Anda di halaman 1dari 30

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Balita
1. Pengertian Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu tahun
atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris.H, 2006).
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita adalah
istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5
tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang tua
untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan makan.
Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik. Namun
kemampuan lain masih terbatas.
Masa balita merupakan periode penting dalam proses tumbuh
kembang manusia. Perkembangan dan pertumbuhan di masa itu menjadi
penentu keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan anak di periode
selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia ini merupakan masa yang
berlangsung cepat dan tidak akan pernah terulang, karena itu sering
disebut golden age atau masa keemasan.
2. Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak
usia 1 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak
usia 1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima
makanan dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita
lebih besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah
makanan yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil
menyebabkan jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali
makan lebih kecil dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu,
pola makan yang diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering

Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah


dapat memilih

makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai

bergaul dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak


mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan
tidak terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung
mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanan. Diperkirakan pula
bahwa anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status
gizi bila dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).
3. Tumbuh Kembang Balita
Secara umum tumbuh kembang setiap anak berbeda-beda, namun
prosesnya senantiasa melalui tiga pola yang sama, yakni:
a.

Pertumbuhan dimulai dari tubuh bagian atas menuju bagian bawah


(sefalokaudal).
Pertumbuhannya dimulai dari kepala hingga ke ujung kaki, anak
akan berusaha menegakkan tubuhnya, lalu dilanjutkan belajar
menggunakan kakinya.

b.

Perkembangan dimulai dari batang tubuh ke arah luar.


Contohnya adalah anak akan lebih dulu menguasai penggunaan
telapak tangan untuk menggenggam, sebelum ia mampu meraih
benda dengan jemarinya.

c.

Setelah

dua

pola

di

atas

dikuasai,

barulah anak

belajar

mengeksplorasi keterampilan-keterampilan lain. Seperti melempar,


menendang, berlari dan lain-lain.
Pertumbuhan pada bayi dan balita merupakan gejala kuantitatif. Pada
konteks ini, berlangsung perubahan ukuran dan jumlah sel, serta jaringan
intraseluler pada tubuh anak. Dengan kata lain, berlangsung proses
multiplikasi organ tubuh anak, disertai penambahan ukuran-ukuran
tubuhnya. Hal ini ditandai oleh:
a.

Meningkatnya berat badan dan tinggi badan.

b.

Bertambahnya ukuran lingkar kepala.

c.

Muncul dan bertambahnya gigi dan geraham.

d.

Menguatnya tulang dan membesarnya otot-otot.

e.

Bertambahnya organ-organ tubuh lainnya, seperti rambut, kuku, dan


sebagainya.
Penambahan ukuran-ukuran tubuh ini tentu tidak harus drastis.

Sebaliknya, berlangsung perlahan, bertahap, dan terpola secara


proporsional pada tiap bulannya. Ketika didapati penambahan ukuran
tubuhnya, artinya proses pertumbuhannya berlangsung baik. Sebaliknya
jika yang terlihat gejala penurunan ukuran, itu sinyal terjadinya gangguan
atau hambatan proses pertumbuhan.
Cara mudah mengetahui baik tidaknya pertumbuhan bayi dan balita
adalah dengan mengamati grafik pertambahan berat dan tinggi badan
yang terdapat pada Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan bertambahnya
usia anak, harusnya bertambah pula berat dan tinggi badannya. Cara
lainnya yaitu dengan pemantauan status gizi. Pemantauan status gizi pada
bayi dan balita telah dibuatkan standarisasinya oleh Harvard University
dan Wolanski. Penggunaan standar tersebut di Indonesia telah
dimodifikasi agar sesuai untuk kasus anak Indonesia.
Perkembangan pada masa balita merupakan gejala kualitatif, artinya
pada diri balita berlangsung proses peningkatan dan pematangan
(maturasi) kemampuan personal dan kemampuan sosial.
a.

Kemampuan personal ditandai pendayagunaan segenap fungsi alatalat pengindraan dan sistem organ tubuh lain yang dimilikinya.
Kemampuan fungsi pengindraan meliputi ;
1) Penglihatan, misalnya melihat, melirik, menonton, membaca dan
lain-lain.
2) Pendengaran, misalnya reaksi mendengarkan bunyi, menyimak
pembicaraan dan lain-lain.
3) Penciuman, misalnya mencium dan membau sesuatu.

10

4) Peraba, misalnya reaksi saat menyentuh atau disentuh, meraba


benda, dan lain-lain.
5) Pengecap, misalnya menghisap ASI, mengetahui rasa makanan
dan minuman.
Pada sistem tubuh lainnya di antaranya meliputi :
1) Tangan,

misalnya

menggenggam,

mengangkat,

melempar,

mencoret-coret, menulis dan lain-lain.


2) Kaki, misalnya menendang, berdiri, berjalan, berlari dan lain-lain.
3) Gigi, misalnya menggigit, mengunyah dan lain-lain.
4) Mulut, misalnya mengoceh, melafal, teriak, bicara,menyannyi dan
lain-lain.
5) Emosi, misalnya menangis, senyum, tertawa, gembira, bahagia,
percaya diri, empati, rasa iba dan lain-lain.
6) Kognisi, misalnya mengenal objek, mengingat, memahami,
mengerti, membandingkan dan lain-lain.
7) Kreativitas, misalnya kemampuan imajinasi dalam membuat,
merangkai, menciptakan objek dan lain-lain.
b.

Kemampuan sosial.
Kemampuan sosial (sosialisasi), sebenarnya efek dari kemampuan
personal yang makin meningkat. Dari situ lalu dihadapkan dengan
beragam aspek lingkungan sekitar, yang membuatnya secara sadar
berinterkasi dengan lingkungan itu. Sebagai contoh pada anak yang
telah berusia satu tahun dan mampu berjalan, dia akan senang jika
diajak bermain dengan anak-anak lainnya, meskipun ia belum pandai
dalam berbicara, ia akan merasa senang berkumpul dengan anakanak tersebut. Dari sinilah dunia sosialisasi pada ligkungan yang
lebih luas sedang dipupuk, dengan berusaha mengenal temantemanya itu.

