Anda di halaman 1dari 7

Pemerataan Pembangunan hanya Anganangan

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/felixwisnu/pemerataan-pembangunan-hanyaangan-angan_552911266ea8349c2c8b4588
Permasalahan pembangunan ekonomi di Indonesia tampaknya tidak akan segera berakhir.
Kesenjangan desa kota, pembangunan terpusat, dan kesenjangan wilayah barat dan timur
tampaknya masih akan dirasakan oleh masyarakat Indonesia. Program pembangunan yang
dijalankan pemerintah tidak memberikan indikasi bagi pemerataan pembangunan
ekonomi.
MP3EI yang seyogyanya menjadi garda depan pembangunan ekonomi Indonesia
tampaknya belum akan mampu mengatasi masalah kesenjangan. Kondisi sebaliknya terjadi,
kesenjangan pembangunan akan semakin lebar. Data MP3EI menyebutkan bahwa nilai
investasi infrastruktur hingga 2014 sebesar Rp.1812 triliun untuk semua koridor ekonomi.
Dari nilai tersebut, wilayah timur Indonesia (Bali-NT, Sulawesi, dan Papua dan Kep. Maluku)
hanya mendapat porsi sebesar Rp.349 triliun (19,26%). Sedangkan, wilayah barat Indonesia
(Sumatera, Jawa,dan Kalimantan) memiliki porsi yang jauh lebih besar dengan nilai investasi
Rp.1463 Trilliun (80,73%), dari nilai tersebut share terbesar di Jawa sekitar Rp.844 Triliun
(57,68%), diikuti Sumatera sebesar Rp.414 Triliun (28,29%), dan Kalimantan sebesar Rp.205
Triliun (14,01%). Total investasi (kegiatan ekonomi dan infrastruktur)Pemerintah perlu
kembali memahami esensi dari dasar pembangunan. Sebab jika tidak upaya percepatan
dan perluasan hanya akan menimbulkan kesenjangan pembangunan ekonomi semakin
lebar.
Berdasarkan data MP3EI tersebut, ada dua hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah
dalam pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia. Pertama,
pembagian investasi untuk infrastruktur lebih mengedepankan pembangunan di wilayah
barat, terutama di Jawa. Nilai investasi sektor infrastruktur sebesar Rp.1812 Triliun
seharusnya mengedepankan pembangunan wilayah timur. Artinya, pembangunan jalan,
jembatan, bandara, dan pelabuhan seharusnya dimasifkan di Sulawesi, Bali-NT, dan Papua.
Namun, kenyataannya share dititikberatkan pada Jawa dengan nilai mencapai Rp.844 Triliun
atau sebesar 48,6 % dari total seluruh investasi infrastruktur.
Apabila pola demikian yang terjadi kita tidak dapat mengatakan percepatan dan perluasan
pembangunan, melainkan pemusatan dan peningkatan kesenjangan pembangunan.
Pasalnya, wilayah Indonesia Timur yang membutuhkan pembangunan infrastruktur yang
massif mendapatkan porsi yang lebih sedikit. Bayangkan, dengan nilai investasi yang
relative kecil dan inflasi yang tinggi berapa banyak infrastruktur yang dapat dibangun.
Kondisi ini menggambarkan pembangunan infrastruktur di wilayah timur akan tetap minim
dan tertinggal.

Kedua, paradigma sentra produksi men-derive pembangunan infrastruktur, tampaknya


perlu dimodifikasi menjadi pembangunan infrastruktur yang akan men-derive sentra
produksi. Paradigma tersebut tidak dapat direalisasikan untuk Indonesia sebelah timur,
sebab tanpa adanya infrastruktur akan meningkatkan cost of transaction. Maka, hanya
investor besar saja yang akan masuk karena mereka mampu untuk membangun jalan,
pelabuhan, dan bandara sendiri untuk menekan biaya tersebut. Sedangkan, untuk investasi
yang relatif kecil, pembangunan infrastruktur akan menyebabkan pembengkakan biaya
produksi yang akan menurunkan daya saing produk.
Pembangunan infrastruktur yang massif memang perlu menjadi perhatian penuh
pemerintah. Sebab, infrastruktur merupakan tulang punggung perekonomian sebuah
negara. Jika kita perhatikan tidak ada negara maju yang memiliki infrastruktur yang buruk.
Oleh sebab itu, mimpi menjadi negara besar secara ekonomi di tahun 2025 perlu diawali
dengan tekat pembangunan infrastruktur disegala aspek dan wilayah dengan tetap
memerhatikan pemerataan pembangunannya.

