Anda di halaman 1dari 3

DISTRIBUSI DAN INSIDEN

Infeksi malaria tersebar pada lebih dari 100 negara di benua Afrika, Asia, Amerika (bagian
Selatan) dan daerah Oceania dan kepulauan Caribia. Lebih dari 1.6 triliun manusia terpapar oleh
malaria dengan dugaan morbiditas 200-300 juta dan mortalitas lebih dari 1 juta pertahun.
Beberapa daerah yang bebas malaria yaitu Amerika Serikat, Canada, negara di Eropa (kecuali
Rusia), Israel, Singapura, Hongkong, Japan, Taiwan, Korea, Brunei dan Australia. Negara
tersebut terhindar dari malaria karena vektor kontrolnya yang baik; walaupun demikian di negara
tersebut makin banyak dijumpai kasus malaria yang di import karena pendatang dari negara
malaria atatu penduduknya mengunjungi daerah daerah malaria. P. falciparum dan P. malariae
umumnya di jumpai pada semua negara dengan malaria; di Afrika, Haiti dan Papua Nugini
umumnya P. falciparum; P. vivax banyak di Amerika Latin. Di Amerika Selatan, Asia Tanggara,
negara Oceania dan India umumnya P falciparum dan P. vivax. P. ovale biasanya hanya di Afrika.
Di Indonesia kawasan Timur mulai dari Kalimantan, Sulawesi Tengah samapai keUtara, Maluku,
Irian Jaya dan dari Lombor sampai Nusatenggara Timur serta Timor Timur merupakan'daerah
endemis malaria dengan P. falciparum dan P. vivax. Beberapa daerah di Sumatera mulai dari
Lampung, Riau, Jambi dan Batam kasus malaria cenderung meningkat.
Tingginya side positive rate (SPR) menentukan endemisitas suatu daerah dan pola klinis
penyakit malaria akan berbeda. Secara tradisi endemisitas daerah dibagi menjadi:
1.
2.
3.
4.

HIPOENDEMIK
MESOENDEMIK
HIPERENDEMIK
HOLOENDEMIK

: bila parasit rate atat spleen rate 0-10%


: bila parasit rate atau spleen rate 10-50%
: bila parasit rate atau spleen rate 50-75%.
: bila parasit rate atau spleen rate >75%

Parasit rate dan spleen rate ditentukan pada pemeriksaan anak-anak usia 2 9 tahun. Pada daerah
holoendemik banyak penderita anak-anak dengan anemia berat, pada daerah hiperendemik dan
mesoendemik mulai banyak malaria serebral pada usia kanak-kanak (2 - l0 tahun), sedangkan
pada
daerah hipoendemik/daerah tidak stabil banyak drjumpai malaria serebral, malaria dengan
gangguan fungsi hati atau gangguan fungsi ginjal pada usia dewasa.