4. Kebutuhan Utama Proses Tumbuh Kembang


Dalam proses tumbuh kembang, anak memiliki kebutuhan yang
harus terpenuhi, kebutuhan tersebut yakni ; a. Kebutuhan akan gizi

11

(asuh); b. Kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih); dan c. Kebutuhan


stimulasi dini (asah) (PN.Evelin dan Djamaludin. N. 2010).
a.

Pemenuhan kebutuhan gizi (asuh).


Usia balita adalah periode penting dalam proses tubuh kembang anak
yang merupakan masa pertumbuhan dasar anak. Pada usia ini,
perkembangan kemampuan berbahasa, berkreativitas, kesadaran
social, emosional dan inteligensi anak berjalan sangat cepat.
Pemenuhan kebutuhan gizi dalam rangka menopang tumbuh
kembang fisik dan biologis balita perlu diberikan secara tepat dan
berimbang. Tepat berarti makanan yang diberikan mengandung zatzat gizi yang sesuai kebutuhannya, berdasarkan tingkat usia.
Berimbang berarti komposisi zat-zat gizinya menunjang proses
tumbuh kembang sesuai usianya. Dengan terpenuhinya kebutuhan
gizi secara baik, perkembangan otaknya akan berlangsung optimal.
Keterampilan fisiknya pun akan berkembang sebagai dampak
perkembangan bagian otak yang mengatur sistem sensorik dan
motoriknya.
Pemenuhan kebutuhan fisik atau biologis yang baik, akan berdampak
pada sistem imunitas tubuhnya sehingga daya tahan tubuhnya akan
terjaga dengan baik dan tidak mudah terserang penyakit.

b.

Pemenuhan kebutuhan emosi dan kasih sayang (asih).


Kebutuhan ini meliputi upaya orang tua mengekspresikan perhatian
dan kasih sayang, serta perlindungan yang aman dan nyaman kepada
si anak. Orang tua perlu menghargai segala keunikan dan potensi
yang ada pada anak. Pemenuhan yang tepat atas kebutuhan emosi
atau kasih sayang akan menjadikan anak tumbuh cerdas secara
emosi, terutama dalam kemampuannya membina hubungan yang
hangat dengan orang lain. Orang tua harus menempatkan diri sebagai
teladan yang baik bagi anak-anaknya. Melalui keteladanan tersebut
anak lebih mudah meniru unsur-unsur positif, jauhi kebiasaan

12

memberi hukuman pada anak sepanjang hal tersebut dapat diarahkan


melalui metode pendekatan berlandaskan kasih sayang.
c.

Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini (asah).


Stimulasi dini merupakan kegiatan orangtua memberikan rangsangan
tertentu pada anak sedini mungkin. Bahkan hal ini dianjurkan ketika
anak masih dalam kandungan dengan tujuan agar tumbuh kembang
anak dapat berjalan dengan optimal.
Stimulasi dini meliputi kegiatan merangsang melalui sentuhansentuhan lembut secara bervariasi dan berkelanjutan, kegiatan
mengajari anak berkomunikasi, mengenal objek warna, mengenal
huruf dan angka. Selain itu, stimulasi dini dapat mendorong
munculnya pikiran dan emosi positif, kemandirian, kreativitas dan
lain-lain.
Pemenuhan kebutuhan stimulasi dini secara baik dan benar dapat
merangsang kecerdasan majemuk (multiple intelligences) anak.
Kecerdasan majemuk ini meliputi, kecerdasan linguistic, kecerdasan
logis-matematis,
kecerdasan

kecerdasan

musical,

spasial,

kecerdasan

kecerdasan

intrapribadi

kinestetik,

(intrapersonal),

kecerdasan interpersonal, dan kecerdasan naturalis.


B. Status Gizi
1. Definisi Status Gizi
Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan
akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup
manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan
penggunaan makanan.
Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002),
status gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk
variabel tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan
dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi intinya terdapat suatu
variable yang diukur (misalnya berat badan dan tinggi badan) yang dapat

13

digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu (misalnya ; baik, kurang, dan


buruk).
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran
perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran
tentang keseimbangan antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi).
Oleh karena itu pertumbuhan merupakan indikator yang baik dari
perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002).
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat
kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang
optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh
sehingga diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi
ini dapat membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya
masalah kesehatan. Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai
bentuk antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi
Faktor yang menyebabkan kurang gizi telah diperkenalkan UNICEF
dan telah digunakan secara internasional, yang meliputi beberapa tahapan
penyebab timbulnya kurang gizi pada anak balita, baik penyebab
langsung, tidak langsung, akar masalah dan pokok masalah. Berdasarkan
Soekirman dalam materi Aksi Pangan dan Gizi nasional (Depkes RI,
2000), penyebab kurang gizi dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.

Penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang


mungkin diderita anak. Penyebab gizi kurang tidak hanya
disebabkan makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak
yang mendapat makanan yang baik tetapi karena sering sakit diare
atau demam dapat menderita kurang gizi. Demikian pada anak yang
makannya tidak cukup baik maka daya tahan tubuh akan melemah
dan mudah terserang penyakit. Kenyataannya baik makanan maupun
penyakit secara bersama-sama merupakan penyebab kurang gizi.

14

b.

Penyebab tidak langsung yaitu ketahanan pangan di keluarga, pola


pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan
lingkungan. Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk
memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam
jumlah yang cukup dan baik mutunya. Pola pengasuhan adalah
kemampuan keluarga untuk menyediakan waktunya, perhatian dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh dan berkembang secara
optimal baik fisik, mental, dan sosial. Pelayanan kesehatan dan
sanitasi lingkungan adalah tersedianya air bersih dan sarana
pelayanan

kesehatan

dasar

yang

terjangkau

oleh

seluruh

keluarga.Faktor-faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat


pendidikan, pengetahuan, dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi
pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan terdapat kemungkinan
makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola
pengasuhan anak dan keluarga makin banyak memanfaatkan
pelayanan yang ada. Ketahanan pangan keluarga juga terkait dengan
ketersediaan pangan, harga pangan, dan daya beli keluarga, serta
pengetahuan tentang gizi dan kesehatan.
3.

