Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak
Tinjauan Kriminologis Kekerasan Terhadap Anak
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan manusia tak terdapat seorang pun yang dapat
hidup menyendiri terpisah dari kelompok manusia lain, kecuali dalam keadaan
terpaksa dan sifatnya sementara waktu, sebab manusia memiliki hasrat untuk
berkumpul dengan sesamanya dalam satu kelompok, sebagai hasrat untuk
bermasyarakat.
Manusia sebagai individu mempunyai kehidupan jiwa yang menyendiri,
namun manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat dipisahkan dari masyarakat.
Manusia lahir, hidup berkembang dan meninggal dunia di dalam masyarakat.
Oleh sebab itu masyarakat merupakan komponen kesatuan hidup yang lahir dan
batin yang dapat mendidik jiwa manusia dalam sebuah pergaulan hidup bersama
di antara individu manusia.
Hakikat manusia sebagai makhluk sosial yang lahir berdasarkan kodrat
alam. Manusia di mana-mana pada zaman apapun selalu hidup bersama, hidup
berkelompok-kelompok, atau sekurang-kurangnya kehidupan bersama itu terdiri
dari dua orang yaitu suami-istri ataupun ibu dan anak. Hal tersebut merupakan
sebuah realitas hidup bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain
(human society).
ii
Pada zaman modern ini tidaklah mungkin bagi seorang untuk hidup secara
layak dan sempurna tanpa bantuan dari ataupun kerjasama dengan orang lain.
Hasrat untuk hidup bersama memang telah menjadi bawaan manusia, yang
merupakan suatu keharusan badaniah untuk melangsungkan hidupnya. Persatuan
manusia yang timbul dari kodrat yang sama lazim disebut masyarakat.
Masyarakat itu terbentuk apabila ada dua orang atau lebih yang hidup bersama,
sehingga dalam pergaulan hidup itu timbul berbagai hubungan atau pertalian
yang mengakibatkan seorang dan yang lain saling mengenal dan mempengaruhi.
Di Indonesia dari catatan Komisi Perlindungan Anak (Hermawan, 2003 :
45) terdapat 45.000.000 jiwa anak yang tidak memperoleh pendidikan yang
layak bagi kemanusiaan, dan 35.000.000 jiwa anak-anak dieksploitasi melalui
kerja paksa dan kekerasan anak oleh orang tua atau keluarga yang disharmonis.
Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak sejak tahun 2003 sampai
2006 terdapat 17.200 kasus di Indonesia mengenai kekerasan terhadap anak dan
sekitar 15.300 kasus kekerasan terhadap anak banyak terjadi di lingkungan
keluarga yang disharmonis dan 1.900 kasus terjadi kekerasan terhadap anak
pada lingkup sekolah dan lingkungan masyarakat.
Catatan Komisi Perlindungan Anak tersebut di atas angka kekerasan
terhadap anak dapat terlihat cukup memprihatinkan dan peristiwa tersebut tidak
tertutup kemungkinan juga dapat terjadi di wilayah hukum Sulawesi Tenggara
khususnya di Kabupaten Konawe.
ii
ii
Faktor-faktor
apakah
yang
menyebabkan
timbulnya
Untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
menyebabkan
Untuk
mengetahui
upaya
penanggulangan
kejahatan
Sebagai
bahan
banding
atau
referensi
bagi
peneliti
ii
2.
3.
4.
ii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Kriminologi
Pengertian kriminologi menurut para pakar ilmu hukum memberikan
definisi yang komprehensif dengan sudut pandang yang berbeda. Hal ini
disebabkan adanya perbedaan pola kajian dengan menggunakan analisis yang
didasarkan pada subyek dan obyek suatu kejahatan.
Secara etimologis menurut Soesilo (1985:1) mengemukakan bahwa
kriminologi berasal dari kata crime yang berarti kejahatan dan logos artinya
pengetahuan. Jadi kriminologi berarti ilmu pengetahuan tentang kejahatan.
