali dan pemisahan logam timbal dengan logam lain.
B. LANDASAN TEORI
Untung dan Achmad (1999), mengemukakan bahwa air limbah dari pendulangan
tambang emas mengandung beberapa ion logam berat, salah satunya ialah ion logam timbal

dengan konsentrasi antara 0,16-1,25 mg/l. Ion timbal (II) merupakan salah satu ion logam
berat berbahaya karena dapat terakumulasi dalam tubuh mahluk hidup dan dapat mencemari
lingkungan di daerah pertambangan (Chongprasith et al., 1999). Jadi, pengolahan terhadap
limbah ion timbal (II) yang terbuang tersebut sangat perlu dilakukan daripada harus
membuangnya secara sia-sia sehingga pada akhirnya tidak menimbulkan pencemaran
lingkungan yang lebih parah.
Logam Pb dapat masuk ke dalam tubuh melalui pernapasan, makanan, dan
minuman. Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh
logam tersebut, timbal dapat menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan
hemoglobin dan sebagian kecil timbal dieksresikan lewat urin atau feses karena sebagian
terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan
lemak, dan rambut (Widowati, 2008). Pada jaringan atau organ tubuh, timbal juga akan
terakumulasi pada tulang, karena logam ini dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan
keberadaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat dalam jaringan tulang(Palar, 2004).
Asam lemak hidroksamik merupakan agen pengkelat (chelating agent) turunan
hidroksilamin dan asam karboksilat, sehingga asam lemak hidroksamik disebut juga dengan
N-hidroksi amida karboksilat, dengan rumus umun R-CO-NH-OH dimana R = alkyl atau
aril (Suhendra et al., 2005 dan 2006). Kompleks antara asam hidroksamik dengan berbagai
ion logam banyak digunakan untuk keperluan kimia analitik yaitu sebagai reagen pada
penentuan logam secara gravimetri dan spektrometri (Pacco, 2008), sebagai sensor kimia
dalam penentuan logam-logam renik (Isha et al., 2007), dan untuk mengekstrak ion-ion
logam dari larutan (Suhendra et al., 2005 dan 2006).
Kegunaan zeolit didasarkan atas kemampuannya melakukan pertukaran ion (ion
excangher), adsorpsi (adsorption) dan katalisator (catalyst). Zeolit memiliki bentuk kristal
yang sangat teratur dengan rongga yang saling berhubungan ke segala arah yang
menyebabkan luas permukaan zeolit sangat besar sehingga sangat baik digunakan sebagai
adsorben (Sutarti dan Rachmawati, 1994).
Metode immobilisasi chelating agent biasanya dikenal dengan ekstraksi padatcair. Kelebihan ekstraksi padat-cair dari ekstraksi cair-cair adalah proses ekstraksi lebih
sempurna, pemisahan analit dari pengganggu yang mungkin ada menjadi lebih efisien
sehingga untuk memperoleh recovery yang tinggi (>99%) pada ekstraksi padat-cair lebih
mudah dibandingkan dengan ekstraksi cair-cair, mengurangi pelarut organik yang digunakan,
fraksi analit yang diperoleh lebih mudah dikumpulkan, mampu menghilangkan partikulat,
dan lebih mudah diotomatisasi (Lansida, 2010).
C. METODELOGI
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan : Gelas kimia, labu takar 250 mL, erlenmeyer, rotary
evaporator, sokhlet, magnetic stirrer-pemanas, magnetic bar, shaker, kolom vakum,
timbangan digital, statif-klem, pH meter digital, kromatografi kolom, FTIR, UV-Vis, AAS.
Bahan-bahan yang digunakan : Zeolit, methanol, n-heksana, minyak inti biji
ketapang, hidroksilamin, enzim Lipase, buffer asetat, NaOH, HCl, CuSO4, FeCl3, logam
nitrat (Cd, Pb, Zn), HNO3, Aquades, pH universal Merck dan kertas saring Whatman.

