Anda di halaman 1dari 5

KOMPUTER SANG ILMUWAN

KARYA CALVIN JESSE M.S


Kalau aku mengingat-ingat testimoni
seniorku yang sudah bekerja di perusahaan
internasional, kesombonganku menjadi hal yang
pertama kali muncul.
Apa? Cumlaude Teknik Komputer UI cuma
ditawarin pekerjaan ginian? Yang bener aja
Begitulah aku. Orang miskin yang tidak
punya orangtua, ekonomi tingkat bawah, sombong,
hidup pula. Mungkin ini sebabnya orangtuaku enggan
hidup kembali untuk bertemu denganku. Kutolak
tawaran itu dan aku tetap menganggur sampai 6
bulan lamanya. Menyambung hidup hanya
mengandalkan uang yang dihadiahkan rektor pada
lulusan cumlaude yang jika dihitung akan habis dalam
1 bulan ke depan. Aku mulai mencari pekerjaan dari
kantor ke kantor tapi tidak ada yang cocok denganku.
Hingga pada suatu sore aku singgah ke sebuah kantor
konsultan pajak yang sedang membutuhkan tenaga di
bidang komputer untuk mengubah sistem mereka
yang baru saja dibobol. Kuterima pekerjaan itu dan
aku mulai bekerja keesokan harinya.
Hari-hariku di kantor berjalan lancar. Aku
banyak membuat perubahan di bidang keamaan
digital dan sejak saat itu kantor tersebut tidak pernah
dibobol oleh peretas lagi. Kesombonganku pun
muncul lagi
Namanya juga cumlaude UI, masa
pekerjaan ginian ga bisa dikerjain sih? Hahahaha
Berselang tiga hari setelah kesombonganku
muncul, aku diberhentikan oleh perusahaan tersebut
dengan alasan pendidikanku terlalu bagus hanya
untuk bekerja disitu. Percayalah, itu hanya omong
kosong belaka lantaran aku sudah memperbaiki
sistem mereka yang cacat. Aku menganggur lagi
selama 3 bulan lamanya dan hanya hidup dari uang 2
bulan gaji ditambah pesangon yang mereka berikan
kepadaku.
Ketika aku hendak pergi untuk mencari
makan, aku bertemu dosen mata kuliah Teknik
Komputer Dasar di parkiran gedung. Aku
mendatanginya dan menyalamnya dan dia berkata
Halo, Suf. Apa kabar? Wah ini dia anak didik
saya yang cerdas sekali.
Baik, pak. Ah bapak bisa aja. UI gimana
sekarang pak?

Di suatu malam yang dingin, aku menatapi


komputerku yang usang. Komputer pemberian kedua
orangtuaku yang telah meninggalkan aku sejak aku
masuk jenjang perkuliahan. Ia begitu setia
menemaniku dikala teman-temanku pulang ke
kampung halamannya dan bertemu orangtua mereka
ketika libur semester tiba. Beginilah hidupku ketika
masa kuliah, hanya mengandalkan beasiswa penuh
dari perguruan tinggi karena aku tidak punya siapasiapa lagi. Adik ayahku hanyalah seorang buruh tani
yang doyan mabuk tiap malam, sedangkan ibuku
adalah anak tunggal sehingga aku tidak punya sanak
saudara yang bisa membantuku.
Terkadang aku suka meratapi nasibku yang
naas ini. Ketika orang lain makan 3 kali sehari, aku
hanya makan 2 kali sehari. Ketika orang lain
mempunyai banyak buku untuk dijadikan
pembanding, aku hanya bisa meminjam dan
mencatatnya intisarinya dari perpustakaan. Sering
sekali terbesit niatku untuk menjual komputerku, tapi
jika komputer itu kujual maka tidak ada lagi barang
yang bisa kujadikan penawar rindu akan kedua
orangtuaku. Komputer itu adalah hal terindah yang
pernah mereka berikan kepadaku. Meskipun
komputer itu sudah tidak mengikuti perkembangan
teknologi sekarang.
Singkat cerita, masa perkuliahanku pun usai.
Aku lulus dan menjadi Sarjana Teknik Komputer dari
Universitas Indonesia dengan predikat cumlaude.
Perasaan bangga dan senang pasti kurasakan. Tapi
ketika aku mendengar orang berkata
Selamat ya, nak. Anak papa memang
hebat
Wajahku selalu berubah
seakan-akan
gelarku itu tidak artinya tanpa kehadiran orangtuaku,
tapi mau bagaimana lagi, mereka pasti tersenyum
melihatku berhasil lulus lebih cepat daripada temanteman satu angkatanku.
Predikat cumlaude tidak membuatku cepat
diterima di dunia pekerjaan. Aku sempat menganggur
selama 4 bulan. Di pagi hari yang mendung, datang
sepucuk surat yang dikirim oleh perusahaan yang
bergerak di bidang pengembangan perangkat lunak.

Wah, sekarang mahasiswa jadi banyak


sekali. Kita kewalahan mengaturnya. Oh iya, kamu
udah tau pengumuman S2 gratis bagi alumnus yang
cumlaude? Kamu mau ikut tidak?
Aku langsung terkejut dengan berita itu. Aku
ingin melanjutkan S2 itu tapi jika nanti aku bertemu
teman-temanku dan mereka bertanya mengenai
pekerjaanku, habislah aku. Seorang Cumlaude Susah
Mendapat Pekerjaan. Itu akan menjadi judul yang
sangat indah untuk ditampilkan di festival film
mahasiswa. Kelaparanku tiba-tiba sirna dengan
campuran perasaan senang dan malu yang terbesit
dalam pikiranku.
Wah terimakasih banyak ya, pak atas
informasinya. Nanti jika saya berminat, saya langsung
pergi ke UI aja untuk mendaftar
Oh iya, tolong dipikirkan baik-baik ya.
Sayang otak kamu itu jika tidak dikembangkan lagi
Iya, pak nanti saya pertimbangkan lagi.
Terimakasih, pak.
Menurut angka perhitungan, kemungkinan
aku melanjutkan pendidikan itu sangat kecil. Rasa
sombong dan malu menjadi alasan utama mengapa
aku tidak mau meneruskan pendidikanku ke jenjang
S2. Andai saja aku bisa menanggalkan rasa sombong
dan malu itu.
Dengan rasa sombong dan malu yang
menempel di hatiku, aku memberanikan diri pergi ke
kampusku dulu dan pergi ke gedung rektorat untuk
mendafatar.
Woi, Yusuf. Lo balik lagi kesini? Ngapain?
Mau daftar S2 nih, Don. Pak Tahar bilang
ada program S2 gratis bagi cumlaude
Widih temen gue mau S2 nih. Btw sekarang
lo kerja dimana, Suf?
Sudah kuduga pertanyaan ini akan menjadi
pertanyaan paling sering terucap seantero UI.
Kecemasan terbesarku memang betul-betul terjadi.
Sementara ini masih nganggur, Don.
Kayaknya mau ngambil jurusan bidang penelitian aja
deh biar gak masalah nyari kerja.
Aduh, Suf. Otak lo itu sayang banget dipake
buat penelitian doang. Padahal lo bisa kerja sampe
Amerika sana. Eeehh malah mau jadi peneliti. Gaada
duitnya bro.
Mau gimana lagi, Don. Buktiya sampe
sekarang gue masih nganggur. Boro-boro mau kerja
sampe Amerika.

Iyadeh terserah lo aja. Yang penting lo


bahagia dan nyaman aja sama pekerjaan lo nanti. Gue
pergi dulu ya, Suf. Maktkul kalkulus ngulang 3 kali ga
lulus-lulus nih. Gak kaya lo sekali masuk langsung
lulus. Hahahaha.
Seketika hatiku tersentak mendengar hal itu.
Betapa tidak bersyukurnya aku memiliki otak yang
cemerlang dibandingkan teman-temanku. Aku
memutuskan untuk mengambil S2 bidang Fisika
Astronomi di Universitas Indonesia.
Masa perkuliahan pascasarjanaku berjalan
lancar. Jauh lebih lancar dari teman-temanku. Aku
menyandang gelar masterku 2 tahun setelah aku
mendapatkan gelar sarjana.
Aku bersama 3 temanku bersama-sama
diterima di LAPAN. Ya, baru kali ini aku mendapatkan
pekerjaan yang benar-benar sesuai dengan
pendidikanku. Bukan seperti pekerjaan sebelumnya
yang terlalu mudah untuk seukuran cumlaude UI
(Lagi-lagi kesombonganku muncul).
Perjuangan kami untuk menembus NASA
sangatlah sulit. LAPAN bukanlah lembaga yang
diperhitungkan oleh NASA. Kami memutuskan untuk
tetap di LAPAN dan meneliti siang dan malam
masalah gelombang gravitasi.
Keterbatasan alat dan modal membuat kami
sedikit tersendat dalam melakukan penelitian. Kami
cukup melakukan perhitungan yang memungkinkan
terjadinya gelombang gravitasi masif. Penelitian kami
ternyata menarik perhatian lembaga astronomi Eropa
yang bermarkas di Jerman. Kami diundang kesana
untuk melakukan penelitian lebih lanjut bersama
dengan orang-orang sana. Perhitungan demi
perhitungan kami lakukan untuk mencari sesuatu
yang sampai sekarang masih belum ditunjukkan oleh
Sang Pencipta.
10 bulan lamanya kami berjuang untuk
seakan-akan mendesak Sang Pencipta agar
menunjukkan apa yang sedang kami perjuangkan.
Dan ternyata memang Ia adalah Yang Mahakuasa. Ia
memanggil profesor kami kembali padaNya, mungkin
itu merupakan peringatan bagi kami agar tak
mendesakNya. Aku selalu berdoa agar ayah dan ibuku
mau berbincang denganNya agar ia bersedia
menunjukkan apa yang selama ini kami cari.
5 bulan setelah kepergian profesor kami,
akhirnya kami menemukan gelombang itu. Dan tebak
siapa yang melakukan perhitungan terhadap 2 lubang
hitam yang saling berinteraksi membentuk

gelombang gravitasi masif. AKULAH YANG


MELAKUKAN PERHITUNGAN ITU. Tapi kini aku tak
mau sombong karena tanpa rekan-rekanku, kedua
orangtuaku yang membujukNya, dan pastinya Sang
Pencipta aku tidak mungkin bisa menemukan
gelombang ini.
Ketika kami melakukan perayaan penemuan
ini, aku bertemu mahasiswa Indonesia yang berkuliah
di Jerman turut hadir disana. Mata ini seakan-akan
tak bisa mengalihkan pandangan padanya. Ia begitu
cantik sampai aku tak sadar kalau aku dipanggil untuk
menaiki panggung. Tapi inilah saatnya untuk aku
menunjukkan padanya kapasitas seorang cowok
penemu gelombang gravitasi.
Trik pamer kebolehan ini cukup berhasil
membuatnya terkesima. Dengan gayaku yang purapura tak melihatnya dan sibuk tersenyum pada para
hadirin sukses membuatnya tidak ilfil melihatku yang
sebenarnya sudah gatal tak menyombongkan diri.
Diriku tetap tak bisa mengalihkan
pandangan ini ketika ia sedang mengambil makanan.
Langsung saja aku ikut di dalam antrian mengambil
makanan agar semakin dekat pada dirinya dan
tampaknya dewi fortuna sedang berpihak padaku. Ia
terlihat sedang sendiri di mejanya melahap makanan
yang rasanya tidak terlalu aku suka. Bayangkan saja
bocah miskin yang terbiasa makan pecel ayam harus
menyesuaikan diri memakan makanan western.
Hei, mejanya kosong ga ya?
Ohiya kosong kok. Duduk aja
Langkah pertama berhasil.
Di Jerman ngambil jurusan apa? Di kota
mana?
Aku ngambil jurusan Teknik Astronotika di
Achen. Makanya aku bisa ikut acara lembaga
astronomi Eropa ini
Udah masuk semester berapa nih?
Ini lagi jalan semester 5. Kak, kok bisa
nemuin gelombang gravitasi itu gimana sih? Kayaknya
keren banget. Itukan salah satu prediksi Einstein saat
mencetuskan Relativitas Umum.
Hahaha, biasa aja kok. Cuma mikir kalau
neliti cuma dari interaksi antar bintang biasa kayanya
gabakal nemu, jadi cari-cari objek yang masif yaitu
lubang hitam. Btw jangan manggil kak dong, kurang
enak hahaha
Ohiya aku belum perkenalin nama aku ya.
Nama aku Dhanisa, temen-temen sih manggilnya
Denis. Jadi berasa cowok nih hahaha

Saya Yusuf. Salam kenal ya. Enak banget nih


punya temen ngobrol yang nyambung banget.
Hahaha bisa aja. Itu 2 temennya udah
nunggu tuh. Kasian dikacangin hahaha
Ah mereka ganggu orang lagi ngobrol aja
nih. Boleh minta nomor HP kamu gak ya? Biar bisa
janjian diskusi bareng lagi
Aku tulisin aja ya. Ini.
Makasih ya, Denis. Nanti saya hubungi lagi
Iya sama-sama, Yusuf.
Di satu sisi aku kecewa tidak bisa berbincang
lagi dengannya, di sisi yang lain aku senang bisa
mendapatkan nomor HPnya. Memang 2 orang
temanku itu adalah orang terbaik di Negeri Hitler ini.
Setelah acara itu kedekatanku dengannya
semakin menjadi-jadi. Sepertinya ia sangat senang
ketika sesekali kubawa ia ke kantorku. Kami sesekali
iseng-iseng menatap langit yang penuh bintang.
Betapa agungnya Dia yang menciptakan alam
semesta ini. Disaat seperti ini aku sering bertekad
untuk tidak sering menyombongkan diri tapi selang
beberapa jam kecenderungan itu muncul lagi.
Sepertinya aku dan Denis benar-benar saling
jatuh cinta. Kebersamaan kami benar-benar
mencerminkan hubungan cinta yang sejati dan
sempurna. Tak pernah lepas pandanganku
terhadapnya pada saat kami sedang berjalan-jalan di
pinggir jalan kota Munich. Ya, Denis hanya bisa pergi
ke Munich setiap hari Sabtu karena jarak AchenMunich tidak sedekat Jakarta-Bandung. Kadang aku
yang pergi ke Achen untuk menjumpainya.
Satu setengah tahun berlalu dan tibalah
saatnya Denis selesai dari pendidikan Teknik
Astronotika di Achen. Ia sekarang memiliki gelar
Sarjana Teknik. Aku turut hadir dalam wisuda wanita
yang kucintai itu. Aku bertemu dengan kedua
orangtuanya dan berbincang-bincang sedikit.
Orangtuanya datang dari Padang untuk melihat putri
mereka satu-satunya diberikan gelar Sarjana Teknik
dari Jerman.
Ini Yusuf si penemu gelombang gravitasi
ya? Berita penemuan kamu sampai ke Indonesia loh.
Hebat sekali kamu. Saya senang punya calon menantu
seperti kamu.
APA? Belum pernah terpikir olehku untuk
mempersunting Denis menjadi istriku. Memang jika
melihat situasi dan keadaan sekarang sudah besar
sekali kemungkinannya aku akan melamar dia, tetapi
memang niatan itu belum pernah terpikirkan olehku.

2 bulan setelah Denis wisuda, ia bekerja di


lembaga pengembangan antariksa Jerman. Niatku
untuk melamarnya sudah semakin jadi, tidak seperti
saat ia wisuda, tetapi...
Tiba-tiba datang sepucuk surat dari petugas
pos Munich. Dari amplopnya terlihat lambang Garuda
Pancasila. Dan isinya adalah undangan dari Pak
Presiden yang diteruskan oleh KBRI untuk Jerman.
Buru-buru aku menyimpan cincin yang kubeli untuk
Denis dan aku langsung pergi menemuinya dan
berpamitan karena besok aku harus pulang ke
Indonesia.
Aku pergi dulu, ya. Presiden mengundangku
untuk berbincang-bincang.
Iya, Suf. Hati-hati, ya. Cepatlah kembali
kesini. Jerman pasti merindukanmu
17 jam penerbangan membawaku pulang ke
tanah air. Aku langsung bertolak ke Istana Negara
untuk menemui Presiden.
Yusuf, selamat atas penemuan kamu, ya.
Indonesia sangat bangga pada kamu. Ini ada sedikit
hadiah karena kamu sudah mengharumkan nama
Indonesia di bidang ilmu pengetahuan. Saya juga mau
menawarkan sesuatu buat kamu. Kamu bersedia
tidak jadi Kepala LAPAN? Yang merekomendasikan
kamu itu Kepala LAPAN sekarang. Ia sebentar lagi
pensiun. Negara membutuhkanmu
Habislah diriku. Disaat diriku sudah mantap
melamar Denis, datanglah petir menyambar
kemantapan hatiku. Sekarang aku harus memilih
antara Denis atau LAPAN. Jika aku mengajak Denis
pulang ke Indonesia, sudah pasti ia menolak. Jika aku
memilih LAPAN, maka aku harus merelakan Denis.
Saya belum bisa beri jawabannya sekarang,
pak. Pekerjaan saya di Jerman juga masih ada yang
belum terselesaikan. Mungkin nanti saya akan
pertimbangkan lebih matang sampai pekerjaan saya
selesai.
Keesokan harinya aku langsung kembali ke
Jerman tetapi tidak langsung menemui Denis. Diriku
terlalu takut untuk mengatakan hal ini kepadanya.
Kuputuskan untuk melanjutkan pekerjaanku disini
sampai nanti aku akan memutuskan pulang ke

Indonesia atau menetap di Jerman dan hidup bahagia


bersama Denis.
Hari demi hari kulalui bersama Denis tanpa
pernah membahas tentang hal ini. Ingin sekali
mengatakan semuanya pada Denis, tapi aku takut
sekali ia perlahan-lahan melupakanku padahal aku
belum memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
Malam hari di musim dingin, aku dan Denis
pergi ke sebuah kedai kopi di Munich. Aku berencana
untuk mengatakan semuanya kepada Denis, tapi bibir
ini sulit sekali untuk mengatakannnya.
Denis, aku diminta Presiden untuk mengisi
kursi Kepala LAPAN yang sebentar lagi akan kosong.
Tapi aku ingin melamarmu menjadi istriku.Maukah
engkau menjadi isitriku dan pulang ke Indonesia?
Maaf, Suf. Aku gak bisa. Pekerjaanku disini
sudah baik. Tidak mungkin aku meninggalkan
pekerjaanku. Pasti orangtuaku akan sangat kecewa.
Jika kau tetap ingin bersamaku, temui aku besok sore
di gedung tempat kita pertama kali bertemu. Aku
pamit dulu
Denis tampak sangat kecewa terhadapku.
Aku tahu pasti ia akan menolak lamaranku dan
kembali ke Indonesia.
Kuputuskan untuk tak menemuinya di sore
itu. Ya, aku memilih untuk mengabdi pada negara
yang telah banyak berkontribusi dalam pendidikanku,
dan aku perlahan-lahan mencoba melupakan Denis
ciptaan terindah dari Tuhan yang pernah berbagi
kebahagiaan bersamaku.
Denis,
Terimakasih sudah pernah memberikan kebahagiaan
padaku
Terimakasih atas semua yang pernah engkau
hadirkan dalam hidupku
Sekarang kita harus berjalan berjalan masing-masing
Aku harap engkau menemukan tambatan hati yang
jauh lebih baik dariku
Maaf atas segala kekecewaan yang aku perbuat
Maaf aku harus meninggalkanmu dan kembali ke
tanah air
Sekali lagi maaf.

Anda mungkin juga menyukai