Anda di halaman 1dari 12

Gangguan Koagulasi

Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk mempertahankan sistim hemostasis


yaitu mempertahankan komponen darah tetap dalam keadaan cair (Fluid state) sehingga
tubuh dalam keadaan fisiologik mampu mempertahankan aliran darah dari/dalam pembuluh
darah.
Bilamana terjadi kerusakan pembuluh darah maka sistem hemostasis tubuh akan
mengontrol perdarahan melalui mekanisme (1) interaksi pembuluh darah dan jaringan
penunjang, (2) interaksi trombosit dan pembuluh darah yang mengalami kerusakan, (3)
pembentukan fibrin oleh sistim koagulasi, (4) regulasi dari bekuan darah oleh faktor
inhibitor koagulasi dan sistim fibrinolitik, (5) remodeling dan reparasi dari pembuluh darah
yang mengalami kerusakan(Gambar 1).

Bilamana terdapat gangguan dalam regulasi hemostasis baik oleh karena kapasitas
inhibitor tidak sempurna atau oleh karena adanya stimulus yang menekan fungsi natural
anticoagulant maka akan terjadi trombosis yaitu suatu proses terjadinya bekuan darah dalam
pembuluh darah. Secara klinis proses terjadinya trombosis melibatkan (1) aliran darah dan
pembuluh darah, (2) interaksi trombositpembuluh darah oleh karena kerusakan endotelium
dan (3) sistim koagulasi baik natural antikoagulan dan sistem fibrinolitik.
Endothelium
Endotel pembuluh darah berperan penting dalam sistem hemostasis tubuh, endotelium
normal berfungsi mempertahankan darah dalam keadaan cair (fluid state) dengan cara
memproduksikan inhibitor yang akan mencegah atau menghambat koagulasi darah dan
agregasi trombosit, mempertahankan tonus dan permiabilitas pembuluh darah,
menghasilkan suatu lapisan pelindung yang mencegah terjadinya kontak antara darah dan
endotelium yang mengalami cedera.
Endotelium akan mensintesis terjadinya suatu basemen membrane yang mengandung
protein adesif, kolagen, fibronectin, laminin, vitronectin, dan VWF. Endotelium
menghambat terjadinya koagulasi dengan cara menghasilkan trombomodulin dan heparin
sulfat; memacu fibrinolisis dengan cara memproduksikan t-PA, urokinase plasminogen
aktivator, plasminogen aktivator inhibitor; menghambat agregasi trombosit dengan cara
melepaskan PGI2 dan nitrit oxide (NO); regulasi dinding pembuluh darah melalui sintesis
endotelin yang menyebabkan konstriksi pembuluh darah dan juga PGI2 dan NO yang
menyebabkan dilatasi pembuluh darah (lihat Gambar 2).

Trombosit
Trombosit berperan dalam mengontrol perdarahan melalui mekanisme (1) adesi,(2)
agregasi,(3) sekresi dan (4) aktifitas prokoagulan (Gambar 3). Dalam keadaan normal
trombosit tidak akan mengalami adesi pada sel endotelium pembuluh darah oleh karena
aktifitas inhibitor (PGI2, NO, ADPase) yang dihasilkan sel endotel pembuluh darah.
Trombosit akan mengalami aktifasi apabila mengalami kontak dengan benda asing atau
bahanbahan agonis seperti kolagen, trombin, epinefrin, ADP, tromboxan A2, calcium
ionopore.
Koagulasi
Sistem prokoagulasi
Suatu sistim prokoagulasi terdiri dari proses interaksi antara enzim serin protease
dan beberapa kofaktor dengan permukaaan fosfolipid yang terdapat pada membran
trombosit dan endotel yang mengalami kerusakan untuk membentuk fibrin yang stabil.
Terdapat 2 lintasan utama yang menginduksi terjadinya proses koagulasi yaitu jalur
ekstrinsik (tissue factorfaktor VII) dan jalur intrinsik (surface-contact factors). Disebut
sebagai jalur ekstrinsik oleh karena terjadi plasma mengalami kontak dengan tissue
factor(TF) yang mempunyai afinitas yang kuat dengan faktor VII yang ada dalam plasma.
Dalam keadaan normal TF tidak ditemukan dalam peredaran darah, TF akan
diproduksikan oleh pembuluh darah yang mengalami cedera. Faktor Intrinsik merupakan
proses koagulasi yang dihasilkan oleh komponen yang ada dalam plasma, apabila terjadi
kontak dengan permukaan asing (misalnya tabung gelas) maka darah secara otomatis akan
mengalami pembekuan. Jalur ekstrinsik merupakan proses permulaan dalam pembentuk
fibrin sedangkan jalur intrinsik berperan dalam melanjutkan proses pembentukan fibrin yang
stabil (Gambar 4).

