Anda di halaman 1dari 12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka Teori
Sebuah teori yang dikembangkan oleh Lawrence Green pada tahun 1980,
menganalisis perilaku manusia dari tingkat kesehatan. Kesehatan seseorang dipengaruhi oleh
dua faktor pokok, yakni perilaku (behavior causes) dan faktor diluar perilaku (non behavior
causes). Perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung dan
faktor pendorong. Faktor predisposisi terdiri dari pengetahuan, sikap, ekonomi. Faktor
pendukung terdiri dari faktor fisik, tersedia atau tidaknya sarana dan prasarana kesehatan
serta kemudahan dalam mencapai tempat pelayanan (jarak dan waktu). Faktor pendorong
terdiri dari petugas kesehatan kompeten, sikap dan perilaku petugas kesehatan dalam
memberikan pelayanan kesehatan.a
Hasil sensus penduduk menunjukkan bahwa jumlah penduduk Indonesia adalah
237,6 juta jiwa tahun 2010. Angka tersebut menempatkan Indonesia pada urutan keempat
dari negara yang berpenduduk paling besar di dunia setelah Republik Rakyat Cina , India,
dan Amerika Serikat.1
Tingkat fertilitas di Indonesia telah turun dengan tajam sejak tahun 1980-an.
Angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate atau CBR) diperkirakan 28 per 1000 penduduk
pada periode 1986 1989, turun menjadi 23 per 1000 penduduk pada periode 1996 1999,
menghasilkan rata-rata penurunan sebesar 2,1 persen per tahun. Angka-angka tersebut
menunjukkan bahwa telah terjadi percepatan dalam penurunan tingkat kelahiran. Tetapi pada
tahun 2010, CBR kembali menjadi 23 kelahiran per 1000 penduduk.
Perhatian pemerintah Indonesia terhadap masalah kependudukan telah mulai sejak
ditandatanganinya deklarasi mengenai kependudukan oleh para pemimpin dunia. Untuk
melaksanakan kebijakan kependudukan, pemerintah telah mencanangkan berbagai program,
salah satunya adalah program keluarga berencana (KB).1

Pengetahuan tentang pengendalian kelahiran dan keluarga berencana merupakan


prasyarat dari penggunaan metode kontrasepsi yang tepat dengan cara yang efektif dan
efisien. Peningkatan kualitas pelayanan keluarga berencana di Indonesia harus fokus dalam
menjaga kelangsungan pemakaian metode kontrasepsi. Indikator penting untuk mengukur
kualitas pemakaian kontrasepsi adalah angka putus pakai metode kontrasepsi.
2.1. Keluarga Berencana (KB)
Keluarga Berencana (KB) adalah upaya mengatur kelahiran anak, jarak dan usia
ideal melahirkan, mengatur kehamilan melalui promosi, perlindungan dan bantuan sesuai
dengan sesuai dengan hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.2
Sesuai dengan UU Nomor 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, amanat GBHN 1999, UU No.22 tahun 1999, UU
No.25 tahun 1999 tentang Propenas, membawa perubahan pada visi dan misi Program KB
Nasional. Visi Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera menjadi Visi baru, yaitu
Keluarga Berkualitas 2015 suatu keluarga yang sejahtera, sehat, maju, mandiri, memiliki
jumlah anak ideal, berwawasan kedepan, bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa.3 Visi ini mentargetkan angka fertilitas (TFR) menjadi 2,1 dan Net
Reproduction Rate (NRR) = 1 pada tahun 2015. Untuk mewujudkan visi tersebut di atas,
maka dirumuskan misi pembangunan kependudukan dan keluarga berencana, yaitu
mewujudkan pembangunan yang berwawasan kependudukan dan mewujudkan keluarga
kecil bahagia sejahtera. Misi tersebut dilakukan melalui: (1) penyerasian kebijakan
pengendalian penduduk, (2) penetapan parameeter penduduk, (3) peningkatan penyediaan
dan kualitas analisis data dan informasi, (4) pengendalian penduduk dalam pembangunan
kependudukan dan keluarga berencana, serta (5) mendorong stakeholder dan mitra kerja
untuk menyelenggarakan pembangunan keluarga berencana dalam rangka penyiapan
kehidupan berkeluarga bagi remaja, pemenuhan hak-hak reproduksi, peningkatan ketahanan
dan kesejahteraan keluarga peserta KB.1
Tujuan pembangunan Program KB Nasional di masa mendatang adalah
meningkatkan kualitas program KB untuk memenuhi hak-hak reproduksi, kesehatan
reproduksi, pemberdayaan keluarga, pengentasan keluarga miskin, peningkatan kesejahteraan