Penilaian Status Gizi


Penilaian status gizi adalah interpretasi dari data yang didapatkan
dengan menggunakan berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi
atau individu yang berisiko atau dengan status gizi buruk (Hartriyanti dan
Triyanti, 2007).
Tujuan penilaian status gizi menurut Hammond (2004) antara lain:
1) Mengidentifikasi individu yang membutuhkan dukungan nutrisi
cukup; 2) mempertahankan status gizi seseorang; 3) mengidentifikasi
penatalaksanaan medis yang sesuai; 4) memonitor efektivitas intervensi
yang telah dilakukan.
Menurut Supariasa,et all

(2002), penilaian status gizi dapat

dilakukan secara langsung maupun tidak langsung.


a.

Penilaian secara langsung.

15

Penilaian status gizi secara langsung dibagi menjadi empat penilaian


yaitu antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik. Adapun penilaian
dari masing-masing adalah sebagai berikut (Supariasa, et all, 2002):
1) Antropometri
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan dengan berbagai macam pengukuran dimensi tubuh
dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
Parameter yang diukur antara lain BB, TB, LLA, Lingkar kepala,
Lingkar dada, Lemak subkutan. Indeks antropometri bisa
merupakan rasio dari satu pengukuran terhadap satu atau lebih
pengukuran

atau

yang

dihubungkan

dengan

umur

(Hartriyanti,Yayuk dan Triyanti, 2007).


2) Klinis
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut
dapat dilihat pada jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut, dan
mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan permukaan
tubuh seperti kelenjar tiroid.
3) Biokimia
Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan
tubuh yang digunakan antara lain: urine, tinja, darah, beberapa
jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
4) Biofisik
Penentuan gizi secara biofisik adalah suatu metode penentuan
status gizi dengan melihat kemampuan fungsi, khususnya
jaringan, dan melihat perubahan struktur jaringan.
b.

Penilaian secara tidak langsung


Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu:
survey konsumsi makanan, statistik vital, dan faktor ekologi

16

(Supariasa, et all 2002). Adapun uraian dari ketiga hal tersebut


adalah:
1) Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung
dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi yang dikonsumsi.
2) Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur, angka
kesakitan dan kematian akibat penyebab tertentu dan data lainnya
yang berhubungan dengan gizi.
3) Faktor ekologi
Berdasarkan ungkapan dari Bengoa dikatakan bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa
faktor fisik, biologis, dan lingkungan budaya. Jumlah makanan
yang tersedia sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti
iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
4.

Jenis dan Parameter Status Gizi


Dalam menentukan status gizi harus ada ukuran baku (reference).
Baku antropometri yang sekarang digunakan di Indonesia adalah baku
World Health Organization National Centre for Health Stastics (WHONCHS) sesuai rekomendasi pakar gizi dalam pertemuannya di Bogor
tahun 2000. Selain itu juga dapat digunakan baku rujukan yang dibuat
oleh Departeman Kesehatan RI. Departemen Kesehatan RI membuat
baku rujukan penilaian status gizi anak balita yang terpisah antara anak
laki-laki dan perempuan. Kriteria jenis kelamin inilah yang membedakan
baku WHO-NCHS dengan baku Harvard. Baku rujukan penilaian status
gizi menurut Depkes RI terlampir dalam lampiran.
Parameter antropometri untuk penilaian status gizi berdasarkan
parameter :

17

a.

Umur.
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi,
kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang
salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang
akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan
umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya
kecenderungan untuk memilih angka yang mudah seperti 1 tahun;
1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu
dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalah dalam
bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan (
Depkes, 2004).
Rumus antropometri anak (Soetjiningsih. 1998) yang berhubungan
dengan umur :
1) Berat Badan
Umur 1 6 bulan = BBL (gr) + (usia x 600 gr)
Usia 7 12 bulan = BBL (gr) + (usia x 500 gr) atau (usia / 2) +3
Umur 1- 6 tahun = 2n + 8
2) Tinggi badan
Umur 1 tahun = 1,5 x panjang badan lahir
Umur 2 12 tahun = umur (tahun) x 6 + 77
Kriteria status gizi berdasarkan pengukuran tersebut dibandingkan
dengan NCHS adalah :
1) Gizi baik, jika BB menurut umur > 80% standart WHO NCHS.
2) Gizi kurang, jika BB menurut umur 61% - 80% standart WHO
NCHS.
3) Gizi buruk jika BB menurut umur 60% standart WHO - NCHS

b.

Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan
gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan
merupakan pengukuran yang terpenting pada bayi baru lahir. Dan

18

hal ini digunakan untuk menentukan apakah bayi termasuk normal


atau tidak (Supariasa,et all, 2001).
Berat badan merupakan hasil peningkatan / penurunan semua
jaringan yang ada pada tubuh antara tulang, otot, lemak, cairan
tubuh. Parameter ini yang paling baik untuk melihat perubahan yang
terjadi dalam waktu singkat karena konsumsi makanan dan kondisi
kesehatan (Soetjiningsih 1998).
Penentuan berat badan dilakukan dengan cara menimbang. Alat yang
digunakan sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1)
Mudah digunakan dan dibawa dari satu tempat ke tempat lain, (2)
Mudah diperoleh dan relatif murah harganya, (3) Ketelitian
penimbangan maksimum 0,1 kg, (4) Skalanya mudah dibaca, (5)
Aman untuk menimbang balita. Sedangkan jenis timbangan
sebaiknya yang memenuhi persyaratan tersebut, timbangan yang
dianjurkan untuk anak balita adalah dacin dengan kapasitas
minimum 20 kg dan maksimum 25 kg. jenis timbangan lain yang
dapat digunakan adalah detecto, sedangkan timbangan injak (bath
room scale) akurasinya kurang karena menggunakan per, sehingga
hasilnya dapat berubah-ubah.
Berat badan ini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan
menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat
perubahan berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam
penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan
paling

banyak

digunakan

karena

hanya

memerlukan

satu

pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi


kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi
dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990) dalam Atmarita,
Soendoro, T. Jahari, AB. Trihono dan Tilden, R. (2009).
Pengukuran berat badan digunakan untuk menilai hasil peningkatan
atau penurunan semua jaringan yang ada pada tubuh, misalnya
tulang, otot, lemak, organ tubuh, dan cairan tubuh sehingga dapat

