Anda di halaman 1dari 23

KONSEP PENATALAKSANAAN TERAPI MODALITAS DAN

TINDAKAN TERAPI MODALITAS SERTA PSIKOFARMAKA

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
Ainur Rohmah
Inna Ulfi Hanraini
Lisa Rahmatul Husna
Nadya Liza Kasinger
DOSEN PEMBIMBING
Sri Endriyani.,S.Kep.,M.Kep
TINGKAT : II.A

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PALEMBANG
JURUSAN DIII KEPERAWATAN
TAHUN 2015/2016

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Konsep
Penatalaksanaan Terapi Modalitas Dan Tindakan Terapi Modalitas Serta

Psikofarmaka. Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi salah satu


tugas Keperawatan Jiwa.
Penulis menyadari bahwa dalam proses Penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan baik materi maupun cara penyusunannya. Namun
demikian, penulis telah berupaya dengan kemampuan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, masukan,
saran, kritik, dan usul yang sifatnya untuk perbaikan dari berbagai pihak
khususnya Bapak/Ibu sangat diharapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Palembang, September 2015

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................... i


Kata Pengantar .............................................................................................. ii

Daftar Isi ........................................................................................................ iii


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang....................................................................................... 1


1.2. Rumusan Masalah.................................................................................. 1
1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1. Konsep Penatalaksanaan Terapi Modalitas ............................................ 3
2.2. Tindakan Terapi Modalitas ..................................................................... 11
2.3. Psikofarmaka .......................................................................................... 15
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan ............................................................................................ 21
3.2. Saran....................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 22

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gangguan jiwa atau penyakit jiwa merupakan pe nyakit dengan multi
kausal, suatu penyakit dengan berbagai penyebab yang sangat bervariasi.

Kausa gangguan jiwa selama ini dikenali meliputi kausa pada area
organobiologis, area psikoedukatif, dan area sosiokultural.
Dalam

konsep

stress-adaptasi

penyebab

perilaku

maladaptive

dikonstruksikan sebagai tahapan mulai adanya factor predisposisi, factor


presipitasi dalam bentuk stressor pencetus, kemampuan penilaian terhadap
stressor, sumber koping yang dimiliki, dan bagaimana mekanisme koping
yang dipilih oleh seorang individu. Dari sini kemudian baru menentukan
apakah perilaku individu tersebut adaptif atau maladaptive.
Banyak ahli dalam kesehatan jiwa memiliki persepsi yang berbeda-beda
terhadap apa yang dimaksud gangguan jiwa dan bagaimana gangguan
perilaku terjadi. Perbedaan pandangan tersebut tertuang dalam bentuk model
konseptual kesehatan jiwa. Pandangan model psikoanalisa berbeda dengan
pandangan model social, model perilaku, model eksistensial, model medical,
berbeda pula dengan model stress adaptasi. Masing-masing model memiliki
pendekatan unik dalam terapi gangguan jiwa.
Berbagai pendekatan penanganan klien gangguan jiwa inilah yang
dimaksud dengan terapi modalitas. Suatu pendekatan penanganan klien
gangguan yang bervariasi yang bertujuan mengubah perilaku klien gangguan
jiwa dengan perilaku maladaptifnya menjadi perilaku yang adaptif.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas diperoleh beberapa rumusan masalah, yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep penatalaksanaan terapi modalitas?
2. Apa saja tindakan yang harus dilakukan dalam melaksanakan terapi
modalitas?
3. Apa yang dimaksud dengan Psikofarmaka?
1.3 Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas diperoleh beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk mengetahui yang dimaksud dengan konsep penatalaksanaan
terapi modalitas
2. Untuk mengetahui tindakan yang dilakukan dalam melaksanakan
terapi modalitas
3. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan psikofarmaka

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep Penatalaksanaan Terapi Modalitas
2.1.1 Pengertian Terapi Modalitas
Terapi modalitas yaitu suatu terapi yang dilakukan dengan cara
melakukan berbagai pendekatan penanganan pada klien dengan gangguan
jiwa. Terapi modalitas adalah terapi dalam keperawatan jiwa, dimana
perawat mendasarkan potensi yang dimiliki klien (modal-modality)
sebagai titik tolak terapi atau penyembuhan. Dapat juga didefinisikan
terapi modalitas adalah suatu pendekatan penanganan klien dengan
gangguan yang bervariasi yang bertujuan untuk mengubah prilaku klien
dengan gangguan jiwa dengan prilaku maladaptifnya menjadi prilaku yang
adaptif.
2.1.2