anak, pemberdayaan perempuan dan pengendalian kelahiran agar terwujud keluarga kecil
yang bahagia dan sejahtera yang pada akhirnya menuju terwujudnya keluarga berkualitas.3
Penyelenggaraan Program KB Nasional pada era baru adalah agar dapat
memenuhi kepastian hukum dan peraturan perundang-undangan yang diatur secara
menyeluruh dengan dibatasi oleh norma globalisasi, asas kepatutan dan keadilan,
transparansi, demokrasi serta akuntabilitas. Upaya atau batasan-batasan dimaksud adalah
untuk penguatan dan pemberdayaan keluarga dalam mencapai masyarakat madani
sebagaimana ditetapkan dalam UU No.10 th 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan
Pembangunan Keluarga Sejahtera, dan telah dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor
21 dan 27 tahun 1994.3
Secara garis besar, kegiatan pelayanan Keluarga Berencana meliputi:4
a. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE)
Kesempatan yang dapat digunakan untuk penyuluhan adalah:
1. Kesempatan dalam klinik dan sasarannya
2. Kesempatan di luar klinik dan sasarannya
b. Pelayanan kontrasepsi
1. Metode pelayanan kontrasepsi
-

Metode sederhana

Metode efektif

Metode mantap dengan operasi: vasektomi dan tubektomi

2. Tempat pelayanan
-

Pelayanan kontrasepsi melalui klinik

Pelayanan kontrasepsi safari keluarga berencana senyum terpadu

c. Pembinaan dan pangayoman medis kontrasepsi peserta keluarga berencana


d. Pelayanan rujukan keluarga berencana
e. Pencatatan dan pelaporan.
2.2. Kontrasepsi
Kontrasepsi adalah obat/alat untuk mencegah terjadinya konsepsi (kehamilan).2

Pemakaian konrasepsi semua cara di antara wanita kawin di Indonesia telah


meningkat dari 61% pada tahun 2007 menjadi 62% pada tahun 2012 pemakaian kontrasepsi
modern di antara wanita kawin umur 15 49 tahun juga meningkat dari 57% menjadi 58%.1
Di antara cara KB modern, cara KB yang paling banyak digunakan wanita
berstatus kawin adalah suntikan dan pil (masing-masing 32% dan 14%). Peserta KB IUD
mengalami penurunan selama 20 tahun, dari 13% tahun 1991 menjadi 4% tahun 2012.
Sebaliknya peserta KB suntikan mengalami peningkatan, sari 12% tahun 1991 menjadi 32%
tahun 2012. Sementara itu, peserta KB pil merupakan metode yang banyak digunakan pada
SDKI tahun 1991 dan pada SDKI tahun1994, suntikan merupakan metode yang banyak
digunakan sejak tahun 1997.1
Pemakaian kontrasepsi di daerah perkotaan sama dengan di pedesaan (62%).
Namun, terdapat perbedaan menurut tempat tinggal dalam penggunaan metode kontrasepsi
tertentu. Suntikan lebih rendah digunakan di perkotaan daripada pedesaan (masing-masing
28% dan 35%). Susuk KB paling populer di antara wanita yang tinggal di pedesaan dan
perkotaan. Sebaliknya wanita yang tinggal di perkotaan banyak menggunakan IUD,
sterilisasi wanita (MOW), dan kondom dibandingkan wanita di pedesaan. Umumnya
pemakaian kontrasepsi meningkat pada responden dengan tingkat pendidikan, status
kekayaan, dan jumlah anak. Pemakaian metode kontrasepsi juga bervariasi menurut tingkat
pendidikan dan status kekayaan.1
Peserta KB lebih menyukai sumber pelayanan swasta daripada pelayanan
pemerintah. Kepercayaan pada pelayanan swasta meningkat dari 69% pada SDKI 2007
menjadi 73% pada SDKI 2012. Di antara sumber pelayanan swasta maka bidan, bidan di
desa, dan apotek/toko obat tercata sebagai sumber pelayanan yang disukai (masing-masing
32%, 19%, dan 12%). Sementara pelayanan sektor masyarakat maka puskesmas sebagai
sumber pelayanan KB (13%) diikuti RS pemerintah (4%).1
Wanita yang membutuhkan pelayanan KB yang tidak terpenuhi termasuk wanita
masih subur yang tidak menggunakan kontrasepsi tetapi ingin menunda kelahiran anaknya
(spacing) atau tidak ingin anak lagi (limiting). Total tingkat kebutuhan ber-KB yang tidak
terpenuhi wanita berstatus kawin 15 49 tahun adalah 11%, 7% untuk membatasi kelahiran
dan 4% untuk menjarangkan kelahiran.Antara SDKI 2007 dan SDKI 2012 angka kebutuhan
ber-KB yang tidak terpenuhi turun dari 13% menjadi 11%.1

Secara umum, 89% peserta KB membayar alat/cara KB yang digunakannya.


