merupakan suatu penyakit pada bayi yang lahir prematur yang mempunyai gejala
klinis sesak napas ketika lahir. Penyakit ini disebabkan oleh kekurangan dari zat
surfaktan. Nama lain dari penyakit ini adalah surfactan deficiency disease.
Gambaran klinis
Gejala muncul pada 2 jam pertama sejak lahir.
Gejala
yang muncul >8jam bukan disebabkan oleh HMD.
Dengan penanganan yang
baik, perbaikan yang bertahap terjadi setelah 48-72 jam. Gambaran Radiologi
Bomsel membagi HMD ke dalam 4 -Grade 1: Gambaran retikulogranular yang
sangat halus dan sulit dilihat dengan sedikit gambaran air -Grade 2: Gambaran
retikulogranular yang secara homogen terdistribusi di kedua lapang paru.
Gambaran air bronchogram jelas, luas, dan bertumpang tindih dengan bayangan
jantung. Ada penurunan aerasi -Grade 3: Pengelompokan alveoli yang kolaps
membentuk gambaran nodul-nodul berdensitas tinggi yang cenderung menyatu.
Pada keadaan yang sangat ekstensif, gambaran air bronchogram terlihat di bawah
diafragma. Radiolusensi paru sangat menurun sehingga bayangan jantung sulit
-Grade 4: Opasitas yang komplit pada kedua lapang paru dengan gambaran air
bronchogram yang ekstensif. Bayangan jantung tidak dapat dilihat lagi
Saat janin/fetus berada di dalam kandungan maka plasenta berfungsi sebagai organ
respirasi bagi fetus, namun untuk dapat beradaptasi pada lingkungan ekstra uterine, maka
paru-paru fetus akan mengalami fase-fase perkembangan.
Fase terakhir dari perkembangan paru-paru fetus adalah periode sacus terminalis
dimana terjadi perkembangan alveolar pada minggu ke 24 sampai janin berusia aterm dan
siap untuk dilahirkan. Gerak pernafasan janin terjadi pada periode sebelum itu.
Sistem pernafasan janin mulai dibentuk pada usia kehamilan 6 minggu. Saluran
udara yang terdapat dalam paru-paru mulai dibentuk pada usia kehamilan 7 minggu.
Pada usia kehamilan 10 minggu, semua organ penting yang telah terbentuk dalam
tubuh mulai bekerjasama, termasuk jantung dan paru-paru.
Usia kehamilan 25 minggu, janin mengalami cegukan sebagai tanda sedang latihan
bernafas, menghirup dan mengeluarkan air ketuban. Jika air ketuban tertelan, maka janin
akan cegukan. Saluran darah di paru-paru semakin berkembang. Fungsi menelan dan indra
penciuman semakin membaik dan hidung janin (nostrils) sudah mulai berfungsi.
Pada usia kehamilan 28 minggu, paru-paru janin belum sempurna, namun apabila
janin lahir, kemungkinan besar janin tersebut telah dapat bertahan hidup.
Pada usia kehamilan 36 minggu, saat ini paru-paru janin sudah bekerja dengan baik
bahkan sudah siap untuk dilahirkan.
Pada usia kehamilan 37 minggu, janin sedang belajar untuk melakukan pernafasan
walaupun pernafasannya masih dilakukan di dalam air.
Pada usia kehamilan 38-40 minggu, proses pembentukan telah berakhir dan janin
telah siap untuk dilahirkan
Anatomi dan Fisiologi Sistem Pernafasan Janin
Suplai Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi sel dan membuang kelebihan
karbondioksida. Pertukaran gas antara oksigen dengan karbondioksida dilakukan agar
proses respirasi sel terus berlangsung.
Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernafasan,
sehingga mengakibatkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa maka menyebabkan stres pada bayi yang
sebelumnya sudah mulai mengalami gangguan.
Jalannya udara pernafasan bayi
Udara masuk melalui lubang hidung setelah itu melewati nasofaring kemudian
melewati oralfaring lalu melewati glotis kemudian masuk ke trakea menuju masuk ke
percabangan trakea yang disebut bronchus lalu masuk ke percabangan bronchus yang
disebut dengan bronchiolus dimana udara berakhir pada ujung bronchus berupa gelembung
udara yang disebut alveolus.
Pertukaran udara yang sebenarnya terjadi di alveoli. Dalam paru-paru orang dewasa
terdapat sekitar 300 juta alveoli, dengan luas permukaan sekitar 160 m2 atau sekitar 1 kali
luas lapangan tenis atau luas 100 kali dari kulit.
Alveolus adalah kantung berdinding tipis yang mengandung udara, melalui seluruh
dinding inilah terjadi pertukaran gas. Lubang-lubang kecil di dalam dinding alveolar
memungkinkan udara melewati satu alveolus yang lain.
Adaptasi Fisik Pada Bayi Baru Lahir
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan
kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus, proses ini terus
berlanjut sampai sekitar 8 bulan.
Janin memperlihatkan adanya gerakan nafas sepanjang trimester II dan III. Sebelum
janin berusia 24 minggu, kondisi paru-paru yang tidak matang akan mengurangi
kelangsungan hidup bayi baru lahir. Hal ini disebabkan karena keterbatasan permukaan
alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak tercukupinya jumlah
surfaktan.
Faktor-faktor yang berperan dalam menstimulasi pernafasan
Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang
merangsang pusat pernafasan di otak.
Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi karena kompresi paru-paru selama
persalinan, merangsang masuknya udara ke dalam paru-paru secara mekanis. Interaksi
antara sistem pernafasan, kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernafasan
yang teratur dan berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
Setelah bayi lahir, kadar CO2 dalam darah akan meningkat sehingga merangsang
usaha bayi untuk bernafas. Berkurangnya kadar oksigen akan mengurangi gerakan
pernafasan janin, tetapi sebaliknya kenaikan karbondioksida akan menambah frekuensi dan
tingkat gerakan pernafasan janin.
Dengan beberapa kali tarikan nafas yang pertama membuat udara memenuhi
ruangan trakea dan bronkus bayi baru lahir.
Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh limfe
dan darah.
Patofisiologi
Surfaktan merupakan zat yang berasal dari lipoprotein yang terdapat dalam alveoli
dan bronkiolus, yang berfungsi untuk membantu menurunkan tegangan permukaan,
mempertahankan patensi alveoli, dan mencegah kolaps alveoli, khususnya pada akhir
ekspirasi.
Perkembangan akhir jalan nafas neonatus terjadi pada masa kehamilan 27 minggu,
namun otot-otot intercostae masih lemah dan pasokan udara ke dalam alveoli serta kapiler
masih belum matur.
Cedera paru dan reaksi inflamasi yang diakibatkan menimbulkan edema dan
pembengkakan pada ruang interstitial sehingga pertukaran gas antara kapiler dan alveoli
yang masih berfungsi akan terganggu.
menyebabkan pintasan (shunt) dari kiri ke kanan. Pintasan tersebut akan memperberat
keadaan hipoksia.
Paru-paru bayi yang belum matur, sedangkan laju metabolik bayi juga mengalami
kenaikan mengakibatkan bayi harus menggunakan lebih banyak energi untuk melakukan
ventilasi alveoli yang kolaps. Kondisi tersebut akan meningkatkan kebutuhan oksigen dan
menimbulkan sianosis pada bayi.
Gambaran Klinis
Gerakan pernafasan yang tidak biasa (retraksi interkostalis, ketika menghirup udara,
otot dinding dada tertarik).
Apnoea.
