Anda di halaman 1dari 17

BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNTAD

REFERAT
AGUSTUS 2016

KONJUNGTIVITIS GONOREA

Disusun Oleh :

VIRGIAWAN LISTANTO
N 111 14 053

Pembimbing :
dr. FRANGKY BAHARUTAN. Sp.M

DIBAWAKAN DALAM RANGKA MENYELESAIKAN TUGAS


PADA BAGIAN ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS TADULAKO
AGUSTUS
2016

BAB I
PENDAHULUAN
Gonore merupakan penyakit yang mempunyai insidens yang tinggi diantara
penyakit menular seksual yang lain1, penyakit ini tersebar di seluruh dunia secara
endemik, termasuk di Indonesia. Di Amerika Serikat dilaporkan setiap tahun terdapat
1 juta penduduk terinfeksi gonore. Pada umumnya diderita oleh laki-laki muda usia
20 sampai 24 tahun dan wanita muda usia 15 sampai 19 tahun. 2
Gonore adalah gonokok yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879, dan
baru diumumkan tahun 1882, kuman tersebut termasuk dalam group Neisseria.
Gonokok termasuk golongan diplokok berbentuk biji kopi berukuran lebar 0,8U dan
panjang 1,6U, bersifat tahan asam dan Gram negatif, terlihat diluar dan didalam
leukosit, tidak tahan lama di udara bebas, cepat mati dalam keadaan kering, tidak
tahan suhu di atas 39C dan tidak tahan zat desinfektan. Gonokok terdiri dari 4 tipe,
yaitu tipe 1 dan 2 yang mempunyai vili yang bersifat virulen, serta tipe 3 dan 4 yang
tidak mempunyai vili yang bersifat nonvirulen, vili akan melekat pada mucosa epitel
dan akan menimbulkan reaksi sedang. Gonore tidak hanya mengenai alat-alat genital
tetapi juga ekstra genital. Salah satunya adalah konjungtiva yang akan menyebabkan
konjungtivitis, penyakit ini dapat terjadi pada bayi yang baru lahir dari ibu yang
menderita servisitis gonore atau pada orang dewasa, infeksi terjadi karena penularan
pada konjungtiva melalui tangan dan alat-alat. 1
Referat ini di buat agar dapat mengetahui definisi, etiologi, klasifikasi,
patofisiologi, gambaran klinis, penatalaksanaan, penyulit, pencegahan, komplikasi,
dan prognosis dari konjungtivitis gonore.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Konjungtivis gonore adalah suatu radang konjungtiva akut dan hebat dengan
sekret purulen yang disebabkan oleh kuman neisseria gonorrhoeae. 3-5
II.2. ETIOLOGI
Konjungtivitis Gonore kebanyakan mengenai orang dewasa terutama lakilaki, organisme utama yang menyebabkan penyakit ini adalah Gonococcus, namun
terkadang pada beberapa kasus kuman yang ditemukan adalah Staphylococcus aureus
atau Pneumococcus. 1-8
II.3. KLASIFIKASI
Penyakit ini dapat mengenai bayi berumur 1 3 hari, disebut oftalmia
neonatorum, akibat infeksi jalan lahir. Dapat pula mengenai bayi berumur lebih dari
10 hari atau pada anak-anak yang disebut konjungtivitis gonore infantum. Bila
mengenai orang dewasa biasanya disebut konjungtivitis gonoroika adultorum. 3,4

II.4. PATOFISIOLOGI
Konjungtiva adalah lapisan mukosa yang membentuk lapisan terluar mata.
Iritasi apapun pada mata dapat menyebabkan pembuluh darah dikonjungtiva
berdilatasi. Iritasi yang terjadi ketika mata terinfeksi menyebabkan mata