Cara kerja
1. Ekstraksi minyak inti biji ketapang
Inti biji ketapang yang sudah diblender ditimbang sebanyak 60 gram,
kemudian dibungkus dengan kertas saring dan dimasukkan kedalam alat sokhlet selama 6
jam dengan 250 ml pelarut n-heksan. Untuk memisahkan minyak dari pelarutnya, hasil
ekstraksi kemudian diuapkan untuk menghilangkan pelarut n-heksan dengan rotary
evaporator pada suhu 40 oC dengan kecepatan 110 rpm. Minyak yang diperoleh
kemudian ditimbang untuk ditentukan kadarnya dan selanjutnya ditambahkan natrium
sulfat anhidrat untuk menghilangkan kadar airnya.
2. Uji KLT
Eluen yang digunakan yaitu dietileter : n-heksana (13:87) yang didiamkan
selama kurang lebih 15 menit supaya jenuh. Kemudian sampel minyak ketapang dan
standar ditotolkan tepat pada garis awal plat KLT dan dimasukkan kedalam chamber yag
berisi eluen yang telah jenuh. Kemudian setelah eluen sampai pada garis batas KLT,
langkah selanjutnya yaitu mengeringkan plat KLT dan dimasukkan kedalam botol iodine
selama 1 menit. Setelah itu diamati spot yang terbentuk dibawah sinar UV dan dihitung
nilai Rf nya.
3. Sintesis Asam Lemak Hidroksamik
Sebanyak 5 gram minyak inti biji ketapang , 0,1 gram hidroksilamin dan 0,075
gr katalis enzim lipase dimasukkan kedalam Erlenmeyer kemudian campuran distirer
pada suhu ruangan selama 25 jam.Sebelum mereaksikan reaktan tersebut terlebih dahulu
hidroksilamin hidroklorida dilarutkan dengan air (aquades) sedangkan minyak dilarutkan
dengan n-heksan (Knochel, 1999)
4. Karakterisasi
a. Analisis FTIR
Analisis kualitatif dari gugus fungsi asam hidroksamik yang terbentuk dilakukan
dengan mengukur spektrum FTIR dengan menggunakan pelet KBr. Spektrum yang
diperoleh kemudian dibandingkan dengan spektrum FTIR sampel minyak ketapang
sehingga diperoleh perbedaan spektrum yang menandakan asam lemak hidroksamik telah
berhasil disintesis dari minyak ketapang
b. Penentuan jumlah nitrogen total
Ditimbang 0,5 gram asam lemak hidroksamik dan dimasukkan ke dalam labu
Kjeldahl. Asam lemak hidroksamik tersebut kemudian ditambahkan 2 gram
Na2SO4CuSO4 (20:1) dan 5 mL H2SO4 pekat dan dipanaskan pada pemanas listrik
sampai terbentuk larutan berwarna biru jernih (destruksi). Hasil destruksi yang sudah
dingin kemudian ditambahkan 150 mL aquades, 25 mL NaOH 40% dan 3 biji batu didih
dan dilakukan destilasi. Destilat ditampung sampai volume 150 mL pada erlenmeyer
yang berisi 10 mL asam borat 2% yang sudah diberi indikator campuran. Destilat
kemudian dititrasi denganH2SO4 0,1N sampai titik ekivalen yang ditandakan dengan
berubahnya warna indikator. Dibuat juga blangko dengan perlakuan yang sama seperti
sampel
5. Aktivasi zeolit

Zeolit yang sudah ada di panaskan dalam tanur selama 2 jam dalam suhu 4500C
untuk memperbesar permukaan zeolit
6. Tahap persiapan Immobilisasi
a. Pengaruh FHA terhadap daya jerap zeolit
Sebanyak 0,5 g Zeolit dikocok dengan 20 mL FHA dalam methanol pada 35 rpm
selama 12 jam (konsentrasi FHA berada dalam kisaran 50-250 ppm). Serapan FHA dalam
Zeolit diukur secara spektrofotometri. Larutan FHA sebelum dan setelah dikocok dengan
Zeolit, ditambahkan dengan 1 tetes larutan Besi 0,1M dalam HCl 0,01M. Kemudian,
absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
maksimumnya (515 nm) untuk kalkulasi besarnya kapasitas serapan resin.
b. Pengaruh massa zeolit untuk daya jerapnya terhadap FHA
Dimasukkan zeolit kedalam larutan FHA dengan perbandingan massa yang
bervariasi (0,25 ; 0,5 ; 0.75 ; 1,00 ; 1,25) gram kemudian dikocok selama 12 jam pada 35
rpm. Serapan FHA dalam Zeolit diukur secara spektrofotometri. Larutan FHA sebelum
dan setelah dikocok dengan Zeolit, ditambahkan dengan 1 tetes larutan Besi 0,1M dalam
HCl 0,01M. Kemudian, absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis untuk
kalkulasi besarnya daya jerap zeolit.
c. Tahap immobilisasi
Tahap immobilisasi FHA kedalam zeolit dilakukan dengan pembuatan larutan FHA
dalam metanol dengan konsentrasi 200 ppm sebanyak 20 ml kemudian ditambahkan 0.25
gr zeolit dan di shake selama 12 jam menggunakan water shaker. FHA-Zeolit yang
didapatkan kemudian disaring dan disimpan pada suhu kurang lebih 50C.
7. Tahap optimalisasi daya jerap terhadap io logam Pb2+
1. Pengaruh waktu kontak
Sebanyak 0.1 gr FHA-Zeolit dimasukkan dalam larutan Pb(II)1000ppm sebanyak 20
ml dan dikocok dalam shaker pada 100 rpm dengan variasi waktu 3, 5, 7 dan 9 jam.
Serapan logam Pb (II) pada masing-masing varian waktu kemudian diukur dengan AAS.
2. Pengaruh pH ion logam Pb2+
Pengaruh pH ini ditentukan oleh teknik kesetimbangan kontinu.Sebanyak 20 ml ion
logam standar Pb(II) 1000 ppm dikocok dengan 100 mg FHA-zeolit selama 7 jam untuk
memastikan kesetimbangan tercapai pada semua kondisi. Untuk pH dari larutan ion
logam diatur antara 2-6 dengan larutan HCl 0,1 M dan larutan NaOH 0,1 M sebelum
dikocok. Untuk melihat perbedaan serapan antara yang dikocok (inisial) dengan yang
tidak dikocok (finish) maka dibuat dua larutan yang berbeda dengan volume yang sama.
Setelah setimbang, konsentrasi ion dalam larutan ditentukan menggunakan AAS untuk
kalkulasi besarnya kapasitas serapan.
3. Pengaruh konsentrasi ion Pb2+
Sebanyak 0,1 gram FHA-Zeolit dimasukkan kedalam 20 mL larutan logam
timbal(II) dengan variasi konsentrasi dari 900 ppm, 1000 ppm, 1100 ppm, 1200 ppm dan
1300 ppm dan dikocok dalam waterbath shaker selama 7 jam dan pH larutan = 3.
Serapan logam Pb (II) pada masing-masing varian konsentrasi diukur dengan AAS.

