Anda di halaman 1dari 9

REVIEW

EKONOMI MINERAL
Struktur Industri Timah Dunia
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas

Dosen : Supriyadi Ph.D


Disusun Oleh :
Rizqy Mustaqim (0000031)
Adin Yusroni (0000030)
Program Studi Teknik Pertambangan
Universitas Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta
2016

Abstrak
Timah merupakan salah satu logam berharga, kegiatan-kegiatan eksplorasi timah terus di
upayakan guna menemukan deposit-deposit baru. Penggunaan timah di suatu negara
menunjukkan kemajuan negara tersebut, sehingga para engineer disegala penjuru dunia terus
berupaya mencari logam ini. Timah merupakan salah satu logam yang jarang di kerak bumi ini,
Indonesia merupakan salah satu negara yang dilalui oleh jalur timah (Tin belt) yang dimulai dari
Cina sebelah selatan Burma dan Thailand, menuju ke Malaysia, Indonesia, sampai ke Australia.

Jalur ini merupakan salah satu dari tiga jalur timah yang ada.
Pentingnya timah dalam kehidupan sehari-hari contohnya guna melapisi sambungan antara
tembaga pada kabel, bahan-bahan pembuatan elektronik. Apabila tidak adanya timah, akan
sangat sulit ditemukan logam yang dapat menjadi penggantinya sekalipun timah hitam tidak bisa
menggantikannya. Oleh karena itu, pentingnya mengetahui sisi keekonomian daripada timah.

2.1 Produksi Timah


Deposit timah dapat

memberikan bukti bahwa timah memiliki harga yang ekonomis

yang memiliki batas bagian tertentu jalur yang kaya akan timah. Pada table 6.1 membuktikan
bahwa timah mendominasi dibeberapa negara, pada akhir abad ke 19 malaysia menempati
urutan pertama pada tingkat produksi. (setelah perang dunia ke II). Sulit namun masih
memungkinkan untuk suatu negara mendominasi pasar logam dalam waktu yang lama oleh satu
negara.

Data Estimasi Produksi Timah Pada Beberapa Negara Produsen Timah Di Tahun 1968-1978
Malaysia merupakan negara penghasil timah terbesar pada tahun 1968-1978, dengan
metode penambangan lode mine dari endapan Aluvial. Pada tahun 1906 para penambang cina
memiliki ide menambang seperti orang eropa,dengan metode penambangan penyemprotan
tebing-tebing batuan lebih efisien dibandingkan dengan metode kapal keruk yang digunakan
oleh orang eropa yang tiba di Malaysia pada tahun 1912. Setelah perang dunia ke II para investor
eropa yang dating pergi dan membawa alat-alat berteknologinya, yang padahal seperti kapal
keruk yang dibawa jauh lebih efisien untuk digunakan menambang. Akhirnya metode
penyemprotan kembali digunakan guna melanjutkan operasi tambang timah Cina.
Tahun 1912 pertama kalinya dredging dipergunakan. Penggunaan dredging lebih banyak
disukai dikarenakan lebih efisien, lebih murah, dan ukuran skalanya yang lebih kecil. Tetapi
tahun 1978 metode gravel pumps yang dibawa oleh negara China bereaksi dengan cepat untuk
mengambil keuntungan dalam harga produksi timah. Semua sili berganti untuk saling

menunjukkan dan mengintervensi negara-negara yang kaya akan timahnya dengan masingmasing metode penambangan, dengan dredging maupun gravel pumps. Setelah bertahun-tahun
terintervensi oleh perusahaan asing, Malaysia melakukan nasionalisasi pada tahun 1972.
Malaysia mengambil alih perusahaan oleh pemerintahan Malaysia itu sendiri yang disebut
dengan Malaysian Mining Corprotaion (MMC). Pada tahun 1979 MMC tidak hanya
memproduksi 30 persen timah Malaysia, tetapi memperluas cabang perusahaannya di negara
tetangga yaitu di Thailand dan juga sampai ke Nigeria, MMC sukses mengendalikan semua
produksi timah. Namun Produksi timah mengalami penurunan pasca nasionalisasi.