Peserta KB suntikan, pil, dan kondom lebih banyak yang membayar untuk kontrasepsi
mereka (masing-masing 96%, 95%, dan 95%) dibandingkan peserta KB lainnya.1
Jumlah wanita yang menggunakan metode kontrasepsi pada suatu waktu tertentu
serta kelangsungan pemakaian kontrasepsi berdampak pada efektivitas suatu metode
kontrasepsi untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan. Secara umum, 27%
wanita yang memulai episode pemakaian kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survey
menghentikan pemakaian kontrasepsi dalam jangka waktu 12 bulan setelah memulai
pemakaian kontrasepsi.1
Metode Kontrasepsi
Kontrasepsi secara umum dibedakan menjadi kontrasepsi hormonal dan nonhormonal. Kontrasepsi non-hormonal dibedakan menjadi kontrasepsi tanpa alat/obat,
kontrasepsi sederhana, kontrasepsi dalam rahim, dan kontrasepsi mantap. Sementara itu,
kontrasepsi hormonal dibedakan menjadi kontrasepsi pil, suntik, dan implant (susuk).
Kontrasepsi non-hormonal
1.

Kontrasepsi tanpa menggunakan alat/obat


a. Sanggama terputus (koitus interuptus)
Cara ini mungkin merupakan cara kontrasepsi teruta yang dikenal manusia, dan
mungkin masih merupakan cara terbanyak yang dilakukan hingga kini. Sanggama
terputus ialah penarikan penis dari vagina sebelum terjadinya ejakulasi. Hal ini
berdasarkan kenyataan, bahwa akan terjadinya ejakulasi disadari sebelumnya oleh
sebagian besar laki-laki, setelah itu masih ada waktu kira-kira detik sebelum
ejakulasi terjadi. Waktu yang singkat ini dapat digunakan untuk menarik penis keluar
dari vagina. Keuntungan, cara ini tidak membutuhkan biaya, alat-alat ataupun
persiapan, tetapi kekurangannya adalah untuk nenyukseskan cara ini dibutuhkan
peengendalian diri yang besar dari pihak laki-laki. Kegagalan dengan cara ini dapat
disebabkan oleh (1) adanya pengeluaran air mani sebelum ejakulasi (preejaculatory
fluid), yakni dapat mengandung sperma, apalagi koitus yang berulang (repeated
coitus); (2) terlambatnya pengeluaran penis dari vagina, dan (3) pengeluaran semen
dekat pada vulva (petting), oleh karena adanya hubungan antara vulva dan kanalis