19

diketahui status keadaan gizi atau tumbuh kembang anak. Selain


menilai berdasarkan status gizi dan tumbuh kembang anak, berat
badan juga dapat digunakan sebagai dasar perhitungan dosis dan
makanan yang diperlukan dalam tindakan pengobatan.
Interpretasi :
1) BB/U < dipetakan pada kurva berat badan :
a) BB< sentil ke-10

: disebut defisit

b) BB>sentil ke-90

: disebut kelebihan

2) BB/U

dibandingkan

acuan

standar,

dinyatakan

dalam

presentase:
>120% : disebut gizi lebih
80-120% : disebut gizi baik
60-80%: - tanpa edema
- dengan edema
< 60% : - tanpa edema
- dengan edema

: gizi kurang
: gizi buruk (kwashiorkor)
: marasmus
: marasmus- kwashiorkor

Perubahan berat badan (berkurang atau bertambah) perlu mendapat


perhatian karena merupakan petunjuk adanya masalah nutrisi akut.
Kehilangan BB dihitung sebagai berikut (BB saat ini/BB semula)x
100%.
1) 85-95%

: kehilangan BB ringan (5-15%)

2) 75-84%

: kehilangan BB sedang (16-25%

3) <75%

: kehilangan BB berat (>25%

c. Tinggi Badan
Tinggi badan merupakan ukuran antropometrik kedua yang cukup
penting. Keistemewaannya bahwa ukuran tinggi badan akan
meningkat terus pada waktu pertumbuhan sampai mencapai tinggi
yang optimal. Di samping itu tinggi badan dapat dihitung dengan
dibandingkan berat badan dan dapat mengesampingkan umur.
Tinggi badan memberikan gambaran

fungsi pertumbuhan yang

dilihat dari keadaan kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan

20

sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang
berkaitan dengan keadaan berat badan lahir rendah dan kurang gizi
pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks
TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga indeks BB/TB ( Berat
Badan menurut Tinggi Badan) jarang dilakukan karena perubahan
tinggi badan yang lambat dan biasanya hanya dilakukan setahun
sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran
keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak
sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004). Pengukuran tinggi badan
untuk anak yang sudah bisa berdiri dilakukan dengan alat pengukur
tinggi mikrotoa (microtoise) yang memiliki ketelitian 0,1 cm.
sedangkan pada anak yang belum bisa berdiri digunakan alat
pengukur panjang badan dengan posisi anak berbaring di tempat
datar. Pengukuran tinggi badan maupun panjang badan dapat
dilakukan dengan menggunakan pita ukur.
Cara mengukur panjang badan usia 0-24 bulan yaitu: (1) alat
pengukur diletakkan di atas meja atau tempat yang datar, (2) bayi
ditidurkan lurus di dalam alat pengukur, (3) bagian bawah alat
pengukur sebelah kaki digeser sehingga tepat menyinggung telapak
kaki bayi dan skala pada sisi alat ukur dapat dibaca.
Interpretasi :
1) TB/U pada kurva:
< sentil 5
Sentil 5

: defisit berat
: perlu evaluasi untuk membedakan apakah
perawakan pendek akibat defisiensi nutrisi
kronik atau konstitusional.

2) TB/U dibandingkan standar baku (%) :


90-110%

: baik/normal

70-89%

: tinggi kurang

< 70%

: tinggi sangat kurang

3) BB/TB

21

Rasio BB/TB bila dikombinasi dengan berat badan menurut


umur dan tinggi badan menurut umur sangat penting dan lebih
akurat dalam penilaian status nutrisi karena ia mencerminkan
proporsi tubuh serta dapat membedakan antara wasting dan
stunting atau perawakan pendek. Indeks ini digunakan pada
anak perempuan hanya sampai tinggi badan 138cm, dan pada
anak lelaki sampai tinggi badan 145cm. Setelah itu rasio BB/TB
tidak begitu banyak artinya, karena adanya percepatan tumbuh
(growth

spurt).

Keuntungan

indeks

ini

adalah

tidak

diperlukannya faktor umur, yang sering kali tidak diketahui


secara tepat.BB/TB dinyatakan dalam persentasi dari BB standar
yang sesuai dengan TB terukur individu tersebut. Cara
perhitungannya adalah sebagai berikut :
BB/TB (%) = (BB terukur saat itu)/(BB standar sesuai untuk TB
terukur) x 100%
Interpretasi:
a)

Penilaian status gizi berdasarkan presentase TB/BB


o

> 120%

110-120% : overweight

90-110% : normal

70-90%

: gizi kurang

< 70%

: gizi buruk

b) Nilai

: obesitas

BB/TB di

sekitar sentil

ke-50 menunjukkan

kesesuaian atau normal. Makin jauh deviasi, makin besar


pula kelebihan atau kekurangan gizi pada individu tersebut.
d. Lingkar Kepala
Lingkar kepala dipakai untuk mengetahui volume intrakranial dan
dipakai untuk menaksir pertumbuhan otak. Apabila kepala tumbuh
tidak normal maka kepala akan mengecil dan menunjukkan retardasi
mental sebaliknya bila kepala membesar kemungkinan ada

22

penyumbatan aliran serebrospinal seperti pada hidrosefalus yang


akan meningkatkan volume kepala.
Alat yang sering digunakan dibuat dari serat kaca (fiberglass)
dengan lebar kurang dari 1 cm, fleksibel dan tidak mudah patah
pengukuran sebaiknya mendekati 1 desimal. Caranya dengan
melingkarkan pita pada kepala.
Interpretasi:
1) Lingkaran kepala < sentil ke-5 atau < -2 SB menunjukan adanya
mikrosefali dan kemungkinan malnutrisi kronik pada masa
intrauterin atau masa bayi/ anak dini.
2) Lingkaran kepala > sentil ke-95 atau >+2 SB menunjukan
adanya makrosefali.
e. Lingkar Lengan Atas (LILA)
Pengukuran ini mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan
otot yang tidak terpengaruh banyak oleh keadaan cairan tubuh
dibandingkan berat badan
Pada anak umur 1-5 tahun, LILA saja sudah dapat menunjukan
status gizi. Alat yang digunakan adalah pita ukur yang terbuat dari
fiberglass, atau jenis kertas tertentu berlapis plastik. Pengukuran
dilakukan pada lengan yang tidak aktif pada pertengahan bahu dan
siku. Pada orang normal (tidak kidal) dilakukan pada tangan kiri,
sedangkan pada anak yang kidal dilakukan pengukuran pada lengan
kanan.
Interpretasi :
1) <12,5cm

: gizi buruk

2) 12,5-13,5cm

: gizi kurang

3) >13,5cm

: gizi baik

Bila dikaitkan dengan umur, nilai LILA dibanding dengan baku


standar dan dinyatakan dalam persen. Nilai 100% adalah persentil
ke-50 nilai baku.