Laporan Kinerja Operasional Timah Tahun 2011 Sampai Tahun 2015

2.1.1 Kondisi Industri Timah di Indonesia


Lokasi produksi timah di Indonesia lebih terbatas, seperti berasal dari dua pulau besar
yaitu Bangka dan Belitung yang terdapat di pulau Sumatra. Bijih Indonesia menyerupai dengan
bijih Malaysia hampir semua merupakan aluvial. Dalam penambangan timah Indonesia
menggunakan metode gravel pump dan dredging. Selama perjalanan penambangan timah di
Indonesia terdapat konflik perpolitikan. Dimulai pada tahun 1722 dimana Belanda memonopoli

perdagangan logam. Permasalahan tersebut semakin meluas ketika pemerintahan Belanda


mengambil alih kuasa pertambangan di Bangka pada tahun 1816.
Pemerintahan Indonesia mengambil keputusan untuk melakukan nasionalisasi yang
dimana pemerintahan Belanda ditarik munduruntuk tidak mendapatkan izin mengelola
pertambangan Indonesia. Tetapi ketika pemerintah Indonesia mengambil alih dalam perusahaan
produksi timah di tahun 1966, jumlah produksi timah anjlok dan mengalami penurunan yang
hanya berkisar di bawah 13000 ton. Untuk mengembalikan langkah tersebut di tahun 1978
indonesia melakukan kontrak karya dengan pihak asing. Hingga tahun 2000an produksi timah
dari perusahaan timah besar di Indonesia yakni PT Timah Tbk mampu memproduksi hingga
mencapai 38.132 m ton per tahun (pada table data diatas). Indonesia menjadi negara produsen
timah terbesar ke -2 setelah Congo dengan prduksi 76.000 m ton / tahun 2015 pada data USGS
Minerals.
2.1.2 Kondisi Industri Timah di Thailand
Thailand memiliki produksi timah yang jumlahnya sebanyak Indonesia. Deposit
aluvial dan eluvial Thailand serupa dengan negara tetangganya yaitu Malaysia. Tetapi dalam
dekade terakhir Thailand hanya mampu melakukan produksi timah sepertiga dari Indonesia.
Thailand pun telah menggunakan metode dredging yang dilakukan seperti negara-negara
tetangganya, dimana metode tersebut berdampak positif dan membuat hasil produksi timah
meningkat tetapi tidak untuk negara Thailand. Jika ini terus menurun akan membuat kepercayaan
perusahaan investor dari Eropa dan Amerika kepada pemerintah Thailand berkurang. Pemerintah
Thailand melakukan aksi yaitu membuat inovasi baru dengan menggunakan metode kapal hisap.
Sebanyak 3200 kapal hisap disediakan dalam penambangan timah di Laut Andaman.
Tahun 1977 dan 1978 dampak dari kapal hisap telah membuat produksi timah Thailand
meningkat pesat. Di mata mereka kini metode dari kapal hisap lebih efektif dibandingkan dengan
metode dredging. Alhasil kerjasama antar perusahaan asing kepada pemerintah Thailand pun
kembali terjadi. Pada 2015 Thailand hanya memproduksi 200 m ton, namun dengan jumlah
produksi yang sedikit, Thailand masih menyimpan jumlah cadangan yang besar (pada table
dibawah )

2.1.3 Kondisi Industri Timah di Burma


Penambangan timah pada daerah Burma, Myanmar terus berlanjut pada bagian utara jalur
timah, produksinya mencapai 6.000 ton sebelum terjadinya perang dunia ke II, saat ini Burma
menjadi Kota ke 3 terberrsar penghasil timah pada tahun 2014 data USGS Minerals dengan
investor dari Cina.

2.1.4 Kondisi Industri Timah di Cina


Produsen utama lainnya di Asia Tenggara adalah China. Perkiraan pengeluaran timah
sebesar 20000 ton per tahun. Walaupun deposit ini merupakan perpanjangan dari jalur timah
negara tetangga yaitu Malaysia-Thailand sampai berdekatan dengan bagian China Selatan.
Dalam metode yang dipakai di negara China metode dredging jarang digunakan terutama metode
gravel pumps. Penambangan di China yang memiliki kedalaman 900 meter di bawah tanah
masih melakukan penambangan dengan cara sederhana/primitif. Pada tahun 1938 Cina memiliki
badan standarisasi penambangan bernama Conwall. Negara ini menjadi Negara penghasil timah
terbesar di dunia, dengan jumlah cadangan yang paling besar, saat ini Cina menambang dengan
metode berteknologi tinggi, dan dapat memakai timah dengan kadar rendah.

2.1.5 Kondisi Industri Timah di Soviet


Soviet mampu menaikkan jumlah produksi timahnya (90 tahun sebelumnya) 1000-3000
ton, hingga mencapai 33.500 ton pada tahun 1978, hal ini dapat terjadi karena pihak soviet
gencar melakukan eksplorasi mencari cebakan timah yang belum tereksplor.

