Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Isolasi social atau menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami
ketidakmampuan untuk mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan
di sekitarnya secara wajar. Pada pasien dengan perilaku menarik diri sering melakukan
kegiatan yang ditujukan untuk mencapai pemuasan diri, dimana pasien melakukan usaha
untuk melindungi diri sehingga ia jadi pasif dan berkepribadian kaku, pasien menarik diri
juga melakukan pembatasan (isolasi diri) termasuk juga kehidupan emosionalnya, semakin
sering pasien menarik diri, semakin banyak kesulitan yang di alami dalam
mengembangkan hubungan social dan emosional dengan orang lain (Stuart dan Sundeen,
1998). Dalam membina hubungan social , individu berada dalam rentang respon yang
adaftif sampai dengan maladaftif. Respon adaftif merupakan respon yang dapat diterima
oleh norma social kebudayaan yang berlaku , sedangkan respon maladaftif merupakan
respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan masalah yang kurang dapat diterima
oleh norma social dan budaya.
Respon social dan emosional yang maladaftif sering sekali terjadi dalam kehidupan
sehari hari, khususnya sering dialami pada pasien menarik diri sehingga melalui
pendekatan proses keperawatan yang komprehensif kami berusaha memberikqn konsep
asuhan keperawatan yang semaksimal mungkin pada klien dengan gangguan isolasi
social : menarik diri.

B. Rumusan Masalah
Dari latar beakang diatas, dapat diperoleh ruimusan masalah sebagai berikyt :
Apa pengertian dan etiologi dari isolasi social : menarik diri ?
Bagaimana rentang respon serta tanda dan gejala dari isolasi social menarik diri ?
Bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi social : menarik diri ?
C. Tujuan Umum
Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa mengenai
Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Isolasi Sosial menarik diri.
D. Tujuan Khusus
Mengetahui pengertian dan etiologi dari isolasi social menarik diri
Mengetahui bagaimana rentang respon serta tanda dan gejala dari isolasi social :

menarik diri .
Mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada klien dengan isolasi social : menarik
diri .

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian

Isolasi sosial adalah keadaan dimana individu mengalami penurunan atau bahkan
sama sekali tidak mampu berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin
merasa ditolak, tidak terima, kesepian, dan tidak mampu membina hubungan yang berarti
dengan orang lain (Deden dan Rusdi,2013,Hal.34 ).
Isolasi sosial juga merupakan kesepian yang dialami oleh individu dan dirasakan saat
didorong oleh keberadaan orang lain dan sebagai pernyataan negativse atau mengancam
(Nanda-1,2012).
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).
Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara
wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).
Isolasi sosial merupakan upaya menghindari komunikasi dengan orang lain karena
merasa kehilangan hubungan akrab dan tidak mempunyai kesempatan untuk berbagi rasa,
pikiran, dan kegagalan. Klien mengalami kesulitan dalam berhubungan secara spontan
dengan orang lain yang di manifestasikan dengan mengisolasi diri, tidak ada perhatian dan
tidak sanggup berbagi pengalaman. (Iyus Yosep)

B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Tumbuh Kembang
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang harus
dipenuhi agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan sosial. Bila tugas-tugas dalam
perkembangan ini tidak terpenuhi maka akan menghambat fase perkembangan sosial
yang nantinya akan dapat menimbulkan masalah.
b. Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
3

Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan faktor pendukung terjadinya


