Jumlah pelajar Indonesia di luar negeri (LN) yang pada 2015 mencapai 55.000 kini
terus mengalami peningkatan. Semakin populernya program beasiswa pemerintah
macam LPDP, BPI, Dikti dan Depag, juga semakin gencarnya promosi beasiswa dari
Negara-negara lain mampu mendongkrak populasi pelajar Indonesia di LN hingga
40 persen hanya dalam jangka waktu 5 tahun. Pola peningkatan ini juga merupakan
hasil dari keputusan pemerintah untuk meningkatkan prosentase pengajar yang
bergelar doktor menjadi di atas 10% dari yang kini masih di bawah 10% per 350
ribu lebih dosen seluruh Indonesia.
China, India dan Pakistan sejak berpuluh tahun lalu telah terbiasa dengan
perpindahan anak muda mereka ke LN, dalam rangka peningkatan pendidikan
ataupun perluasan pekerjaan. Kami penjajah dunia, kata kawan saya yang
seorang Pakistani. Orang Pakistan sejak abad ke-18 telah ada di Amerika,
mengawali gelombang imigran berpendidikan di sana. China, jangan ditanya.
Bahkan, hutan di pelosok Kamerun pun telah dikuasai orang-orang China. Kawanku
dari Kamerun pernah suatu ketika memperlihatkan video klip seorang China di
Kamerun yang bernyanyi dalam bahasa Bassa! Dia yang asli Kamerun pun tak
paham celotehan sang penyanyi. India? Eropa, yang menurut beberapa orang
adalah Negara yang cinta anak bangsa pun terpaksa mempergunakan tenaga
mereka di sektor-sektor yang berpuluh tahun dimonopoli anak bangsa. Mulai dari
Dhain (pasukan kuning: tukang bersih), Hakim (dokter) hingga Pirzada (pegawai
profesional) tersempil orang India, juga Pakistan.
Bagaimana dengan Negara tetangga? Malaysia dan Vietnam yang 25 tahun lalu
masih ndoprok di bawah Indonesia, dalam 1 dekade terakhir perlahan mulai jejek
dunia pendidikannya, dengan Malaysia yang kini telah melesat sedikit jauh di atas
Indonesia. Kini, semakin jarang Malaysian yang berlomba studi di Indonesia, namun
sebaliknya, terdapat 15.000 pelajar Indonesia yang tercatat belajar di sana. Apa
resep Malaysia? Setidaknya pengiriman pelajar mereka ke luar negeri secara besarbesaran menyumbang peran kualitas pendidikan dalam negeri. PM Najib Razak
pada medio Agustus 2012 pernah berucap, Sebagai ambasador muda, para
mahasiswa(i) Malaysia yang di luar negeri diharapkan mampu sukses dalam
berkarya dan mengakomodasi keunikan-keunikan di sana. Saya berharap, saat
kembali ke Malaysia mereka dapat memberi sumbangan signifikan bagi
perkembangan (pendidikan dan lain sebagainya) di Malaysia.
Indonesia, dengan jumlah outbound international student mobility yang kini
semakin meningkat walau terbilang terlambat, menjadikan tenaga mudanya mulai
terbagi ke beberapa poros. Tiap poros mempunyai keunikan berbeda yang
diharapkan dapat memperkaya cita rasa masing-masing mahasiswa(i). Inilah yang
saya ingin tekankan, poin yang tak akan didapat di tanah sendiri. Saat di Indonesia
sendiri beberapa pihak masih disibukkan dengan berbagai isu macam; nasionalisme
bagi para anak bangsa yang berkarir di luar negeri, labilnya kurikulum pendidikan,