Jalur ekstrinsik
Proses koagulasi dalam darah in vivo dimulai oleh jalur ekstrinsik yang melibatkan
komponen dalam darah dan pembuluh darah. Komponen utama adalah tissue factor, suatu
protein membran intrinsik yang berupa rangkaian polipeptide tunggal yang diperlukan
sebagai kofaktor faktor VIII dalam jalur intrinsik dan factor V dalam common pathway.
Tissue factor ini akan disintesis oleh makrofag dan sel endotel bilamana mengalami induksi
oleh endotoksin dan sitokin seperti interleukin dan-1 dan tumor necrosis factor. Komponen
plasma utama dari jalur ekstrinsik adalah faktor VII yang merupakan vitamin K dependen
protein (seperti halnya faktor IX, X, protrombin, dan protein C).
Jalur ekstrinsik akan diaktifasi apabila tissue factor yang berasal dari sel-sel yang
mengalami kerusakan atau stimulasi kontak dengan faktor VII dalam peredaran darah dan
akan membentuk suatu kompleks dengan bantuan ion Ca. kompleks factor VIIatissue
factor ini akan menyebabkan aktifasi faktor X menjadi Xa disamping juga menyebabkan
aktifasi faktor IX menjadi IXa (jalur intrinsik).

Jalur Intrinsik
Jalur intrinsik merupakan suatu proses koagulasi parallel dengan jalur ekstrinsik,
dimulai oleh komponen darah yang sepenuhnya ada berada dalam sistem pembuluh darah.
Proses koagulasi terjadi sebagai akibat dari aktifasi dari faktor IX menjadi faktor IXa oleh
factor XIa. <lih figure 1-4 colman>
Protein contact system (faktor XII, prekalikrein, high moleculer weight kininogen
dan C1 inhibitor) disebutkan sebagai pencentus awal terjadinya aktifasi ataupun inhibisi
faktor XI. Protein contact system ini akan berperan sebagai respon dari reaksi inflamasi,
aktifasi komplemen, fibrinolisis dan angiogenesis.
Faktor XI dikonversikan menjadi XIa melalui 2 mekanisme yang berbeda yaitu
diaktifkan oleh kompleks faktor XIIa dan high molekuler weight kininogen(HMWK) atau
sebagai regulasi negative feedback dari trombin, regulasi negative feedback ini juga terjadi
pada faktor VIII dan faktor V, hal ini yang dapat menerangkan tidak terjadinya perdarahan
pada penderita yang kekurangan faktor XII, prekalikrein dan HMWK.
Faktor IXa akan membentuk suatu kompleks dengan faktor VIIIa dengan bantuan
adanya fospolipid dan kalsium yang kemudian akan mengaktifkan factor X menjadi faktor
Xa. Faktor Xa akan mengikat factor V bersama dengan kalsium dan fosfolipid membentuk
suatu kompleks yang disebut protrombinase, suatu kompleks yang bekerja mengkonversi
protrombin menjadi trombin. Faktor IX dapat juga diaktifkan oleh faktor XIa.
Common pathway
Bilamana telah terbentuk faktor Xa baik melalui factor ekstrinsik atau intrinsik maka
akan terjadi konversi protrombin menjadi trombin. Bersama dengan vit K dependen yang
lain akan suatu kompleks protrombinase (faktor Xa, faktor V, fosfolipid, dan kalsium).
Kompleks protrombinase ini mempunyai kemampuan lebih tinggi kurang lebih 300.000 kali
lipat dalam hal mengaktifasi protrombin dibandingkan dengan hasil yang didapat dari
aktifasi enzim (factor Xa) dan subtrat (protrombin) sendiri.
Sistem Inhibisi
Mekanisme antikoagulan dalam sistem pembuluh darah akan membatasi dan
melokalisasi pembentukan hemostatis plug atau trombus pada tempat terjadinya kerusakan
pembuluh darah. Inhibitor utama dari unsur-unsur sistem kontak adalah C1 inhibitor,
terutama berperan sebagai inhibitor faktor XIIa dan juga terhadap kalikrein. Antitrombin III
merupakan suatu inhihitor utama terhadap faktor IXa, Xa, dan trombin. Di dalam peredaran
darah, terdapat cukup antitrombin III sehingga mampu menetralisasi terjadinya trombin
yang dalam darah. Akan tetapi bilamana terjadi penurunan sekitar 40 50% dari jumlah