gangguan dalam hubungan sosial.Dalam teori ini yang termasuk masalah dalam
berkomunikasi sehingga menimbulkan ketidakjelasan yaitu suatu keadaan dimana
seorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan dalam waktu
bersamaan atau ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang menghambat untuk
berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.
c. Faktor Sosial Budaya
Isolasi social atau mengasingkan diri dari dari lingkungan social merupakan suatu
faktor pendukung terjadinya gangguan dalam hubungan sosial. Hal ini di sebabkan
oleh norma-norma yang salah dianut oleh keluarga, dimana setiap anggota yang tidak
produktif seperti usia lanjut, penyakit kronis, dan penyandang cacat diasingkan dari
lingkungan sosialnya.
d. Faktor Biologis
Organ tubuh yang dapat mempengaruhi terjadinya gangguan hubungan social adalah
otak, misalnya pada klien skizofrenia yang mengalami masalah dalam hubungan
social memiliki struktur yang abnormal pada otak seperti atropi otak, serta perubahan
ukuran dan bentuk sel-sel.
2. Faktor Presipitasi
a. Faktor Eksternal
Contohnya adalah stressor sosial budaya, yaitu stress yang ditimbulkan oleh faktor
sosial budaya seperti keluarga.
b. Faktor Internal
Contohnya adalah stressor psikologis, yaitu stress terjadi akibat ansietas atau
kecemasan yang berkepanjangan dan terjadi bersamaan dengan keterbatasan
kemampuan individu untuk mengatasinya(Ade Herman Surya Direja,2011,Hal.123).
c. Peilaku
Perilaku pada klien gangguan social menarik diri yaitu: kurang sopan, apatis, sedih,
afek tumpul, kurang perawatan diri, komunikasi verbal turun, menyendiri, kurang
peka terhadap lingkungan, kurang energy, harga diri rendah dan sikap tidur seperti
janin saat tidur. Sedangkan perilaku pada gangguan sosial curiga meliputi tidak
mempercayai orang lain, sikap bermusuhan, mengisolasi diri dan paranoia.
4

Kemudian perilaku pada klien dengan gangguan social manipulasi adalah kurang
asertif, mengisolasi diri dari lingkungan, harga diri rendah, dan sangat tergantung
pada orang lain(Sujono Riyadi dan Teguh Purwanto,2009,Hal.157).
C. Patofisiologi
Menurut Stuart and Sundeen (1998). Salah satu gangguan berhubungan sosial
diantaranya perilaku menarik diri atau isolasi social yang disebabkan oleh perasaan
tidak berharga, yang bias dialami klien dengan latar belakang yang penuh dengan
permasalahan, ketegangan, kekecewaan dan kecemasan.
Perasaan tidak berharga menyebabkan klien makin sulit dalam mengembangan
hubungan dengan orang lain. Akibatnya klien menjadi regresi atau mundur, mengalami
penurunan dalam aktifitas dan kurangnya perhatian terhadap penampilan dan kebersihan
diri.
Klien semakin tenggelam dalam perjalanan dan tingkah laku masa lalu serta tingkah
laku primitive antara lain pembicaraan yang autistic dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi(Ernawati Dalami
dkk,,2009,Hal.10).
Pattern

of

Parenting Inefectieve

(Pola Asuh Keluarga)

coping (Koping ment


individu

Misal :
Pada

anak

kelahirannya

Lack of Develop Stressor internal and


Task external

tidak (Gangguan

internal dan eksternal)

efektif)

Tugas

Misal :

Perkembangan)
Misal :

yang Saat

individu Kegagalan

tidak menghadapi

menjalin

(stress

Misal :
Stress terjadi akibat
ansietas

yang

dikehendaki (unwanted kegagalan

hubungan intim berkepanjangan

child) akibat kegagalan mengalahkan

dengan sesame terjadi

KB, hamil diluar nikah, orang


jenis

kelamin

lain, jenis atau lawan dengan

yang ketidakberdayaa

jenis,

dan

bersamaan
keterbatasan

tidak kemampuan individu


5

tidak
bentuk

diinginkan, n
fisik

mengangkat mampu mandiri

kurang tidak

mampu

menawan menyebabkan menghadapi


keluarga mengeluarkan kenyataan
komentar-komentar

mengatasi.

Ansietas terjadi akibat


berpisah dengan orang

dan

menarik diri dari

negative, merendahkan, lingkungan.

untuk

terdekat,

hilang

pekerjaan atau orang


yang dicintai.