Syok
Keterangan:
Skor > 7 : Ancaman gagal nafas. Pemeriksaan gas darah harus dilakukan
KOMPLIKASI
Komplikasi jangka pendek (akut):
Ruptur alveoli
Infeksi
PDA
Retinopathy Prematur
Penatalaksanaan
1. Resusitasi Adekuat:
Pengembangan paru dengan tekanan positif jika upaya pernafasan spontan tidak mengembangkan paru
secara sempurna dan bantuan ventilasi dengan campuran oksigen dan udara untuk mempertahankan
PO2 arteri antara 50-70 mmHg. Bantuan ventilasi harus dilanjutkan sampai bayi tersebut dapat
mempertahankan PCO2 dan bernafas secara spontan.
2. Dukungan umum:
Bayi harus dirawat dalam lingkungan bersuhu netral dan hangat. Konsumsi cairan harus tetap dipantau
sampai dengan cairan paru diserap dan diuresis sempurna. Umumnya pemberian 60-80 ml/kg/hari
larutan glukosa 10% cukup adekuat untuk bayi; jumahnya harus dinaikan jika kadar natrium meningkat.
Natrium klorida biasanya tidak diperlukan, karena neonatus memiliki volume cairan ekstraseluler yang
besar, sehingga natrium relative berlebih. Jika tekanan arteri tetap rendah (pada awal penyakit) dan
sirkulasi perifer tidak adekuat, yang dinilai dari pengisian kapiler yang buruk, volume yang bersirkulasi
dapat ditingkatkan dengan cairan koloid. Infus dopamine (5-20 g/kg/menit) dapat membantu
mempertahankan sirkulasi, terutama pada BBLR (Bayi Berat badan Lahir Rendah).
3. Dukungan pernafasan:
Cara untuk meningkatkan PO2 arteri pada bayi dengan HMD adalah meningkatkan PO2 alveolus dalam
unit paru yang sedang mengalami ventilasi yang buruk. Hal ini dapat dicapai dengan meningkatkan
oksigen inspirasi atau memberikan tekanan positif ke paru dan meningkatkan ventilasi dalam unit paru
yang sedang mengalami ventilasi yang buruk. Tekanan oksigen inspirasi harus dipertahankan tepat untuk
mempertahankan tekanan oksigen arteri antara 50-70 mmHg. Atelektasis progresif adalah ciri khas dari
HMD, distensi paru adalah terapi yang paling cepat dapat dilakukan. Jika bayi banyak bergerak, hal
tersebut dapat dicapai dengan memberikan tekanan jalan nafas kontinu (CPAP) melalui slang nasal atau
slang endotrakea.
4. Pergantian Surfaktan:
HMD dapat dicegah dengan memasukan surfaktan paru saat lahir ke dalam paru bayi yang dilahirkan
dengan resiko tinggi paru imatur. Terdapat 4 jenis surfaktan, yaitu:
Surfaktan eksogen sintetik, memiliki 2 jenis yaitu KL4 (sinapultide) dan rSPC
(Venticute).
PENCEGAHAN
Daftar Pustaka
produksi surfaktan oleh sel pneumosit tipe II. (4) Insidensinya berkurang pada
pemberian steroid / thyrotropin releasing hormon pada ibu. (4) 2.3 Etiologi dan
Patofisiologi 2.3.1 Pembentukan Paru dan Surfaktan Pembentukan paru dimulai
pada kehamilan 3 - 4 minggu dengan terbentuknya trakea dari esofagus. Pada 24
minggu terbentuk rongga udara yang terminal termasuk epitel dan kapiler, serta
diferensiasi pneumosit tipe I dan II. Sejak saat ini pertukaran gas dapat terjadi
namun jarak antara kapiler dan rongga udara masih 2 -3 kali lebih lebar dibanding
pada dewasa. Setelah 30 minggu terjadi pembentukan bronkiolus terminal, dengan
pembentukan alveoli sejak 32 34 minggu. (4) Surfaktan muncul pada paru-paru
janin mulai usia kehamilan 20 minggu tapi belum mencapai permukaan paru.
Muncul pada cairan amnion antara 28-32 minggu. Level yang matur baru muncul
setelah 35 minggu kehamilan. (9) Surfaktan mengurangi tegangan permukaan pada
rongga alveoli, memfasilitasi ekspansi paru dan mencegah kolapsnya alveoli selama
ekspirasi. Selain itu dapat pula mencegah edema paru serta berperan pada sistem
pertahanan terhadap infeksi. (4),(9) Komponen utama surfaktan adalah
Dipalmitylphosphatidylcholine (lecithin) 80 %, phosphatidylglycerol 7 %,
phosphatidylethanolamine 3 %, apoprotein (surfactant protein A, B, C, D) dan
cholesterol. Dengan bertambahnya usia kehamilan, bertambah pula produksi
fosfolipid dan penyimpanannya pada sel alveolar tipe II.(9) Protein merupakan 10 %
dari surfaktan., fungsinya adalah memfasilitasi pembentukan film fosfolipid pada
perbatasan udara-cairan di alveolus, dan ikut serta dalam proses perombakan
surfaktan. (4),(13) Gambar 2.1. Metabolisme surfaktan. (10) Surfaktan disintesa dari
prekursor (1) di retikulum endoplasma (2) dan dikirim ke aparatus Golgi (3) melalui
badan multivesikular. Komponen-komponennya tersusun dalam badan lamelar (4),
yaitu penyimpanan intrasel berbentuk granul sebelum surfaktan disekresikan.
Setelah disekresikan (eksositosis) ke perbatasan cairan alveolus, fosfolipid-fosfolipid
surfaktan disusun menjadi struktur kompleks yang disebut mielin tubular (5). Mielin
tubular menciptakan fosfolipid yang menghasilkan materi yang melapisi perbatasan
cairan dan udara (6) di alveolus, yang menurunkan tegangan permukaan. Kemudian
surfaktan dipecah, dan fosfolipid serta protein dibawa kembali ke sel tipe II, dalam
bentuk vesikel-vesikel kecil (7), melalui jalur spesifik yang melibatkan endosom (8)
dan ditransportasikan untuk disimpan sebagai badan lamelar (9) untuk didaur
ulang. Beberapa surfaktan juga dibawa oleh makrofag alveolar (10). Satu kali transit
dari fosfolipid melalui lumen alveoli biasanya membutuhkan beberapa jam.