Beberapa pendapat mengenai pengertian dan definisi tentang kriminologi
yang dikemukakan oleh para ahli, antara lain:
Menurut Bonger (Soesilo, 1985: 1) menyatakan:
Kriminologi adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya (kriminologi teoritis dan kriminologi murni).
Kriminologi teoritis adalah ilmu pengetahuan berdasarkan pengalaman, yang
seperti ilmu-ilmu pengetahuan lainnya yang sejenis, memperhatikan gejalagejala dan mencoba menyelidiki murni atau kriminologi teoritis disusun
kriminologi terapan.
ii
Selanjutnya
Bonger
(Topo
Santoso,
Eva
Achjanizulfa,
2001:1)
ii
antara ilmu sidik jari (Dektiloskopi) dan ilmu kehakiman antara lain ilmu
tentang keracunan (ilmu toksologi); dan
Kriminologi dalam arti kata sempit kalau kita mempunyai kata kriminologi
saja artinya kriminologi dalam arti kata sempit, kriminologi tidak termasuk
di situ, kecuali kata istilah kriminologi dari lembaga kriminologi UI yang
dibidangnya meliputi kriminologi dan kriminalistik. Kriminologi dalam arti
sempit
adalah
ilmu
pengetahuan
yang
mempelajari
bentuk-bentu
penjelmaan sebab-sebab dan akibat-akibat dari kriminalitas (kejahatankejahatan dan perbuatan-perbuatan buruk).
Mulyana W. Kusumah (1981:3) membagi ruang lingkup kriminalogi
menjadi tiga aspek:
Sosiologi hukum sebagai analisa ilmiah kondisi-kondisi berkembangnya
hukum pidana;
Etiologi kejahatan yang mencoba melakukan analisa ilmiah mengenai
sebab-sebab kejahatan;
Penologi: menaruh perhatiannya pada upaya pengendalian kejahatan
ii
perbuatan atau tingka laku (baik aktif maupun pasif), yang dimulai oleh
sebagian masyarakat, atau minoritas masyarakat sebagai perbuatan anti sosial,
suatu pemerkosaan terhadap skala nilai sosial dan atau perasaan hukum yang
hidup dalam masyarakat sesuai dengan ruang dan waktu.
Manfaat dan Tempat Kriminologi
Di Eropa pada umumnya beranggapan bahwa criminologi as a
subsidiary or accessory sciences to criminal law. Bila ditelaah pertumbuhan
kriminologi sebagaimana yang dikemukakan oleh (Simandjuntak 1981 : 8) maka
dapat diketahui manfaat kriminologi, yaitu:
Memperluas horizon pandangan pribadi
Mempelajari kriminologi sebagai ilmu akan berguna memperkaya ilmu
sehingga memperluas horizon pandangan tentang sesuatu masalah, terutama
fenomena sosial. Kita menyadari sempitnya horizon sering membuat kita
bersikap fanatik yang melahirkan sifat prejudice.
Pengabdian sosial
Memperkaya diri dalam lapangan ilmu ditujukan kepada kesejahteraan
sosial dan ketertiban sosial, bukan untuk lart pour lart, tapi lart pour la
vie. Mempelajari kriminologi seharusnya ditujukan membasmi kejahatan
untuk kesejahteraan manusia. Semboyan lart pour la gu ere (perang) harus
ditinggalkan.
ii
Mengembangkan ilmu
Mendalami kriminologi juga ditujukan untuk pengembangan ilmu itu
sendiri sehingga mendapat pengakuan dari ilmu lain sebagai ilmu yang
otonom. Dalam mencari kedudukan dalam posisi ini sering ilmu mengalami
kelesuan, demikianlah kriminologi dalam memperkenal- kan dirinya masih
ada yang menganggapnya sebagai cabang sosiologi.