menyalahkan anak
(Iyus Yosep,2007,Hal.230).
D. Rentang Respon
Adaktif
Respon Maladaktif
Menyendiri/solitude
Manipulasi
Otonomi
Impulsif
Bekerja sama
Narcissm
Saling tergantung (interdependen)
1. Respon Adaktif
Respon individudalam menyelesaikan masalah yang masih dapat di terima oleh
norma-norma sosial dan budaya yang umum berlaku ( masih dalam batas normal ),
meliputi:
a. Menyendiri/solitude
Respon seseorang untuk merenungkan apa yang telah dilakukan dilingkungan sosial
dan juga suatu cara mengevaluasi diri untuk menentukan langkah berikutnya.
b. Otonomi
Kemampuang individu menentukan dan menyampaikan ide, pikiran, dan perasaan
dalam hubungan sosial.
c. Bekerja Sama
Kondisi hubungan interpersonal dimana individu mampu untuk saling member dan
menerima.
d. Saling Tergantung (interdependen)
Suatu hubungan saling tergantung antar individu dengan orang lain dalam membina
hubungan interpersonal.
2. Respon Maladaktif
Respon individu dalam penyelesaianmasalah menyimpang dari norma-norma sosial
dan budaya lingkungannya, meliputi:
a. Manipulasi

Orang lain diperlakukan sebagai objek, hubungan terpusat pada masalah


pengendalian orang lain dan individu cenderung berorientasi pada diri sendiri atau
tujuan, bukan pada orang lain.
b. Implusif
Tidak mampu merencanakan sesuatu, tidak mampu belajar dari pengalaman, dan
tidak dapaat diandalkan.
c. Narkisme
Harga diri yang rapuh, secara terus-menerus berusaha mendapatkan penghargaan dan
pujian, sikap egosentris, pencemburu, marah jika orang lain tidak mendukung(Deden
Dermawan Rusdi,2013,Hal.35).
E. Tanda Dan Gejala
Berikut adalah tanda dan gejala klien dengan isolasi social : menarik diri

Kurang spontan
Apatis (acuh terhadap lingkungan)
Ekspresi wajah kurang berseri
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri
Tidak ada atau kurang komunikasi verbal
Mengisolasi diri
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya
Asupan makanan dan minuman terganggu
Retensi urine dan feces
Aktivitas menurun
Kurang energy (tenaga)
Rendah diri
Postur tubuh berubah
Perilaku ini biasanya disebabkan karena seseorang menilai dirinya rendah, sehingga

timbul perasaan malu untuk berinteraksi dengan orang lain. Bila tidak dilakukan intervensi
lebih lanjut , maka akan menyebabkan perubahan persepsi sensori : halusinasi dan resiko
tinggi mencederai diri, orang lain bahkan lingkungan. Perilaku yang tertutup dengan orang
lain juga bias menyebabkan intoleransi aktivitas yang akhirnya bias berpengaruh terhadap
ketidakmampuan untuk melakukan perawatan secara mandiri. Seseorang yang mempunya
harga diri rendah awalnya disebabkan oleh ketidakmampuan untuk menyelesaikan masalah
7

dalam hidupnya, sehingga orang tersebut berprilaku tidak normal (koping individu tidak
efektif).Peranan keluarga cukup besar dalam mendorong klien agar mampu menyelesaikan
masalah. Oleh karena itu, bila system pendukungnya tidak baik (koping keluarga tidak
efektif) maka akan mendukung seseorang memiliki harga diri rendah.

F. Pemeriksaan Diagnostik
1. Minnesolla Multiphasic Personality Inventory (MMPI)
Adalah suatu bentuk pengujian yang dilakukan oleh psikiater dan psikolog dalam
menentukan kepribadian seseorang yang terdiri dari 556 pernyataan benar atau salah.
2. Elektroensefalografik (EEG)
Suatu pemeriksaan dalam psikiatri untuk membantu membedakan antara etiologi
fungsional dan organik dalam kelainan mental.
3. Test laboratorium kromosom darah untuk mengetahui apakah gangguan jiwa
disebabkan oleh genetik.
4. Rontgen kepala untuk mengetahui apakah gangguan jiwa disebabkan kelainan struktur
anatomitubuh.
G. Penatalaksanaan
1. Obat anti psikotik
a. Clorpromazine (CPZ)
Indikasi: Untuk syndrome psikosis yaitu berdaya berat dalam kemampuan menilai
realitas,

kesadaran diri terganggu, daya nilai norma sosial dan tilik diri terganggu,

berdaya berat dalam fungsi -fungsi mental: waham, halusinasi, gangguan perasaan
dan perilaku yang aneh atau, tidak terkendali, berdaya berat dalam fungsi kehidupan
sehari -hari, tidak mampu bekerja, hubungan sosial dan melakukan kegiatan rutin.
Efek samping: Sedasi, gangguan otonomik (hipotensi, antikolinergik/
parasimpatik,mulut

kering,

kesulitan

dalam

miksi,

dan

defikasi,

hidung

tersumbat,mata kabur, tekanan intra okuler meninggi, gangguan irama jantung),


gangguan ekstra piramidal (distonia akut, akatshia, sindromaparkinson/tremor,
bradikinesia rigiditas), gangguan endokrin, metabolik, hematologik, agranulosis,
biasanya untuk pemakaian jangka panjang.
b. Haloperidol (HLD)
8