Hambatan Pembangunan
Memang bukan perkara mudah menciptakan pemerataan pembangunan ekonomi nasional.
Berbagai program pemerintah telah diciptakan nyata-nyatanya belum mampu
menyelesaikan permasalahan pembangunan ekonomi di negeri ini. Bayang-bayang
sentralisasi pembangunan masih menaungi pembuat kebijakan di negeri. Tak hayal
pembangunan hanya terpusat suatu wilayah tanpa adanya upaya menciptakan kutub
pertumbuhan ekonomi yang baru. Hal ini terbukti dalam pembangunan infrastruktur yang
masih mengedepankan pembangunan di Jawa. Sedangkan, pembangunan di wilayah
lainnya terbilang relatif kecil. Tampaknya pemerintah masih akan terus menggenjot
pembangunan di Jawa, mengingat besarnya jumlah penduduk. Padahal fenomena social
yang terjadi merupakan dampak turunan dari tidak meratanya pembangunan di segala
aspek dan wilayah.
Sedikitnya ada dua hambatan yang menyebabkan pemerataan pembangunan sulit
diwujudkan. Pertama, minimnya dana pembangunan ekonomi, khususnya untuk
pembangunan infrastruktur. Belanja pemerintah setiap tahunnya masih didominasi oleh
gaji pegawai. Sedikitnya, belanja untuk pegawai mencapai 65,5% atau sebesar Rp.594,69
triliun dari pagu anggaran yang mencapai Rp.908,24 triliun di tahun 2011. Hal ini jelas
menghambat pemerintah untuk meningkatkan pembangunan dan perbaikan infrastruktur.

Kedua, adanya paradigma buruk terkait pembangunan ekonomi. Paradigma pembangunan


hanya untuk mengejar pertumbuhan ekonomi, bukan fundamental ekonomi yang
menyebabkan sentralisasi pembangunan tetap dipertahankan. Jika kita perhatikan

pembangunan infrastruktur di Jawa berbanding terbalik dengan wilayah timur Indonesia.


Kesiapan Jawa untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang tinggi memang sudah tidak
diragukan. Namun, bukan berarti pembangunan infrastruktur di wilayah timur tidak
penting, justru hal sebaliknya yang seharusnya dilakukan. Paradigma pembangunan yang
mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dalam jangka pendek menyebabkan realisasi
pemerataan pembangunan yang lambat, bahkan cenderung diam di tempat.
Pemerataan pembangunan ekonomi memang harus dimulai dari pemerataan
pembangunan infrastruktur. Jika infrastruktur memadai maka kegiatan ekonomi akan
berjalan dengan sendirinya, hal ini akan meningkatkan akses masyarakat untuk berusaha
dan berupaya. Maka, pemerataan pembangunan menjadi hal yang penting, tetapi kapan hal
tersebut akan terealisasi?
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/felixwisnu/pemerataan-pembangunan-hanyaangan-angan_552911266ea8349c2c8b4588

Pemerintah Prioritaskan
Pembangunan Infrastruktur untuk
Pemerataan Daerah
http://vibiznews.com/2015/11/04/pemerintah-prioritaskanpembangunan-infrastruktur-untuk-pemerataan-daerah/

Pemerintah dewasa ini sangat concern terhadap pembangunan infrastruktur di


Indonesia. Untuk itu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) mendapat anggaran yang paling besar di antara kementerian lain.
Demikian antara lain yang disampaikan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat
memberikan sambutan pembukaan Indonesia Infrastructures 2015 di JCC,
Jakarta. Rabu (4/11).