Jenis Terapi Modalitas


Ada beberapa jenis terapi modalitas, antara lain:
a. Terapi individual
b. Terapi lingkungan (milleu therapy)
c. Terapi biologis atau terapi somatic
d. Terapi kognitif
e. Terapi keluarga
f. Terapi kelompok

g. Terapi perilaku
h. Terapi bermain
a. Terapi Individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan seorang
klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara perawat dan
klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang dijalin adalah
hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi, dilakukan dengan
tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui hubungan ini terjadi
perubahan tingkah laku klien sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di
awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien
mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga
diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
Tahapan hubungan dalam terapi individual meliputi:
1. Tahapan orientasi
2. Tahapan kerja
3. Tahapan terminasi

Tahapan orientasi dilaksanakan ketika perawat memulai interaksi


dengan klien. Yang pertama harus dilakukan dalam tahapan ini adalah
membina hubungan saling percaya dengan klien. Hubungan saling
percaya sangat penting untuk mengawali hubungan agar klien bersedia
mengekspresikan segala masalah yang dihadapi dan mau bekerja sama
untuk mengatasi masalah tersebut sepanjang berhubungan dengan
perawat. Setelah klien mempercayai perawat, tahapan selanjutnya
adalah klien bersama perawat mendiskusikan apa yang menjadi latar
belakang munculnya masalah pada klien, apa konflik yang terjadi, juga
penderitaan yang klien hadapi. Tahapan orientasi diakhiri dengan
kesepakatan antara perawat dan klien untuk menentukan tujuan yang
hendak dicapai dalam hubungan perawat-klien dan bagaimana kegiatan

yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut. Perawat


melakukan intervensi keperawatan setelah klien mempercayai perawat
sebagai terapis. Ini dilakukan di fase kerja, di mana klien melakukan
eksplorasi diri. Klien mengungkapkan apa yang dialaminya. Untuk itu
perawat tidak hanya memperhatikan konteks cerita klien akan tetapi
harus memperhatikan juga bagaimana perasaan klien saat menceritakan
masalahnya. Dalam fase ini klien dibantu untuk dapat mengembangkan
pemahaman tentang siapa dirinya, apa yang terjadi dengan dirinya, serta
didorong untuk berani mengambil risiko berubah perilaku dari perilaku
maladaptive menjadi perilaku adaptif. Setelah kedua pihak (klien dan
perawat) menyepakati bahwa masalah yang mengawali terjalinnya
hubungan terapeutik telah mereda dan lebih terkendali maka perawat
dapat melakukan terminasi dengan klien. Pertimbangan lain untuk
melakukan terminasi adalah apabila klien telah merasa lebih baik,
terjadi peningkatan fungsi diri, social dan pekerjaan, serta yang lebih
penting adalah tujuan terapi telah tercapai.

b. Terapi Lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan
agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan
rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi
kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan,
dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi
yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturanperaturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan
belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga
mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan harga
diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di

mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi lingkungan
ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang
diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih
dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
c. Terapi Biologis
Penerapan terapi biologis atau terapi somatic didasarkan pada
model medical di mana gangguan jiwa dipandang sebagai penyakit. Ini
berbeda dengan model konsep yang lain yang memandang bahwa
gangguan jiwa murni adalah gangguan pada jiwa semata, tidak
mempertimbangkan adanya kelaianan patofisiologis. Tekanan model
medical adalah pengkajian spesifik dan pengelompokkasn gejala dalam
sindroma spesifik. Perilaku abnormal dipercaya akibat adanya
perubahan biokimiawi tertentu. Ada beberapa jenis terapi somatic
gangguan jiwa meliputi: pemberian obat (medikasi psikofarmaka),
intervensi nutrisi,electro convulsive therapy (ECT), foto terapi, dan
bedah otak. Beberapa terapi yang sampai sekarang tetap diterapkan
dalam pelayanan kesehatan jiwa meliputi medikasi psikoaktif dan ECT.

d. Terapi Kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap
yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan

adalah

membantu

mempertimbangkan

stressor

dan

kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan


keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut.
Gangguan perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan
dan berfikir yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi
perilaku adalah dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut.
Fokus auhan adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang
diyakini, harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:

a) Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola


berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan
perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan
informasi yang actual.
b) Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam
menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi
pikiran.
c) Membentuk

perilaku

dengan

pesan

internal.