Indikasi:Berdaya berat dalam kemampuan menilai realita dalam fungsi netral serta
dalam fungsi kehidupan sehari hari.
Efek
samping:Sedasi
dan
inhibisi
(hipotensi, antikolinergik/parasimpatik,
defikasi,

hidung

tersumbat,

mata

gangguan irama jantung).


c. Trihexy phenidyl (THP)
Indikasi:Segala jenis penyakit

psikomotor,
mulut

kabur,

kering,
tekanan

parkinson,termasuk

gangguan
kesulitan
intraokuler

paska

otonomik
miksi

dan

meninggi,

ensepalitis

dan

idiopatik,sindrom parkinson akibat obat misalnya reserpin dan fenotiazine.


Efek samping: Sedasi dan inhibisi psikomotor Gangguan otonomik (hypertensi, anti
kolinergik/ parasimpatik, mulut kering, kesulitanmiksi dan defikasi, hidung
tersumbat, mata kabur, tekanan intra oluker meninggi, gangguan irama jantung)
2. Therapy Farmakologi
a. Electro Convulsive Therapi
Electro Convulsive Therapi (ECT) atau yang lebih dikenal dengan Elektroshock
adalah suatu terapi psikiatri yang menggunakan energy shock listrik dalam usaha
pengobatannya.Biasanya ECT ditujukan untuk terapi pasien gangguan jiwa yang
tidak berespon kepada obat psikiatri pada dosis terapinya.ECT pertama kali
diperkenalkan oleh 2 orang neurologist italia Ugo Cerletti dan Lucio Bini pada tahun
1930.Diperkirakan hampir 1 juta orang didunia mendapat terapi ECT setiap tahunnya
dengan intensitas antara 2-3 kali seminggu.
ECT bertujuan untuk menginduksi suatu kejang klonik yang dapat memberi efek
terapi (Therapeutic Clonic Seizure) setidaknya 15 detik.Kejang yang dimaksud
adalah suatu kejang dimana seseorang kehilangan kesadarannya dan mengalami
rejatan.Tentang mekanisme pasti dari kerja ECT sampai saat ini masih belum dapat
dijelaskan dengan memuaskan. Namun beberapa penelitian menunjukkan kalau ECT
dapat meningkatkan kadar serum Brain-Derived Neurotrophic Factor (BDNF) pada
pasien depresi yang tidak responsive terhadap terapi farmakologis.
b. Therapy Kelompok
Therapy kelompok merupakan suatu psikotherapy yang dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan jalan berdiskusi satu sama lain yang dipimpin atau
9

diarahkan oleh seorang therapist atau petugas kesehatan jiwa. Therapy ini bertujuan
memberi stimulus bagi klien dengan ganggua interpersonal.
c. Therapy Lingkungan
Manusia tidak dapat dipisahkan dari lingkungan sehingga aspek lingkungan harus
mendapat perhatian khusus dalam kaitannya untuk menjaga dan memelihara
kesehatan manusia. Lingkungan berkaitan erat dengan stimulus psikologi seseorang
yang akan berdampak pada kesembuhan, karena lingkungan tersebut akan
memberikan dampak baik pada kondisi fisik maupun kondisi psikologis
seseorang(Deden Dermawan dan Rusdi,2013,Hal..40).
H. Konsep Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Faktor Predisposisi
Faktor-faktor predisposisi terjadinya gangguan hubungan sosial, adalah :
Faktor Perkembangan
Pada setiap tahapan tumbuh kembang individu ada tugas perkembangan yang
harus dilalui individu dengan sukses agar tidak terjadi gangguan dalam hubungan
sosial.Tugas perkembangan pada masing-masing tahap tumbuh kembang ini
memiliki karakteristik sendiri. Apabila tugas ini tidak terpenuhi, akan
mencetuskan seseorang sehingga mempunyai masalah respon sosial maladaktif.
System keluarga yang terganggu dapat menunjang perkembangan respon social
maladaktif.Beberapa orang percaya bahwa individu yang mempunyai masalah ini
adalah orang yang tidak berhasil memisahkan dirinya dan orang tua. Norma
keluarga yang tidak mendukung hubungan keluarga dengan pihak lain diluar