23

Interpretasi :
1) 85-100%

: gizi baik (normal)

2) 75-85%

: gizi kurang

3) <75%

: gizi buruk

Bila umur tidak diketahui, status gizi dinilai dengan indeks


LILA/TB. Interpretasi:
1) >85%

: gizi baik (normal)

2) 80-85%

: borderline/kurang kalori protein (KKP) I

3) 75-80%

: gizi kurang/ KKP II

4) <75%

: gizi buruk/ KKP III

f. Lipatan Kulit
Tebalnya

lipatan

kulit

bagian

triseps

dan

subskapular

menggambarkan refleksi tubuh kembang jaringan lemak di bawah


kulit, yang mencerminkan kecukupan energi (Soetjiningsih, 1998).
Hampir 50% lemak tubuh berada di jaringan subkutis hingga dengan
mengukur lapisan lemak dengan pemeriksaan TLK (total lemak
kulit) dapat diperkirakan jumlah lemak total dalam tubuh. Hasilnya
dibandingkan dengan standar dan dapat menunjukan status gizi dan
komposisi tubuh, serta cadangan energi. Bila dikaitkan dengan
indeks BB/TB, ia dapat menentukan malnutrisi kronik. LILA yang
dikaitkan dengan nilai (TLK)- triseps, dapat dipakai menghitung
massa otot.
Alat yang digunakan adalah Skin-Fold Calipers dengan ketelitian 0,1
mm, tekanan konstan 10 gram / mm, dan jangkauan jepitan 20-40
mm. Jenis alat yang sering digunakan adalah Harpenden Calipers.

24

Tabel 2.1 Penilaian Status Gizi berdasarkan indeks BB/U, TB/U,


BB/TB Standart Baku Antropometri WHO-NCHS
No

Indeks

BB/U

TB/U

BB/TB

Batas pengelompokan

Status gizi

< -3 SD

Gizi buruk

-3 s/d <-2 SD

Gizi kurang

-2 s/d +2 SD

Gizi baik

> +2 SD

Gizi lebih

< -3 SD

Sangat pendek

-3 s/d < -2 SD

Pendek

-2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Tinggi

< -3 SD

Sangat kurus

-3 s/d < -2 SD

Kurus

-2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD

Gemuk

Sumber : Depkes RI, (2004).


Data baku WHO-NCHS indeks BB/U, TB/U, dan BB/TB disajikan
dalam dua versi, yakni persentil dan skor simpang baku (standar
deviation score = z). Menurut Waterlow, et all, gizi anak-anak di
Negara-negara yang populasinya relative baik, sebaiknya digunakan
persentil, sedangkan di Negara untuk anak-anak yang populasinya
relative kurang, lebih baik menggunakan skor simpang baku (SSD)
sebagai persen terhadap baku rujukan.

25

Table 2.2 interpretasi status gizi berdasarkan tiga indeks antropometri (BB/U,
TB/U, BB/TB) standar baku antropometri WHO-NCHS
Indeks
No

BB/U

TB/U

Interpretasi

BB/TB

Rendah

Rendah

Normal

Normal, dulu gizi

Rendah

Tinggi

Rendah

kurang

Rendah

Normal

Rendah

Sekarang kurang
++
Sekarang kurang
+

Normal

Normal

Normal

Normal

Normal

Tinggi

Rendah

Sekarang kurang

Normal

Rendah

Tinggi

Sekarang >, dulu


kurang

Tinggi

Tinggi

Normal

Tinggi, normal

Tinggi

Rendah

Tinggi

Obese

Tinggi

Normal

Tinggi

Sekarang

>,

belum obese
Keterangan : untuk ketiga indeks (BB/U, TB/U, BB/TB):

Rendah : < -2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Normal : -2 s/d +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Tinggi : > +2 SD standar baku antropometri WHO-NCHS

Sumber : Depkes RI, (2004)


5.

Masalah gizi balita


Balita termasuk ke dalam kelompok usia berisiko tinggi terhadap
penyakit. Kekurangan maupun kelebihan asupan zat gizi pada balita
dapat memengaruhi status gizi dan status kesehatannya. Gangguan gizi
pada anak usia balita merupakan dampak kumulatif dari berbagai faktor
baik yang berpengaruh langsung ataupun tidak langsung terhadap gizi
anak.

26

Konperensi Internasional tentang At Risk Factors and The Health


and Nutrition of Young Children di Kairo tahun 1975 mengelompokkan
faktor-faktor itu menjadi tiga kelompok (Moehji. S. 2009), yaitu :
a.

At risk factors yang bersumber dari masyarakat yaitu: struktur


politik, kebijakan pemerintah, ketersediaan pangan, prevalensi
berbagai penyakit, pelayanan kesehatan, tingkat sosial ekonomi,
pendidikan dan iklim.

b.

At risk factors yang bersumber pada keluarga yaitu: tingkat


pendidikan, status pekerjaan, penghasilan, keadaan perumahan,
besarnya keluarga dan karakteristik khusus setiap keluarga.

c.