Perilaku

dimodifikasi dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.


Bentuk intervensi dalam terapi kognitif meliputi mengajarkan
untuk mensubstitusi pikiran klien, belajar penyelesaian masalah dan
memodifikasi percakapan diri negatif.

e. Terapi Keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan terapi
keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya. Untuk
itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang mengalami
disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang dituntut oleh
anggotanya.
Dalam terapi keluarga semua masalah keluarga yang dirasakan
diidentifikasi dan kontribusi dari masing-masing anggota keluarga
terhadap munculnya masalah tersebut digali. Dengan demikian terleih
dahulu masing-masing anggota keluarga mawas diri; apa masalah yang
terjadi di keluarga, apa kontribusi masing-masing terhadap timbulnya
masalah, untuk kemudian mencari solusi untuk mempertahankan
keutuhan keluarga dan meningkatkan atau mengembalikan fungsi
keluarga seperti yang seharusnya.
Proses terapi keluarga meliputi tiga tahapan yaitu fase 1
(perjanjian), fase 2 (kerja), fase 3 (terminasi). Di fase pertama perawat
dan klien mengembangkan hubungan saling percaya, isu-isu keluarga
diidentifikasi, dan tujuan terapi ditetapkan bersama. Kegiatan di fase

kedua atau fase kerja adalah keluarga dengan dibantu oleh perawat
sebagai terapis berusaha mengubah pola interaksi di antara anggota
keluarga, meningkatkan kompetensi masing-masing individual anggota
keluarga, eksplorasi batasan-batasan dalam keluarga, peraturanperaturan yang selama ini ada. Terapi keluarga diakhiri di fase terminasi
di mana keluarga akan melihat lagi proses yang selama ini dijalani
untuk mencapai tujuan terapi, dan cara-cara mengatasi isu yang timbul.
Keluarga juga diharapkan dapat mempertahankan perawatan yang
berkesinambungan.

f.

Terapi Kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur.
Tujuannya
meningkatkan

adalah

meningkatkan

hubungan

interpersonal,

kesadaran
dan

diri

mengubah

klien,
perilaku

maladaptive. Tahapannya meliputi: tahap permulaan, fase kerja, diakhiri


tahap terminasi.
Terapi kelompok dimulai fase permulaan atau sering juga disebut
sebagai fase orientasi. Dalam fase ini klien diorientasikan kepada apa
yang diperlukan dalam interaksi, kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
untuk apa aktivitas tersebut dilaksanakan. Peran terapis dalam fase ini
adalah sebagai model peran dengan cara mengusulkan struktur
kelompok, meredakan ansietas yang biasa terjadi di awal pembentukan
kelompok, dan memfasilitasi interaksi di antara anggota kelompok. Fase
permulaan dilanjutkan dengan fase kerja.
Di fase kerja terapis membantu klien untuk mengeksplorasi isu
dengan berfokus pada keadaan here and now. Dukungan diberikan agar
masing-masing anggota kelompok melakukan kegiatan yang disepakati
di fase permulaan untuk mencapai tujuan terapi. Fase kerja adalah inti
dari terapi kelompok di mana klien bersama kelompoknya melakukan

kegiatan untuk mencapai target perubahan perilaku dengan saling


mendukung di antara satu sama lain anggota kelompok. Setelah target
tercapai sesuai tujuan yang telah ditetapkan maka diakhiri dengan fase
terminasi.
Fase terminasi dilaksanakan jika kelompok telah difasilitasi dan
dilibatkan dalam hubungan interpersonal antar anggota. Peran perawat
adalah mendorong anggota kelompok untuk saling memberi umpan
balik, dukungan, serta bertoleransi terhadap setiap perbedaan yang ada.
Akhir dari terapi kelompok adalah mendorong agar anggota kelompok
berani dan mampu menyelesaikan masalah yang mungkin terjadi di
masa mendatang.
g. Terapi Perilaku
Anggapan dasar dari terapi perilaku adalah kenyataan bahwa
perilaku timbul akibat proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh
karenanya dapat dipelajari dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat.
Teknik dasar yang digunakan dalam terapi jenis ini adalah:

Role model

Kondisioning operan

Desensitisasi sistematis

Pengendalian diri

Terapi aversi atau releks kondisi


Teknik role model adalah strategi mengubah perilaku dengan

memberi contoh perilaku adaptif untuk ditiru klien. Dengan melihat


contoh klien mampelajari melalui praktek dan meniru perilaku tersebut.
Teknik ini biasanya dikombinasikan dengan teknik kondisioning operan
dan desensitisasi.
Kondisioning operan disebut juga penguatan positif di mana
terapis memberi penghargaan kepada klien terhadap perilaku yang
positif yang telah ditampilkan oleh klien. Dengan penghargaan dan
umpan balik positif yang didapat maka perilaku tersebut akan

dipertahankan atau ditingkatkan oleh klien.


Misalnya seorang klien begitu bangun tidur langsung ke kamar
mandi untuk mandi, perawat memberikan pujian terhadap perilaku
tersebut. Besok pagi klien akan mengulang perilaku segera mandi
setelah bangun tidur karena mendapat umpan balik berupa pujian dari
perawat. Pujian dalam hal ini adalah reward atau penghargaan bagi
perilaku positif klien berupa segera mandi setelah bangun.
Terapi perilaku yang cocok untuk klien fobia adalah teknik
desensitisasi sistematis yaitu teknik mengatasi kecemasan terhadap
sesuatu

stimulus

atau

memperkenalkan/memaparkan

kondisi

dengan

pada

stimulus

secara
atau

bertahap

situasi

yang

menimbulkan kecemasan tersebut secara bertahap dalam keadaan klien


sedang relaks. Makin lama intensitas pemaparan stimulus makin
meningkat seiring dengan toleransi klien terhadap stimulus tersebut.
Hasil akhirnya adalah klien akan berhasil mengatasi ketakutan atau
kecemasannya akan stimulus tersebut.
Untuk mengatasi perilaku dorongan perilaku maladaptive klien
dapat dilatih dengan teknik pengendalian diri. Bentuk latihannya adalah
berlatih mengubah kata-kata negatif menjadi kata-kata positif. Apabila
ini

berhasil

maka

klien

sudah

memiliki

kemampuan

untuk

mengendalikan perilaku yang lain sehingga menghasilkan terjadinya


penurunan tingkat distress klien tersebut.
Mengubah perilaku dapat juga dilakukan dengan memberi
penguatan negatif. Caranya adalah dengan memberi pengalaman
ketidaknyamanan untuk merusak perilaku yang maladaptive. Bentuk
ketidaknyamanan ini dapat berupa menghilangkan stimulus positif
sebagai punishment terhadap perilaku maladaptive tersebut. Dengan
ini klien akan belajar untuk tidak mengulangi perilaku demi
menghindari konsekuensi negatif yang akan diterima akibat perilaku
negatif tersebut.

h. Terapi Bermain
Terapi bermain diterapkan karena ada anggapan dasar bahwa anakanak akan dapat berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari
pada dengan ekspresi verbal. Dengan bermain perawat dapat mengkaji
tingkat perkembangan, status emosional anak, hipotesa diagnostiknya,
serta melakukan intervensi untuk mengatasi masalah anak tersebut.
Prinsip terapi bermain meliputi membina hubungan yang hangat
dengan anak, merefleksikan perasaan anak yang terpancar melalui
permainan, mempercayai bahwa anak dapat menyelesaikan masalahnya,
dan kemudian menginterpretasikan perilaku anak tersebut.
Terapi bermain diindikasikan untuk anak yang mengalami depresi,
anak yang mengalami ansietas, atau sebagai korban penganiayaan
(abuse). Bahkan juga terpai bermain ini dianjurkan untuk klien dewasa
yang mengalami stress pasca trauma, gangguan identitas disosiatif dan
klien yang mengalami penganiayaan
2.2 Tindakan Terapi Modalitas
2.2.1