Menurut Mannheim (Simandjuntak, 1981:11) telah minta perhatian agar
Sociology of Criminal Law dibedakan daripada Criminology dan
Sociological Jurisprudence, menyatakan tujuan ilmu masyarakat ini adalah
menyelidiki susunan masyarakat dan macam-macam golongan serta lembagalembaganya, kedudukan dan pengaruhnya dan sikapnya dalam hubungannya
dengan hukum pidana yang berlaku. Susunan, kedudukan serta kekuatan suatu
golongan tertentu berpengaruh terhadap terjadinya suatu hukum pidana dan
betapa aturan pidana itu berpengaruh kepada golongan-golongan ini.
Pendapat tersebut di atas dipertegas oleh Sutherland (Simandjuntak,
1981 : 11) yang menganggap bahwa Sociology of Law sangat penting. Tetapi
mengingat lapangan kriminologi sangat luas, kiranya perlu dipertimbangkan
bahwa sosiologi hukum pidana dipisahkan dari kriminologi.
Bila ditelaah lebih lanjut kedudukan kriminologi dalam arena ilmu
pengetahuan, maka harus dilihat kelompok ilmu lebih dahulu. Para ahli
ii
ii
Solusi kriminal mungkin lebih menarik dari solusi konvensional, hal ini
karena biasanya tidak memerlukan upaya dengan tantangan berat
ii
ii
2.
3.
Proses mempelajari tingkah laku jahat melalui pergaulan dengan polapola kriminal dan anti kriminal meliputi semua mekanisme sebagaimana
mempelajari yang lain.
ii
4.
5.
6.
Tingkah laku jahat itu dipelajari dari orang-orang lain dalam suatu
proses interaksi.
7.
ii
ii
psikis, teori psikopati, teori yang menyatakan bahwa penjahat memiliki bakat
yang di wariskan oleh orang tuanya.
Pengertian Kejahatan
Menurut tata bahasa, kejahatan adalah merupakan suatu kata jadian atau
kata sifat berasal dari kata jahat yang mendapatkan awalan ke dan akhiran
an. Kata kejahatan sendiri adalah suatu kata benda yang berasal dari kata jahat
yang menunjukkan orang yang melakukan delik itu atau subyek pelaku. Jadi
kejahatan adalah suatu kata keterangan bahwa ada seseorang yang melakukan
sesuatu hal.
Menurut Ruth Coven (Mulyana W. Kusumah, 1952:30) mengemukakan
bahwa: Kejahatan atau delik adalah suatu tindakan yang dilakukan orang karena
gagal menyesuaikan diri terhadap tuntutan masyarakat di mana ketidaksesuaian
norma-norma yang dianut masyarakat menjadi ukuran.
Sebagaimana penulis kemukakan dalam uraian sebelumnya bahwa
kriminologi membahas
keseimbangan
yang
terganggu
akibat
perbuatan
itu.
ii
masyarakat
oleh
karena
ii
ii
ii
2.
Tersalah dihukum :
a. Dengan penjara selama-lamanya 7 tahun, jika ia dengan sengaja
merusakkan barang atau jika kekerasan yang dilakukannya itu
menyebabkan sesuatu luka
b. Dengan penjara selama-lamanya 9 tahun, jika kekerasan itu
menyebabkan luka berat pada tubuh
c. Dengan penjara selama-lamanya 12 tahun, jika kekerasan itu
menyebabkan matinya orang.
Dalam penjelasan Pasal 170 KUHP, Soesilo (1996:147) berpendapat
Melakukan kekerasan dalam pasal ini bukan merupakan suatu alat atau
daya upaya untuk mencapai sesuatu, akan tetapi merupakan suatu
tujuan.
ii
2.
3.
4.
mengarah pada suatu pemahaman yakni adanya suatu perbuatan atau suatu
tindakan yang menggunakan kekuatan, paksaan dan tekanan yang keras.
Dari kata kekerasan dapat timbul pertanyaan; apakah semua kekerasan itu
merupakan kejahatan?. Persoalan ini telah banyak dibicarakan oleh para
ahli dan pada hakikatnya mengemukakan bahwa tidak semua kekerasan
merupakan kejahatan. Oleh karena itu, tergantung dari apa yang menjadi
tujuan dan akibat dari kekerasan itu sendiri, serta tergantung pula pada
persepsi kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, apakah kelompok
berdasarkan ras, agama, dan ideologi (Romli Atmasasmita, 1992 : 53).