keluarga.
Faktor Biologis
Genetic merupakan salah satu factor pendukung gangguan jiwa. Berdasarkan hasil
penelitian, pada penderita skizofrenia 8% kelainan pada struktur otak, seperti
atrofi, pembesaran ventrikel, penurunan berat dan volume otak serta perubahan

struktur lmbik diduga dapat menyebabkan skizofrenia.


Faktor Sosial Budaya
10

Isolasi sosial merupakan faktor dalam gangguan berhubungan. Ini akibat dan
norma yang tidak mendukung pendekatan terhadap orang lain, atau tidak
menghargai anggota masyarakat yang tidak produktif, seperti lansia, orang cacat,
dan penyakit kronik. Isolasi dapat terjadi karena mengadopsi norma, perilaku, dan
system nilai yang berbeda dan kelompok budaya mayoritas. Harapan yang tidak
realistis terhadap hubungan merupakan factor lain yang berkaitan dengan

gangguan ini.
Faktor Komunikasi Dalam Keluarga
Gangguan komunikasi dalam keluarga merupakan factor pendukung untuk
terjadinya gangguan dalam berhubungan sosial.
Dalam teori ini termasuk masalah komunikasi yang tidak jelas yaitu suatu keadaan
dimana seseorang anggota keluarga menerima pesan yang saling bertentangan
dalam waktu bersamaan, ekspresi emosi yang tinggi dalam keluarga yang

menghambat untuk berhubungan dengan lingkungan di luar keluarga.


b. Stressor Presipitasi
Stressor presipitasi umumnya mencakup kejadian kehidupan yang penuh stress sperti
kehilangan, yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhubungan dengan
orang lain dan menyebabkan ansietas. Stressor presipitasi dapat dikelompokkan
dalam kategori :
Stressor Sosial Budaya
Stress dapat ditimbulkan oleh beberapa factor antara factor lain dan factor
keluarga seperti menurunnya stabilitas unit keluarga dan berpisah dari orang yang

berarti dalam kehidupannya, misalnya dirawat di rumah sakit.


Stressor Psikologis
Tingkat kecemasan yang berat akan menyebabkan menurunnya kemampuan
individu untuk berhubungan dengan orang lain. Intensitas kecemasan yang
ekstrim dan memanjang disertai terbatasnya kemampuan individu mengatasi
masalah diyakini akan menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan

(isolasi sosial).
c. Perilaku

11

Adapun perilaku yang bisa mucul pada isolasi sosial berupa : kurang spontan, apatis
(kurang acuh terhadap lingkungan), ekspresi wajah kurang berseri (ekspresi sedih),
afek tumpul. Tidamerawat dan memperhatikan kebersihan diri, komunikasi verbal
menurun atau tidak ada. Klien tidak bercakap-cakap dengan klien lain atau perawat,
mengisolasi diri (menyendiri). Klien tampak memisahkan diri dan orang lain, tidak
atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitar. Pemasukan makanan dan minuman
terganggu, retensi urine dan feses, aktivitas menurun, kurang energi (tenaga), harga
diri rendah, posisi janin saat tidur, menolak hubungan dengan orang lain. Klien
memutuskan percakapan atau pergi jika diajak bercakap-cakap.
d. Sumber Koping
Sumber koping yang berhubungan dengan respon sosial maladaktif termasuk :
keterlibatan dalam berhubungan yang luas di dalam keluarga maupun teman,
menggunakan kreativitas untuk mengekspresikan stress interpersonal seperti
kesenian, music, atau tulisan.
e. Mekanisme Defensif
Mekanisme yang digunakan klien sebagai usaha mengatasi kecemasan yang
merupakan suatu kesepian nyata yang mengancam dirinya.Mekanisme yang sering
digunakan pada isolasi sosial adalah regresi, represi, dan isolasi.