Terapi Individual

Hubungan terstruktur yang dijalin antara perawat klien uutuk


merubah klien

Untuk mengembangkan pendekatan unik penyelesaian konflik,


meredakan penderitaan emosional, mengembangkan cara yang cocok
untuk memenuhi kebutuhan

Melalui 3 fase yang overlap ( oerientasi, kerja dan terminasi )


Pelaksanaan terapi individu

2.2.2

Mengajari pasien memutuskan halusinasinya

Terapi Lingkungan

Perawat menggunakan semua lingkungan rumah sakit dalam arti


terapeutik

Perawat memberi kesempatan tumbuh dan berubah perilaku dengan


memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi

Memberi kesempatan dukungan, pengertian, berkembang sebagai


pribadi yang bertanggung jawab .

Klien dipaparkan pada peraturan, harapan, dan interaksi sosial.

Perawat mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan,


meningkatkan harga diri, belajar ketrampilan dan perilaku baru

Tujuan : memampukan klien dapat hidup di luar lembaga yang


diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk beralih
dari rumah sakit ke komunitas.

2.2.3

Terapi Biologis

Didasarkan pada model medikal : memandang gangguan jiwa sebagai


penyakit

Tekanan: pengkajian spesifikbdan pengelompokan gejala dalam


sindroma spesifik.

Perilaku abnormal akibat penyakit atau organisme tertentu dan akibat


perubahan ttt

Jenisnya: medikasi psikoaktif, intervensi nutrisi, fototerapi, ECT,


bedah otak

2.2.4

Terapi Kognitif

Strategi memodifikasi keyakinan dan sikap yang mempengaruhi


perasaan dan perilaku klien

Proses : membantu mempertimbangkan stressor dan mengidentifikasi


pola pikir dan keyakinan yang tidak akurat

Fokus asuhan : reevaluasi ide, nilai, harapan dan memulai menyusun


perubahan kognitif

Tujuan Terapi Kognitif :Mengembangkan pola pikir yang rasional,


Menggunakan pengetesan realita, Membantu perilaku dengan pesan
internal.

Intervensi : Mengajar substitusi pikiran, Penyelesaian masalah,


Memodifikasi percakapan diri negatif.

Pelaksanaan terapi kognitif


Mengajarkan untuk mensudtitusikan pikiran pasien, belajar
menyelesaikan masalah dan memodifikasi percakapan diri negatif.

2.2.5

Terapi Perilaku

Perilaku dipelajari, perilaku sehat dapat dipelajari dan disubsitusi dari


perilaku tidak sehat

Tehnik dasar terapi perilaku :


1. Role model
2. Kondisioning operan
3. Disensitiasi sistematis
4. Pengendalian diri
5. Terapi aversi ( reflek kondisi )

Pelaksanaan
1. Mengajari pasien cara makan yang baik dan benar

2. Memberikan penghargaan kepada pasien terhadap perilaku positif


yang telah dilakukan pasien
3. Pasien mempelajari melalui praktik dan meniru perilaku adaptif
2.2.6

Terapi Bermain

anak-anak akan berkomunikasi dengan baik melalui permainan dari


pada dengan kemampuan verbal

Perawat dapat mengkaji tingkat perkembangan, status emosional,


hipotesa diagnostik, intervensi terapeutik

PRINSIP TERAPI BERMAIN

Terapis membina hubungan yang hangat

Merefleksikan perasaan anak

Mempercayai anak dapat menyelesaikan masalah

Interpretasi perilaku anak

Indikasi : anak depresi, anak cemas, anak abuse, dewasa dengan


stres pasca trauma.

2.3 Psikofarmaka
2.3.1

Pengertian Psikofarmaka
Psikofarmaka adalah obat-obatan yang digunakan untuk klien
dengan gangguan mental. Psikofarmaka termasuk obat-obatan psikotropik
yang bersifat Neuroleptik (bekerja pada sistem saraf). Pengobatan pada
gangguan mental bersifat komprehensif, yang meliputi :

1. Teori biologis (somatik). Mencakup pemberian obat psikotik dan


Elektro Convulsi Therapi (ECT)
2. Psikoterapeutik
3. Terapi Modalitas
Psikofarmakologi adalah komponen kedua dari management
psikoterapi. Perawat perlu memahami konsep umum psikofarmaka.
Beberapa

hal

yang

termasuk

Neurotransmitter

adalah

Dopamin,

Neuroepineprin, Serotonin, dan GABA (Gama Amino Buteric Acid), dll.