Fosfolipid dalam lumen dibawa kembali ke sel tipe II dan digunakan kembali 10 kali
sebelum didegradasi. Protein surfaktan disintesa sebagai poliribosom dan
dimodifikasi secara ekstensif di retikulum endoplasma, aparatus Golgi dan badan
multivesikular. Protein surfaktan dideteksi dalam badan lamelar sebelum surfaktan
disekresikan ke alveolus. (10),(4) 2.3.2 Etiologi HMD Kegagalan mengembangkan
functional residual capacity (FRC) dan kecenderungan dari paru yang terkena untuk
mengalami atelektasis berhubungan dengan tingginya tegangan permukaan dan
absennya phosphatydilglycerol, phosphatydilinositol, phosphatydilserin,
phosphatydilethanolamine dan sphingomyelin. (4) Pembentukan surfaktan
dipengaruhi pH normal, suhu dan perfusi. Asfiksia, hipoksemia, dan iskemia
asfiksia sekunder dari apnea atau kegagalan respirasi muncul bila ada progresi yang
cepat dari penyakit. Kondisi ini jarang menyebakan kematian pada bayi dengan
kasus berat. Tapi pada kasus ringan, tanda dan gejala mencapai puncak dalam 3
hari. Setelah periode inisial tersebut, bila tidak timbul komplikasi, keadaan respirasi
mulai membaik. Bayi yang lahir pada 32 33 minggu kehamilan, fungsi paru akan
kembali normal dalam 1 minggu kehidupan. Pada bayi lebih kecil (usia kehamilan 26
28 minggu) biasanya memerlukan ventilasi mekanik. (4) ,(9) Perbaikan ditandai
dengan diuresis spontan, dan kemampuan oksigenasi pada kadar oksigen lebih
rendah. Kematian jarang terjadi pada 1 hari pertama, biasanya terjadi pada hari
kedua sampai ketujuh, sehubungan dengan adanya kebocoran udara alveoli
(emfisema interstitial, pneumothorax) perdarahan paru atau intraventrikular. (9)
Kematian dapat terjadi setelah beberapa minggu atau bulan bila terjadi
bronchopulmonary displasia (BPD) pada penderita dengan ventilasi mekanik (HMD
berat). (9) 2.6 Diagnosis 2.6.1 Gejala klinis Bayi kurang bulan (Dubowitz atau New
Ballard Score) disertai adanya takipneu (>60x/menit), retraksi kostal, sianosis yang
menetap atau progresif setelah 48-72 jam pertama kehidupan, hipotensi,
hipotermia, edema perifer, edema paru, ronki halus inspiratoir. (2) Manifestasi klinis
berupa distress pernafasan dapat dinilai dengan APGAR score (derajat asfiksia) dan
Silverman Score. Bila nilai Silverman score > 7 berarti ada distress nafas, namun
ada juga yang menyatakan bila nilainya > 2 selama > 24 jam. (2),(12) Tabel 2.1
Silverman score (3) Grade Gerakan dada atas Dada bawah (retraksi ICS) Retraksi
epigastrium PCH Grunting 0 sinkron - - - - 1 Tertinggal pada inspirasi ringan ringan
minimal Terdengar pada stetoskop 2 See-saw jelas jelas jelas Terdengar tanpa
stetoskop 2.6.2 Gambaran Rontgen Berdasarkan gambaran rontgen, paru-paru
dapat memberikan gambaran yang karakteristik, tapi bukan patognomonik, meliputi
gambaran retikulogranular halus dari parenkim dan gambaran air bronchogram
tampak lebih jelas di lobus kiri bawah karena superimposisi dengan bayangan
jantung. Awalnya gambaran rontgen normal, gambaran yang tipikal muncul dalam
6-12 hari. (9) Gambaran rontgen HMD dapat dibagi jadi 4 tingkat (12): Stage I :
gambaran reticulogranular Stage II : Stage I disertai air bronchogram di luar
bayangan jantung Stage III : Stage II disertai kesukaran menentukan batas jantung.
Stage IV : Stage III disertai kesukaran menentukan batas diafragma dan thymus.
Gambaran white lung. Gambar 2.7 RDS klasik. (8) Thoraks berbentuk seperti
lonceng karena aerasi tidak adekuat ke seluruh bagian paru. Volume paru
berkurang, parenkim paru menunjukkan pola retikulogranular difus, serta adanya
gambaran air bronchogram sampai ke perifer. Gambar 2.8 RDS sedang. (8)
Gambaran retikulogranular lebih jelas dan terdistribusi secara uniform. Paru
mengalami hipoaerasi disertai peningkatan air bronchogram. Gambar 2.9 RDS
berat. (8) Gambaran opak retikulogranuler pada kedua paru. Air bronchogram
nyata, gambaran jantung sukar dinilai. Terdapat area kistik di paru kanan,
menunjukan alveoli yang berdilatasi atau awal dari pulmonary interstitial
emphysema (PIE). 2.6.3 Laboratorium Dari pemeriksaan laboratorium, pemeriksaan
Hb, Ht dan gambaran darah tepi tidak menunjukan tanda-tanda infeksi. Kultur darah
tidak terdapat Streptokokus. Analisis gas darah awalnya dapat ditemukan
gambaran opak noduler kasar difus, serta area emfisema fokal. Berbeda dengan
gambaran opak granuler halus pada RDS. Paru-paru biasanya hiperaerasi. 2.7.4
Lain-lain Penyakit jantung sianotik ( anomali total aliran balik vena pulmonal),
sirkulasi fetal yang persisten, sindroma aspirasi, pneumotorax spontan, efusi pleura,
eventrasi diafragma, dan kelainan kongenital seperti malformasi kistik
adenomatoid, limfangiektasi pulmonal, hernia diafragma, atau emfisema lobaris
harus dipertimbangkan, dan untuk membedakannya diperlukan gambaran rontgen.
(9) Proteinosis alveoli kongenital adalah kelainan familial yang jarang dan kadang
muncul sebagai respiratory distress syndrome (RDS) yang berat dan mematikan.
Perdarahan paru, sepsis. (9) Hal-hal yang dapat menimbulkan edema paru seperti
PDA, obstruction of pulmonary venous drainage, hypoplastic left heart syndrome,
dan edema pulmo neurogenik, sekunder darimperdarahan intracranial. (8) Hal-hal
yang diasosiasikan dengan hipoaerasi paru seperti sedasi ibu, hipoksemia berat,
hipotermia, kerusakan CNS. Keadan ini tidak menimbulkan gambaran opak granular
bilateral pada rontgen thoraks (berbeda dengan RDS). (8) Tabel 2.2 Diagnosis
banding HMD (4) predisposisi Usia kehamilan Derajat distress Mulainya gejala
Hipoksemia Hipecapnea Respon terhadap O2 Respon terhadap IPPV Suara nafas
Tanda infeksi Rontgen dada HMD prematur preterm +++/++++ Beberapa jam ++/
++++ +/+++ ++ Membaik Turun, crackles - kabur Air bronchogram granuler TTN
SC ibu overhidrasi Full term Near term ++ Beberapa jam + -/+ +++ Bukan indikasi
crackles - Kabur Vaskular marking Cardiomegali pneumonia Ibu mengalami infeksi
Preterm Full term ++/++++ Hari pertama / lebih ++/++++ +/++ ++ Variabel,
mungkin membaik Turun crackles + Bercak / granuler Efusi pleura MAS Fetal
distress Full term Post term ++/+++ Sejak lahir +/++++ +/+++ ++ Variabel,
mungkin membaik Crackles. Suara bronkial - Bercak Hiperinflasi PPHN Asfiksia :MAS
Sepsis Paru hipoplastik Full term ++/+++ Hari pertama ++++ -/+ +/++++
Membaik disertai hiperventilasi Memburuk dengan tekanan berlebihan variabel -/+
Variabel Kebocoran udara paru Ventilasi tekanan positif Preterm Full term +/++++
Variabel +/++++ +/++++ ++ variabel Turun asimetris - Kolaps paru Mediastinal
shiftnaik sampai dikoreksi CHD PBF naik ? Full term Preterm +/+++ Variabel : 2-3
hari + +/++ ++ Variabel, mungkin membaik Normal crackles - Kabur, turun sampai
dikoreksivaskular marking Cardiomegali PBF turun ? Full term Preterm -/+ Hari
pertama ++/++++ - -/+ Tidak ada, memburuk dengan tekanan berlebihan normal Gelap Vascular marking 2.8 Pencegahan 2.8.1 Mencegah kelahiran prematur Yang
terpenting adalah mencegah prematuritas, seperti menghindari operasi caesar yang
tidak perlu, penganan yang baik dari kehamilan dan persalinan yang berisiko tinggi,
prediksi dan terapi intra uterin dari imaturitas paru-paru. (9) Menurut Goldenberg,
hal-hal yang dapat meningkatkan resiko terjadinya kelahiran prematur adalah, ibu
yang merokok, abnormalitas ductus Mulerian, ibu yang bekerja terlalu keras selama
kehamilan. Pemberian preparat Fe mencegah ibu mengalami anemia, hal ini
ternyata dapat mengurangi angka kelahiran prematur. Pada 10 % wanita hamil yang