normal maka keadaan ini merupakan predisposisi terhadap terjadinya penyakit trombotik
seperti pada kasus defisiensi antitrombin III kongenital yang mempunyai risiko tinggi
terjadinya tromboembolism.
Kemampuan inhibisi yang dihasilkan anti thrombin III akan diperkuat dengan
adanya heparin, akan tetapi bila telah terbentuk trombin maka trombin ini akan menjadi
resisten terhadap anti trombin demikian juga terhadap kompleks anti trombin dan heparin.
Heparin dalam tubuh dikenal sebagai heparin kofaktor II merupakan suatu serin protease
inhibitor khususnya terhadap trombin tidak terhadap faktor Xa.
Disamping itu juga dikenal 2-macroglobulin yang merupakan inhibitor terhadap
beberapa factor koagulasi dalam plasma dan terhadap enzim fibrinolitik seperti kalikrein,
plasmin dan trombin. Alfa-2 antiplasmin merupakan inhibitor primer terhadap plasmin,
bekerja mencegah terjadinya respon fibrinogenolitik terhadap stimulus dalam darah,
membatasi terjadinya respons fibrinolitik akibat stimulus dari trombus dan menyebabkan
hemostatic plug tetap utuh sampai terjadi penyembuhan terjadi. Pada keadaan defisiensi 2antiplasmin maka hemostatic plug akan melarut sebelum penyembuhan terjadi.
Pembentukan fibrin dan fibrinolisis
Trombin bekerja pada berbagai bahan, termasuk fibrinogen, faktor XIII, V dan VII;
membrane trombosit; protein S dan protein C. Dapat dikatakan bahwa trombin memegang
peran sentral dalam mengontrol proses pembentukan hemostatic plug melalui mekanisme
positive dan negative feed back.
Pembentukan fibrin merupakan suatu proses fase kedua (setelah fase pertama
agregasi trombosit). Fibrinogen merupakan bahan dasar dari fibrin, suatu glikoprotein
dengan BM 340.000 dalton yang terdapat dalam konsentrasi yang tinggi dalam plasma dan
granul trombosit. Trombin akan terikat pada fibrinogen dan akan membebaskan
fibrinopeptida dan membentuk fibrin monomer dan selanjutnya membentuk fibrin polimer.
Pengikatan fibrin dengan faktor XIIIa ini akan menjadikan fibrin resisten terhadap degragasi
plasmin dan keadaan ini juga diperkuat oleh pengaruh 2- plasmin inhibitor yang
melindungi dari fibrin terhadap efek fibrinolisis dari plasmin.
Mekanisme terakhir untuk membatasi pembentukan bekuan darah adalah fibrinolisis.
Mekanisme ini diperlukan untuk reparasi pembuluh darah dan struktur jaringan lainnya
bersamaan dengan pertumbuhan kembali sel endotel dan rekanalisasi pembuluh darah.
Fibrinolisis merupakan suatu rangkaian proses aktifasi faktor-faktor pembekuan yang
meliputi konversi zimogen-enzim, mekanisme feedback potensiasi dan inhibisi, dan reparasi
struktur pembuluh darah.