memproduksi lebih banyak air mata. Sel darah putih dan mukus yang tampak di
konjungtiva ini terlihat sebagai discharge yang tebal kuning kehijauan. 6
Perjalanan penyakit pada orang dewasa secara umum, terdiri atas 3 stadium :
1. Infiltratif
2. Supuratif atau purulenta
3. Konvalesen (penyembuhan), hipertrofi papil.
1. Stadium Infiltratif.
Berlangsung 3 4 hari, dimana palpebra bengkak, hiperemi, tegang,
blefarospasme, disertai rasa sakit. Pada konjungtiva bulbi terdapat injeksi
konjungtiva yang lembab, kemosis dan menebal, sekret serous, kadang-kadang
berdarah. Kelenjar preauikuler membesar, mungkin disertai demam. Pada orang
dewasa selaput konjungtiva lebih bengkak dan lebih menonjol dengan gambaran
hipertrofi papilar yang besar. Gambaran ini adalah gambaran spesifik gonore
dewasa. Pada umumnya kelainan ini menyerang satu mata terlebih dahulu dan
biasanya kelainan ini pada laki-laki didahului pada mata kanannya, 4,6
2. Stadium Supurativa/Purulenta.
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra masih
bengkak, hiperemis, tetapi tidak begitu tegang dan masih terdapat blefarospasme.
Sekret yang kental campur darah keluar terus-menerus. Pada bayi biasanya
mengenai kedua mata dengan sekret kuning kental, terdapat pseudomembran
yang merupakan kondensasi fibrin pada permukaan konjungtiva. Kalau palpebra
dibuka, yang khas adalah sekret akan keluar dengan mendadak (memancar

muncrat), oleh karenanya harus hati-hati bila membuka palpebra, jangan sampai
sekret mengenai mata pemeriksa. 4,6
3. Stadium Konvalesen (penyembuhan).
Berlangsung 2 3 minggu, berjalan tak begitu hebat lagi, palpebra sedikit
bengkak, konjungtiva palpebra hiperemi, tidak infiltratif. Pada konjungtiva bulbi
injeksi konjungtiva masih nyata, tidak kemotik, sekret jauh berkurang. 4,6
Pada neonatus infeksi konjungtiva terjadi pada saat berada pada jalan
kelahiran, sehingga pada bayi penyakit ini ditularkan oleh ibu yang sedang
menderita penyakit tersebut. Pada orang dewasa penyakit ini didapatkan dari
penularan penyakit kelamin sendiri.
Pada neonatus, penyakit ini menimbulkan sekret purulen padat dengan masa
inkubasi antara 12 jam hingga 5 hari, disertai perdarahan sub konjungtiva dan
konjungtiva kemotik. 2,4,5,6

II.5. GAMBARAN KLINIS


Pada bayi dan anak
Gejala subjektif : (-)
Gejala objektif :
Ditemukan kelainan bilateral dengan sekret kuning kental, sekret dapat bersifat
serous tetapi kemudian menjadi kuning kental dan purulen. Kelopak mata
membengkak, sukar dibuka dan terdapat pseudomembran pada konjungtiva tarsal.
Konjungtiva bulbi merah, kemotik dan tebal. 3-7,10

Gambar 1. Konjungtivitis gonore pada bayi (Sumber: 2)


Pada orang dewasa
Gejala subjektif :
- Rasa nyeri pada mata.
- Dapat disertai tanda-tanda infeksi umum.
- Biasanya terdapat pada satu mata. Lebih sering terdapat pada laki-laki dan
biasanya mengenai mata kanan.
- Gambaran klinik meskipun mirip dengan oftalmia nenatorum tetapi
mempunyai beberapa perbedaan, yaitu sekret purulen yang tidak begitu
kental. Selaput konjungtiva terkena lebih berat dan menjadi lebih menonjol,
tampak berupa hipertrofi papiler yang besar (gambar 2). Pada orang dewasa
infeksi ini dapat berlangsung berminggu-minggu. 3-7, 10