Untuk melihat perbedaan serapan antara yang dikocok (inisial) dengan yang tidak
dikocok (finish) maka dibuat dua larutan yang berbeda dengan volume yang sama.
Setelah setimbang, konsentrasi ion dalam larutan ditentukan menggunakan AAS untuk
kalkulasi besarnya daya jerap FHA-zeolit terhadap ion logam Pb(II).
8. Tahap ekstraksi padat-cair
Sebanyak 4 g FHA-Zeolit dimasukkan kedalam sebuah kolom dengan diameter
dalam 3 cm dan tinggi 10 cm. Kemudian sebanyak 60 mL larutan campuran yang
mengandung ion logam Zn(II), Pb(II), dan Cd(II) dengan konsentrasi masing-masing
1200 ppm, dikondisikan pada pH 3 dan didiamkan selama 7 jam didalam kolom.
kemudian dilewatkan melewati kolom dengan kecepatan alir 0,25mL/menit. Konsentrasi
ion Pb(II) sebelum dan setelah melewati kolom ditentukan menggunakan AAS untuk
kalkulasi persentase serapan ion logam Pb(II).
9. Tahap recovery (perolehan kembali)
Pemisahan kembali ion Pb (II) pada kolom dilakukan dengan menggunakan larutan
HNO3 10 % sebagai eluen. Sebanyak 120 ml Asam nitrat dilewatkan melalui kolom yang
mengandung FHA-Zeolit-ion logam (Zn, Pb, Cd) dengan kecepatan alir 0,25 mL/menit.
Setiap urutan fraksi (20 mL) yang diperoleh, ditampung secara otomatis menggunakan
pengumpul fraksi. Konsentrasi masing-masing ion logam (Cd, Pb, Zn) setelah pemisahan
ditentukan menggunakan AAS dengan lampu katoda dari masing-masing logam (Pb, Cd,
Zn) untuk kalkulasi persentase pemisahan.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Kadar minyak inti biji ketapang
Tabel 1 rata-rata kadar minyak ketapang
No
1
2
3

Berat Sampel (gram)


60
60
60
Rata - Rata

Berat Minyak (gram)


31,92
34,68
36

Kadar Minyak (%)


53,2
57,8
60
57,00

Dalam penentuan kadar minyak yang diperoleh dari ekstraksi dengan metode sokletasi
sebesar 57% dari 60 gam berat biji kering yang telah dihaluskan. Kadar minyak yang
diperoleh ini lebih kecil dari kadar minyak yang diperoleh oleh Rahayu dkk. (2012) yaitu
sebesar 57.7 %. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi geogafis tempat tumbuhnya tanaman
yang mengakibatkan terjadinya perbedaan rendemen minyak (Manzoor dkk., 2007).
b. Uji KLT
Tabel 2 nilai Rf minyak biji ketapang dan standar VCO
R substansi (cm)
R Pelarut (cm)