menjalani apus vagina pada kehamilan 24 27 minggu, ditemukan fibronektin yang
merupakan penanda terjadinya infeksi. Infeksi dapat menimbulkan kelahiran yang
prematur, oleh karena itu sedang dilakukan penelitian apakah aman bila ibu hamil
dengan infeksi diberikan terapi metronidazol. (5) Pada saat menentukan waktu
untuk induksi persalinan atau operasi caesar, perkiraan lingkar kepala fetus dengan
USG dan penentuan konsentrasi lecithin pada cairan amnion dengan rasio lecithin :
sphingomyelin, menurunkan kemungkinan lahirnya bayi prematur. Pemantauan
intrauterin antenatal dan intrapartum menurunkan kemungkinan terjadinya asfiksia,
yang dikaitkan dengan meningkatnya insidensi dan beratnya HMD. (9) 2.8.1.1
Cervical cerclage Wanita yang pernah mengalami keguguran pada trimester kedua
> 3x, atau kelahiran prematur tanpa alasan yang jelas, mungkin mengalami
inkompetensi servik. Bila ditemukan servik berdilatasi dengan membran (ketuban)
uth dan tanpa tanda-tanda infeksi, harus dipertimbangkan untuk segera melakukan
cervical cerclage. Dapat dilakukan ultrasound untuk menentukan panjang servik,
sehingga dapat memprediksi kelahiran prematur, dan melakukan cervical cerclage
untuk mencegahnya. (5) 2.8.1.2 Antibiotik untuk ibu Pemberian antibiotik untuk
preterm prelabour rupture of the membrane (ketuban pecah sebelum waktu), dapat
mengurangi insidensi kelahiran premature, infeksi neonatus dan perdarahan
periventrikular, namun tidak berpengaruh terhadap kematian perinatal, dan efeknya
terhadap insidensi RDS masih dipertanyakan. Keuntungan pemberian antibiotik
lebih banyak dari efek buruknya. Karena itu dapat diberikan eritromisin 500 mg qds
ditambah amoxicillin / clavulanic acid (Augmentin) 375 mg qds untuk 7 hari. Apabila
organisme penyebab diperkirakan Mycoplasma hominis, dapat diberikan klindamisin
150 mg qds selama 7 hari. (5) 2.8.1.3 Tokolitik Pemberian ritrodine memperlambat
persalinan selama 24 jam namun tidak mengurangi resiko RDS atau kematian
perinatal. Penggunaannya dibatasi dalam waktu singkat untuk mempersiapkan
kelahiran prematur dan memberikan sterooid antenatal. Efek sampingnya antara
lain edema paru. Pemberian merupakan kontra indikasi bagi wanita dengan
penyakit jantung, hipertiroid, dan diabetes. Untuk wanita-wanita tersebut dapat
diberikan indometasin sebagai tokolitik. (5) 2.8.2 Membantu pematangan paru
Menurut Gulck dan Kulovich (1973), cairan paru-paru fetus merupakan bagian yang
penting dari cairan amnion. Insidensi HMD hanya 0,5 % bila rasio lecithin :
sphingomyelin > 2, namun hampir 100 % bila rasionya <>(4) Clements et al (1972)
menentukan ada tidaknya surfaktan pada cairan amnion dengan melakukan tes
kocok. Dasar dari tes ini adalah sifat surfaktan yang membentuk buih yang stabil
bila ada ethanol. Sejumlah cairan amnion diencerkan berseri dengan ethanol 95 %.
Masing-masing dikocok 15 detik, diamkan 15 menit. Adanya cincin buih yang tidak
terputus pada meniskus pada tiga tabung pertama atau lebih berarti positif (paruparu matur). (4),(6) Untuk mengetahui maturitas paru, dapat juga dilakukan
pemeriksaan ada tidaknya phosphatydilglycerol dari cairan amnion.
Phosphatydilglycerol muncul di cairan amnion pada usia kehamilan 36 minggu.
Keberadaannya menunjukan kematangan paru. (4) Tabel 2. 3 Biochemical Assays
untuk kematangan paru (6) Imatur Matur Lecithin/sphingomyelin <> > 2
Konsentrasi L total <> > 2,5 mg/100 ml Konsentrasi L disaturasi <> > 35 nM/ml
Phosphatydilglycerol Pellet pada 10.000xgr % dari phospholipids total
Determinasi enzimatik Absent <> <> Present > 3 % > 10 nM/ml Konsentrasi as.
palmitat <> > 0,072 nM/L As. palmitat/as. stearat <> > 5,0 Konsentrasi PL total <>
> 2,8 mg / 100 ml PL phosphorus total <> > 0,140 mg / 100 ml PAPase <> > 0,50
Surfaktan dengan MW-apoprotein tinggi <> > 30 % term pool Tabel 2.4 Biophysical
Assays untuk kematangan Paru (6) Imatur Matur Kompresi-dekompresi permukaan
cairan > 25 mN.m-1 S <> < 20 mN.m-1 S > 0,85 Tes kocok (foam stability test)
Negative pada 1:1 Positif pada 1:2 Index Kestabilan buih <> > 0,47 Kecepatan
aliran kapiler <> > 66 detik Tes formasi globuler lipid pada <> > 460 ul Polarisasi
fluoresensi (mikroviskositas) <> > 0,340 OD650 nm <0,15 > 0,15 2.8.2.1
Corticosteroid Pemberian dexamethasone atau betamethasone pada ibu hamil 48
72 hari sebeum melahirkan fetus berusia 32 minggu kehamilan atau kurang
menurunkan insidensi, mortalitas dan morbiditas HMD. Corticosteroid dapat
diberikan secara intramuskular pada wanita hamil yang kadar lecithin pada cairan
amnionnya menunjukan imaturitas paru-paru, dan bagi yang direncanakan akan
melahirkan 1 minggu kemudian, atau persalinan akan ditunda 48 jam atau lebih. (9)
Steroid berikatan dengan reseptor spesifik di sel paru-paru dan merangsang
produksi phosphatydilcholine ole sel tipe II. Proses ini membutuhkan waktu, karena
itulah efektifitas steroid berkurang bila diberikan kurang dari 24 jam sebelum
melahirkan. Efektifitasnya juga berkurang bila diberikan pada usia kehamilan lebih
dari 34 minggu, dan efeknya hilang pada 7 -10 hari setelah pemberian. Keuntungan
terbesar didapatkan bila interval pemberian dengan kelahiran lebih dari 48 jam
namun kurang dari 7 hari. Pemberian steroid tidak mempengaruhi insidensi
penyakit paru kronis namun menurunkan kejadian perdarahan intracranial sehingga
menurunkan insidensi cerebral palsy di kemudian hari. (5) ,(4) Semua wanita
dengan usia kehamilan 23 34 minggu yang diperkirakan beresiko akan melahirkan
dalam 7 hari, diberikan kortikosteroid. Dapat diberikan bethametasone 12 mg IM
diulang setelah 24 jam (total dosis 24 mg selama 24 48 jam diperbolehkan). Dapat
juga diberikan dexamethasone 6 mg IM tiap 12 jam untuk 4 dosis. Terapi tidak
disarankan untuk diulang dalam jangka waktu 7 hari. Kontraindikasi pemberian
steroid adalah ibu dengan tirotoksikosis, kaediomiopati, infeksi aktif atau
chorioamnionitis. Diabetes, preeklamsi, preterm prelabour rupture of the membran,
dan chorioamnionitis dalam terapi bukan merupakan kontraindikasi pemberian
steroid. (5),(13) Terapi glukokortikoid prenatal menurunkan deratnya RDS dan
menurunkan insidensi komplikasi prematuritas yang lain seperti perdarahan
intraventrikular, patent ductus arteriosus (PDA), pneumothorax, dan enterokolitis
nekrotikan, tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan neonatus,
mekanisme atau pertumbuhan paru, ataupun insidensi infeksi. Glukokortikoid
prenatal dapat beraksi sinergis dengan terapi surfaktan eksogen posnatal. (9)
2.8.2.2 Lain-lain Bahan bahan lain yang dapat mempercepat pematangan paru
adalah hormon tiroid, epidermal growth factor, dan cyclic adenosine
monophosphate. Bahan bahan tersebut dapat memacu sintesa surfaktan, namun
penggunaannya sangat jarang. (4) 2.9 Terapi Terapi terutama ditujukan pada
pertukaran O2 dan CO2 yang tidak adekuat di paru-paru, asidosis metabolik dan
kegagalan sirkulasi adalah manifestasi sekunder. Beratnya HMD akan berkurang bila
dilakukan penanganan dini pada bayi BBLR, terutama terapi asidosis, hipoksia,
hipotensi dan hipotermia. (9) Kebanyakan kasus HMD bersifat self-limiting, jadi
tujuan terapi adalah untuk meminimalkan kelainan fisiologis dan masalah iatrogenik
yang memperberat. Penanganan sebaiknya dilakukan di NICU. (9) 2.9.1 Resusitasi di
tempat melahirkan Resusitasi adekuat di kamar bersalin untuk semua kelahiran
prematur. Mencegah perinatal asfiksia yang dapat mengganggu produksi surfaktan.