servikalis uteri melalui benang lendir serviks uteri yang pada masa ovulasi memiliki
spinnbarkeit yang tinggi.
b. Pembilasan pasca sanggama (postcoital douche)
Pembilasan vagina dengan air biasa dengan atau tanpa tambahan larutan obat (cuka
atau obat lain) segera setelah koitus merupakan suatu cara yang telah lama sekali
dilakukan untuk tujuan kontrasepsi. Maksudnya ialah untuk mengeluarkan sprema
secara mekanik dari vagina. Penambahan cucka ialah untuk memperoleh efek
spermisida serta menjaga asiditas vagina. Efekivitas cara ini mengurangi
kemungkinan terjadinya konsepsi hanya dalam batas-batas tertentu karena sebelum
dilakukannya pembilasan, spermatozoa dalam jumlah besar sudah memasuki serviks
uteri.
c. Perpanjangan masa menyusui anak (prolonged lactation)
Memperpanjang laktasi sering dilakukan untuk mencegah kehamilan. Aktivitas
menyusui anak dapat mencegah ovulasi dan memperpanjang amenorea postpartum.
Akan tetapi, ovulasi pada suatu saat akan terjadi lagi dan akan mendahului haid
pertama setelah partus. Bila hal ini terjadi, konsepsi dapat terjadi selagi perempuan
tersebut masih dalam keadaan amenorea dan terjadilah kehamilan kembali setelah
melahirkan sebelum mendapatkan haid.
d. Pantang berkala (rhythm method)
Cara ini mula-mula diperkenalkan oleh Kyusaku Ogino dari Jepang dan Hermann
Knaus dari Jerman, pada tahun 1931, sehingga disebut cara Ogino-Knaus. Mereka
bertitik tolak dari hasil pemnyelidikan mereka bahwa seorang perempuan hanya dapat
hamil selama beberapa hari saja dalam daur haidnya. Masa subur yang juga disebut
fase ovulasi mulai 48 jam sebelum ovulasi dan berakhir 24 jam setelah ovulasi.
Sebelum dan sesudah masa itu perempuan tersebut berada dalam masa tidak subur.
Kesulitan cara ini adalah menetukan waktu tepat dari ovulasi, dengan demikian
perempuan dengan haid yang tidak teratur, sangat sulit atau sama sekali tidak dapat
diperhitungkan saat terjadinya ovulasi. Selain itu, pada perempuan dengan haid
teratur pun ada kemungkinan hamil, oleh salah satu sebab (misalnya karena sakit)
ovulasi tidak datang pada waktunya atau sudah datang sebelum saat semestinya.
2. Kontrasepsi sederhana untuk laki-laki

a. Kondom
Pemakaian kondom untuk tujuan kontrasepsi baru dimulai kira-kira pada abad ke-18
di Inggris. Prinsip kerja kondom ialah sebagai perisai dari penis sewaktu melakukan
koitus, dan mencegah pengumpulan sperma dalam vagina. Bentuk kondom adalah
silindris dengan pinggir yang tebal pada ujung yang terbuka, sedang ujung yang
buntu berfungsi sebagai penampung sperma. Keuntungan kondom, selain untuk
memberi perlindungan terhadap penyakit kelamin, juga dapat digunakan untuk
tujuan

kontrasepsi.

Kekurangannya

ialah

ada

kalanya

pasangan

yang

mempergunakannya merasakan selapit karet tersebut sebagai penghalang dalam


kenikmatan sewaktu melakukan koitus. Sebab-sebab kegagalan memakai kondom
ialah bocor atau koyaknya alat itu atau tumpahnya sperma yang disebabkan oleh
tidak dikeluarkannya penis segera setelah terjadinya ejakulasi. Efek samping
kondom tidak ada, kecuali jikan ada alergi terhadap bahan kondom itu sendiri.
Efektivitas kondom tergantung pada mutu kondom dan ketelitian penggunaannya.
3. Kontrasepsi sederhana untuk perempuan
a. Pessarium
Secara umum, pessarium dapat dibagi menjadi dua golongan, yakni diafragma
vaginal dan cervical cap.
Diafragma vaginal terdiri atas kantong karet yang berbentuk mangkuk dengan per
elastis pada pinggirnya. Diafragma dimasukkan ke dalam vagina sebelum koitus
untuk menjaga jangan sampai sperma masuk ke dalam uterus. Untuk memperkuat
khasiat diafragma, obat spermitisida dimasukkan ke dalam mangkuk dan dioleskan
pada pinggirnya. Diafragma paling cocok dipakai pada perempuan dengan dasar
panggul yang tidak longgar dengan tonus dinding vagina yang baik. Umumnya
diafragma vaginal tidak menimbulkan banyak efek samping. Efek samping mungkin
dapat disebabkan oleh reaksi alergi terhadap obat-obatan spermitisida yang
dipergunakan, atau oleh karena terjadinya perkembangbiakan bakteri yang
berlebihan dalam vagina jika diafragma dibiarkan terlalu lama terpasang di situ.
b. Kontrasepsi dengan obat-obat spermitisida
Penggunaan obat-obat spermitisida untuk tujuan kontrasepsi telah dikenal sejak
zaman dahulu. Berbagai bahan telah digunakan dalam berbagai bentuk untuk