Nilai Rf (cm)

VCO (standar)

5,28

0,66

Ketapang (sampel)

5,12

0,64

Berdasarkan spot yang diperoleh, didapatkan nilai Rf dari minyak inti buah
ketapang hampir sama dengan Rf dari standar berturut-turut 0,82 dan 0,80. Hal ini
menunjukkan bahwa komposisi trigiserida dari minyak inti biji ketapang hampir sama
dengan standar VCO.
c. Hasil analisis FTIR asam lemak hidroksamik
Pada spektrum minyak inti biji ketapang dapat dilihat bahwa terdapat serapan khas
antara lain pada bilangan gelombang 2925,85 cm-1 dan 2854,91 cm-1 terdapat regangan
C-H rantai alkil alifatik panjang yang didukung oleh serapan lentur C-H alifatik pada
1465,68 cm-1. Pada bilangan gelombang 1747,73 cm-1 terdapat serapan yang dimiliki oleh
regangan C=O ester (Suhendra dkk., 2005), serapan ini didukung serapan C-O alifatik
ester pada 1163,42 cm-1. Selain itu juga pada bilangan gelombang 3007,71 cm-1
merupakan serapan C-H alkena (C=C-H) yang menandakan adanya ikatan rangkap
karbon-karbon (ketidakjenuhan) minyak ketapang, Dibandingkan dengan spektrum
minyak ketapang, pada spektrum asam lemak hidroksamik terlihat banyak perbedaan.
Pada spektrum sampel tersebut terlihat serapan khas asam hidroksamik yaitu pada
3434,48 cm-1 merupakan regangan O-H, dan pada bilangan gelombang 3261,09 cm-1
terdapat regangan N-Hdan didukung serapan N-H lentur pada 1568,64 cm-1 . Sedangkan
pada bilangan gelombang 2921 cm-1 dan 2850 cm-1 terdapat regangan C-H rantai alkil
alifatik panjang (Suhendra dkk., 2005). Selain itu juga terlihat serapan regangan C=O
pada 1704,39 cm-1 (Yunus dkk, 2010) dan pada bilangan gelombang 939,91 cm-1
merupakan serapan regang N-O yang sebelumnya tidak terlihat pada spektrum FT-IR
minyak ketapang (Stuart, 2004).

Gambar 1 Hasil FTIR minyak ketapang dengan asam lemak hidroksamik


d. Penentuan pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit
Gambar 2 menunjukkan Jumlah FHA yang terimmobilisasi kedalam zeolit
sebagai fungsi dari konsentrasi FHA, Terdapat pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya
jerap zeolit, terlihat bahwa jumlah FHA yang terjerap oleh zeolit meningkat dengan
meningkatnya konsentrasi FHA, kemudian menurun setelah tercapai kesetimbangan. Hal
ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh mattel (1991) dimana semakin besar
konsentrasi suatu larutan maka semakin banyak jumlah zat terlarut yang diadsorbsi
sehingga tercapai kesetimbangan tertentu, laju zat yang terserap sama dengan zat yang
dilepas dari adsorben pada suhu tertentu. Dari gafik diatas terlihat nilai jerapan
maksimum terletak pada konsentrasi 200 ppm yaitu sebesar 2.49 mg/g.

Daya jerap
(mg/g)

2.49

2
1
0
0

100

200

300

Konsentrasi FHA (ppm)


Gambar 2 Pengaruh konsentrasi FHA terhadap daya jerap zeolit

Daya Jerap Zeolit


(mg/g)

e. Pengaruh Massa Zeolit Untuk Daya Jerapnya Terhadap FHA


Gambar 3 terlihat bahwa daya jerap zeolit tertinggi yaitu pada massa zeolit 0.25 g.
Dan semakin turun dengan bertambahnya massa zeolit. Hal ini dikarenakan pada
konsentrasi yang sama yaitu 200 ppm dengan massa yang berbeda menyebabkan daya
jerap tertinggi berada pada massa zeolit terkecil. Karena daya jerap zeolit diperoleh dari
perbandingan konsentrasi FHA dalam keadaan setimbang pergam zeolit (q=mg/g)
(Suhendra,2014).
6

5.056

4
2
0
0

0.25

0.5

0.75

1.25

1.5

Massa Zeolit (g)