Mencegah terjadinya hipotermia dengan menjaga suhu bayi sekitar 36,5-37,5
derajat Celcius di mana kebutuhan oksigen berada pada batas minimum. (9),(4)
Pemberian obat selama resusitasi : (13),(5) Adrenalin 10 microgram /kg (0,1 mls/kg
larutan 1 : 10.000) bila bradikardi persisten setelah ventilasi dan kompresi yang
adekuat. Dosis pertama dapat diberikan intratrachea atau intravena, 1 dosis lagi
diberikan intravena bila bayi tetap bradikardi, dosis ketiga dapat diberikan sebesar
100 microgram/kg bila situasi sangat buruk. Pemberian bicarbonat 4 mmol/kg
merupakan setengah koreksi untuk defisit basa 20 mmol (larutan bicarbonat 8,4%
mengandung 1 mmol/ml), atau 2 mEq/kg dari konsentrasi 0,5 mEq/ml. Pemberian
dilakukan secara intravena dengan hati-hati. Volume expander 10 ml/kg Bolus
glukosa 10 % 1 ml/kg BB. 2.9.2 Surfaktan Eksogen Instilasi surfaktan eksogen
multidosis ke endotrakhea pada bayi BBLR yang membutuhkan oksigen dan
ventilasi mekanik untuk terapi penyelamatan RDS sudah memperbaiki angka
bertahan hidup dan menurunkan insidensi kebocoran udara dari paru sebesar 40 %,
tapi tidak menurunkan insidensi bronchopulmonary dysplasia (BPD) secara
konsisten. Efek yang segera muncul meliputi perbaikan oksigenasi dan perbedaan
oksigen alveoli arteri dalam 48 72 jam pertama kehidupan, menurunkan tidal
volume ventilator, meningkatkan compliance paru, dan memperbaiki gambaran
rontgen dada. Pemberian surfaktan eksogen menurunkan insidensi BPD, namun
tidak berpengaruh terhadap insidensi PDA, perdarahan intrakranial, dan necrotizing
enterocolitis (NEC). Terdapat penigkatan insiden perdarahan paru pada pemberian
surfaktan sintetik sebesar 5 %. (5) ,(9),(4) Surfaktan dapat diberikan segera setelah
bayi lahir (terapi profilaksis) atau beberapa jam kemudian setelah diagnosa RDS
ditegakkan (terapi penyelamatan). Terapi profilaksis lebih efektif dibandingkan bila
diberi beberapa jam kemudian. Bayi yang mendapat surfaktan eksogen sebagai
terapi profilaksis membutuhkan oksigen dan ventilasi mekanik lebih sedikit disertai
angka bertahan hidup yang lebih baik. (4) Bayi yang lahir kurang dari 32 minggu
kehamilan harus diberi surfaktan saat lahir bila ia memerlukan intubasi. Terapi biasa
dimulai 24 jam pertama kehidupan, melalui ETT tiap 12 jam untuk total 4 dosis.
Pemberian 2 dosis atau lebih memberikan hasil lebih baik dibanding dosis tunggal.
Pantau radiologi, BGA, dan pulse oxymetri. (9), (5) Ada 4 surfaktan yang memiliki
lisensi di UK untuk terapi. Yang berasal dari binatang adalah Curosurf, diekstrak dari
paru-paru babi, diberikan 1,25-2,5 ml/kg, dan Survanta, ekstrak dari paru-paru sapi
dengan penambahan 3 jenis lipid (phosphatidylcholine, asam palmitat, dan
trigliserid), diberikan 4 ml/kg. Kedua surfaktan ini mengandung apoprotein SP-B dan
SP-C dengan proporsi yang berbeda dengan yang dimiliki manusia. Apoprotein SP-A
dan SP-D tidak ditemukan. Surfaktan sintetik tidak mengandung protein. Exosurf
merupakan gabungan phospholipid dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC),
hexadecanol dan tyloxapol, diberikan 5 ml/kg. Hexadecanol, dan tyloxapol
memperbaiki penyebaran surfaktan di antara alveolus. ALEC (artificial lung
ke dalam trakhea. Surfaktan dapat mengalami reflux ke dalam ETT (karena itu
sebaiknya berikan secara cepat diikuti positive pressure ventilation); Karena ETT
dapat mengalami oklusi, suction ETT sebelum pemberian surfaktan. Perdarahan
paru dapat muncul pada bayi <> Studi yang membandingkan antara surfaktan
natural dan sintetik menunjukan bahwa oksigenasi arteri lebih cepat pulih (onset of
action surfaktan natural lebih cepat dari surfaktan sintetik) dan komplikasi
kebocoran udara lebih jarang terjadi pada bayi yang diterapi dengan surfaktan
natural. (4) Komplikasi pemberian surfaktan antara lain hipoksia transien dan
hipotensi, blok ETT, dan perdarahan paru. (9) Perdarahan paru terjadi akibat
menurunnya resistensi pambuluh darah paru setelah pemberian surfaktan, yang
menimbulkan pirau kiri ke kanan melalui duktus arteriosus. (4) Gambar 2.13
Gambaran HMD sebelum dan sesudah terapi surfaktan.% (4) Gambaran 0,5 jam
sesudah lahir : diffuse ground glass appearance akibat atelektasis, disertai air
bronkogram. Gambaran 3 jam sesudah lahir, setelah terapi dengan surfaktan
eksogen : perbaikan aerasi. 2.9.3 Oksigenasi dan monitoring analisa gas darah
Oksigen lembab hangat diberikan untuk menjaga agar kadar O2 arteri antara 55
70 mmHg dengan tanda vital yang stabil untuk mempertahankan oksigenasi
jaringan yang normal, sementara meminimalkan resiko intoksikasi oksigen. Bila
oksigen arteri tak dapat dipertahankan di atas 50 mmHg saat inspirasi oksigen
dengan konsentrasi 70%, merupakan indikasi menggunakan continuous positive
airway pressure (CPAP). (9) Monitor frekuensi jantung dan nafas, PO2, PCO2, pH
arteri, bikarbonat, elektrolit, gula darah, hematokrit, tekanan darah dan suhu tubuh,
kadang diperlukan kateterisasi arteri umbilikalis. Transcutaneus oxygen electrodes
dan pulse oxymetry diperlukan untuk memantau oksigenasi arteri. Namun yang
terbaik tetaplah analisa gas darah karena dapat memberi informasi berkelanjutan
serta tidak invasif, memungkinkan deteksi dini komplikasi seperti pneumotoraks,
juga merefleksikan respon bayi terhadap berbagai prosedur seperti intubasi
endotrakhea, suction, dan pemberian surfaktan. PaO2 harus dijaga antara 50 80
mmHg, dan Sa O2 antara 90 94 %. Hiperoksia berkepanjangan harus dihindarkan
karena merupakan faktor resiko retinopathy of prematurity (ROP). (4) Kateter
radioopak harus selalu digunakan dan posisinya diperiksa melalui foto rontgen
setelah pemasangan. Ujung dari kateter arteri umbilikalis harus berada di atas
bifurkasio aorta atau di atas aksis celiaca (T6 T10). Penempatan harus dilakukan
oleh orang yang ahli. Kateter harus diangkat segera setelah tidak ada indikasi untuk
penggunaan lebih lanjut, yaitu saat PaO2 stabil dan Fraction of Inspiratory O2 (FIO2)
kurang dari 40 %. (9) Pengawasan periodik dari tekanan oksigen dan
karbondioksida arteri serta pH adalah bagian yang penting dari penanganan, bila
diberikan ventilasi buatan maka hal hal tersebut harus dilakukan. Darah diabil dari
arteri umbilikal atau perifer. Arteri temporalis merupakan kontra indikasi karena
menimbulkan emboli cerebral retrograd. PO2 jaringan harus selalu dipantau dari
elektroda yang ditempatka di kulit atau pulse oximetry (saturasi oksigen). Darah
kapiler tidak berguna untuk menentukan PO2 tapi dapat digunakan untuk
memantau PCO2 dan pH. (9) 2.9.4 Fluid and Nutrition Kalori dan cairan diberikan
secara intravena. Dalam 24 jam pertama berikan infus glukosa 10% dan cairan
melalui vena perifer sebanyak 65-75 ml/kg/24 jam. Kemudian tambahkan elektrolit,
volume cairan ditingkatkan bertahap sampai 120-150 ml/kg/24 jam. Cairan yang
berlebihan akan menyebabkan terjadinya Patent Ductus Arteriosus (PDA).
