Anda di halaman 1dari 2

PenisilinObat-obat yang termasuk dalam golongan penisilin dapat dengan mudah

menembus plasenta dan mencapai kadar terapetik baik pada janin maupun
cairan amnion. Penisilin relatif paling aman jika diberikan selama kehamilan,
meskipun perlu pertimbangan yang seksama dan atas indikasi yang ketat
mengingat kemungkinan efek samping yang dapat terjadi pada ibu.Ampilisin:Segi keamanan baik bagi ibu maupun janin relatif cukup terjamin.
Kadar ampisilin dalam sirkulasi darah janin meningkat secara lambat setelah
pemberiannya pada ibu dan bahkan sering melebihi kadarnya dalam sirkulasi
ibu. Pada awal kehamilan, kadar ampisilin dalam cairan amnion relatif rendah
karena belum sempurnanya ginjal janin, di samping meningkatnya kecepatan
aliran darah antara ibu dan janin pada masa tersebut. Tetapi pada periode akhir
kehamilan di mana ginjal dan alat ekskresi yangi lain pada janin telah matur,
kadarnya dalam sirkulasi janin justru lebih tinggi dibanding ibu. Farmakokinetika
ampisilin berubah menyolok selama kehamilan.Dengan meningkatnya volume
plasma dan cairan tubuh, maka meningkat pula volume distribusi obat. Oleh
sebab itu kadar ampisilin pada wanita hamil kira-kira hanya 50% dibanding saat
tidak hamil. Dengan demikianpenambahan dosis ampisilin perlu dilakukan
selama masa kehamilan.
Amoksisilin :Pada dasarnya, absorpsi amoksisilin setelah pemberian per oral
jauh lebih baik dibanding ampisilin. Amoksisilin diabsorpsi secara cepat dan
sempurna baik setelah pemberian oral maupun parenteral. Seperti halnya
dengan ampisilin penambahan dosis amoksisilin pada kehamilan perlu dilakukan
mengingat kadarnya dalam darah ibu maupun janin relatif rendah dibanding saat
tidak hamil. Dalam sirkulasi janin, kadarnya hanya sekitar seperempat sampai
sepertiga kadar di sirkulasi ibu.1.b. SefalosporinSama halnya dengan penisilin,
sefalosporin relatif aman jika diberikan pada trimester pertama kehamilan. Kadar
sefalosporin dalam sirkulasi janin meningkat selama beberapa jam pertama
setelah pemberian dosis pada ibu, tetapi tidak terakumulasi setelah pemberian
berulang atau melalui infus. Sejauh ini belum ada bukti bahwa pengaruh buruk
sefalosporin seperti misalnya anemia hemolitik dapat terjadi pada bayi yang
dilahirkan oleh seorang ibu yang mendapat sefalosporin pada trimester terakhir
kehamilan.
1.c. Tetrasiklin:Seperti halnya penisilin dan antibiotika lainnya, tetrasiklin dapat
dengan mudah melintasi plasenta dan mancapai kadar terapetik pada sirkulasi
janin. Jika diberikan pada trimester pertama kehamilan, tetrasiklin menyebabkan
terjadinya deposisi tulang in utero, yang pada akhirnya akan menimbulkan
gangguan pertumbuhan tulang, terutama pada bayi prematur. Meskipun hal ini
bersifat tidak menetap (reversibel) dan dapat pulih kembali setelah proses
remodelling, namun sebaiknya tidak diberikan pada periode tersebut. Jika
diberikan pada trimester kedua hingga ketiga kehamilan, tetrasiklin akan
mengakibatkan terjadinya perubahan warna gigi (menjadi kekuningan) yang
bersifat menetap disertai hipoplasia enamel. Mengingat kemungkinan risikonya
lebih besar dibanding manfaat yang diharapkan maka pemakaian tetrasiklin
pada wanita hamil sejauh mungkin harus dihindari.

1.d. AminoglikosidaAminoglikosida dimasukkan dalam kategori obat D, yang


penggunaannya oleh wanita hamil diketaui meningkatkan angka kejadian
malformasi dan kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Pemberian
aminoglikosida pada wanita hamil sangat tidak dianjurkan. Selain itu
aminoglikosida juga mempunyai efek samping nefrotoksik dan ototoksik pada
ibu, dan juga dapat menimbulkan kerusakan ginjal tingkat seluler pada janin,
terutama jika diberikan pada periode organogeneis. Kerusakan saraf kranial VIII
juga banyak terjadi pada bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang mendapat
aminoglikosida pada kehamilan.

Anda mungkin juga menyukai