Dasar-Dasar Hukum Perlindungan Anak
Adapun yang menjadi instrumen dasar hukum yang digunakan dalam
proses penegakan hukum terhadap kejahatan perdagangan anak dalam sistem
hukum formal di Indonesia yakni :
ii
1. Pasal 20, Pasal 20 A ayat (1), Pasal 28 B ayat (2), dan Pasal 34 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak
(Lembaran Negara Nomor 32 Tahun 1979, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3143).
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Penghapusan Bentuk
Diskriminasi Terhadap Perempuan (Convention on The Elimination of All
Form of Discrimination Against Women) (Lembaran Negara Tahun 1984
Nomor 29 dan Nomor 3277).
4. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3835).
5. Pasal 80, 81 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana
Perlindungan Anak.
6. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 Tentang Pengesahan ILO
Convention Nomor 130 Concerning Minimum Age For Admission to
Employment (Lembaran Negara Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3835).
7. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 165, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3886).
8. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak.
ii
Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dalam wilayah hukum Kabupaten Konawe
atas dasar pertimbangan bahwa kejahatan terhadap kekerasan anak yang terjadi
di Kabupaten Konawe telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan
Kabupaten lain di wilayah hukum Sulawesi Tenggara.
ii
korban dan aparat penegak hukum yang terkait dalam penelitian ini
seperti pengadilan, POLRES, dan kejaksaan.
3.3.2 Sampel
Sampel diambil dari populasi yang dianggap cukup representatif
untuk mewakili keseluruhan populasi yaitu 3 orang korban, 2 atau 3
orang pelaku, 1 orang Hakim Pengadilan Konawe, 1 orang Kasat
Reskrim POLRES Konawe, dan 1 orang Jaksa Penuntut Umum.
3.4 Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini diperlukan dua jenis data yaitu data primer dan data
sekunder sebagai berikut:
1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui penelitian lapangan dengan
pihak-pihak yang terkait seperti korban, pelaku, pihak kepolisian (POLRES)
Konawe, Pengadilan Negeri Konawe dan Kejaksaan Negeri Konawe.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yaitu
dengan menelaah literatur, liputan, majalah, koran serta peraturan
perundang-undangan yang terkait dengan penulisan topik kajian penulis.
3.5 Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam
penelitian ini untuk memperoleh data adalah :
ii
a.
Penelitian
kepustakaan
(Library
Research)
yaitu
data
3.6
Analisis Data
Penulis dalam hal ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu
gambaran penganalisaan data yang diperoleh dari studi lapangan dan
kepustakaan dengan cara menjelaskan dan menerangkan kenyataan obyektif
penelitian yang didapat dari hasil observasi dan wawancara di lapangan. Dalam
ii
hal ini apa yang dinyatakan responden baik itu korban, pelaku, dan instansi
yang khusus menangani persoalan kejahatan kekerasan anak, sehingga dapat
diperoleh sebuah gambaran yang obyektif mengenai kenyataan yang ada terkait
dengan kasus kejahatan kekerasan anak. Selanjutnya data informasi yang ada
dikaji lebih lanjut sesuai dengan permasalahan yang ada secara deskriptif.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Azasi Manusia (Lembaran
Negara Tahun 1999 Nomor 165,
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Peradilan Anak.
Pasal 7 dan 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 Tentang Perlakuan Khusus
Terhadap Anak Dalam Proses Perkara Persidangan Dalam Pengadilan.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat (Lembaran
Negara Tahun 1997 Nomor 9,
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan ILO Convention
Nomor 182 Concerning The Prohibition and Immediate Action For The
Elimination of The Woist Form of Child Labour (Konvensi ILO Nomor 182
Mengenai Pelarangan dan Tindakan Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan
Terburuk Untuk Anak).
ii
DAFTAR ISI
ii
12
17
18
22
24
ii
24
24
24
25
25
26
27
ii
Oleh :
ANDI DARMAWAN
205 101 006
ii
ii