Pemberian nutrisi oral dapat dimulai segera setelah bayi secara klinis stabil dan
distres nafas mereda. ASI adalah pilihan terbaik untuk nutrisi enteral yang minimal,
serta dapt menurunkan insidensi NEC. (9),(4) ,(5) 2.9.5 Ventilasi Mekanik 2.9.5.1
Continuous Positive Airway Pressure (CPAP) CPAP memperbaiki oksigenasi dengan
meningkatkan functional residual capacity (FRC) melalui perbaikan alveoli yang
kolaps, menstabilkan rongga udara, mencegahnya kolaps selama ekspirasi. (4) CPAP
diindikasikan untuk bayi dengan RDS PaO2 <>> 50%. Pemakainan secara
nasopharyngeal atau endotracheal saja tidak cukup untuk bayi kecil, harus
diberikan ventilasi mekanik bila oksigenasi tidak dapat dipertahankan. Pada bayi
dengan berat lahir di atas 2000 gr atau usia kehamilan 32 minggu, CPAP
nasopharyngeal selama beberapa waktu dapat menghindari pemakaian ventilator.
Meski demikian observasi harus tetap dilakukan dan CPAP hanya bisa diteruskan
bila bayi menunjukan usaha bernafas yang adekuat, disertai analisa gas darah yang
memuaskan. (5) CPAP diberikan pada tekanan 6-10 cm H2O melalui nasal prongs.
Hal ini menyebabkan tekanan oksigen arteri meningkat dengan cepat. Meski
penyebabnya belum hilang, jumlah tekanan yang dibutuhkan biasanya berkurang
sekitar usia 72 jam, dan penggunaan CPAP pada bayi dapat dikurangi secara
bertahap segera sesudahnya. Bila dengan CPAP tekanan oksigen arteri tak dapat
dipertahankan di atas 50 mmHg (sudah menghirup oksigen 100 %), diperlukan
ventilasi buatan. (9) 2.9.5.2 Ventilasi Mekanik Bayi dengan HMD berat atau disertai
komplikasi, yang berakibat timbulnya apnea persisten membutuhkan ventilasi
mekanik buatan. Indikasi penggunaannya antara lain : (9),(4) ,(5) 1 Analisa gas
darah menunjukan hasil buruk pH darah arteri <> pCO2 arteri > 60 mmHg pO2
arteri < 50 mmHg pada konsentrasi oksigen 70 100 % 2 Kolaps cardiorespirasi 3
apnea persisten dan bradikardi Memilih ventilator mekanik Ventilasi tekanan positif
pada bayi baru lahir dapat diberikan berupa ventilator konvensional atau ventilator
berfrekuensi tinggi (150 x / menit). (5) Ventilator konvensional dapat berupa tipe
volume atau tekanan, dan dapat diklasifikasikan lebih lanjut dengan dasar
cycling mode biasanya siklus inspirasi diterminasi. Pada modus pressure limited
time cycled ventilation, tekanan puncak inspirasi diatur dan selama inspirasi udara
dihantarkan untuk mencapai tekanan yang ditargetkan. Setelah target tercapai,
volume gas yang tersisa dilepaskan ke atmosfer. Hasilnya, penghantaran volume
tidal setiap kali nafas bervariabel meski tekanan puncak yang dicatat konstan. Pada
modus volume limited, pre-set volume dihantarkan oleh setiap nafas tanpa
memperhatikan tekanan yang dibutuhkan. Beberapa ventilator menggunakan aliran
udara sebagai dasar dari cycling mode di mana inspirasi berakhir bila aliran telah
mencapai level pre-set atau sangat rendah (flow ventilators). Ada juga ventilator
yang mampu menggunakan baik volume atau pressure controlled ventilation
bergantung pada keinginan operator. (5) Ventilasi dengan fekuensi tinggi biasanya
diberikan dengan high frequency oscillatory ventilators (HFOV). Terdapat piston
pump atau vibrating diaphragm yang beroperasi pada frekuensi sekitar that 10 Hz
(1 Hz = 1 cycle per second, 60 cycles per minute). Selama HFOV, baik inspirasi
maupun ekspirasi sama-sama aktif. Tekanan oscillator pada jalan udara
memproduksi volume tidal sekitar 2-3 ml dengan tekanan rata-rata jalan udara
dipertahankan konstan, mempertahankan volume paru ekivalen untuk
menggunakan CPAP dengan level sangat tinggi. Volume gas yang dipindahkan pada
volume tidal ditentukan oleh ampiltudo tekanan jalan udara oscillator (P). (5)
Ventilator konvensional Hipoksemia pada RDS biasanya terjadi karena
ketidakseimbangan ventilasi dan perfusi (V/Q) atau pirau dari kanan ke kiri,
abnormalitas difusi dan hipoventilasi merupakan factor tambahan. Oksigenasi
terkait langsung pada FiO2 dan tekanan rata-rata jalan udara (mean airway
pressure - MAP). MAP dapat ditingkatkan dengan perubahan tekanan puncak
inspirasi (peak inspiratory pressure - PIP), positive end expiratory pressure (PEEP)
atau dengan mengubah rasio inspirasi : ekspirasi (I:E) dengan memperpanjang
waktu inspirasi sementara kecepatannya tetap konstan. MAP yang sangat tinggi
dapat menyebabkan distensi berlebihan, meski oksigenasi adekuat, transport
oksigen berkurang karena penurunan curah jantung. Pembuangan CO2 berbanding
lurus dengan minute ventilation, ditentukan oleh produk volume tidal (dikurangi
ventilasi ruang mati) dan kecepatan pernafasan. Untuk minute ventilation yang
sama, perubahan penghantaran volume tidal lebih efektif untuk merubah eliminasi
CO2 dibanding perubahan kecepatan pernafasan karena ventilasi ruang mati tetap
konstan. (5) a. Peak Inspiratory Pressure (PIP) Perubahan pada PIP mempengaruhi
oksigenasi (dengan mengubah MAP) dan CO2 dengan efek pada volume tidal dan
ventilasi alveolar. Peningkatan PIP menurunkan PaCO2 dan memperbaiki oksigenasi
(PaO2 meningkat). Pemakainan PIP ditentukan oleh compliance system pernafasan
dan bukan oleh ukuran atau berat bayi. Gunakan PIP terendah yang menghasilkan
ventilasi adekuat berdasarkan pemeriksaan klinik (gerakan dada dan suara nafas)
dan analisa gas darah. PIP berlebih dapat menyebabkan paru mengalami distensi
berlebihan dan meningkatkan resiko baro/volutrauma dan menimbulkan kebocoran
udara. (5) b. Positive End Expiratory Pressure (PEEP) PEEP yng adekuat mencegah
kolaps alveoli dan dengan mempertahankan volume paru saat akhir respirasi,
memperbaiki keseimbangan V/Q. Peningkatan PEEP memperbesar MAP dan