Meningkatnya dan menurunnya kadar/konsentrasi neurotransmitter akan
menimbulkan

kekacauan

atau

gangguan

mental.

Obat-obatan

psikofarmaka efektif untuk mengatur keseimbangan Neurotransmitter.

2.3.2

Klasifikasi Psikofarmaka
Menurut Rusdi Maslim, yang termasuk obat-obatan psikofarmaka
adalah golongan :
1.

Anti Psikotik

Anti psikotik termasuk golongan Mayor Transquilizer atau


Psikotropik : Neuroleptika

Mekanisme kerja : menahan kerja reseptor Dopamin dalam otak (di


ganglia) pada sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal

Efek farmakologi : sebagai penenang, menurunkan aktifitas


motorik, mengurangi insomnia, sangat efektif mengatasi Delusi,
Halusinasi, Ilusi dan gangguan proses berpikir

Indikasi pemberian anti psikototik : pada semua jenis psikosa,


kadang untuk gangguan maniak dan paranoid.

Efek samping pada anti psikotik : efek samping pada sistem syaraf

2.

Anti Depresi

Hipotesis : Sindroma depresi disebabkan oleh defisiensi salah satu


atau beberapa aminergic neurotransmitter seperti Noradrenalin,
Serotonin, Dopamin pada sinaps neuron di SSP, khususnya pada
sistem Limbik.

Mekanisme kerja obat :


Meningkatkan sensitivitas terhadap aminergik neurotransmitte
Menghambat reuptake aminergik neurotransmitter
Menghambat penghancuran oleh enzim MAO (Mono Amine
Oxidase)

sehingga

terjadi

peningkatan

jumlah

aminergik

neurotransmitter pada neuron SSP

Efek farmakologi : mengurangi gejala depresi dan sebagai


penenang.

Jenis obat yang digunakan adalah

Trisiklik

MAO Inhibitor

Aminitriptylin

Efek samping : yaitu efek samping Kolonergik (efek samping


terhadap sistem syaraf perifer) yang meliputi mulut kering,
penglihatan kabur, konstipasi.

3.

Anti Mania (Lithium Carbonate)

Mekanisme kerja : menghambat pelepasan Serotonin dan


mengurangi sensitivitas dari reseptor Dopamin.

Hipotesa : pada mania terjadi peluapan aksi reseptor amine

Efek farmakologi : mengurangi agresivitas, tidak menimbulkan


efek sedative, mengoreksi/mengontrol pola tidur, irritable. Pada
mania dengan kondisi berat pemberian anti mania dikombinasikan
dengan obat anti psikotik

Efek samping : efek neurologik ringan seperti kelelahan, letargis,


tremor di tangan, terjadi pada awal terapi dapat juga terjadi diare
dan mual.

Efek toksik : pada ginjal (poliuri, edema), peningkatan jumlah


litium, sehingga menambah keadaan edema. Sedangkan pada SSP
(tremor, kurang koordinasi, nistagmus dan disorientasi

4.

Anti Cemas

Termasuk Minor Transquilizer. Jenis obat antara lain Diazepam

Anti Insomnia : Phenobarbital

Anti Obsesif-Kompulsif : Clomipramine

Anti Panik, yang paling sering digunakan oleh klien jiwa :


Imipramine

2.3.3

Peran Perawat Dalam Pemberian Obat


1. Pengumpulan data sebelum pengobatan yang meliputi :
a. Diagnosa Medis
b. Riwayat Penyakit
c. Hasil Pemeriksaan Lab
d. Jenis obat yang digunakan, dosis, waktu pemberian
e. Program terapi yang lain

f. mengkombinasikan obat dengan terapi Modalitas


g. Pendidikan kesehatan untuk klien dan keluarga tentang pentingnya
minum obat secara teratur dan penanganan efek samping obat
h. Monitoring efek samping penggunaan obat

2. Melaksanakan Prinsip Pengobatan Psikofarmaka


a. Persiapan

Melihat order permberian obat di lembaran obat (stat

Kaji setiap obat yang akan diberikan. Termasuk tujuan, cara kerja
obat, dosis, efek samping obat dan cara pemberian

Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang obat

Kaji kondisi klien sebelum pengobatan


Lakukan minimal prinsip lima benar
Laksanakan program pemberian obat

Gunakan pendekatan tertentu

Pastikan bahwa obat telah terminum

Bubuhkan tanda tangan pada dokumentasi pemberian


obat, sebagai aspek legal

3. Laksanakan program pengobatan berkelanjutan melalui program


rujukan
4. Menyesuaikan dengan terapi non famakoterapi
5. Turut serta dalam penelitian tentang obat psikofarmaka

6.