Gambar 2. Konjungtivitis gonore pada bayi. Sumber: 5


II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
Pada pemeriksaan penunjang dilakukan pemeriksaan sediaan langsung sekret
dengan pewarnaan gram atau Giemsa untuk mengetahui kuman penyebab dan uji
sensitivitas untuk perencanaan pengobatan.
Untuk diagnosis pasti konjungtivitis gonore dilakukan pemeriksaan sekret
dengan pewarnaan metilen biru, diambil dari sekret atau kerokan konjungtiva , yang
diulaskan pada gelas objek, dikeringkan dan diwarnai dengan metilen biru 1% selama
1 2 menit. Setelah dibilas dengan air, dikeringkan dan diperiksa di bawah
mikroskop. Pada pemeriksaan dapat dilihat diplokok yang intraseluler sel epitel dan
lekosit, disamping diplokok ekstraseluler yang menandakan bahwa proses sudah
berjalan menahun. Morfologi dari gonokok sama dengan meningokok, untuk
membedakannya dilakukan tes maltose, dimana gonokok memberikan test maltose
(-). Sedang meningokok test maltose (+).
Bila pada anak didapatkan gonokok (+), maka kedua orang tua harus
diperiksa. Jika pada orang tuanya ditemukan gonokok, maka harus segera diobati. 3,4,

II.7. PENYULIT
Penyulit yang didapat adalah tukak kornea marginal terutama di bagian atas,
dimulai dengan infiltrat, kemudian pecah menjadi ulkus. Tukak ini mudah perforasi
akibat adanya daya lisis kuman gonokok (enzim proteolitik). Tukak kornea marginal
dapat terjadi pada stadium I atau II, dimana terdapat blefarospasme dengan
pembentukan sekret yang banyak, sehingga sekret menumpuk dibawah konjungtiva
palpebra yang merusak kornea dan hidupnya intraseluler, sehingga dapat
menimbulkan keratitis, tanpa didahului kerusakan epitel kornea. Ulkus dapat cepat
menimbulkan perforasi, edofthalmitis, panofthalmitis dan dapat berakhir dengan
ptisis bulbi.
Pada anak-anak sering terjadi keratitis ataupun tukak kornea sehingga sering
terjadi perporasi kornea. Pada orang dewasa tukak yang terjadi sering berbentuk
cincin. 3,4,10
II.8. PENCEGAHAN
1. Skrining dan terapi pada perempuan hamil dengan penyakit menular seksual.
2. Secara klasik diberikan obat tetes mata AgNO3 1% Segera sesudah lahir
(harus diperhatikan bahwa konsentrasi AgNO3 tidak melebihi 1%).
3. Cara lain yang lebih aman adalah pembersihan mata dengan solusio borisi
dan pemberian kloramfenikol salep mata.
4. Operasi caesar direkomendasikan bila si ibu mempunyai lesi herpes aktif saat
melahirkan.
5. Antibiotik, diberikan intravena, bisa diberikan pada neonatus yang lahir dari
ibu dengan gonore yang tidak diterapi. 3,4,6

II.9. PENATALAKSANAAN
Pengobatan dilakukan bila ditemukan diplokokus batang intraseluler pada
pewarnaan gram dan sangat dicurigai konjungtivitis Gonore. Pasien harus dirawat dan
di isolasi serta diberikan pengobatan dengan sebaik-baiknya. Prinsip manajemen dan
follow up pada konjungtivitis Gonore 7 :
a. Konsul pada pediatri
b. Berikan

pengobatan

secara

sistemik

dengan

ceftriaxone

atau

cefotaxime untuk mencegah komplikasi arthritis, meningitis, maupun


sepsis
c. Pengobatan topical dengan bacitracin atau penicillin
d. Lakukan irigasi sesring mungkin untuk membersihkan secret
e. Lakukan follow up dan monitor hingga konjungtivitis benar-benar
sembuh 7,8
Pengobatan Konjungtivitis Gonore dibagi menjadi dua yaitu 9 :
1. Terapi Profilaksis
2. Terapi Kuratif
-

Terapi Profilaksis
1. Evaluasi antenatal
Pemeriksaan menyeluruh pada ibu dan dilakukan pengobatan jika
dicurigai adanya infeksi genital.