Gambar 3 Pengaruh daya jerap zeolit dengan massa zeolit
Untuk mengetahui interaksi antara FHA dengan zeolit dan kemampuan optimum
yang dapat dicapai oleh zeolit, diperlukan suatu model kesetimbangan sebagai
parameternya. Isoterm adsorpsi merupakan parameter yang sangat penting dalam
adsorpsi karena ikut berperan dalam menentukan kondisi maksimum untuk menghasilkan
adsorpsi yang optimal. Isoterm adsorpsi dapat dikaji dengan beberapa model yang ada
untuk mengetahui model adsorpsi isoterm yang sesuai, dimana model adsorpsi isoterm
FHA ini akan dikaji menggunakan dua model yaitu isoterm Langmuir dan Freundlich
0.8

60

0.6

log qe

80

ce/q
e

40
20

y = -2.41x + 353.83
R = 0.929

0
110

120

ce

130

140

0.4

y = 7.763x - 15.867
R = 0.991

0.2
0
2.06

2.08

2.1

log ce

a
b
Gambar 4. a. Model kesetimbangan adsorbsi Langmuir dan
b. Model kesetimbangan adsorbsi Freundlich

2.12

2.14

Terlihat pada gambar 4 bahwa nilai R2 dari model isotherm adsorbsi Freundlich
adalah 0,991 lebih besar dari model isotherm adsorbsi Langmuir. Dapat dikatakan bahwa
isotherm adsorbsi dari proses penyerapan FHA oleh zeolit lebih cenderung mengikuti model
Isotherm Freundlich. Kesesuaian dengan persamaan Model Isoterm Freundlich
mengasumsikan bahwa proses adsorpsi terjadi secara fisika (Al-Duri, 1995). Hal ini
didasarkan atas terbentuknya lapisan monolayer dari molekul-molekul adsorbat pada
permukaan adsorben. Namun pada adsorpsi Freundlich situs-situs aktif pada permukaan
adsorben bersifat heterogen.

Daya Jerap (mg/g)

f. Penentuan waktu kontak optimum


Penentuan waktu kontak optimum absorpsi dilakukan dengan meng-interaksikan
FHA-Zeolit dengan Pb2+ dengan variasi waktu 3, 5, 7 dan 9 jam. Seperti terlihat pada
Gambar 5
161
160

160
159
158
157
156
0

Waktu Kontak (jam)


Gambar 5 Perbandingan waktu kontak vs daya jerap

10

Pengaruh waktu kontak optimum memunjukkan bahwa ion logam yang terabsorpsi
meningkat seiring dengan meningkatnya waktu dan mencapai waktu optimum pada waktu
kontak 7 jam dengan daya jerap FHA-Zeolit sebesar 160 mg/g, kemudian menurun setelah
waktu kontak optimumnya. Adanya peningkatan penyerapan logam oleh FHA-Zeolit
menunjukkan belum jenuhnya situs aktif FHA-zeolit oleh molekul ion logam Pb2+, namun
apabila kondisi ion logam yang teradsorpsi telah konstan yang diakibatkan oleh jenuhnya
situs aktif dari FHA-zeolit oleh molekul adsorbat, maka akan terjadi penurunan serapan. Hal
ini menunjukkan bahwa adanya batas FHA-Zeolit dalam mengabsorpsi ion logam Pb2+.

Daya Jerap(mg/g)

g. Penentuan pH optimum logam Pb2+


Penentuan pH optimum ini dilakukan pada variasi pH 2,3,4,5 dan 6 dengan waktu
kontak optimum yaitu 7 jam. Seperti terlihat pada Gambar 7.
200

169.64

150
100
50
0
0

pH

Gambar 7 Perbandingan pH ion logam Pb2+ dengan daya jerap


Kemampuan penyerapan suatu adsorben dapat dipengaruhi oleh pH larutan. Hal ini
berhubungan dengan protonasi atau deprotonasi permukaan sisi aktif dari sorben. Untuk

asam-asam organik, adsorpsi akan meningkat bila pH diturunkan, yaitu dengan penambahan
asam-asam mineral. Nilai pH juga dapat mempengaruhi kesetimbangan kimia. Dengan
variasi pH kemungkinan ikatan kimia antara adsorben dan adsorbat dapat terjadi (kurniaty,
2008) Terlihat dengan begitu besarnya rentan daya jerap zeolit pada pH 2 dan pH 3 dan
menurun pada pH 4, pH 5 dan pH 6 (gambar 4.16). Ini artinya kondisi pH optimum ion
logam timbal(II) berada pada pH 3 dan kompleks logam FHA-zeolit sudah terbentuk dengan
stabil. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Erika (2014) dimana kondisi
optimum dari logam Pb2+ berada pada pH rendah antara 3-5. Adapun daya jerap yang
ditunjukkan pada pH optimum sebesar 169,64 mg/g artinya sebanyak 169.64 mg ion logam
Pb2+ terjerap dalam 1 g FHA-zeolit.
h. Penentuan konsentrasi optimum ion logam Pb2+
Pada tahap penentuan pengaruh konsentrasi ion logam Pb2+ optimum terhadap daya
jerap FHA-Zeolit dilakukan variasi konsentrasi ion logam mulai dari 900 ppm- 1300 ppm
dengan selisih 100 ppm dalam kondisi pH dan waktu kontak optimum