Setelah seorang perawat melaksanakan terapi psikofarmaka maka tugas


terakhir yang penting harus dilakukan adalah evaluasi. Dikatakan reaksi
obat efektif jika :
a. Emosional stabil
b. Kemampuan berhubungan interpersonal meningkat
c. Halusinasi, Agresi, Delusi, menarik diri menurun
d. Prilaku mudah diarahkan
e. Proses berpikir kea rah logika
f. Efek samping Obat
g. Tanda-tanda Vital
Perawat harus mempunyai cukup pengetahuan tentang strategi

psikofarmaka yang tersedia, tetapi informasi ini harus digunakan sebagai


salah satu bagian dari pendekatan holistik pada asuhan pasien. Peran
perawat meliputi hal-hal sebagai berikut :

1.

Pengkajian pasien. Pengkajian pasien memberi landasan pandangan


tentang masing-masing pasien.

2.

Koordinasi modalitas terapi. Koordinasi ini mengintegrasikan


berbagai terapi pengobatan dan sering kali membingungkan bagi
pasien

3.

Pemberian

agen

psikofarmakologis.

Program pemberian

obat

dirancang secara professional dan bersifat individual


4.

Pemantauan efek obat. Termasuk efek yang diinginkan maupun efek


samping yang dapat dialami pasien.

5.

Penyuluhan pasien. Memungkinkan pasien untuk meminum obat


dengan aman dan efektif

6.

Program Rumatan obat. Dirancang untuk mendukung pasien di suatu


tatanan perawatan tindak lanjut dalam jangka panjang.

7.

Partisipasi dalam penelitian klinis antar disiplin tentang uji coba obat.

8.

Perawat merupakan anggota tim yang penting dalam penelitian obat


yang digunakan untuk mengobati pasien gangguan jiwa

9. Kewenangan untuk memberi resep

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sampai dengan saat ini tidak ada jenis terapi modalitas yang dapat
mengatasi semua masalah gangguan jiwa klien. Kombinasi terapi modalitas
merupakan keharusan. Untuk itu perawat mempunyai peranan yang sangat
penting untuk mengkombinasikan berbagai terapi modalitas sehingga
perubahan perilaku yang dicapai akan maksimal.

Untuk mencapai langkah ini tentu dituntut semakin maningkatnya


kemampuan perawat dalam melaksanakan berbagai pendekatan/strategi terapi
modalitas ini. Belajar berkelanjutan karenanya menjadi hal yang wajib
dilakukan setiap perawat jiwa.
3.2 Saran
Semoga pembaca khususnya perawat dapat lebih memahami tentang
konsep penatalaksanaan terapi modalitas dan tindakan terpai modalitas serta
psikofarmaka sehingga dapat mengaplikasikannya dalam melakukan tindakan
keperawatan.

DAFTAR PUSTAKA
Guze, B., Richeimer, S., dan Siegel, D.J. (1990). The Handbook of Psychiatry.
California: Year Book Medical Publishers
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., dan Grebb, J.A. (1996). Synopsis of Psychiatry.
New
York: Williams and Wilkins
Stuart, G.W. dan Laraia, M.T. (2001). Principles and Practice of Psychiatric
Nursing. (Ed ke-7). St. Louis: Mosby, Inc.
http://diaryforberti.blogspot.co.id/2014/12/makalah-keperawatan-jiwa-peranperawat.html
Diposkan oleh Ivan Gufron Isnaini Seruyansyah di 06.18
http://ivangufron.blogspot.co.id/2013/03/makalah-keperawatan-jiwa-terapi.html
https://abykhan.wordpress.com/2012/09/22/terapi-modalitAS

Anda mungkin juga menyukai