2. Evaluasi Natal
Merupakan evaluasi yang paling penting, karena infeksi
konjungtivitis Gonore terjadi saat proses melahirkan
Proses persalinan harus dilakukan dalam keadaan yang
steril atau aseptic

Kelopak mata bayi baru lahir yang dalam kondid=si


tertutup harus selalu dibersihkan dengan steril dan dalam
kondisi kering
3. Evaluasi Postnatal
Berikan salep mata Tetrasiklin 1 % atau Erhytromycin 0,5
% atau solutio Silver Nitrate 1 % (Credes Method) pada
kedua mata bayi segera setelah persalinan
Berikan injeksi Ceftriaxone 50 mg/kg IM atau IV
(maksimal 125 mg) pada bayi lahir dari ibu penderita
gonorrhea yang tidak di terapi 9.
-

Terapi Kuratif
Sebelum dilakukan terapi harus dikonfirmasi infeksi yang terjadi dengan
pemeriksaan sitologi dan kultur swab dengan uji sensitivitas. Jika hasilnya
didapatkan adanya infeksi gonococcal maka dilakukan :
1. Terapi Topikal :
a. Irigasi dengan menggunakan larutan saline (saline lavage)
hingga bersih dari sekret
b. Berikan salep mata Bacitracin 4 kali/hari, karena pada banyak
kasus terjadi resistensi terhadap terapi topical dengan
menggunakan Penicillin. Namun pada kasus dengan uji
sensitivitas didapatkan sensitif terhadap Penicillin, maka dapat
diberikan tetes mata Penicillin 5000 10000 unit /ml,
diberikan setiap lima menit selama 30 menit.
c. Jika infeksi mengenai bagian kornea maka diberikan salep
mata Atrophine Sulphate

2. Terapi Sistemik :
Neonatus dengan Gonococcal Opthalmia harus diterapi selama 7
hari dengan salah satu dari regimen pengobatan berikut :
a. Ceftriaxone 50 mg/kg/hari IV atau IM dosis tungal (pedoman
WHO)
b. Cefotaxime 100 150 mg/kg/hari IV atau IM, setiap 12 jam
c. Ciprofloxacin 10 20 mg/kg/hari atau Norfloxacin 10
mg/kg/hari
d. Jika dari hasil uji sensitivitas didapatkan sensitive terhadap
Penicillin maka dapat diberikan crystalline benzyl penicillin G
50000 unit untuk neonatus aterm dan dengan berat normal.
Untuk neonatus preterm atau BBLR diberikan 20000 unit
secara IM 2 kali/hari selama 3 hari 9.
-

Pengobatan konjungtivitis Gonore dibagi berdasarkan ada atau tidaknya


penyulit pada kornea, yaitu 3 :
1. Gonore tanpa penyulit pada kornea
a. Topikal :
Sebelum diberikan salep atau tetes mata, secret harus dibersihkan terlebih

dahulu dengan larutan saline setiap 15 menit


Salep mata Tetracycline HCl 1 %, Basitrasin, atau Ciprofloxacin 0,3 %
diberikan minimal 6 kali sehari pada neonatus dan diberikan sedikitnya tiap 2 jam
sekali pada penderita dewasa, dilanjutkan 5 kali hingga terjadi resolusi.
Dapat pula dengan pemberian Penisilin tetes mata dalam bentuk larutan
Penisilin G 10000 20000 unit/ml setiap menit selama 30 menit. Dilanjutkan
pemberian salep mata penisilin setiap 1 jam selama 3 hari.

b. Sistemik :
Pada orang dewasa diberikan Penisilin G 4,8 juta IU IM dalam dosis
tunggal ditambah dengan probenecid 1 gram peroral, atau Ampicillin dosis
tunggal 3,5 gram peroral. Pada neonatus dan anak-anak, injeksi Penicillin
diberikan dengan dosis 50.000-100.000 IU/kgBB.
Bila penderita telah resisten atau tidak tahan dengan obat-obatan derivat
Penicillin bisa diberikan Cefriakson 25-50 mg/Kg x 1 dosis, Thiamphenicol 3,5
gram dosis tunggal, atau Tetracycline 1,5 gram dosis initial dilanjutkan dengan 4
kali 500 mg/hari selama 4 hari.
Setiap hari sekret diperiksa dengan mikroskop untuk mengetahui apakah
masih ditemukan diplokokus dalam secret. Pengobatan dihentikan jika pada
pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan 3 kali berturut-turut negatif. Apabila
ada komplikasi kornea, maka biasanya sembuh setelah 5 hari. Apabila ada
komplikasi kornea, konjungtivitis gonore sembuh lebih lama.
2. Gonore dengan penyulit pada kornea.
a. Topikal :
Dapat dimulai dengan salep mata Basitrasin setiap jam, di samping itu
diberikan juga Penisillin subkonjungtiva (kecuali pada anak-anak). Pengobatan
topikal lainnya adalah Ciprofloxacin 0,3% dengan cara pemberian sebagai berikut
:
Hari I