Patologi malaria serebral


1. Permeability hypothesis (Maegraith dan Fletcher)
Menyatakan bahwa bahan toksik dilepaskan oleh parasit meningkatkan permeabilitas dari
Blood brain barrier (BBB) sehingga terjadi serebral edema, koma, dan kematian.
Hipotesis ini kurang diterima karena orang dewasa dengan cerebral malaria memiliki
tekanan CSF yang normal dan BBB menunjukkan permeabilitas pada albumin yang
normal dan tidak ada respon terhadap terapi kortikosteroid. Pada MRI juga gagal
menunjukkan edema.
2. Toxic/cytokine hypothesis
Materi glikolipid dikeluarkan saat schizon ruptur. Ini akan memicu pengeluaran sitokin
dari makrofag dan monosit, awalnya IL-1 dan TNF alpha yang akan memicu pengeluaran
IL-6 dan IL-8. Hal ini bertanggung jawab pada gejala dan simptom termasuk paroksisme.
Ada korelasi antara jumlah sitokin dan prognosis. Konsentrasi TNF alpha >100 pg/ml
dihubungkan dengan keikutsertaan otak dan kematian
3. Mechanical hypothesis
Obstruksi aliran darah di otak dikarenakan eritrosit teringeksi mungkin penyebab koma
dan kematian pada malaria serebral.
Proses:
Sekuestrasi parasit di dalam otak
Sekuestrasi parasit di pembuluh darah otak dikatakan sebagai faktor penting dalam patogenesis
dari cerebral malaria. Sekuestrasi terjadi karena perlekatan sel darah merah terinfeksi ke lapisan
endotel (sitoadherens) menggunakan protein di permukaan eritrosit yaitu PfEMP-1 (Plasmodium
falciparum erythrocyte membrane-1) yang melekat ke reseptor di permukaan endotel vaskular
Reseptor endotel vaskular itu antara lain intercellular adhesion molecule-1 (ICAM-1), vascular
cell adhesion molecule 1 (VCAM), endothel leucocyte adhesion molecule-l (ELAM-1) dan
glycosaminoglycan chondroitin sulfute. Molekul yang paling penting adalah ICAM-1. Kumpulan
parasit yang tersequestrasi meningkat lebih jauh saat eritrosit yang terlekat mengalami rosetting
dengan SDM terinfeksi lainnya. Sekuestrasi menganggu perfusi dan dapat menjadi koma melalui
hipoksia. Lebih jauh, kemampuan SDM untuk melewati pembuluh darah juga menurun. oleh
karena itu, hipoxia dan perfusi jaringan inadekuat merupakan kejadian patofisiologis utama.
Walaupun penurunan pada supply metabolit seperti oxigen dan glukosa dapat terjadi, pada
kebanyakan anak-anak, nekrosis saraf yang signifikan jarang terjadi karena dengan pengobatan

antimalaria spesifik, koma dapat reversibel dengan cepat. Namun, jika ada peningkatan
kebutuhan metabolik seperti pada demam dan kejang, resiko kerusakan saraf meningkat dan
dapat lebih buruk jika pasien hipoglikemi.

Sitokin
Sitokin dan kemokin memainkan peran kompleks dalam pathogenesis dan memiliki peran
propektif dan berbahaya. Merozoit yang dilepaskan saat schizon pecah memicu pengeluaran pro
dan anti inflammatory cytokine. Salah satu sitokin yang dipelajari paling ekstensif adalah Tumor
necrosis factor (TNF), yang meningkatkan ekspresi ICAM-1 pada endotel pembuluh darah otak
sehingga meningkatkan sitoadhesi dari SDM terinfeksi. Pada sekitar daerah sequestrasi, ada
peningkatan sintesis lokal dari TNF tersebut. TNF memiliki peran protektif namun pada jumlah
yang tinggi berkontribusi pada komplikasi.

TNF berperan dalam regulasi transmisi sinaps

(kekuatan, skala dan long term potentiation). Maka dari itu, perubahan sinaps dimediasi oleh
sitokin dapat berperan dalam sindrom malaria serebral.
Peran NO dalam patofisiologi malaria serebral masih kontroversial. NO berperan dalam
pertahanan hospes, berperan dalam neurotransmisi dan merupakan efektor TNF. Dikatakan
bahwa TNF sebagai pro inflammatory cytokine memicu NO synthase di sel endotel otak
sehingga produksi NO meningkat. NO dapat melewati blood brain barrier, berdifusi ke jaringan
di otak dan mengganggu neurotransmisi sehingga mungkin berperan dalam koma reversibel
Rosetting
Perlekatan dua atau lebih RBC tidak terinfeksi ke RBC terinfeksi dikenal dengan nama rosetting.
Rosetting berlangsung pada siklus aseksual. Rosetting dihubungkan dengan malaria serebral dan
sitoadherens dengan disfungsi organ vital lain. Rosetting dapat dicegah dengan obat seperti
artemisin dan quinine (Artemisine>quinine)
Deformabilitas
Selagi parasit matur di dalam SDM, bentuknya menjadi lebih sferis dan kaku

Anda mungkin juga menyukai