memperbaiki oksigenasi. Sebaliknya, PEEP berlebih (> 8 cm H2O) menginduksi
hiperkarbia dan memperburuk compliance paru dan mengurangi hantaran volume
tidal karena alveoli terisi berlebihan (P = PIP - PEEP). PEEP berlebih juga dapat
menimbulkan efek sampping pada hemodinamik karena paru mengalami distensi
berlebih, menyebabkan penurunan venous return, yang kemudian menurunkan
curah jantung. Tekanan 3 6 cm H2O memperbaiki oksigenasi pada bayi baru lahir
dengan RDS tanpa mengganggu mekanisme paru-paru, eliminasi CO2 atau
stabilitas hemodinamik. (5) c. Frekuensi Terdapat 2 metode dasar, frekuensi rendah
dan frekuensi tinggi Frekuensi rendah dimulai pada kecepatan 30 - 40 nafas / menit
(bpm). Metode cepat sekitar 60 bpm dan dapat ditingkatkan hingga 120 bpm bila
bayi bernafas lebih cepat dari ventilator. Waktu ekspirasi harus lebih panjang dari
inspirasi untuk mencegah alveoli mengalami distensi berlebihan, waktu inspirasi
harus dibatasi maksimum 0,5 detik selama ventilasi mekanik kecuali dalam
ulserasi nasal akibat tekanan pipa, penyempitan permanen rongga hidung akibat
kerusakan jaringan dan scar dari iritasi atau infeksi sekitar pipa, erosi palatum,
avulsi pita suara, ulkus laring, papiloma pita suara, dan edema laring, stridor atau
suara serak yang persisten. (9) Untuk mengurangi terjadinya hal-hal di atas harus
dilakukan observasi yang baik, menggunakan pipa endotrachel polivinil 7ang tidak
mengandung logam yang bersifat toksik bagi sel. Menggunakan pipa dengan
ukuran terkecil untuk mengurangi iskemia lokal dan nekrosis akibat tekanan, jangan
menganti ganti pipa terlalu sering, jangan menggerkan pipa sewaktu terpasang di
trakhea, jangan melakukan suction terlalu sering atau agresif, hindari infeksi
dengan melakukan sterilisasi semua alat yang terpasang atau melalui pipa. (9)
Komplikasi ETT (memasukkan, ekstubasi, granuloma subglotis dan stenosis) dan
ventilasi mekanik (pneumotoraks, emfisema interstitial, penurunan cardiac output)
dapat diminimalkan dengan intervensi dari tenaga ahli. (9) 2.10.2 Komplikasi akibat
kateterisasi Resiko dari kateterisasi arteri umbilikalis meliputi emboli vaskular,
trombosis, spasme, dan perforasi, nekrosis viscera abdominal baik akibat iskemia
atau zat kimia. Infeksi, perdarahan, dan gangguan sirkulasi ke kaki yang dapat
menimbulkan gangren. Meski saat necropsy insiden komplikasi trombosis berkisar 1
23 %, aortografi menunjukkan clot ditemukan di atau sekitar ujung kateter yang
dimasukan ke arteri umbilikalis (95%). USG aorta dapat digunakan untuk
mendeteksi adanya trombosis. Resiko terjadinya komplikasi yang serius dari
kateterisasi umbilikal antara 2 5 %. (9) Kaki dapat menjadi pucat traansien selama
kateterisasi arteri umbilikal. Hal tersebut terjadi akibat reflex spasme arteri.
Insidensinya dikurangi dengan menggunakan kateter berukuran kecil, terutama
pada bayi yang sangat kecil. Kateter harus diangkat segera, kemudian dilakukan
kateterisasi pada arteri yang lain. Spasme yang persisten setelah pengangkatan
kateter dapat diringankan dengan nitrogliserin topikal pada daerah di atas arteri
femoralis. Atau dengan menghangankan kaki yang bersebrangan. Pengambilan
darah dari arteri radialis juga dapat menimbulkan spasme atau trombosis, diberikan
terapi yang sama. Spasme intermiten yang berat dapat diterapi dengan nitrogliserin
topikal atau infus lokal dengan tolazolin (Priscolin) 1 2 mg diinjeksikan intraarteri
selama 5 menit. Bila secara tidak sengaja menempatkan kateter pada arteri yang
kecil, dapat terjadi blok total atau spasme vaskular lokal, dapat terjadi gangren
pada organ atau area yang diperdarahi. Untuk mencegahnya, kateter harus
dipindahkan bila darah tidak dapat melaluinya. (9) Perdarahan yang serius pada
pemindahan kateter jarang terjadi. Trombus dapat terbentuk pada arteri atau
kateter, insidensinya berkurang dengan menggunakan kateter yang berujung lunak
dengan lubang hanya pada ujungnya, membilas kateter dengan larutan saline
ditambah heparan dalam jumlah kecil. Atau dengan infus continuous dengan
larutan yang mengandung 1 10 unit heparin. Resiko terbentuknya trombus
dengan emungkinan oklusi vaskuler dapat dikurangi dengan memindahkan kateter
bila ada tanda tanda terjadinya trombosis, seperti tekanan nadi yang menyempit,
dan hilangnya dicrotic notch. Hipertensi renovaskular dapat muncul beberapa hari
sampai beberapa minggu setelah kateterisasi arteri umbilikalis pada sejumlah kecil
neonatus. (9) Kateterisasi vena umbilikalis memeliki resiko yang sama dengan
kapiler alveoli, kelainan familial yang bersifat letal, ditandai dengan penebalan
septumalveoler dan penurunan jumlah kapiler dan arteri pulmonal kecil, hipoksia
berat terjadi karena pirau kanan ke kiri serta PCO2 yang normal atau meningkat. (9)
Secara anatomi, terdapat 4 tipe berbeda dari kelainan pembuluh darah paru : 1.
Hipoplasia pulmonal primer : jumlah arteri di paru berkurang sehingga aliran darah
ke paru juga berkurang 2. Jumlah arteriolar dan muskularisasi normal namun tidak
terjadi penurunan resistensi vaskular paru ( atau turun kemudian naik kembali)
karena berkurangnya sekresi vasodilator, meningkatnya vasokonstriktor , otot polos
kurang responsif terhadap stimulus. 3. Arteriol pulmonal dengan muskularisasi
berlebih dan ekstensi otot ke arteri intra-asinus yang biasanya tidak mengandung
otot polos 4. Displasia kapiler alveolar (13) Manifestasi klinik : Gejala dapat muncul
di tempat persalinan atau dalam 12 jam pertama kehidupan. PPHN yang
berhubungan dengan polisitemia, idiopatik, hipoglikemi atau asfiksia; hasil akhirnya
berupa sianosis berat dengan takipnea, meski awalnya tanda distres nafas minimal.