Daya jerap (mg/g)

210

204.64

200
190
180
170
160
150
800

900
1000
1100
1200
Konsentrasi Pb2+(ppm)

1300

1400

Gambar 8 Perbandingan konsentrasi logam Pb2+ vs Daya jerap


Dari Gambar diatas terlihat bahwa jumlah ion logam yang terabsorpi meningkat
seiring dengan meningkatnya konsentrasi ion logam dan mencapai puncaknya pada
konsentrasi 1200 ppm kemudian menurun setelah konsentrasi optimum (1200 ppm). Pada
konsentrasi 900 ppm sampai 1100 ppm, jumlah ion logam dalam larutan lebih kecil sehingga
yang terjerap juga akan semakin sedikit karena lebih sedikit ion logam yang membentuk
ikatan koordinasi dengan adsorben FHA-zeolit. Semakin banyak jumlah ion logam, maka
semakin banyak pula ion logam yang terikat pada FHA-Zeolit dan mencapai optimum pada
konsentrasi 1200 ppm. Pada konsentrasi tersebut semua ion logam telah membentuk ikatan
dengan adsorben (FHA-Zeolit). Penambahan konsentrasi ion logam yang berarti menambah
jumlah ion logam dalam larutan ternyata menurunkan daya jerap dari adsorben. Hal ini
terjadi karena saat konsentrasi bertambah tidak akan terjadi pembentukan kompleks lagi
oleh FHA-Zeolit terhadap ion logam, sehingga terjadi penurunan kecepatan reaksi yang
menyebabkan daya jerap menurun.
Untuk mengetahui interaksi antara logam Pb2+ dengan FHA-zeolit dan kemampuan
daya jerap optimum yang dapat dicapai oleh FHA-Zeolit tersebut seperti halnya dengan
interaksi antara FHA dengan zeolit (pada pembahasan sebelumnya) digunakan model
kesetimbangan isotherm absorbsi dengan menggunakan dua model yaitu isoterm Langmuir
dan Freundlich seperti pada gambar 9

2.35

0.18

2.30

0.16
y = 0.0023x + 0.1029
R = 0.9395

0.14
0.12
15

25

35

45

log qe

ce/qe

0.20

y = 0.586x + 1.3766
R = 0.9753

2.25
2.20
2.15
1.30

1.40

1.50

log ce
ce (ppm)
a
b
Gambar 9 a. Model kesetimbangan isotherm Absorbsi Langmuir dan
b. Model kesetimbangan isotherm Absorbsi Freundlich.

1.60

1.70

Terlihat pada gambar 9 ; nilai R2 dari model isotherm Freundlich adalah 0,9753 lebih
besar dari nilai model isotherm adsorbsi Langmuir. Nilai itu menunjukkan bahwa absorbsi
ishoterm dari penyerapan logam Pb(II) oleh FHA-zeolit mengikuti model isotherm absorbsi
Freundlich. artinya proses absorbsi pada penyerapan FHA-zeolit terhadap ion logam Pb(II)
terjadi secara fisika berdasakan asumsi model isotherm Freundlich (do, 1998). Gambar 4.11
menunjukkan reaksi kompleks FHA-Zeolit dengan ion logam Pb2+
H
N

zeolit
Bentonit
C

HO
O

C
Bentonit
zeolit

N
H

OH

Cd(NO 3)2

Pb(NO3)2
2

C
Bentonit
zeolit

Cd

Pb

2 HNO 3

N
H

Gambar 4.11 Reaksi kompleks FHA-Zeolit dengan ion logam Pb2+


i. Tahap Immobilisasi chelating agent (Ekstraksi padat-cair)
FHA-zeolit sebagai absorbennya dan sebanyak 60 ml campuran logam yaitu Pb2+,
2+
Zn dan Cd2+ sebagai sampel absorbatnya. Pada ekstraksi padat-cair ini, digunakan kondisi
optimum daya jerap FHA-zeolit terhadap ion logam Pb2+ yang telah diperoleh. Tabel 2
menunjukkan % serapan yang didapatkan dari proses ekstraksi padat-cair (immobilisasi
chelating agent).
Table 3 Serapan masin-masing io logam
Konsentrasi
Jumlah ion terserap
Ion logam
(ppm)
(ppm)
Pb
1200
1195.5
Cd
1200
406.1
Zn
1200
516