dimasukkan ke dalam vagina. Obat spermitisida yang dipakai untuk kontrasepsi


terdiri atas dua komponen, yaitu zat kimiawi yang mampu mematikan spermatozoon,
dan vehikulum yang nonaktif dan yang diperlukan untuk membuat tablet atau
cream/jelly. Makin erat hubungan antara zat kimia dan sperma, makin tinggi
efektivitas obat. Oleh sebab itu, obat yang paling baik adalah yang dapat
mengelilingi serviks uteri dan menutup ostium uteri eksternum. Cara kontrasepsi
dengan obat spermitisida umumnya digunakan bersama dengan cara lain (diafragma
vaginal), atau apabila ada kontraindikasi terhadap cara lain. Efek samping jarang
terjadi dan umumnya berupa reaksi alergik.
4. Alat kontrassepsi dalam rahim (AKDR) atau Intrauterine device (IUD)
Memasukkan benda atau alat ke dalam uterus untuk tujuan mencegah terjadinya
kehamilan telah dikenal sejak zaman dahulu. Pada tahun enampuluhan mulai dilakukan
penyelidikan terhadap IUD yang mengandung bahan-bahan seperti tembaga, seng,
magnesium, timah, dan progesteron.Penelitian IUD jenis ini disebut IUD bioaktif, masih
berlangsung hingga saat ini. Jenis IUD yang digunakan pada program keluarga
berencana adalah jenis Lippes loop. Keuntungan menggunakan IUD adalah efektif,
hanya perlu dipasang sekali, dan reversibel. Efek samping dari IUD ialah dapat terjadi
perdrahan sediki-sedikit. Bila darah keluar banyak, maka penggunaan IUD harus
dihentikan. Selain itu, terdapat juga efek samping lain seperti kejang di perut, gangguan
pada suami, ekspulsi IUD. Komplikasi IUD ialah infeksi vagina, perforasi uterus, dan
kehamilan.
5. Kontrasepsi mantap (sterilisasi)
Sterilisasi ialah tindakan yang dilakukan pada kedua tuba Fallopii perempuan atau kedua
vas deferens laki-laki, yang mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat hamil atau
tidak menyebabkan kehamilan lagi. Pada perempuan disebut tubektomi dan pada lakilaki ialah vasektomi.
Kontrasepsi hormonal
Di bawah pengaruh hipotalamus, hipofisi mengeluarkan hormon gonadotropin
follicle stimulating hormone (FSH), luteinizing hormone (LH). Hormon-hormon ini dapat
merangsang ovarium untuk membuat estrogen dan progesteron. Dua hormon yang terakhir

ini menumbuhkan endometrium pada waktu daur haid, dalam keseimbangan yang tertentu
menyebabkan ovulasi, dan penurunan kadarnya mengakibatkan disintegrasi endometirum
dan haid. Penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa baik estrogen dan progesteron dapat
mencegah ovulasi. Pengetahuan ini menjadi dasar untuk menggunakan kombinasi estrogen
dan progesteron sebagai cara kontrasepsi dengan jalan mencegah terjadinya ovulasi.
1. Pil kontrasepsi
a. Pil kontrasepsi kombinasi
Pil kontrasepsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi estrogen dan
progesteron alamiah, melainkan steroid sintetik. Ada dua jenis progesteron sintetik
yang dipakai, yaitu yang berasal dari 19 nor-testosteron, dan yang berasal dari 17
alfa-asteoksi-progesteron. Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah
etinil esradiol dan mestranol. Efek kelebihan progesteron ialah perdarahan yang tidak
teratur, bertambahnya nafsu makan disertai bertambahnya berat badan, akne, alopesia,
mammae mengecil, fluor albus, dan hipomenorea. Efek kelebihan estrogen ialah
sering terjadi mual, retensi cairan, sakit kepala, nyeri pada mammae, atau fluor albus.
Rasa mual kadang disertai muntah, diare, dan perut terasa kembung. Tidak semua
perempuan dapat menggunakan pil kombinasi untuk kontrasepsi. Kontraindikasi
mutlak adalah adanya tumor yang dipengaruhi estrogen, penyakit hati aktif,
tromboflebitis, tromboemboli, kelainan serevrovaskuler, diabetes mellitus, dan
kehamilan. Kontraindikasi relatif adalah depresi, migrain, mioma uteri, hipertensi,
oligomenorea, dan amenorea.
b. Minipill (continuous low-dose progesterone pill, atau prostagen only pill)
Minipill bukan penghambat ovulasi oleh karena selama memakan pil mini ini kadangkadang ovulasi masih dapat tejradi. Efek utamanya ialah terhadap lendir serviks, dan
juga terhadap endometrium, sehingga nidasi blastokista tidak dapat terjadi. Mini pill
ini umumnya tidak dipakai untuk kontrasepsi.
2. Kontrasepsi suntikan
a. Suntikan sestiap 3 bulan (Depo provera)
Depo provera adalah 6-alfa-medroksiprogesteron yang digunakan untuk tujuan
kontrasepsi parenteral, mempunya efek progesteron sangat kuat dan sangat efektif.
Kelebihan kontrasepsi ini adalah efektif dan cocok untuk ibu hamil, sedangkan