At risk factors yang bersumber pada individu anak yaitu: usia ibu,
jarak lahir terhadap kakaknya, berat lahir, laju pertumbuhan,
pemanfaatan ASI, imunisasi dan penyakit infeksi.
Ketiga kelompok faktor tersebut secara bersama-sama menciptakan

suatu kondisi yang membawa dampak tidak terpenuhinya kebutuhan gizi


anak akibat makanan yang tidak akurat. Oleh karena itu upaya
pemeliharaan gizi anak haruslah paripurna (comprehensive care) yang
mencakup berbagai aspek yang terdiri dari:
a.

Pemeliharaan gizi pada masa prenatal

b.

Pengawasan tumbuh kembang anak sejak lahir

c.

Pencegahan dan penanggulangan dini penyakit infeksi melalui


imunisasi dan pemeliharaan sanitasi

d.

Pengaturan makanan yang tepat dan benar

e.

Pengaturan jarak kelahiran


Kelima upaya tersebut harus merupakan suatu kesatuan sebagai

strategi dasar pemeliharaan gizi anak.Ada beberapa masalah gizi, (KD.


Ayu Bulan Febry dan Marendra. Z, 2008) yang biasa diderita balita
sebagai berikut:

27

a.

KEP (Kurang Energi Protein)


KEP adalah suatu keadaan dimana rendahnya konsumsi energy dan
protein dalam makanan sehari-hari sehingga tidak memenuhi Angka
Kecukupan Gizi (AKG). Ada tiga tipe KEP sebagai berikut:
1) Tipe Kwashiorkor
Kwashiorkor terjadi akibat kekurangan protein. Penyakit
gangguan gizi ini banyak ditemukan pada anak usia 1 3 tahun.
Orangtua biasanya tidak menyadari bahwa anaknya sakit. Hal
ini disebabkan kebutuhan energinya tercukupi sehingga berat
badan menjadi normal. Apalagi ditambah dengan adanya edema
pada badan anak karena kekurangan protein. Gejala pada
kwashiorkor antara lain:
a)

Edema pada kaki dan muka (moon face)

b) Rambut berwarna jagung dan tumbuh jarang


c)

Perubahan kejiwaan seperti apatis, cengeng, wajah memelas


dan nafsu makan berkurang

d) Muncul kelainan kulit mulai dari bintik-bintik merah yang


kemudian berpadu menjadi bercak hitam
2) Tipe Marasmus
Marasmus terjadi akibat kekurangan energy. Gangguan gizi ini
biasanya terjadi pada usia tahun pertama yang tidak mendapat
cukup ASI (Air Susu Ibu). Gejala pada marasmus antara lain:
a)

Berat badan sangat rendah

b) Kemunduran pertumbuhan otot (atrophi)


c)

Wajah anak seperti orang tua (old face)

d) Ukuran kepala tak sebanding dengan ukuran tubuh


e)

Cengeng dan apatis (kesadaran menurun)

f)

Mudah terkena penyakit infeksi

g) Kulit kering dan berlipat-lipat karena tidak ada jaringan


lemak di bawah kulit
h) Sering diare

28

i)

Rambut tipis dan mudah rontok

3) Tipe Kwashiorkor Marasmus


Keadaan ini timbul jika makanan sehari-hari anak tidak cukup
mengandung energy dan protein untuk pertumbuhan normal.
b.

Obesitas
Anak akan mengalami berat badan berlebih (overweight) dan
berlebihan lemak dalam tubuh (obesitas) apabila selalu makan dalam
porsi besar dan tidak diimbangi dengan aktivitas yang seimbang.
Dampak obesitas pada anak dapat menyebabkan hiperlipidemia
(tinggi kadar kolesterol dan lemak dalam darah), gangguan
pernafasan, dan komplikasi ortopedik (tulang).
Upaya agar anak terhindar dari obesitas yakni orangtua perlu
melakukan pencegahan seperti mengendalikan pola makan anak agar
tetap seimbang. Selain itu, memberikan camilan yang sehat seperti
buah dan melibatkan anak pada aktivitas yang bias mengeluarkan
energinya juga harus dilakukan.

c.

Kekurangan Vitamin A
Penyakit mata yang diakibatkan oleh kurangnya vitamin A disebut
xerophtalmia. Penyakit ini merupakan penyebab kebutaan yang
paling sering terjadi pada anak-anak usia 2 3 tahun. Hal ini karena
setelah disapih, anak tidak diberi makanan yang memenuhi syarat
gizi. Sementara anak belum bisa mengambil makanan sendiri.

d.

Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI)


Kekurangan mineral iodium pada anak dapat menyebabkan
pembesaran kelenjar gondok, gangguan fungsi mental, dan
perkembangan fisik. Zat iodium penting untuk kecerdasan anak.

e.

Anemia Zat Besi (Fe)


Anemia adalah keadaan di mana kadar hemoglobin darah kurang
dari normal. Hal ini disebabkan kurangnya mineral Fe sebagai bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit (sel darah merah).

29

Anemia pada anak disebabkan kebutuhan Fe yang meningkat akibat


pertumbuhan anak yang pesat dan infeksi akut berulang.
Gejala yang Nampak adalah, anak tampak lemas, mudah lelah, dan
pucat. Selain itu, anak dengan defisiensi (kekurangan) zat besi
ternyata memiliki kemampuan mengingat dan memusatkan perhatian
lebih rendah dibandingkan dengan anak yang cukup asupan zat
besinya.
5. Penanggulangan Kekurangan Gizi Balita
Program penanggulangan gizi dapat dibedakan antara program
langsung yaitu pemberian makanan tambahan, vitamin dan mineral.
Sedangkan program tidak langsung yaitu peningkatan pendapatan
keluarga, pengendalian harga pangan, peningkatan program kesehatan.
Kedua program ini harus dilaksanakan secara simultan apabila kita
menginginkan berhasilnya usaha peningkatan status gizi (Suhardjo,
1996).
Beberapa program intervensi gizi yang dapat dilakukan untuk
menanggulangi kurang gizi secara langsung:
a.

Fortifikasi
Fortifikasi adalah proses dimana zat gizi ditambahkan kedalam
makanan untuk menjaga atau meningkatkan kualitas diet suatu
kelompok, komunitas atau populasi, contohnya adalah fortifikasi
yodium dalam garam, vitamin A dalam tepung dan mie.

b.

