Oleh:
Kelompok 10
Anastasia Maulida
NIM. 125070218113008
CHOLANGITIS
A. DEFINISI
Cholangitis adalah peradangan pada duktus biliaris (Dorland, 2011). Cholangitis adalah
infeksi bakterial dari saluran empedu yang tersumbat, sumbatan dapat disebabkan oleh
penyebab dari dalam saluran empedu misalnya batu koledokus, askaris yang memasuki
duktus koledokus atau dari luar lumen misalnya karsinoma caput pankreas yang menekan
duktus koledokus, atau dari dinding saluran empedu misalnya kolangio-karsinoma atau
striktur saluran empedu (Connor, 1991 dan Nurman, 1999).
B. ETIOLOGI
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan obstruksi dari sistem bilier yang dapat
menyebabkan terjadinya cholangitis, seperti kelainan anatomi atau benda asing dalam
saluran empedu. Dalam keadaan ini terjadi kolonisasi bakteri yang dapat menyebabkan
cholangitis. Penyebab yang paling sering dari cholangitis di USA adalah batu koledokus
yang ditemukan pada 10-20% pasien batu kandung empedu (Shailesh, 1993). Penyebab
kedua cholangitis adalah obstruksi maligna dari saluran empedu oleh karsinoma pankreas,
metastasis dari tumor peri pankreas, metastasis porta hepatis (Shailesh, 1993 dan Axon,
1990). Selain itu pemakaian jangka panjang stent biliaris seringkali disertai obstruksi stent
oleh cairan biliaris yang kental dan debris biliaris yang menyebabkan cholangitis (Cameron,
1997).
C. PATOFISIOLOGI
Adanya hambatan dari aliran cairan empedu akan menimbulkan stasis cairan empedu
dan apabila berlangsung lama maka akan terjadi kolonisasi bakteri dan pertumbuhan kuman
yang berlebihan. Bakteri ini berasal dari flora duodenum yang masuk melalui sfingter Oddi,
dapat juga dari penyebaran limfogen dari kandung empedu yang meradang akut (Nurman,
1999). Mikroorganisme yang menyebabkan infeksi pada cholangitis akut yang sering
dijumpai adalah bakteri gram (-) enterik E. Coli, Klebsiella, Streptococcus faecalis dan
bakteri anaerob. Bakteri seperti Proteus, Pseudomonas dan Enterobacter enterococci juga
tidak jarang ditemukan (Malet, 1996). Cholangitis terjadi akibat kombinasi dari adanya
hambatan dari aliran cairan empedu yang berlangsung lama dan terjadi kolonisasi dan
proliferasi bakteri.
Adanya tekanan yang tinggi dari saluran empedu yang tersumbat, bakteri akan kembali
(refluks) ke dalam saluran limfe dan aliran darah dan dapat mengakibatkan sepsis (Nurman,
1999). Selain itu, beberapa dari efek serius cholangitis dapat disebabkan oleh endotoksemia
yang dihasilkan oleh produk pemecahan bakteri gram negatif. Endotoksin diserap di usus
lebih mudah bila terdapat obstruksi bilier, karena ketiadaan garam empedu yang biasanya
Disolusi batu dengan sediaan garam empedu kolelitolitik mungkin berhasil pada batu
kolesterol. Terapi berhasil pada separuh penderita dengan pengobatan selama satu
sampai dua tahun. Lisis kontak melalui kateter perkutan
dengan metil eter berhasil setelah beberapa jam. Terapi ini merupakan terapi invasif
walaupun kerap disertai dengan penyulit (De Jong, 1997).
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalahpenghancuran batu saluran
empedu dengan menggunakan berbagai jenis lithotripter yang dilengkapi dengan
pencitraan flouroskopi sebelum prosedur, diperlukan sfingterotomi endoskopik dan
pemasangan kateter nasobiliaris untuk memasukkan material kontras. Terapi dilanjutkan
sampai terjadi penghancuran
gelombang kejut yang maksimum (Cameron, 1997; De Jong, 1997; Josh, 2006).
c. PTBD ( Percutaneous Transhepatik Biliar Drainage)
Pengaliran bilier transhepatik biasanya bersifat darurat dan sementara sebagai salah
satu alternatif untuk mengatasi sepsis pada kolangitis berat, atau mengurangi ikterus
berat pada obstruksi saluran empedu distal karena keganasan. Pada pasien dengan pipa
T pada saluran empedu dapat juga dimasukkan koledokoskop dari luar untuk membantu
mengambil batu intrahepatik (De Jong, 1997; Brunicardi, 2000).
Penatalaksanaan Definitif
a. Kolesistektomi Terbuka
Merupakan operasi yang membutuhkan anestesi umum kemudian dilakukan irisan pada
bagian anterior dinding abdomen dengan panjang 12-20cm
Teknik operasi kolesistektomi terbuka
Dilakukan dengan insisi subtotal kanan (Kocher) sebagai salah satu insisi yang serbs
guna dalam diseksi lambung empedu dan saluran empedu.
b. Kolangiografi operatif
Dilakukan secara rutin untuk mendapatkan peta anatomik di daerah yang sering
mengalami anomalidan untuk menyingkirkan batu empedu yang tidak dicurigai.
