BAB II
KAJIAN TEORI
Skinner adalah mengenai perubahan tingkah laku. Jadi hakekat teori Skinner
adalah teori belajar, bagaimana individu memiliki tingkah laku baru, menjadi
18
lebih terampil, menjadi lebih tahu.14 Dan sejumlah ahli juga mengembangkan
teori belajar
memecahkan
masalah
dan
prosedur
yang
berakar
pada
ragam
belajar.17
Secara umum terapi tingkah laku adalah pendekatan penerapan aneka
ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang
belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam penyelesaian
masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini, bentuk pendekatan ini
banyak di gunakan karena penekanannya pada perubahan tingkah laku dimana
tingkah laku tersebut bisa didefinisikan secara operasional, diamati dan
diukur.
2. Pandangan Tentang Sifat Manusia
Dimana landasan pijakan terapi tingkah laku ini yaitu pendekatan
behavioristik, pendekatan ini menganggap bahwa Manusia pada dasarnya
14
19
20
dirubah, perubahan-perubahan
mengubah
19
21
memusatkan
perhatian
perilaku
manusia
pada
yang
nampak dan dapat dipelajari, tujuan yang ingin dicapai pada saat
proses konseling harus jelas dan sesuai
dengan
20
h.22.
21
56Mohammad Surya, Teori Teori Konseling, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003),
Mohammad Surya, Teori Teori Konseling, (Bandung : Pustaka Bani Quraisy, 2003), h.24.
Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), h.137.
22
22
membantu klien
serta
23
24
23
Terapi behavior didasarkan pada prinsip dan prosedur dari metode ilmiah.
Dengan penelitian diperoleh dari prinsip-prinsip pembelajaran untuk
membantu mengubah tingkah laku maladaptif. Terapis behavior
menguraikan tujuan treatmen dalam tujuan konkret yang objektif untuk
membuat adanya kemungkinan replikasi intervensi mereka. Tujuan ini
disetujui oleh kedua pihak. Metode penelitian digunakan untuk
mengevaluasi efektifitas prosedur assessmen dan treatmen. Secara
singkat, konsep dan prosedur behavioral dinyatakan secara eksplisit, diuji
secara empiris dan diperbaiki secara terus-menerus.
2.
24
3.
4.
5.
secara
langsung,
mengidentifikasi
masalah,
dan
25
7.
8.
9.
26
mempunyai
27
12. Setelah diadakan monitoring kemajuan atau perilaku konseli maka tujuan
baru akan dikembangkan setelah terjadi kesepakatan bersama.
13. Kemudian konselor menyeleksi perilaku konselor yang positif.
14. Konselor memonitor kembali perilaku konseli apakah terjadi perubahan
pada perilaku konseli setelah proses konseling.
15. Kedua belah pihak menerapkan belajar perilaku ke arah pemeliharaan
perilaku yang positif.
16. Konselor bersama konseli menyetujui bahwa tujuan dari proses konseling
telah dicapai.
17. Konselor mengadakan pembuktian bahwa konseli telah memelihara
perilaku yang positif tanpa konselor.
Empat kategori prosedur belajar:
1. Belajar operan (operant learning), adalah belajar didasarkan atas perlunya
pemberian
ganjaran
untuk menghasilkan
perubahan
perilaku
yang diharapkan.
2. Belajar
mencontoh
memberikan respon
mengerjakan
(imitative
baru
learning),
melalui,
yaitu cara
menunjukkan
dalam
atau
28
emosi
untuk mengganti
dapat
(emotional
respon-respon
diterima menjadi
dengan
behaviour
konteks
respon
emosional
yang
klien
dapat
dengan
menggunakan
digunakan
yang
diterima
tidak
sesuai
prosedur konseling
29
untuk perubahan
perilaku klien.
Berikut ini dikemukakan beberapa tekhnik konseling behaviour:
a. Desensitisasi sistematik
Desensitisasi sistematik adalah salah satu tekhnik yang paling luas
digunakan dalam terapi tingkah laku. Desensitisasi sistematik digunakan
untuk menghapus tingkah laku yang
berlawanan
kecemasan, dan
menampilkan
suatu
pengalaman-pengalaman
pembangkit
kecemasan
yang
mengancam.
27
57Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika
Aditama, 2009), h.208.
28
58Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), h.141.
30
cepat
mencapai
29
60Ibid., h.110
61Latipun, Psikologi Konseling, (Malang : UMM Press, 2008), h.143.
31
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika Aditama,
2009), h.213.