Pada proses permulaan pembentuk hemostatic plug, trombosit dan sel endotel akan
melepaskan plasminogen activator inhibitor untuk menfasilitasi pembentukan fibrin. Proses
selanjut, melalui suatu proses yang belum diketahui dengan pasti danpada waktu yang tepat,
sel endotel akan melepaskan plasminogen aktivator dan prourokinase yang akan
mengkonversi plasminogen (terutama yang terikat pada fibrin) menjadi bentuk aktif yaitu
plasmin, yang nantinya akan mencetuskan terjadinya fibrinolisis.
Pemeriksaan Penyaring Kelainan Koagulasi
Bilamana pada suatu pemeriksaan anamnesis dan fisik ditemukan adanya
kecenderungan perdarahan maka seharusnya dilakukan pemeriksaan skrining hemostasis
seperti halnya hitung trombosit, waktu perdarahan, dan pemeriksaan yang khususnya
menggambarkan kelainan koagulasi dan rangkaian hemostasis selanjutnya seperti
pembentukan fibrin dan fibrinolisis yaitu activated partial tromboplastin time (APTT),
protrombin time(PT), trombin cloting time (TCT), fibrinogen, euglobin lysis time (ELT),
fibrinogen-fibrin degradation product (FDP).
Activated Partial Thromboplastin Time (APTT)
Pemeriksaan APTT dah sejak 1950 dikenal sebagai pemeriksaan skrining untuk
mengetahui kelainan koagulasi. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang sensitif
terhadap kelainan dalam jalur intrinsic (XII,XI,IX dan VIII) dan kurang sensitif terhadap
pemeriksaan defisiensi protrombin dan fibrinogen.
Pemeriksaan APPT ini ditujukan untuk mengetahui adanya defisiensi faktor
pembekuan atau adanya inhibitor dalam jalur intrinsik. Bilamana APTT memanjang
menunjukkan adanya defisiensi dari satu atau beberapa faktor pembekuan (prekalikrein,
high molekuler weight kininogen, faktor XII,XI,VIII,X,V,II atau fibrinogen) atau adanya
inhibisi pada proses koagulasi (heparin, lupus anti coagulant, fibrinfibrinogen degradation
product) atau oleh karena adanya faktor inhibitor spesifik.
Pemeriksaan Defisiensi Faktor Pembekuan
Pemeriksaan APTT umumnya digunakan untuk menjaring kasus dengan kelainan
pada lintasan intrinsik seperti defisiensi faktor kontak, hemofila A (defisiensi faktor VIII),
hemofilia B (defisiensi factor IX) dan hemofilia C (defisiensi faktor XI ). Kadar APTT akan
memberikan gambaran abnormal (memanjang) bilamana defisiensi faktor berada pada level
<0,3 0,4 U/ml. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi hemostasis minimal dari factor
VIII, IX, XI adalah pada nilai 30% dengan demikian APTT merupakan tes skrining
hemostatik yang sensitif terhadap defisiensi faktor. Meskipun demikian prosedur APTT akan
mempunyai kemungkinan gagal mendeteksi kasus hemofilia ringan atau borderline dengan

nilai 25 30% dari kadar normal, pada kasus demikian pemeriksaan faktor pembekuan
spesifik perlu dilakukan bilamana dicurigai suatu hemofilia ringan.
Pemeriksaan terhadap inhibitor
Pemeriksaan APTT merupakan pemeriksaan skrining yang penting untuk
mengetahui adanya inhibitor terhadap koagulasi seperti lupus antikoagulan, demikian juga
dengan efek inhibisi dari fibrin degradation product dan juga efek dari heparin akan
memperpanjang APTT.
Protrombin Time (PT)
Pemeriksaan PT merupakan pemeriksaan skrining terhadap kelainan dalam lintasan
ekstrinsik yaitu terhadap faktor VII, X, V dan II. Pemeriksaan ini juga untuk mendeteksi
kadar fibrinogen yang rendah yaitu bila kadar fibrinogen <100 mg/dl; terutama digunakan
untuk monitoring terapi antikoagulan atau skrining terhadap defisiensi vitamin K.
Pemeriksaan PT kurang sesitif terhadap inhibisi oleh FDP dan heparin dibandingkan dengan
pemeriksaan PTT atau thrombin time.
Clotting Time (TCT)
Pemeriksaan TCT merupakan suatu pemeriksaan dengan menambahkan trombin
dalam plasma untuk mengetahui keadaan jumlah dan kualitas fibrinogen atau kecepatan
konversi fibrinogen menjadi fibrin. Nilai TCT yang memanjang menggambarkan adanya
defisiensi fibrinogen (<100 mg/dl); misalnya pada keadaan congenital hipofibrinogemia
atau afibrinogemia, kadar yang abnormal terjadi pada reaksi inflamasi, kualitas yang
abnormal dari fibrinogen (hereditary dysfibrinogemia, sirosis, karsinoma hepatoselular,
neonatus).
Selain itu bahan-bahan yang mengganggu kerja trombin dalam mengubah fibrinogen
menjadi fibrin seperti heparin, anti thrombin antibody, produk proteolitik dari fibrinogen dan
fibrin (FDP) akan menyebabkan TCT memanjang.
Pemeriksaan Faktor Koagulasi
Pemeriksaan Faktor Koagulasi terdiri atas 2 jenis yaitu :

Qualitative coagulation factor activity assay


Quantitative coagulation factor activity.