Makanan formula
Makanan formula merupakan suatu proses untuk mengembangkan
makanan yang bernilai gizi tinggi untuk golongan rawan (balita,
bumil dan ibu menyusui) yang kekurangan gizi, contoh MP-ASI
untuk balita.

c.

Makanan tambahan
Makanan tambahan adalah salah satu bentuk intervensi langsung
untuk menyediakan jenis makanan yang penting tetapi kurang dalam
diet normal pada golongan rawan (balita, bumil dan ibu menyusui)

30

contohnya makanan tambahan pemulihan untuk balita gizi buruk dan


gizi kurang (Setiarini, A. 2008).
d.

Suplementasi zat gizi mikro


Kekurangan zat gizi mikro merupakan penyebab timbulnya masalah
gizi dan kesehatan disebagian besar wilayah Indonesia. Prevalensi
anemia pada ibu keluarga miskin masih tinggi yaitu 20-30%, disertai
asupan vitamin A yang sangat rendah. Kekurangan vitamin A,
yodium, Zn dan zat besi mengakibatkan angka kesakitan, angka
kematian, hambatan pertumbuhan, kerusakan sel otak dan rendahnya
tingkat intelegensia dan kinerja pada anak-anak maupun dewasa
(Sutrisno, 2006). Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan suplemen
zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral, contohnya pemberian
kapsul vitamin A untuk balita, pemberian Fe untuk bumil, pemberian
kapsul yodium untuk wanita usia subur (WUS), anak sekolah
(Arisman, 2004).
Sedangkan usaha secara tidak langsung untuk penanggulangan

masalah gizi dapat dilakukan beberapa hal, yaitu:


a.

Peningkatan program kesehatan


Salah satu program kesehatan adalah pendidikan gizi. Pendidikan
gizi merupakan suatu usaha mengarahkan beberapa system
komunikasi yang mengajari masyarakat untuk menggunakan
sumber-sumber makanan yang lebih baik (Setiarini, A. 2008).

b.

Peningkatan pendapatan keluarga


Pendapatan keluarga sangat mempengaruhi kemampuan untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi makanan dalam keluarga dan
penganekaragaman sumber bahan makanan. Usaha yang dapat
dilakukan

untuk

meningkatkan

pendapatan

keluarga

adalah

membuka kesempatan kerja yang bisa menghasilkan uang oleh


pemerintah ataupun pihak swasta.

31

c.

Pengendalian harga pangan


Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan sangat
dipengaruhi oleh harga bahan makanan di pasaran (Apriadji, 1986).
Pada saat ini harga kebutuhan pokok terus bergejolak sehingga
pemerintah harus melakukan intervensi pasar untuk menekan harga.
Ini bisa dilakukan melalui pengendalian terarah dengan cara
melakukan subsidi pangan yang harus ditingkatkan agar bahan
pangan terjangkau oleh daya beli masyarakat sehingga rakyat miskin
dan petani bisa memenuhi kebutuhan pokok.

Beberapa penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa


peneliti diantaranya Sihadi, Sudjasmin, Suhartato dan Latifah (2000), yang
melakukan penelitian pada anak gizi buruk yang diberikan PMT selama 6
bulan di Klinik Gizi Bogor. Hasil yang didapatkan adalah sebanyak 33,1 %
tetap menjadi status gizi buruk, 63,9 % berstatus gizi kurang dan 3 % menjadi
gizi baik.
Sedangkan Linda (2000) di dalam Sihadi dkk (2000), meneliti anak
kurang energy protein (KEP) kurang dari 2 tahun yang diberikan PMT selama
90 hari di Puskesmas Samalanga, Aceh Utara, hasilnya 41 % anak KEP
menjadi gizi baik. Penelitian lain seperti yang telah dilakukan oleh Mualim,
K, (2001) di Temanggung terhadap balita KEP berat, setelah diberikan PMTP terjadi peningkatan ke KEP sedang 59.5%, tepat KEP berat 13.5%, dan
menjadi status gizi baik 27%.
C. Evaluasi
1.

Ruang Lingkup Evaluasi


Evaluasi merupakan kegiatan lebih lanjut dari kegiatan pengukuran
dan pengembangan indikator, oleh karena itu dalam melakukan evaluasi
harus berpedoman pada ukuran-ukuran dan indikator yang telah
disepakati dan telah ditetapkan. Evaluasi juga merupakan suatu proses
umpan balik atas kinerja masa lalu yang berguna untuk meningkatkan
produktivitas dimasa datang, sebagai suatu proses yang berkelanjutan,

32

evaluasi menyediakan informasi mengenai kinerja dalam hubungannya


terhadap tujuan dan sasaran (Notoatmodjo, 2003).
2.

Tujuan Evaluasi
Menurut Mubarak dkk (2009), Evaluasi memiliki tujuan sebagai
berikut :
a.

Membantu perencanaan dimasa yang akan datang.

b.

Mengetahui apakah sarana yang tersedia dimanfaatkan dengan


sebaik-baiknya.

c.

Menentukan kelemahan dan kekuatan program, baik dari segi teknis


maupun administrative yang selanjutnya diadakan perbaikanperbaikan.

d.

Membantu menentukan strategi, artinya mengevaluasi apakah cara


yang telah dilaksanakan dapat dilanjutkan atau perlu adanya
perubahan.

e.

Mendapat dukungan dari sponsor berupa dukungan moral maupun


material.

f.

Motivator, keberhasilan program akan memberikan kepuasan dan


mendorong kinerja.

3.

Dinamika Evaluasi
Salah satu cirri evaluasi adalah sebagai suatu proses yang
berkesinambungan, maka dengan sendirinya disamping mempunyai cirriciri yang khas juga mencerminkan sifat kedinamisan dengan cara
membedakan : input, proses dan output. Pada sisi input, evaluasi
pengembangan personil sangat penting untuk melihat kebutuhan sesuai
dengan keterampilan yang diharapkan, sehingga dapat dikembangkan
pengawasan yang mendukung pada organisasi logistik serta mekanisme
pendukung lainnya. Sebagai suatu langkah awal yang penting dalam sisi
input adalah evaluasi terhadap penetapan tujuan, dikaitkan dengan visi
dan misi program atau organisasi, serta penetapan sasaran program itu
sendiri (Azwar, A. 1996).