% Serapan
94,6
50,6
72,7

Dengan metode AAS diperoleh besarnya pengukuran serapan ion logam dalam
FHA-zeolit seperti terlihat pada Tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa ion logam Pb(II)
terserap paling besar dalam resin dibandingkan dengan logam yang lainnya. Hal ini
disebabkan karena ion logam Pb(II) mempunyai kestabilan kompleks yang tinggi, yaitu pada

konsentrasi dan pH optimum tersebut, sedangkan logam lainnya kurang stabil sehingga
hanya bisa terserap sedikit saja. Jika dianalisa secara keseluruhan, besarnya serapan ion
Pb(II) dalam resin mencapai 94,6% atau sebesar 1195,5 ppm. Nilai ini menunjukkan bahwa
dalam setiap 1 gam FHA-Zeolit terdapat 298,87 ppm ion logam Pb(II) yang terserap.

con. recovery
(ppm)

j. Tahap pemisahan dan recovery ion logam Pb2+ dengan ion logam Cd2+ dan Zn2+.
Tahap perolehan kembali ini didasarkan pada tingkat stabilitas logam dalam
kompleks yang umumnya berbeda pada masing-masing ion logam. Perbedaan kestabilan
inilah yang mendasari penulis untuk dapat memisahkan ion logam yang satu dengan yang
lainnya. Ion logam dapat dengan mudah larut dalam asam sehingga penggunaan asam
sangatlah dianjurkan untuk pemisahan logam dari senyawa kompleksnya.
Pada saat perolehan kembali ion-ion logam, larutan asam nitrat 10% dilewatkan
kedalam kolom sebagai fase geraknya dimana setiap fraksi 10 ml ditampung dan diukur
dengan AAS konsentrasi ion logam yang ter-recovery kembali. Dari hasil AAS yang
didapat, diperoleh kurva perolehan kembali ion logam Pb2+ dan ion logam lainnya (Cd2+ dan
Zn2+) seperti pada Gambar 10
1500
1000

1180.95
508.2

397.2

500
0

Pb
Cd
zn
Gambar 12 Perolehan kembali ion logam timbal(II) menggunakan HNO3 10%
Dari Gambar 12 terlihat bahwa ion logam Pb(II) ter recovery paling tinggi
dibadingkan dengan logam-logam yag lain yaitu sebesar 1080,95 ppm atau sebesar 98,78%
dari jumlah yang terserap.
Dan untuk pemisahan ion logam Pb(II) dengan logam-logam lainnya (Cd(II) dan
Zn(II)) dapat dilihat pada Gambar 13
250
Desorbsi logam
(ppm)

200
150

Zn

100

Pb

50

Cd

0
0

50
100
Volume HNO3 (ml)

150

Gambar 13 Pemisahan logam Pb2+ dengan ion logam logam yang lain
Berdasarkan gambar diatas, hasil dari pemisahan ion logam dari kolom FHA-zeolit
dengan eluen asam nitrat terlihat bahwa tidak terjadi pemisahan yang baik antara ion logam
Pb2+ baik dengan ion Zn2+ maupun dengan ion Cd2+ pada kisaran fraksi volume 0ml - 60ml,

tapi pada raksi volume 70 ml, ion logam Pb2+ sudah terpisah dengan ion logam Cd2+ , namun
masih ada sedikit sisa dari ion logam Zn2+ yang terbawa.Namun pada fraksi volume 80ml120ml ion logam Pb2+ sudah benar-benar terpisah dengan kedua ion logam tersebut.
Sehingga diperoleh jumlah ion Pb2+ yang dapat dipisahkan sebesar 227.7 ppm atau 19,04%.
Nilai faktor pemisahan antara ion logam Pb2+ dengan Zn2+ sebesar 0,34 sedangkan ion
logam Pb2+ dengan Cd2+ sebesar 0,43, artinya antara ion logam Pb2+ dengan logam Zn2+
maupun logam Cd2+ hanya terjadi pemisahan sebagian. Gambar 14 menunjukkan proses
desorpsi ion logam Pb2+
H
N
C