kekurangannya adalah sering menimbulkan perdarahan tidak teratur (spotting) dan


dapat menimbulkan amenorea.
b. Suntikan setiap bulan (monthly injectable)
Suntikan bulanan mengandung 2 macam hormon, yakni progestin dan estrogen
seperti hormon alami pada tubuh perempuan. Juga disebut sebagai kontrasepsi
suntikan kombinasi.
2.3.

Pengetahuan, Sikap, dan Perilaku Kesehatan


Di dalam setiap masyarakat, terdapat apa yang dinamakan pola perilaku (pattern
of behaviour). Pola perilaku merupakan cara masyarakat bertindak atau berkelakuan yang
sama dan harus diikuti oleh semua anggota masyarakat tersebut.6
Menurut Lewit, perilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi
dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan
sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan.
Perilaku seseorang dapa berubah jika terjadi ketidakseimbangan antara kedua kekuatan
dalam diri seseorang.
Perilaku adalah faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang
memengaruhi kesehatan individu, kelompok, atau masyarakat. Oleh sebab itu, untuk
membina dan meningkatkan kesehatan masyarakat, intervensi atau upaya yang ditujukan
kepada

fator

perilaku

sangat

penting

dan strategis,

mengingat

pengaruh

yang

ditimbulkannya.Berdasarkan berbagai hasil penelitian dan literatur, didapatkan bahwa


perilaku masyarakat yang erat kaitannya dengan upaya peningkatan pengetahuan masyarakat
terbentuk melalui kegiatan yang disebut pendidikan kesehatan. Menurut Green (1980),
pendidikan kesehatan mempunyai peranan penting dalam mengubah dan menguatkan faktor
perilaku (predisposisi, pendukung, dan pendorong) sehingga menimbulkan perilaku positif
dari masyarakat. Hal ini menunjukkan bahwa perilaku, pendidikan kesehatan, dan status
kesehatan masyarakat berada dalam suatu pola hubungan yang saling memengaruhi.6
Untuk pemahaman lebih lanjut dapat dilihat bagan 1.
Pengertian perilaku, dari segi biologis, adalah suatu kegiatan atau aktivitas
organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Dari sudut pandang biologis, semua makhluk
hidup mulai dari tumbuhan, hewan, dan manusia berperilaku, karena punya aktivitas masingmasing. Perilaku manusia adalah semua tindakan atau aktivitas manusia, baik yang dapat

diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dari segi psikologis,
perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar.
Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus
atau objek yang berhubungan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan,
makanan dan minuman serta lingkungan.
Meskipun perilaku adalah bentuk resepons atau reaksi terhadap stimulus atau
rangsangan dari luar organisme (orang), tetapi dalam memberikan respons sangat bergantung
pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti bahwa
meskipun stimulusnya sama, tetapi respons setiap orang akan berbeda. Faktor-faktor yang
membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku.
Determinan perilaku dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu faktor internal dan faktor
eksternal. Determinan atau faktor internal nerupakan karakteristik dari orang yang
bersangkutan yang bersifat bawaan (given) seperti ras, sifat fisik, sifat kepribadian, bakat
bawaan, tingkat kecerdasan, dan jenis kelamin. Determinan atau faktor eksternal meliputi
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik. Faktor lingkungan sering merupakan
faktor yang dominan terhadap perilaku seseorang.
Urutan pembentukan perilaku baru khususnya pada orang dewasa diawali domain
kognitif. Individu terlebih dahulu mengetahui stimulus untuk menimbulkan pengetahuan,
selanjutnya timbul domain afektif dalam bentuk sikap terhadap objek yang diketahuinya.
Pada akhirnya, setelahh objek diketahui dan disadari sepenuhnya, timbul respons tindakan
atau keterampilan (domain psikomotor). Pada kenyataannya, perilaku baru yang terbentuk
tidak selalu mengikuti urutan tersebut. Tindakan individu tidak harus didasari pengetahuan
dan sikap.

a.
1.
2.
3.
4.
5.

???
sdki
Kamus istilah KKB
Rakorbangpus
Pedoman kerja puskesmas jilid 2
Ilmu kandungan
6. Promkes

Anda mungkin juga menyukai