: 1-2 tetes, setiap 15 menit selama 6 jam, selanjutnya diberikan


2 tetes setiap 30 menit.

Hari II

: 2 tetes tiap 1 jam

Hari III-XIV : 2 tetes tiap 4 jam


Obat-obat topikal lain yang dapat diberikan ialah Vancomycin,
Cephaloridin, Gentamycin, Tobramycin, Carbenicillin dan Polymyxin B.

b. Sistemik :
Pengobatan sistemik diberikan seperti pada Gonore tanpa penyulit (ulkus
kornea). Selain obat-obat spesifik untuk Neisseria gonorrhoe dapat diberikan
siklopegik (Scopolamin 0,25 %) 2-3 kali setiap hari untuk menghilangkan nyeri
karena spasme siliar dan mencegah sinekia. Apabila ada bahaya perforasi yang
mengancam (descemetocele) dapat dilakukan operasi flap konjungtiva partial
conjunctiva bridge flap.
Literatur lain menyebutkan pengobatan konjungtivitis gonokokal terdiri
dari Penisilin G 100.000 Unit / kg/hari selama 1 minggu. N. Gonorrhea isolat
yang resisten terhadap penisilin banyak di daerah perkotaan di Amerika Serikat.
Di Afrika, tingkat produksi pencillinase N.Gonorrhea kisaran 18-57% dan banyak
bagian lain dunia (50% sampai 60%). Karena itu generasi ketiga cephalosporin
digunakan selama 7 hari di daerah di mana memproduksi pencillinase strain
endemik. Sebuah dosis tunggal ceftriaxone 50 mg/kg sebagai dosis tunggal
(maksimum 125 mg) adalah sangat efektif dan direkomendasikan oleh pedoman
WHO. Obat alternatif meliputi spectinomycin 25 mg/kg (maksimum 75 mg)
sebagai satu dosis dan kanamycin IM 25 mg/kg (maksimum 75 mg). Ibu yang
terinfeksi juga harus diobati dengan ceftriaxone dosis tunggal (25-50 mg/kg).
Mata bayi harus sering dialiri dengan normal saline untuk menghilangkan
kotoran.
Pengobatan diberhentikan bila pada pemeriksan mikroskopik yang dibuat
setiap hari menghasilkan 3 kali berturut-turut negatif. Pada pasien yang resisten
terhadap penicillin dapat diberikan cefriaksone atau Azithromycin (Zithromax)
dosis tinggi.
Terapi dengan pemberian kortikosteroid baik topikal maupun sistemik
sangat tidak disarankan bahkan termasuk kontraindikasi pada konjungtivitis
Gonore. Karena kortikosteroid memiliki efek samping utama yaitu menekan
fungsi imunitas individu terutama pada bayi yang perkembangan sistem imunnya

belum sempurna dapat mengakibatkan infeksi sekunder dikemudian hari jika


kortikosteroid diberikan dalam dosis yang besar ataupun jangka panjang. Faktor
yang lain kortikosteroid dapat menyebabkan penipisan dari lapisan kornea
sehingga dapat mempercepat terjadinya komplikasi ulkus kornea akibat
N.gonorrhea. Selain itu penggunaan kortikosteroid jangka panjang dapat
menyebabkan rebound phenomenon yang makin memperparah inflamasi setelah
penghentian penggunaan kortikosteroid.
-