Kualitatif terdiri dari atas 2 tipe yaitu clotting time assays dan chromogenic assays.
Clotting time assays dilakukan dengan mengukur aktivitas faktor dengan menggunakan

plasma depleted factor congenital atau dengan menggunakan factor depleted plasma
artificial.
Kuantitatif, ditujukan untuk mengukur jumlah protein pembekuan (prokoagulan,
antikoagulan, komponen fibrinolitik, peptida aktif ). Teknik pemeriksaan yang umum
dilakukan adalah dengan menggunakan agglutination of antibody-coated beads,
imunoelektroporesis, radio immuno assays dan enzyme linked immunoabsorbent assay
(ELISA). Pemeriksaan kuantitatif tidak akan mengukur fungsi dari protein faktor koagulasi.
Defisiensi Vit K
Pada penderita dengan penyakit yang berat akan mudah terjadi defisiensi vitamin K
oleh karena nutrtisi yang jelek ataupun oleh karena penggunaan antibiotika jangka panjang.
Defisiensi Viamin K akan menyebabkan penurunan aktifitas faktor pembekuan II, VII, IX
dan X dengan demikian PT dan APTT akan memanjang akan tetapi kadar fibrinogen dan
TCT masih dalam keadaan normal. PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang sebelum
perubahan dar APTT terlihat, hal ini disebabkan oleh karena half-life yang pendek dari
faktor VII (5 jam).
Penyakit hati
Hati merupakan tempat sintesis dari hampir semua faktor pembekuan, dengan
demikian PT dan APTT akan memanjang pada penyakit hati lanjut. Seperti pada defisiensi
vit K , PT akan lebih dahulu ditemukan memanjang dibandingkan dengan APTT. TCT akan
ditemukan memanjang disebabkan oleh karena hambatan sintesis hepar akibat disfungsi
fibrinogen atau inhibisi terhadap polimerasi fibrin oleh FDP dalam sirkulasi. Bilamana
terjadi gagal hati maka konsentrasi fibrinogen akan turun. BT akan memanjang dalam
tingkatan ringan-sedang oleh karena mekanisme yang belum jelas. ELT akan memendek
pada penyakit hati lanjut oleh karena enzim fibrinolitik dalam sirkulasi gagal di inaktifasi
oleh hati.
Disseminated intravascular coagulation (DIC)
Perubahan laboratorium yang ditemukan pada DIC adalah kadar fibrinogen yang
rendah(<100mg/dl), kadar dari FDP yang tinggi (D Dimer > 2 g/ml), PT dan APTT yang
memanjang, trombositopenia dan BT yang memanjang. ELT normal pada sebagian besar
kasus penderita DIC.
Pada DIC yang ringan, kadar fibrinogen seringkali normal hal ini disebabkan oleh
karena terjadinya peningkatan sintesis sebagai respon terhadap reaksi fase akut aakan tetapi
keadaan ini diikuti oleh meningkatnya konsumsi dari fibrinogen. Demikian juga APTT akan
memendek, kemungkinan oleh karena aktifasi faktor-faktor pembekuan. Dilutional

Coagulopathy Pada penderita yang mengalami trauma atau pembedahan maka kehilangan
darah akan diganti sementara dengan cairan intravenous dalam jumlah yang cukup besar,
pada keadaan demikian ini akan terjadi dilusi dari faktor pembekuan dan trombosit.
Sindrom Washout ini akan diperberat dengan terjadinya konsumsi dari factor pembekuan
dan trombosit pada jaringan tubuh yang mengalami kerusakan. Hampir semua pemeriksaan
skrining hemostassis akan menjadi abnormal.
Daftar Pustaka
Hattaway WE, Goodnight SH. 1993. Physiology of hemostasis and thrombosis. Disorder of
hemostasis and thrombosis, 2nd edition, McGraw-Hill Inc, New York : 3-20.
Colman RW, Clowes AW, George JN. 2001. Overview of hemostasis. In: Colman RW, Hirsh
J, Marder VJ, Clowes AW, George JN eds.Hemostasis and Thrombosis,4 th ed.
Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins : 3-16.
Hattaway WE, Bonnar J. 1987. Physiology of coagulation in the fetus and newborn
infant.Hemostatic disorder of the pregnant woman and newborn infant, 1st edition,
Elsevier, NewYork : 57-68.
Kitchen S, McCraw A. 2003. Diagnosis of haemophilia and other bleeding disorders. A
laboratory manual. The World Federation of Hemophilia.
Moll S, Roberts HR. 2002. Overview of anticoagulant drugs for the future. Seminar in
Hematology. Semin Hematol; 39:145-57.
Hotchkiss RS, Karl IE. 2003. The pathophysiology and treatment of sepsis. N Engl J Med;
348:138-50.

Gangguan pada proses pembekuan darah, dapat berupa kelainan yang diturunkan
secara genetic atau kelainan yang didapat. Gangguan pembekuan darah yang didapat bias
disebabkan oleh adanya gangguan factor koagulasi karena kekurangan factor pembekuan
yang tergantung vitamin K, penyakit hati, percepatan penghancuran factor koagulasi dan
inhibitor koagulasi. Salah satu diantaranya adalah defisiensi kompleks protrombin yaitu
kekurangan fator2 koagulasi, factor II,VII,IX dan X.
Proses koagulasi
Proses koagulasi terdiri dari jalur intrinsic dan jalur ekstrinsik. Jalur intrinsic dimulai
saat darah mengenai permukaan sel endothelial, sedangkan jalur ekstrinsik dimulai dengan
pelepasan tissue factor (factor III) pada tempat terjadinya luka.
Jalur pembekuan darah intrinsic memerlukan factor VII, IX, X, dan XII, dibantu
dengan protein prekalikrein, high-molecular weight kininogen (HMWK), ion kalsium, dan
fosfolipid dari trombosit. Jalur ini dimulai ketika prekalikrein, HMWK, factor XI dan factor
XII bersentuhan dengan permukaan sel endothelial, yang disebut dengan fase kontak.
Adanya fase kontak ini menyebabkan konversi dari prekalikrein menjadi kalikrein, yang
kemudiang mengaktifkan factor XII menjadi factor XIIa. Factor XIIa memacu proses
pembekuan melalui aktivasi factor XI, IX, X dan II (protrombin) secara berurutan.
Aktivasi factor Xa memerlukan bantuan dari tenase complex, terdiri dari ion Ca,
factor VIIIa, IXa dan X, yang terdapat pada permukaan sel trombosit.faktor VIIIa pada
proses koagulasi bersifat seperti reseptor terhadap factor IXa dan X. aktovaasi factor VIII
menjadi factor VIIIa dipicu oleh terbentuknya thrombin, akan tetapi makin tinggi kadar
thrombin, malah akan memecah factor VIIIa menjadi inaktif.
Jalur ekstrinsik dimulai padatempat terjadinya luka dengan melepaskan tissue factor
(TF). TF merupakan suatu lipoprotein yang terdapat pada permukaan sel, adanya kontak
dengan plasma akan memulai terjadinya proses koagulasi. TF akan berikatan dengan factor
VIIa akan mempercepat aktivasi factor X meenjadi factor Xa sama seprti proses pada alur
intrinsic. Aktivasi factor VII terjadi melalui kerja dari thrombin dan factor Xa. Actor VIIa
dan TF ternyata juga mampu mengaktifkan factor IX, sehingga mementuk hubungan antara
jalur ekstrinsik dan instrinsik.
Selanjutnya factor Xa akan mengaktifkan protombin (factor II) menjadi thrombin
(factor IIa). Thrombin akan mengubah fibrinogen menjadi fibrin monomer dengan bantuan
kompleks protombinase yang terdiri dari fosfolipid sel trombosit, ion Ca, factor V dan Xa.
Factor V merupakan kofaktor dalam pembentukan kompleks protrombinase. Seperti factor
VIII, factor V teraktivasi menajdi factor Va dipicu oleh adanya thrombin. Selain it thrombin

juga mengubah factor XIII menjadi factor XIIIa yang akan membantu pembentukan crosslinked fibrin polymer yang lebih kuat.

Anda mungkin juga menyukai