2.1.6 Kondisi Industri Timah di Bolivia


Bolivia, negara dengan kondisi lingkungan tambang yang tidak begitu baik. Dengan
beberapa tambang yang banyak berada dibawah 4000 meter garis kontur dengan gunung yang
tidak memiliki pepohonan, kering, dan sedikit akan oksigen. Jika dilihat dari hasil produksi,
Bolivia menduduki peringkat atas namun permasalahan yang terjadi karena kondisi geologi dan
metalurgi yang tidak begitu baik sehingga menyulitkan ketika dilakukannya penambangan
bawah tanah. Penambangan di Bolivia sempat direvitalisasi oleh pengusaha lokal terkenal,
Simon Patino. Penambangan yang dikelola terdapat di Catavi, Huanuni, dan Colquiri. Selain itu
juga memegang perusahaan di Malaysia maupun perusahaan lainnya.
Pada tahun 1952 Bolivia mengalami revolusi sehingga perusahaan tambang dinasionalisasi
kepemilkannya. The Corporacion Minera de Bolivia (comibol) yang kepemilikannya dari
pemerintah Bolivia gagal menguasai produksi timah negaranya sendiri. Ketika dinasionalisasi
Bolivia mengalami penurunan produksi karena jumlah cadangan yang juga menipis, pihak
Comibol melakukan eksplorasi guna meningkatkan jumlah cadangan. Namun, hasilnya nihil dan
perusahaan mengalami masa sulit sehingga saham negara pada perusahaan tersebut di lelang
untuk umum. Sampai tahun 2014 Bolivia masih mampu memproduksi 20.000 m ton dari data
USGS Minerals.

2.1.7 Kondisi Industri Timah di Brazil


Brazil memiliki cadangan timah, setelah melakukan eksplorasi, kemudian proses
penambangan dilakukan, ketika ditengah-tengah produksi ternyata semakin banyak kandungan
pengotor (timah hitam) yang terdapat pada bijih, sehingga produksi timah tidak ekonomis karena
terkena penalty pda proses penjualannya. Namun pada saat ini Brazil mampu mengatasi masalah

tersebut dengan masih mejadi negara produsen timah sebesar 14.700 m ton pada tahun 2014.
(sumber : data USGS Minerals)

2.1.8 Kondisi Industri Timah di Singapura


Produksi Australia sebesar 11000 dan 12000 ton timah di tahun 1978. Walaupun daerah
geologinya yang tergolong kurang menguntungkan, dengan teknologinya, Asutralia mampu
mengatasi masalah tersebut. Australia masih terus mencoba untuk memproduksi timah dengan
jumlah dua kali lipat lebih banyak. Perusahaan tambang di Australia keseluruhannya dikelola
oleh perusahaan pribadi. Penambangan yang terdapat di Australia 80 persen diantaranya
merupakan penambangan dengan metode tambang bawah tanah. Saat ini cadangan timah di
Autralia masih sekitar 370.000 mton, dan produksi pada 1 tahun terakhir sebesar 7000 mton dari
data USGS Minerals.

2.1.9 Kondisi Industri Timah di Conwall (perserikatan UK)


Conwall menjadi pusat bagi studi dan riset penambagan timah di dunia, penambangan
timah yang dilakukan terus menurun dari tahun 1970-80. Karena keadaan cadangan yang kecil,
namun orang-orang didalamnya yang sangat berkompeten dan memiliki inovasi yang tinggi,
maka proses-proses guna mennambang, mengolah timah masih dijadikan panutan negara-negara
lain.

2.1.10 Kondisi Industri Timah di Africa dan Zaire


Pada Africa dan Zaire memiliki cadangan timah yang ekonomis untuk ditambang, namun
SDM yang dibutuhkan tidak tersedia, dan para SDM luar enggan untuk masuk ke industry timah
Africa dan Zaire (congo sekarang) karena factor-faktor tertentu dari setiap negara tersebut. Saat
ini Africa sudah tidak menghasilkan timah, lain halnya dengan Congo yang masih menghasilkan
timah 6.400 mton pada tahun 2015 dari data USGS Minerals.

Reference
Fox, D. J. (1980). Structure of the World Tin Industry. Mining for development in the Third
World : multinational corporations, state enterprises and the international economy.- New
York; Oxford [u.a.] : Pergamon, ISBN 0-08-26308-9. - 1980, p. 101-120. Retrieved
september 12, 2016
PT Timah (Persero) Tbk. (2015). Laporan terintegrasi 2015. Bangka: PT Timah (persero) Tbk.
Retrieved september 18, 2016
www.google.com. (n.d.). Jurnal of geological society. Retrieved September 18, 2016

Anda mungkin juga menyukai