33

Pada sisi proses adalah untuk mengarahkan sumberdaya agar


menghasilkan pelayanan yang diinginkan yang juga harus dievaluasi.
Aspek proses evaluasi dapat diikutsertakan sebagai input sumberdaya,
atau dipandang sebagai proses output, akan tetapi harus diidentifikasi
secara terpisah untuk membedakan kapasitas tindakan dari penggunaan
nyata dari kapasitas tersebut. Output merupakan hasil pelayanan yang
memberi dampak yang berbeda-beda terhadap status kesehatan (Mubarak
dkk. 2009).
4.

Metode Evaluasi
Berdasarkan waktunya menurut Mubarak dkk, (2009), evaluasi dapat
dilakukan :
a.

Evaluasi rutin (Concurrent Evaluation). Evaluasi dilakukan sejak


awal bersaman dengan pelaksanaan program itu sendiri, meliputi
semua aspek program, termasuk reaksi masyarakat terhadap program
tersebut.

b.

Evaluasi berkala (Periodical evaluation) yaitu evaluasi yang


dilakukan pada setiap akhir dari suatu bagian tertentu dari program,
seperti setiap enem bulan, satu tahun dan lain-lain.

c.

Evaluasi akhir (Terminal evaluation) yaitu penilaian yang dilakukan


pada akhir suatu program atau beberapa waktu setelah akhir suatu
program. Jadi ini merupakan penilaian atau evaluasi terhadap
pencapaian tujuan akhir.

5.

Ukuran Evaluasi
Kegiatan dalam evaluasi, dimensi pengukuran kinerjanya harus
ditentukan dengan jelas, yaitu meliputi ketepatan dan kesesuaian,
efektifitas dan efisiensi, serta pertimbangan keadilan. Ketepatan dan
kesesuaian memandang kinerja dengan apakah tindakan-tindakan yang
diambil sudah sesuai dengan permasalahan yang ada, sehingga tidak
terjadi pemborosan sumber daya yang terbatas tersebut. Dengan
menggunakan

asumsikan

ketepatan,

maka

program

yang

34

dipertimbangkan ukurannya dan cakupannya cukup untuk membuat


suatu perbedaan yang berarti.
Ukuran-ukuran efektifitas dan efisiensi merupakan alat utama dasar
evaluasi program. Efektifitas diartikan sebagai penyelesaian suatu
program dalam kaitannya dengan kebutuhan atau perhatian. Sedangkan
efisiensi dan efektifitas biaya adalah sering kali berhubungan dengan
hasil terhadap input (rasio output terhadap input).
Ukuran keadilan, akan merupakan tambahan kepentingan dalam
evaluasi program kesehatan. Pendapat ini telah berkembang secara
sejajar dengan ukuran efektifitas dan efisiensi. Secara operasional ukuran
keadilan menciptakan pertimbangan dalam efisiensi biaya dengan
demikian program kesehatan sedapat mungkin melakukan keadilan
terhadap pelayanan bagi populasi yang mampu secara ekonomi dengan
populasi yang kurang mampu secara ekonomi (Mubarak dkk, 2009).
6.

Evaluasi status gizi


Evaluasi status gizi, dilakukan setelah suatu program intervensi gizi
secara langsung telah

dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilaksanakan

dengan cara penilaian status gizi secara langsung maupun secara tidak
langsung seperti saat penilaian awal status gizi. Namun dalam hal
penelitian ini, tidak semua metode penilaian status gizi dilaksanakan.
Dalam penelitian ini, metode yang dilaksanakan adalah penilaian secara
langsung dengan penimbangan berat badan, kemudian hasil penimbangan
dibandingkan dengan standar baku Depkes dan KMS, yaitu berat badan
berdasarkan umur (BB/U), kemudian diklasifikasikan dalam status gizi
(gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih), juga hasil
penimbangan diinterpretasikan dalam KMS yaitu bawah garis merah
(BGM), garis kuning, garis hijau dan di atas garis hijau.

35

D. Kerangka Teori
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Masalah gizi balita

Predisposisi

At risk factors
o Masyarakat
o Keluarga
o individu

PMT- Pemulihan
Sasaran :
BB kurang dari 70% dari
BB normal
BB 3 x penimbangan
tidak naik

PMT- Penyuluhan
Sasaran :
Semua anak balita bukan
penderita gizi buruk

Status gizi

Gizi kurang
Gizi buruk
Gizi baik
Gizi lebih

Pemberian Makanan Tambahan


(PMT)

Sumber : Modifikasi Moehji. S, (2009) Ilmu Gizi: Penanggulangan Gizi Buruk

KEP (kurang energy protein)


Obesitas
Defisiensi Vitamin A
GAKI (gangguan akibat
kekurangan iodium)
Anemia zat besi (Fe)

Penanggulangan masalah gizi


Langsung
o Fortifikasi
o Makanan formula
o Makanan tambahan (PMT)
o Suplementasi
Tidak langsung
o Peningkatan program kesehatan
o Peningkatan pendapatan
keluarga
o Pengendalian harga pangan

36

E. Kerangka Konsep
Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan pengamatan terhadap
semua faktor dan variable yang berhubungan dengan masalah status gizi.
Yang dilakukan pengamatan oleh penulis dalam hal ini adalah evaluasi
status gizi berdasarkan antropometri yaitu berat badan berdasarkan umur
(BB/U), pada balita gizi kurang di wilayah Banjirkanal Timur, Kel.
Pandeanlamper, Kec. Gayamsari, Semarang, setelah Pemberian Makanan
Tambahan (PMT) oleh Persatuan Istri PT PLN (Persero) wilayah Jawa-Bali.
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
Karakteristik Balita
status Gizi Kurang
Umur
Jenis kelamin
Berat badan

Pemberian Makanan
Tambahan (PMT)
program Persatuan
Istri PT PLN (Persero)
Wilayah Jawa-Bali

Status gizi: Berat


badan berdasarkan
umur(BB/U)

F. Variabel Penelitian
1. Variable Dependen

Status gizi: BB/U balita

2. Variable Independen

Umur

Jenis kelamin

Berat badan

Anda mungkin juga menyukai