Kolangiografi dilakukan mengan menggunakan kanlua kangiografi seperti Berci Lehman
dn Colangiocath. Insisi dibuat di saluran sistikus Insisi harus cukup besar untuk
memasukkan kanula Kanula dipertahankan ditempatnya dengan hemoclip. Kemudian
material kontras dimasukkan yaitu hypaque 25%. Sistem operasi kolangiografi adalah
fluorokolangiopatidengan penguatan citra serta monitor televisi. Ini memungkinkan
pengisian saluran empedu secara lambat dan pemaparan multiple saluran sistem saat
diisi.
c. Laparoskopi Kolesistektomi
Merupakan cara invasif untuk mengangkat batu empedu dengan menggunakan teknik
laparoskopi.
kehamilan.
Kontraindikasinya
adalah
sepsis
abdomen,
gangguan
pendarahan
infeksi aktif sehingga terjadi stagnan empedu pada sistem duktus yang menyebabkan
drainase tidak adekuat.
Komplikasi lain yang harus diperhatikan pada pembedahan sistem bilier adalah abses
subprenikus. Hal ini harus dijaga
setelah operasi. Komplikasi yang berhubungan dengan pemakaian kateter pada pasien
yang diterapi dengan perkutaneus atau drainase endoskopik adalah perdarahan (intraabdomen atau perkutaneus) dan sepsis.
Pengkajian
a.
Identitas
Cholangitis cukup jarang terjadi, biasanya terjadi bersamaan dengan penyakit lain yang
menimbulkan obstruksi billier dan bactibilia misal setelah prosedur ERCP, 1-3% pasien
mengalami cholangitis.
b.
Keluhan utama pada penderita cholangitis, klien mengeluh demam, ikterus dan nyeri
abdomen kuadran kanan atas. Nyeri ini bersifat kolik, menjalar ke belakang atau ke
skapula kanan, kadang-kadang nyeri bersifat konstan.
c.
Riwayat penyakit
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat medis pasien mungkin dapat membantu, contohnya riwayat dari keadaan
berikut dapat meningkatkan resiko cholangitis
Pasca cholecystectomy
Riwayat HIV/AIDS: choalngitis yang berhubungan dengan aids memliki ciri edema
bilier ekstrahepatik ulserasi dan obstruksi bilier
Pemeriksaan fisik
Sistem pernafasan
Inspeksi : pergerakan dinging dada simetris, pernafasan dangkal, klien tampak gelisah
Palpasi : vocal vremitus teraba merata
Perkusi : sonor
Auskultasi : tidak terdapat suara tambahan (ronchi, wheezing)
Sistem kardiovaskuler
Terdapat takikardi dan diaphoresis
Sistem neurologi
Tidak terdapat gangguan pada system neurologi
Sistem pencernaan
Inspeksi : tampak ada distensi abdomen diperut kanan atas klien mengeluh mual
muntah
Auskultasi : peristaltic usus 5-12x / menit flatulensi
Perkusi : adanya pembengkakan di abdomen atas/ kuadran kanan atas, nyeri tekan
epigastrium
Sistem eliminasi
Warna urine lebih pekat dan warna feses seperti tanah liat
Sistem integument
Terdapat ikterik/jaundice dengan kulit berkeringat dan gatal
Sistem musculoskeletal
Terdapat kelemahan otot karena gangguan produksi ATP
2. Diagnosa Keperawatan
Pre operasi
Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis cairan empedu
Nyeriberhubungandengandistensikandungempedu
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan kehilangan
cairan aktif
Post operasi
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka insisi
Risiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
3. Intervensi Keperawatan
Risiko infeksi berhubungan dengan supresi respon inflamasi dan statis cairan empedu
Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1x24 jam nyeri berkurang
Kriteria hasil :
Intervensi :
Jelaskan pada pasien dan keluarga mengapa sakit atau terapi meningkatkan resiko
terhadap infeksi
Ajarkan kepada pengunjung untuk mencuci tangan sewaktu masuk dan meninggalkan
ruang pasien
Ajarkan keluarga bagaimana membuang balutan luka yang kotor dan sampah biologis
lainnya
Nyeri berkurang pasien tampak rileks ditunjukkan dengan skala nyeri 1-3
Intervensi :
BHSP
Kriteria hasil :
Intervensi :
BHSP
Intervensi :
BHSP
Anjurkan untuk melakukan kompres dingin pada daerah dada dan ketiak
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual muntah dan kehilangan
cairan aktif
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam, risiko kekurangan
volume cairan berkurang
Kriteria hasil :
Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT
normal
Tidak ada tanda tanda dehidrasi, Elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa
lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan
Intervensi :
Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat, tekanan darah
ortostatik ), jika diperlukan
Lakukan terapi IV
Berikan cairan
Pantau bukti adanya keletihan fisik dan emosi yang berlebihan pada pasien
Pantau dan catat pola tidur pasien dan jumlah jam tidurnya
Pantau lokasi dan sifat ketidaknyamanannya atau nyeri selama bergerak dan
beraktivitas
Tentukan persepsi pasien pada orang terdekat pasien tentang penyebab keletihan
Intervensi :
Intervensi :
Observasi dan lapotkan tanda dan gejala infeksi seperti kemerahan, panas, nyeri,