Regresi adalah mundur kemasa perkembangan yang telah lain


Represi adalah perasaan-perasaan dan pikiran-pikiran yang tidak dapat diterima,

secara sadar dibendung supaya jangan tiba di kesadaran.


Isolasi adalah mekanisme mental tidak sadar yang mengakibatkan timbulnya
kegagalan defensif dalam menghubungkan perilaku dengan motivasi atau
pertentangan

antara

sikap

dan

perilaku(Mukhripah

Damaiyanti

dan

Iskandar,2012,Hal.82).
Untuk mengkaji pasien isolasi sosial, kita dapat menggunakan wawancara dan

observasi kepada pasien dan keluarga.


f. Tanda dan Gejala
12

Gejala Subjektif :
Klien menceritakan perasaan kesepian atau ditolak oleh orang lain.
Klien merasa tidak aman berada dengan orang lain.
Respons verbal kurang dan sangat singkat.
Klien mengatakan hubungan yang tidak berarti dengan orang lain.
Klien merasa bosan dan lambat menghabiskan waktu.
Klien tidak mampu berkonsentrasi dan membuat keputusan.
Klien merasa tidak berguna
Klien tidak yakin dapat melangsungkan hidup.
Klien merasa ditolak.
Gejala Objektif :
Klien banyak diam dan tidak mau bicara.
Tidak mengikuti kegiatan.
Banyak berdiam diri dikamar.
Klien menyendiri dan tidak mau berinteraksi dengan orang yang terdekat.
Klien tampak sedih, ekspresi datar dan dangkal.
Kontak mata kurang.
Kurang spontan.
Apatis (acuh terhadap lingkungan).
Ekspresi wajah kurang berseri.
Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan diri.
Mengisolasi diri.
Tidak atau kurang sadar terhadap lingkungan sekitarnya.
Masukan makan dan minuman terganggu.
Aktivitas menurun.
Kurang energy (tenaga).
Rendah diri.
Postur tubuh berubah, misalnya sikap fectus/janin (khususnya pada posisi tidur)(Iyus

Yosep,2011,Hal.231).
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang diangakat adalah :
Isolasi Sosial
Harga Diri Rendah Kronik
Resiko Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi
3. Rencana Tindakan Keperawatan
Diagnosa I
Tujuan
Intervensi

: Isolasi Sosial
: Klien dapat membina hubungan saling percaya
:

Bina hubungan saling percaya dengan mengungkapkan prinsip komunikasi

Terapeutik
Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal
13

Perkenalkan diri dengan sopan


Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
Jelaskan tujuan pertemuan
Jujur dan menepati janji
Tunjukkan sifat empati dari menerima klien apa adanya
Beri perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien

Rasional

: Hubungan saling percaya merupakan dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi selanjutnya (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.86).

Diagnosa II

: Harga Diri Rendah Kronis

Tujuan

: Klien dapat mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang


dimilikinya

Intervensi

Diskusikan kemampuan dan aspek positif yang dimiliki klien


Setiap bertemu klien hindarkan dari memberi nilai negatif
Utamakan memberi pujian yang realistik

Rasional

: Diskusikan tingkat kemampuan klien seperti menilai realistis,


kontrol diri atau integritas ego sebagai dasar asuhan keperawatan.
Pujian yang realistis tidak menyebabkan melakukan kegiatan hanya
karna ingin mendapat pujian (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.46).

Diagnosa III

: Gangguan Sensori Persepsi Halusinasi

Tujuan

: Klien dapat mengenali halusinasinya

Intervensi

Bantu klien mengenal halusinasinya.


Jika menemukan yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada suara yang didengar.
Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan.
Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun perawat sendiri

tidak mendengarnya (dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau menghakimi).


Katakan bahwa klien ada juga yang seperti klien.

14

Rasional

: Mengenal halusinasi memungkinkan klien untuk menghindarkan


faktor pencetus timbulnya halusinasi (Mukhripah Damaiyanti dan
Iskandar,2012,Hal.63).