30
31
bahwa
individu-individu dalam
cara
menyajikan
stimulus
yang
tidak
kemunculannya.33
sebagai metode
Tekhnik
menyenangkan
(simptomatik)
diinginkan.34
Butir yang penting adalah bahwa maksud prosedur aversif ialah
menyajikan cara-cara
32
32
istirahat. Sedangkan perkuat-pemerkuat sekunder memuaskan kebutuhankebutuhan psikologis dan social, antara lain senyuman, persetujuan,
pujian, bintang-bintang emas, medali atau tanda penghargaan, uang, dan
hadiah-hadiah.37
35
Ibid., h.113.
Gerald Corey, Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi, (Bandung : Refika Aditama,
2009), h.219
37
Ibid., h.219
36
33
g. Pembentukan respons
Dalam pembentukan respons, tingkah laku sekarang secara
bertahap diubah dengan memperkuat unsur-unsur kecil dari tingkah laku
baru yang diinginkan secara berturut turut sampai mendekati tingkah laku
akhir.
h. Perkuatan intermiten
Disamping membentuk perkuatan-perkuatan bisa juga digunakan
untuk
maladaptif adalah
38
69Ibid., h.220
Pihasniwati, Psikologi Konseling, (Yogyakarta : Teras, 2008), h.114.
39
mencatat
34
bahwa tingkah laku yang tidak diinginkan itu pada mulanya bisa menjadi
lebih buruk sebelum akhirnya terhapus atau terkurangi.
j. Pencontohan
Dalam kehidupan sosial perubahan perilaku terjadi karena proses
dan peneladanan
sendiri
sangat
menentukan
perubahan
perilaku.40
Dalam
mencakup
model
kehidupan
yang ditiru dari tayangan film dan video (simbolik model) dan melihat
perkembangan teman sekelompok lalu meniru (multiple model). Dalam
pencontohan seseorang akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh
model baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
40
35
k. Token economy
Dalam token economy, tingkah laku yang layak dapat diperkuat
dengan perkuatan-perkuatan yang bisa diraba yang nantinya bisa ditukar
dengan objek-objek yang diingini. Diharapkan bahwa perolehan tingkah
laku yang diinginkan, akhirnya dengan sendirinya akan menjadi cukup
mengganjar untuk memelihara tingkah laku yang baru.42
6. Fungsi dan Peran Terapis
Peran yang harus dilakukan konselor yaitu bersikap menerima,
mencoba memahami klien dan apa yang dikemukakan tanpa menilai atau
mengkritiknya.43 Dalam kegiatan konseling, konselor memegang peranan
aktif dan langsung.
42
73Ibid.,h.222
Ibid., h.140 .
44
Sofyan S. Willis, Konseling Individual Teori dan Praktek, (Bandung : Alfabeta, 2010),h..70
45
Jeanette Murad Lesmana, Dasar Dasar Konseling, (Jakarta : UI-Press, 2008), h.....29.
43
36
37
38
6. Dalam
pendidikan
mengutamakan
mengubah
lingkungan
untuk
lingkungan konseling
b)
39
40
41
42
panutan
bagi
dirinya
maka
akan
berdampak
besar
pada
http://yogie-civil.blogspot.com/2010/11/broken-home.html
43
44
kasih sayang lagi. Misalnya orang tua sering bertengkar sehingga keluarga
itu tidak sehat secara psikologis.
Dari keluarga yang digambarkan di atas tadi, akan lahir anak-anak
yang mengalami krisis kepribadian sehingga perilakunya sering tidak sesuai.
Mereka mengalami gangguan emosional. Kasus keluarga broken home ini
sering kita temui di sekolah dengan penyesuaian diri yang kurang baik, seperti
malas belajar, menyendiri, agresif, membolos, dan suka menentang guru.47
3. Penegaruh Keluarga Broken Home pada Anak.
Broken Home itu sendiri mempunyai efek samping yang negative
terhadap sang anak, karna disini mereka menjadi korban dari perceraian kedua
orang tua mereka, berikut beberapa efek negative yang diterima oleh anak dari
keluarga broken home:
1. Perkembangan Emosi Anak
Emosi merupakan situasi psikologi yang merupakan pengalaman
subjektif yang dapat dilihat dari reaksi wajah dan tubuh. Perceraian
adalah suatu hal yang harus dihindarkan, agar emosi anak tidak menjadi
terganggu. Perceraian adalah suatu penderitaan atau pengalaman traumatis
bagi anak.
Adapun dampak pandangan keluarga broken home terhadap
perkembangan emosi remaja menurut Wilson adalah : Perceraian orang
tua membuat terpramen anak terpengaruh, pengaruh yang tampak secara
47
45
46
Jadi
keluarga
broken
home
sangat
berpengaruh
pada
Prayitno Elida, Psikologi Orang Dewasa, Padang, Angkasa Raya: 2006.hal 81-96
47
. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Raja Grafindo Persada halm. 200
48
50
Jones Richardson Nelson, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2011).