Konseling
Konseling adalah hal yang sangat penting untuk semua konjungtivitis

yang bersifat menular, untuk meminimalisir penularan maka kita harus memutus
rantai penularannya, yaitu melalui cuci tangan setelah kontak dengan mata yang
infeksius, penggunaan kontrasepsi untuk kontak seksual yang beresiko,
menggunakan alat pelindung diri jika berada pada lingkungan yang infeksius,
baik melalui kontak, droplet, maupun airborne 8.
Jika konjungtivitis berkaitan dengan Penyakit Menular Seksual (PMS),
penatalaksanaan pada sexual partner juga harus dilakukan untuk meminimlisir
penyebaran penyakit. Penderita dan pasangannya harus dirujuk ke dokter spesialis
yang khusus pada penyakit tersebut. Dokter harus waspada berulangnya kejadian
konjungtivitis Gonore jika tidak dilakukan treatment pada orang tuanya, oleh
karena itu biasanya pasangan tidak diperbolehkan untuk hamil sampai keduanya
dinyatakan benar-benar sembuh dari infeksi N.gonorrhea 8.
Pada kasus ophthalmia neonatorum karena gonococcus, harus segera
dirujuk atau dibawa ke pediatric dan dokter spesialis mata untuk memperoleh
penanganan yang lebih lanjut baik untuk kesembuhan matanya dan pencegahan
terjadinya infeksi yang sistemik pada neonatus 8.

II.10. KOMPLIKASI

Ulkus kornea marginal di bagian atas, dimulai dengan infiltrate, kemudian


pecah menjadi ulkus. Ulkus ini mudah perforasi akibat adanya daya lisis
kuman gonococcal (enzim proteolitik). Ulkus kornea marginal dapat terjadi
pada stadium I atau II.

Blefarospasme akibat pembentukan sekret yang banyak

Keratitis yang terjadi tanpa didahului kerusakan epitel kornea akibat


penumpukan sekret dibawah konjungtiva palpebra yang merusak kornea

Ulkus

yang

mengalami

perforasi

dapat

menyebabkan

terjadinya

endoftalmitis, panoftalmitis, dan dapat berakhir dengan kebutaan total

Pada dewasa disebabkan infeksi sendiri dengan penyulit keratitis, ulkus


kornea, arthritis, meningitis, dan sepsis 3

II.11. PROGNOSIS
Bila pengobatan diberikan secepatnya dengan dosis yang cukup, Gonore
akan sembuh tanpa komplikasi. Bila pengobatan diberikan terlambat atau kurang
intensif maka kesembuhan mungkin dapat disertai dengan sikatriks kornea dan
penurunan tajam pengelihatan yang menetap atau bahkan terjadi kebutaan 3.

DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda, Adhi, Mochtar, Aisah, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi
Keenam. FKUI, Jakarta: 2011.
2. Anonim. Gonorchea. http://www.afraidtoask.com/std/gonorchea.html. Diakses
tanggal 22 Agustus 2016.
3. Ilyas, Sidarta. DSM. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 4, Balai Penerbit FKUI,
Jakarta: 2011.
4. Ilyas, Sidarta, Tanzil, Muzakkir, Salamun, Azhar, Zainal. Sari Ilmu Penyakit
Mata. Balai Penerbit FKUI, Jakarta: 2000.
5. Voughan, Daniel G, Asbury, Taylor. Riordan-Eva, Paul. Oftalmologi Umum
(General Ophthalmology). Ed. 14. Widya Medika, Jakarta : 2000. 103-5.
6. Malika,PS,
Neonatal
Conjunctivitis.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4170304/ . Diakses tanggal 22
Agustus 2016.
7. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011-2013. Practicing
Ophthalmologists Curriculum, Cornea / External Diseases, The Eye MD
Association
8. Americans Academy of Ophthalmology (AAO). 2011. Preferred Practice
Pattern, Conjunctivitis Limited Revision, The Eye MD Association.
9. Khurana, AK. 2007. Diseases of the Conjunctiva. In: Comprehensive
Opthalmology Fourth Edition. New Delhi : New Age International Publishers.
10. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi ketiga, FKUI, Jakarta:
2005.

Anda mungkin juga menyukai