4. Implementasi
Diagnosa I

: Isolasi Sosial

Mengidentifikasi penyebab isolasi sosial


Berdiskusi dengan klien tentang keuntungan bila berhubungan dengan orang lain
Berdiskusi dengan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan orang lain
Mengajarkan klien cara berkenalan
Menganjurkan klien memasukkan kegiatan latihan berkenalan ke dalam kegiatan
harian

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.91).


Diagnosa II

: Harga Diri Rendah Kronik

Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki pasien.


Membantu pasien menilai kemampuan pasien yang masih dapat digunakan.
Membantu pasien memilih/ menetap kegiatan yang akan dilatih sesuai dengan
kemampuan pasien

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.50).


Diagnosa III

: Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi

Mengidentifikasi jenis halusinasi klien.


Mengidentifikasi isi halusinasi klien.
Mengidentifikasi waktu halusinasi klien.
Mengidentifikasi frekuensi halusinasi klien.
Mengidentifikasi situasi yang dapat menimbulkan halusinasi klien.
Mengidentifikasi respon klien terhadap halusinasi.
Mengajarkan klien menghardik halusinasi.
Menganjurkan klien memasukkan kedalam kegiatan harian

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.69).


5. Evaluasi
Diagnosa I

: Isolasi Sosial

Ekspresi wajah bersahabat menunjukkan rasa senang, ada kontak mata, mau berjabat
tangan, mau menjawab salam, klien mau berdampingan dengan perawat, mau
15

mengutarakan

masalah

yang

dihadapi

(Mukhripah

Damaiyanti

dan

Iskandar,2012,Hal.86).
Diagnosa II

: Harga Diri Rendah Kronik

Klien mampu mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki.


Kemampuan yang dimiliki klien.
Aspek positif keluarga.
Aspek positif lingkungan yang dimiliki klien

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.46).


Diagnosa III

: Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi

Klien dapat menyebutkan isi, waktu, frekuensi timbulnya halusinasi.


Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasi

(Mukhripah Damaiyanti dan Iskandar,2012,Hal.63).

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Isolasi sosial adalah suatu gangguan hubungan interpersonal yang terjadi akibat
adanya kepribadian yang tidak fleksibel yang menimbulkan prilaku maladaktif dan
mengganggu fungsi seseorang dalam hubungan sosial ( Depkes RI, 2000 ).

16

Menarik diri adalah suatu keadaan pasien yang mengalami ketidakmampuan untuk
mengadakan hubungan dengan orang lain atau dengan lingkungan di sekitarnya secara
wajar dan hidup dalam khayalan sendiri yang tidak realistis (Erlinafsiah,2010,Hal.101).
Etiologi isolasi sosial menarik diri memiliki dua faktor yaitu Faktor Predisposisi
(Faktor Tumbuh Kembang, faktor Komunikasi Dalam Keluarga, Faktor Sosial Budaya,
Faktor Biologis) dan Faktor Presipitasi (Faktor Eksternal, Faktor Internal, Perilaku).
Rentang respon isolasi sosial menarik diri : Respon Adaktif (Menyendiri/solitude,
Otonomi, Bekerja Sama, Saling Tergantung / interdependen) dan Respon Maladaktif
(Manipulasi, Implusif, Narkisme).
Tanda Dan Gejala nya berupa : Kurang spontan, Apatis (acuh terhadap lingkungan),
Ekspresi wajah kurang berseri, Tidak merawat diri dan tidak memperhatikan kebersihan
diri, Tidak ada atau kurang komunikasi verbal, Mengisolasi diri, Tidak atau kurang sadar
terhadap lingkungan sekitarnya, Asupan makanan dan minuman terganggu, Retensi urine
dan feces, Aktivitas menurun, Kurang energy (tenaga), Rendah diri, dan Postur tubuh
berubah.

B. Saran
Untuk melakukan asuhan keperawatan jiwa pada masalah isolasi social menarik diri
ini dibutuhkan keterampilan yang sangat baik karena diperlukan ketelitian, ketekunan
dalam mengkaji klien dan juga merumuskan diagnose, intervensi , implementasi dan
evaluasi. Maka dari itu , kita sebagai calon perawat di harapkan dengan adanya makalah ini
dapat membuat kita menjadi lebih paham.

17

18

Anda mungkin juga menyukai