Cd
Pb

zeolit

HNO 3

C
Bentonit

Bentonit
zeolit

Bentonit
zeolit

N
H

Cd(NO 3)2

Pb(NO3)2

OH

Gambar 14 Proses desorpsi ion logam Pb2+


E. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan kajian pustaka yang telah dilakukan, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Asam lemak hidroksamik (FHA) yang diimmobilisasi dengan zeolit dapat digunakan
sebagai pengkhelat ion logam pada proses pemisahan dan perolehan kembali ion
logam Pb(II), dengan kondisi optimum FHA 200 ppm dan massa zeolit 0,25 gam.
Dari model kesetimbangan adsorbsi, diperoleh bahwa proses immobilisasi FHA
dalam zeolit lebih mengikuti model isoterm Freundlich.
2. Daya jerap optimum yang diperoleh dari 200 ppm FHA dalam 0.25 gam zeolit
sebesar 5,056 mg/g.
3. Kondisi optimum yang diperoleh untuk mendapatkan serapan logam timbal(II) yang
optimal yaitu pada waktu kontak 7 jam dengan daya jerap FHA-Zeolit terhadap
logam timbal(II) sebesar 160 mg/g , pH 3 dengan daya jerap 169.64 mg/g dan
konsentrasi 1200 ppm dengan daya jerap 204,64 mg/g. Dari model kesetimbangan
adsorbs, diperoleh bahwa proses penyerapan FHA-Zeolit terhadap ion logam Pb2+
lebih cenderung mengikuti model isotherm Freundlich.
4. Jumlah ion timbal(II) yang terserap pada 4 gam FHA-Zeolit adalah 1195,5 ppm atau
94,6% dan jumlah recovery sebesar 1085,95 ppm atau 98.78%
5. Jumlah ion logam timbal(II) yang dapat dipisahkan dengan ion logam lain (Cd(II)
dan Zn(II)) sebesar 227,7 ppm atau 19,04%.
6. Nilai faktor pemisahan antara ion Pb2+ dengan Zn2+ adalah 0,34 sedangkan antara
ion Pb2+ dengan Cd2+ adalah 0,43 yang berarti hanya terjadi pemisahan sebagian
antara ion logam Pb(II) dengan ion logam Cd(II) dan Zn(II)

Saran
1.Untuk immobilisasi FHA perlu dicoba menggunakan zeolit alam sebagai perbadingan,
karena resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit sntesis.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang pengaplikasikan secara langsung pada pencemaran
limbah di lingkungan dengan metode ekstraksi padat-cair dari ion logamPb(II) akibat
penambangan emas tradisional maupun penambangan zat mineral yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Duri, B. 1995. A Review In Equilebirium In Single And Multicomponent Liquid Adsorpsion
System. Review in Chemical engineering, vol. 11, hal : 101-143
Chongprasith, P.,W. 1999. ASEAN Marine Water Quality For Cadmium. ASEAN-Canada
CPMS-II AM WQC for cadmium. Marine Environmen Division, Water Quality
Management Bureau, Pollution Control Departemen.VII-I to VII-64.
Isha, A., Yusof, N.A.,Ahmad, M., Suhendra, D., Yunus, W.M.Z.W. dan Zainal, Z., 2007, Optical
Fibre Chemical Sensor For Trace Vanadium(V) Determination Based On Newly
Synthesized Palm Based Fatty Hydroxamic Acid Immobilized In Polyvinyl Chloride
Membrane, Spectrochimica Acta Part A: Molecular and Biomolecular Spectroscopy,
p:1398-1402
Kurniaty, N. 2008. Kestimbangan Adsorbsi Residu Minyak Dari Limbah Cair Pabrik Minyak
Sawit (Pome) Menggunakan Gambut Aktif. Skripsi, Teknik Kimia, Fakultas Teknik UR,
Pekanbaru.
Manzoor, M., Anwar, F., dan Iqbal, T., 2007, Physico-chemical Characterization of
Moringa concanensis Seeds and Seeds Oil. JAOCS, 84:413-419.
Palar, H. 2004.Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Rieneka Cipta: Jakarta.
Suhendra, D., Copper Ion Extraction by a Mixture of fatty Hidroxamic Acids Synthesized from
Commercial Palm Oil, Solvent Extraction and Ion Exchange, 2005, 23, 713-723.
Suhendra, D., Wan Yunus, W.M.Z., Haron, M.J., Basri M., and Silong S., Separation and
Preconcentration Of Copper Ion by Fatty Hydroxamic Acid Immobilized onto Amberlite
XAD-4, Indo. J. Chem., 2006, 6 (2), 165-169.
Rahayu. 2013. Perolehan Dan Pemisahan Kembali Ion Logam Timbale(II) Menggunakan Asam
Lemak Hidroksamik Yang Diimmobilisasi Kedalam Amberlite-XAD. Fakultas MIPA
Universitas Mataram
Untung S.R., Yayat Achmad Nur, 1999. Inventarisasi Masalah Lingkungan Pertambangan
Emas Rakyat di Daerah Wonogiri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai