Anda di halaman 1dari 10

KONSEP PEMANFAATAN RUANG DI KAWASAN CBD

BOULEVARD MANADO:
DAMPAK & SOLUSI
Oleh :
Ir. Veronica A. Kumurur, M.Si1

Kota Manado termasuk pada kota pantai (waterfront city) yang memiliki model diagram
yang memanjang (linear). Sangat berbeda dengan Jakarta waterfront city yang
memiliki bentuk memusat (konsentrik). Bentuk kota pantai yang dimiliki Kota Manado
membuat hampir seluruh muka/wajah kota ini seolah menghadang laut, yang berarti
hampir seluruh masyarakat kota Manado harus bertemu dengan alam laut setiap kali
harus memulai aktifitas kesehariannya. Tanpa terasapun tumpuan harapan sebagian
masyarakat lokal Manado yang berprofesi nelayan tradisionil di tambatkan di laut ini.
Budaya melaut perlahan terbentuk dan menjadi budaya tradisional sebagian
masyarakat lokal Manado yang tidak memiliki lahan pertanian di gunung. Ketidak
tersediaan tempat rekreasi buatan di kota Manado menghantar masyarakat kota ini
untuk memanfaatkan alam laut sebagai lahan wisatanya. Tidak memerlukan biaya
tambahan, baik biaya transportasi, cukup hanya dengan berjalan pagi saja masyarakat
kota ini telah mendapatkan wisata laut yang begitu indahnya. Sunrise sampai sunset
tetap dinikmatinya secara cuma-cuma. Siswa-siswi SMA negeri I Manadodan mungkin
ada siswa-siswi SMA lain saat itu tidak memerlukan lagi kolam renang yang didisain ala
international standart untuk melatih kepiawain berenangnya. Cukup saja kita
membentuk barisan di pinggir pantai Manado dan menunggu komando dari guru olah
raga untuk satu-persatu atau satu kelompok (regu) terjun ala pertandingan renang di
laut Manado. Mungkin, itulah yang mengakibatkan kolam renang Sario tidak sering
digunakan waktu itu, dan tidak ada perenang yang langsung di eksport dari Manado
untuk bertanding di ajang olimpiade. Mungkin juga, itulah yang menyebabkan kita
sebagai wanita Manado, sulit untuk mengenakan pakaian renang saat itu. Hal yang
positif lainnya, pantai Manado merupakan area anak-anak SMA belajar menyayi
bersama (vocal grup) sepulang sekolah dimana alam pantai Manado memberikan
stimulasi bagi kami berlatih dengan santai tanpa paksaan berlatih di dalam satu ruang
yang masif. Sangat indah, semuanya berlangsung tanpa paksaan, semuanya
berlangsung gratis dan tanpa ada rasa nggak enak hati bahwa kita akan menganggu
orang lain. Suasana ini terjadi sebelum tahun 1996, dimana belum diporak-porandakan
oleh kegiatan penimbunan pantai. Kini suasana itu seolah tidak pernah ada, semua
tertutup oleh mega-proyek yang akan membentengi masyarakat kota Manado terhadap
view pemandangan ke laut.

Berdasarkan kriteria Keppres RI. No. 32 tahun 1990 tentang Pengolahan


Kawasan Lindung, bahwa kawasan pantai Manado (kini Boulevard)
termasuk pada kriteria kawasan lindung (Protected Area) dimana sepanjang
pantai ini 100 meter dari tititk pasang tertinggi ke arah darat harus
dilindungi atau bebas dari kawasan budidaya (bangunan, lahan pertanian,
dll) guna untuk melindungi fungsi ekosietem pantai. Ide untuk membangun
barrier sebagai penahan abrasi pantai terhadap lingkungan
perkampungan di daerah pesisir ini yang sekaligus sebagai alternatif
pemecahan masalah lalulintas di kota ini adalah salah satu pengrusakan
kawasan lindung ini. Namun, jika saja ide ini tidak diteruskan pada
penimbunan pantai selanjutnya untuk dijadikan lahan baru (new land) saat
ini kita telah sampai pada kegiatan pemulihan kembali kerusakankerusakan yang terjadi akibat pembangunan konstruksi jalan ini. Paling
tidak menata kembali lahan di tepi pantai sebagai zona lindung yang dapat
melindungi ekosistem perairan pantai Manado dari erosi atau run-off yang
datang dari kawasan pemukiman (urban settlement) di sekitar kawasan ini.
Kota Manado yang sejak dulu sudah berada di tepi pantai (waterfront) kini
oleh pemerintah terdahulu kembali dicanangkan dan ditekankan kembali
keberadaannya yang memang sudah di tepi pantai. Namun, tidak saja
menekankan tipe kota Manado ini melainkan juga meimproved model
kota ini dengan meningkatkan image (kesan) bahwa Manado Waterfront
City adalah kota diujung pulau Sulawesi yang perlu dikunjungi dan
diperhitungkan diantara kota-kota lain di Indonesia. Sangat mungkin citacita ini dilaksanakan. Namun tentunya mesti diperhitungkan atau bahkan
di planing kan dengan baik dan sangat serius.
Manado yang memiliki garis wajah yang sebagian besar berada pada
kawasan sepanjang pantainya, dengan demikian pula zona ini merupakan
zona yang rentan terhadap pengrusakan alam maupun dari dirinya
sendiri (kotanya sendiri). Kawasan Pantai Manado (kini kawasan Boulevard

Manado) adalah bagian yang sangat strategis untuk memandang dan


memasuki kota ini dari arah laut. Adanya pelabuhan alam Manado, adanya
pasar 45, dan pusat kegiatan lainnya mengindikasikan banyaknya kegiatan
berlangsung di kota Manado. Sehingga untuk lebih menambah hidupnya
kota ini, maka perencana kota ini beserta penguasa terdahulu memilih
kawasan Teluk Manado (Manado Bay) sebagai zona pengembangan
kawasan, guna mempertegas image Manado Waterfront City. Suatu
penggunaan konsep yang membangun sarana kegiatan dengan membuat
lahan baru melalui kegiatan penimbunan perairan Teluk Manado yang
dengan kata lain melakukan pengrusakan kawasan lindung untuk kedua
kalinya. Belum lagi terealisasi rancangan jalan keluar bagi masyarakat
nelayan akibat pengusuran terdahulu, dimana mereka (nelayan) saat ini
masih asyik menikmati kisah menangkap ikan di Teluk Manado, kini mereka
(nelayan) harus berhadapan lahan dengan penggusuran lahan kerja
mereka.
Konsep CBD Boulevard Manado
Dalam meningkatkan image kota Manado, pemrakarsa (pemerintah kota
dan propinsi terdahulu) telah membuat suatu konsep pengembangan
kawasan ini, dimana memindahkan pusat kegiatan kota dari pasar 45 ke
kawasan sepanjang pantai Teluk Manado, dengan cara menimbun pantai
(kawasan lindung) menjadi lahan baru Di lokasi ini bakal terkonsentrasi
suatu pusat perdagangan yang memiliki luas area 60,5 ha yang terdiri dari:
PT. Bahu Cipta Persada (7,5 ha), PT. Multi Cipta Perkasa (15,5 ha), PT.
Megasurya Nusalestari (30 ha), PT. Papetra (1,5 ha), dan PT. Multi Cipta
Perkasa (6 ha). Daerah ini akan menjadi pusat bisnis baru di kota Manado
(Cental Business District). Kegiatan ekonomi sangat ditonjolkan di daerah
ini, tak peduli dengan kondisi lingkungannnya, dengan kondisi kawasan
lindung yang telah dirusak. Masyarakat nelayanpun menjadi masyarakat
transisi di kawasan ini. Masyarakat ini harus terpaksa meubah mata
pencaharian mereka dari melaut menjadi pedagang-pedagang kecil

yang menempati sektor informal tanpa ijin. Semata-mata konsep yang


diterapkan di kawasan ini hanya untuk mengejar keuntungan ekonomi saja,
tanpa memperhitungkan kondisi sosial dan lingkungan yang ada.

Dampak Konsep CBD dan Pembangunan Berkelanjutan


Tentunya penerapan konsep ini memberikan dampak-dampak (positif dan
negatif) di kawasan ini maupun seluruh kota Manado. Dampak negatif masa
konstruksi/fase konstruksi (masa pelaksanaan pembuatan bangunanbangunan) dari sisi sosial yangsudah dan sedang terjadi seperti
berkembangnya sektor informal tanpa ijin di sepanjang jalur jalan
Boulevard ini, keresahan masyarakat kota akibat hak menikmati
pemandangan alam mulai terampas. Mulai tergesernya masyarakat
nelayan dari area tersebut secara perlahan-lahan. Sedangkan masalah
lingkungan yang saat ini sudah terjadi adalah rusaknya terumbu karang di
perairan Teluk Manado dimana dari rekaman video bawa laut pada tahun
1996 terlihat masih suburnya dan indah karang-karang di bawa laut Pantai
Manado, tapi kini hasil rekaman video bawa laut tahun 2001 yang telah
dilakukan oleh NRM-EPIQ Manado, tidak lagi demikian, suasana bawa laut
Pantai Manado sangat tandus dengan pemandangan rusak dan hancurnya
karang-karang akibat bebatuan yang dipaksa masuk membentuk pondasi
penyangga lahan baru ini. Tidak ada lagi pemandangan indah disana. Hal
ini mengakibatkan sangat terganggunya habitat hidup dari organisme laut.

Beroperasinya kawasan ini sebagai kawasan pusat bisnis akan memberikan


dampak positf bagi ketersediaan lapangan kerja baru serta pada
pertumbuhan ekonomi daerah ini dilihat dari sektor pertambahan
penapatan asli daerah dari retribusi bangunan-bangunan komersial yang

ada. Namun masih saja memberikan dampak nagatif bagi kondisi sosial
masyarakat daerah ini bahkan mungkin kondisi sosial seluruh masayarakat
Manado. Ketersediaan tenaga kerja yang profesional di bidang perdagangan
sebagai staff promosi atau bahkan sebagai staf-staf lain yang dapat
mensupport terlaksananya proses perdagangan di area ini, apakah sudah
memenuhi kriteria dalam rangka penyiapan dirinya saat ini. Yang bakal
mungkin terjadi adalah terjadinya import tenaga kerja dari luar daerah
yang dapat memicu kecemburuan sosial di kawasan ini maupun kawasan
kota Manado. . Akan semakin banyaknya tenaga import (luar kota Manado)
akan memupuk suasana yang tidak mengenakkan antara masyarakat
pekerja di kota ini, yang bakal menjadi bibit-bibit permusuhan di masa
datang. Belum lagi hak-hak masyarakat kota yang semakin terampas
akibat terbentangnya dinding-dinding pemisah yang sengaja memisahkan
rangkaian aktfitas rutin masyarakat Manado. Tadinya tak perlu
menganggarkan biaya untuk melihat sunrise dan sunset di kota Manado,
kini tidak lagi demikian. Paling tidak bakal bersitegang lagi dengan penjaga
kawasan untuk bisa masuk dengan gratis. Kondisi ini secara perlahan
memupuk situasi yang tidak fair dan sangat menganggu keseimbangan
kehidupan manusia di kota ini
Beroperasinya kawasan ini juga akan mempengaruhi atau akan memberi
dampak negatif terhadap lingkungan perairan Teluk Manado terjadinya
penurunan indeks keanekaragaman hayati (biodiversity) perairan ini akibat
terputusnya siklus-siklus kehidupan organisme laut , yang seluruhnya
diakibatkan oleh pengrusakan habitat kehidupan organisme laut dengan
cara terjadinya masukan-masukan material limbah cair maupun padat di
perairan ini. Akibat selanjutnya adalah menurunnya nilai keindahan
(estetika) perairan Teluk Manado.
Apakah ini akan membawa lingkungan hidup kota Manado menjadi
berkelanjutan? Rasanya dengan benefit yang diperoleh akibat

terbentuknya lahan-lahan baru sebagai kawasan pusat kegiatan baru


(CBD) ini tidak akan dapat mengantikan dan menutupi cost (biaya)
pemulihan kerusakan lingkungan maupun sosial yang semakin hari semakin
bertambah saja. Sebagai contoh berapa lama terumbu karang yang rusak
untuk dapat pulih kembali seperti sedia kala, padahal memulai kegiatan
memulihkannya saja belum terlihat. Waktu semakin bertambah dan apabila
kawasan ini beroperasi, para pedagang di area inipun harus menjaga
kawasan ini supaya tetap stabil, salah satunya dengan cara membayar
retribusi pada pemerintah, sedangkan retribusi ini bukan untuk
memperbaiki lingkungan perairan yang telah dirusak melainkan untuk
menghidupi propinsi dan kota ini. Pendapatan yang diperoleh ini adalah
dalih untuk mengembangkan ekonomi kota ini saja. Nah, kapan akan terjadi
pembenahan habitat perairan Teluk Manado, barangkali akan terlontarkan
tidak ada biaya untuk itu. Inilah kondisi yang bakal terjadi di masa
datang dengan melihat kondisi yang ada sekarang ini. Tidak ada tandatandanya pelaku ekonomi, pemrakarsa maupun pemerintah negri ini untuk
berupaya mengantisipasi kondisi pengrusakan lingkungan di masa datang.
Perangkat ekonomi saja yang dipersiapkan. Belum lagi biaya-biaya (cost)
untuk masalah-masalah sosial yang bakal terjadi. Siklus-siklus kehidupan
sudah mulai diputuskan. Apabila kita terpaku dan terdiam saja melihat
suasana ini, atau kita hanya bisa puas saja dengan keadaan ini, maka kita
akan setuju membawa negeri ini akan masuk pada kondisi lingkungan
hidup yang tidak berkelanjutan (unsustainable) yang selanjutnya bakal
menuju pada kota mati.

Usulan Revisi Konsep CBD


Saya tak menginginkan suasana yang tidak berkelanjutan terjadi di kota
Manado yang saya cintai ini, saya rasa, semua warga kota ini akan setuju
dengan pernyataan ini. Kita semua tak menginginkan hal itu terjadi, karena
kita semua sebagai penduduk tetap kota Manado yang akan menanggung

segala resiko negatif akibat kegiatan ini. Barangkali ini tidak dirasakan bagi
yang hanya menjadi pendatang dan temporer tinggal di kota ini.
Untuk itu berbagai jalan keluar mesti kita lakukan untuk mencegah
pengrusakan yang lebih parah dan berkelanjutan (terus-menerus) terjadi di
kota ini. Upaya-upaya harus kita lakukan bersama-sama dengan diikuti oleh
auatu komitmen untuk beraksi.
Revisi konsep, itulah langkah pertama agar pencegahan dapat dilakukan
secara sistematik bukan tambal-sulam (tutup ditempat lain maka lubang di
lain tempat). Bukan hanya semata-mata mengejar pertumbuhan ekonomi
melalui pendapatan daerah dengan membiarkan kegiatan ini memutusi
setiap proses kehidupan makhluk hidup di kota Manado. Konsep inilah yang
mesti diarahkan pada perimbangan antara sub-sistem lingkungan buatan
(lahan CBD), lingkungan sosial (tatanan sosial masyarakat), serta
lingkungan alam (perairan pantai Teluk Manado & kehidupannya). Dimana
konsep ini mengkondisikan agar ketiga sub-sistem ini tidak saling
menghancurkan tetapi saling berinteraksi positif dengan cara saling
memberikan support positif. Beberapa hal yang mesti diperbaiki di dalam
konsep ini, seperti: menjaga siklus kehidupan masyarakat kota Manado
dengan tetap menyediakan aksesibilitas publik untuk dapat menikmasti
keindahan alam Pantai Manado. Ruang-ruang publik harus tetap disediakan
dalam rangka menjaga interaksi sosial antar sesama umat manusia tanpa
harus memberikan beban tambahan seperti biaya (ongkos) untuk
melaksanakan aktivitas ini. Dengan kata lain tidak semua lahan yang
direncanakan untuk digunakan oleh enam investor ini semata-mata
dibangun dengan bangunan-bangunan masif (tertutup) dan menghalangi
view. Adalah disana dibuatkan ruang-ruang terbuka hijau yang
memberikan pandangan aktif masyarakat ke alam laut ini. Tidak ada kesan
membatasi ruang gerak kehidupan masyarakat dengan adanya bangunanbagunan komersil ini. Perlu diingat, bahwa di kota Manado saat ini hampir
tidak ada lagi lokasi wisata laut yang gratis, tidak ada fasilitas rekreasi bagi

masyarakat yang dibuatkan oleh pemerintah. Inilah sisi kehidupan sosial


yang bakal menjadi masalah besar di masa yang akan datang. Masyarakat
kota Manado tidak lagi mengenal hubungan interaksi positif antar
masyarakatnya. Semuanya terbatas oleh aturan dan biaya. Sindrom
individualistis kota besar bakal diidap kota ini. Aturan-aturan yang secara
tidak sengaja telah dibuat oleh pelaku ekonomi untuk kota ini. Belum lagi
masayarakat nelayan tradisionil yang secara perlahan mulai tergusur dan
habis sama sekali di kawasan ini. Peralihan budaya yang dipaksakan akibat
hanya mempertimbangkan kegiatan ekonomi, sehingga untuk itu perlu
adanya ruang-ruang terbuka khusus untuk para nelayan tradisional untuk
tetap beraktifitas di lahan baru ini. Biarlah mereka dibuatkan aturan atau
rambu-rambu khusus di lahan ini, dan biarlah kegiatan tradisional nelayan
ini menjadi menyatu dengan kegiatan modern yang tercipta di lahan baru
ini. Bukankah ini menjadi satu pemandangan unik (atraksi unik) yang bisa
dipromosikan di berbagai negara atau di Indonesia sendiri. Membuat
pembagian pemanfaatan ruang yang fair antara masyarakat, pemerintah
maupun investor. Pembagian pemanfaatan ruang saat ini perlu direvisi,
bukan 84% untuk investor dan 16% untuk pemerintah daerah atau kota,
sedangkan masyarakat sendiri tidak diberikan hak untuk memanfaatkan
lahan ini.

Tentunya jangan pula memperpanjang kerusakan yang terjadi di ekosistem


perairan Teluk Manado dengan membiarkan limbah-limbah cair yang kotor
dibiarkan masuk ke dalam perairan tanpa melalui unit pengolahan limbah,
juga jangan membiarkan sampah-sampah padat terbuang ke laut. Perlu
tindakan nyata melaksanakan semua ini, perlu ketegasan dan keberanian
pemerintah kota untuk menegakkan suatu kebenaran yang tentunya dilihat
dari sisi kepentingan masayarakat dan lingkungan hidup kota ini agar

berkelanjutan hidupnya. Perlu pengawasan yang ketat serta berani


memberikan sanksi bagi pelanggar peraturan yang ditentukan.

Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Boulevard Manado


Kawasan Bolevard Manado kini merupakan daerah yang sangat penting di
kota Manado ini. Wajah kota akan tergambar dari penampilan suasana
kawasan ini. Hancurnya tatanan sosial kota ini di masa yang akan datang
bisa saja dipicu dari kawasan ini. Kehidupan ekonomi terpusat bakal
terpusat di kawasan ini, kekacauan lalulintaspun bakal terjadi di kawasan
ini. Lingkungan perairan pantai Manado bakal dilupakan orang akibat
kegiatan di sepanjang kawasan ini. Betapa pentingnya kawasan ini,
sehingga perlu pengaturan yang cermat dan tegas. Tidak cukup hanya
diatur di Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) kota Manado yang lebih
cendrung bersifat makro dan tidak jelas dan tidak mudah dibaca oleh
masyarakat luas. Kawasan ini perlu memiliki Rencana Detail Tata Ruang
Kawasan (RDTRK) yang lebih menjelaskan area-area mana milik
masyarakat, milik pemerintah dan milik investor. Secara detail juga bisa
ditunjukkan di RDTRK ini tentang informasi-informasi lain yang secara jelas
pula dapat dibaca oleh seluruh lapisan masyarakat. RDTRK ini sangat
dibutuhkan untuk menkontrol pembangunan fisik di kawasan ini. Untuk
sampai ke arah itu, perlu adanya kelapangan hati investor untuk direvisi
juga kesediaan pemerintah untuk merevisi kembali pemanfaatan ruang
yang diberikan atau dijinkan pada para investor ini. Ini semua untuk
kepentingan kita semua yang bermukim di kota Manado. Apakah investor
tidak membutuhkan rasa aman di masa datang? tentu sangat
membutuhkan. Tapi, perlu dingat bahwa keamanan inipun kita harus
ciptakan bersama, masyarakat, pemerintah dan para investor. Keamanan
berdagang bukan saja semata-mata tanggung-jawab pemerintah, tapi juga

tanggung jawab para pengusaha. Banyak hal yang sudah terjadi di


beberapa daerah di Indonesia akibat tidak berimbangnya tanggung-jawab,
yang kini dapat kita ambil hikmahnya secara bersama-sama. Saya yakin,
kita tidak ingin di masa datang kota Manado menerima giliran seperti
daerah-daerah lain. Oleh karena itu marilah kita sama-sama merendahkan
hati kita untuk sama-sama menerima kritikan, merubah yang salah dalam
rangka membangun suatu kedamaian yang tinggi nilainya di bumi Nyiur
Melambai ini. Kita sama-sama menjadikan kota Manado sebagai kota yang
menjanjikan keberlanjutan lingkungan hidupnya dan kota yang
Manusiawi.
Footnote:
1

Dosen Arsitektur Lingkungan, Fakultas Teknik Jurusan Arsitektur, Univ. Sam Ratulangi; Anggota Ikatan
Arsitek Indonesia (IAI); Peneliti pada Pusat Penelitian Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam
(PPLH-SDA) divisi Lingkungan Hidup Perkotaan, Lembaga Penelitian Universitas Sam Ratulangi,
Direktur Yayasan Cinta Cipta Nusantara (YCCN) Manado.

Anda mungkin juga menyukai