(9) Bayi dengan PPHN yang dikaitkan dengan MAS, GBS pneumonia, hernia
diafragma / hipoplasia pulmonal, biasanya menunjukkan sianosis, grunting, PCH,
retraksi, takikardi dan shock. (9) Pada PPHN didapatkan keterlibatan multiorgan.
Iskemia miokard, disfungsi muskulus papilaris dengan regurgitasi mitral dan
trikuspid disertai jantung tidak bergerak. Semua hal tersebut dapat menimbulkan
shock kardiogenik dengan penurunan aliran darah pulmonal, perfusi jaringan serta
hantaran O2. (9) Diagnosa PPHN harus dicurigai pada semua bayi term dengan
sianosis, dengan / tanpa fetal distress, IUGR, cairan amnion terwarna mekonium,
hipoglikemi, polisitemia, hernia diafragma, efusi pleura dan asfiksia lahir. (9)
Hipoksia yang terjadi tidak berespon terhadap O2 100 % yang diberikan melalui
hood. Respon bersifat transien terutama hiperventilasi hiperoksia yang diberikan
setelah dilakukan intubasi endotrakheal atau dari mask dan bag. (9) Perbedan PaO2
praduktal (arteri radialis kanan) dan postduktal (arteri umbilikalis) tempat
diambilnya sampel darah > 20 mmHg menandakan adanya pirau dari kanan ke kiri
melalui duktus arteriosus. (9),(13) Echocardiografi dan Doppler dapat
memperlihatkan aliran dari kanan ke kiri melalui PDA dan foramen ovale. Deviasi
septum interatrial ke atrium kiri pada PPHN berat. Insufisiensi Mitral atau Trikuspid
pada auskultasi didapatkan murmur holosistolik, disertai kontraktilitas yang buruk
pada Echocardiografi (bila terkait dengan iskemia miokard). Dengan menentukan
tingkat regurgitasi trikuspid dapat diperkirakan tekanan arteri pulmonalis. Bunyi
jantung 2 terdengar keras dan tunggal. (9) Pada PPHN yang terkait asfiksia dan
idiopatik gambaran radiologis normal, Pada PPHN yang terkait pneumonia dan
hernia diafragma didapatkan lesi opak spesifik pada perenkim dan adanya usus di
dada. (9) Diagnosa Banding Diagnosa banding meliputi penyakit jantung sianotik,
serta hal-hal yang merupakan predisposisi (hipoglikemi, polisitemia, sepsis). (9)
Terapi : Yang terutama adalah koreksi predisposisi dan perbaikan oksigenasi
jaringan. Terapi inisial meliputi O2, koreksi asidosis, hipotensi dan hipercapnea. Bila
hipoksia persisten lakukan intubasi dan ventilasi mekanik. (9) Ventilasi mekanik
dapat dilakukan dengan atau tanpa pancuronium (paralisis) dan harus
dipertahankan PaO2 50 -70 mmHg, PCO2 50-55 mmHg. Pemberian Tolazoline 1
yang baik. (9) Dexamethasone 0,5 mg/kg/24 jam diberikan dalam 2 dosis secara
intravena, dimulai setelah 2 6 minggu mengalami penyakit paru kronis. Dosis
tersebut diberikan selama 3 hari, kemudian diturunkan menjadi 0,3 mg/kg/24 jam
selama 3 hari. Kemudian dosis diturunkan 10 % tiap 3 hari sampai mencapai 0,1
mg/kg/24 jam, Dosis akhir diberikan setiap selang sehari selama 1 minggu
kemudian dihentikan. Beberapa memulai pemberian setelah 7 14 hari muncul
ketergantungan terhadap ventilator. Penggunaan steroid telah memperbaiki
kemampuan untuk melepas pasien secara bertahap dari ventilator tapi
meningkatkan resiko hipertensi, pertumbuhan yang buruk, perdarahan saluran
cerna, hiperglikemi infeksi, dan juga kardiomiopati. Beberapa bayi dapat berespon
pada terapi vasodilator dengan berkurang resistensi pembuluh darah paru. (9) Pada
kasus berat dapat diberikan nitrit oxide inhalasi (iNO) untuk memperbaiki
oksigenasi. (9) Komplikasi BPD meliputi gagal tumbuh, retardasi psikomotor
sementara, serta sekuele seperti nefrolitiasis (akibat pemberian diuretik dan total IV
alimentation), osteopenia, stenosis subglotis, yang mungkin membutuhkan
trakeotomi atau prosedur memisahkan cricoid anterior untuk mengurangi obstruksi
saluran nafas atas. (9) Pasien dengan BPD sering pulang ke rumah dengan oksigen,
diuretik, dan terapi bronkodilator. Prognosis janga panjang baik pada bayi yang
telah lepas dari oksigen terapi sebelum keluar dari ICU. Ventilasi yang lebih lama,
perdarahan interventrikel, hipertensi pulmonal, cor pulmonal, dan ketergantungan
akan oksigen sebelum usia 1 tahun adalah tanda prognosis yang buruk. Obstruksi
saluran nafas, hiperaktivitas dan hiper inflasi dapat ditemukan pada remaja. (9)
Angka kematian sebesar 10 25 % terutama pada yang bergantung pada ventilator
> 6 bulan. Penyebab kematian tersering adalah kegagalan jantung dan respirasi
(cor pulmonal) dan infeksi (RSV). (9) Retinopathy of prematurity (ROP) Bayi dengan
RDS dan PaO2 > 100 mmHg memiliki resiko terkena ROP, maka monitor PaO2 harus
dilakukan secara ketat dan dipertahankan antara 50-70 mmHg. Pulse oximetry tidak
membantu mencegah ROP pada bayi sangat kecil karena kurva disosiasi oksigenhemoglobin hampir rata. Bila ROP berlanjut, terapi laser atau cryotherapy dilakukan
untuk mencegah terlepasnya retina dan kebutaan. (8) Gangguan neurologis Terjadi
pada + 10-70 % bayi, dan dikaitkan dengan usia kehamilan, tipe patologi
intracranial, adanya hipoksia, serta adanya infeksi. Gangguan pendengaran dan
penglihatan dapat mengganggu perkembangan bayi di kemudian hari. Dapat terjadi
gangguan belajar dan perilaku. (8) 2.11 Prognosa Melakukan observasi intensif dan
perhatian pada bayi baru lahir beresiko tinggi dengan segera akan mengurangi
morbiditas dan mortalitas akibat HMD dan penyakit neonatus akut lainnya. Hasil
yang baik bergantung pada kemampuan dan pengalaman personel yang
menangani, unit rumah sakit yang dibentuk khusus, peralatan yang memadai, dan
kurangnya kmplikasi seperti asfiksia fetus atau bayi yang berat, perdarahan
intrakranial, atau malformasi kongenital. Terapi surfaktan telah mengurangi
mortalitas 40 %. (9) Mortalitas dari bayi dengan berat lahir rendah yang dirujuk ke
ICU menurun dengan pasti, 75 % dari bayi dengan berat <> 2.500 gr bertahan.
Meski 85 90 % bayi yang selamat setelah medapat bantuan respirasi dengan
ventilator adalah normal, penampakan luar lebih baik pada yang berta badannya >
1.500 gr, sekitar 80 % dari yang beratnya <>(9)