Di pemerintahan sekarang yang nomer satu (anggaranya) itu PU. Lebih dari Rp
100 triliun. Mudahan-mudahan nanti Rp 150-200 triliun deh untuk PU, demikian
ujar Wakil Presiden di acara Indonesia Infrastructures 2015.

Menurut Wapres, anggaran sebanyak itu menjadi suatu kebutuhan bagi


pemerintah untuk mengejar pembangunan infrastruktur Indonesia yang
tertinggal. Namun, tutur Wapres, infrastuktur bukan hanya tanggung jawab
pemerintah semata. Swasta pun diminta untuk melihat setiap peluang investasi
pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Dalam acara yang sama, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR), Basuki Hadimuljono mengatakan, infrastruktur jalan dan bendungan
memang menjadi prioritas pemerintah. Untuk jalan nasional, pemerintah
menargetkan tambahan 2.600 km dalam 5 tahun.

Lima tahun ke depan, 2.600 km jalan nasional akan kita bangun. Minimal 1.000
km jalan tol Trans Jawa akan diselesaikan. Pencatatan kami pada akhir tahun
2018-2019, kita ada tambahan 1.060 km jalan tol, kata Menteri Basuki.

Dia mengatakan, pertumbuhan jalan tol yang ditargetkan ini luar biasa besar.
Karena dalam 40 terakhir, dari 1974-2014, Indonesia hanya memiliki 440 km
jalan tol. Tapi 5 tahun ke depan mudah-mudahan kita punya tambahan 1.060
km jalan tol, imbuh Basuki.

Selain itu, pemerintah juga akan membangun 49 bendungan baru, dan


menyelesaikan 16 bendungan yang belum selesai proyeknya. Basuki
menambahkan, Jadi kita akan punya 65 bendungan baru, tambahan dari 231
bendungan yang sudah ada.

Analis Vibiz Research memandang bahwa program pengembangan infrastruktur


ini harus didukung dari segala segi, sebab inilah cara terbaik dan paling efektif
untuk mendongkrak kemandekan pertumbuhan ekonomi selama ini. Infrastruktur
itu dapat membuka kemacetan dan kelambanan ekonomi daerah-daerah yang
jauh, misalnya. Infrastruktur membuka perluasan lapangan pekerjaan dan akan
menciptakan multiplier effect berupa pergerakan aneka faktor produksi. Pada
gilirannya ini akan membangkitkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Dengan pemerintahan Jokowi yang saat ini juga menetapkan agar dana
infrastruktur pemerintah difokuskan di luar Jawa maka diharapkan itu akan
menggenjot pertumbuhan ekonomi yang merata di seluruh Indonesia. Menteri
PUPR, dalam acara Indonesia Infrastructure Week ini, misalnya mengatakan jalan

Trans Papua 4.000 kilometer (km) dan jalan di perbatasan Kalimantan-Malaysia


1.670 km segera dibangun.

Jalan Trans Papua 4.000 km ini rencananya akan selesai di 2018. Infrastruktur
jalan di perbatasan Papua Nugini juga dikerjakan. Basuki mengatakan, hari ini,
pemerintah juga mencanangkan pembangunan infrastruktur perbatasan Nusa
Tenggara Timur (NTT) dengan Timor Leste.

Dengan demikian, kita akan segera melihat dampak perekonomian yang


bertumbuh menembus perlambatannya dewasa ini. Bukan hanya itu,
pembangunan yang lebih tersebar dan merata akan dapat terwujud. Bahkan,
sampai ke daerah-daerah perbatasan yang selama ini diasosiasikan selalu
sebagai daerah tertinggal. Wajah itu segera berubah, dengan dukungan dari
segala pihak.

Infrastruktur Mendorong
Pemerataan Pembangunan
http://www.pu.go.id/berita/10654/Infrastruktur-MendorongPemerataan-Pembangunan

Satu tahun Kabinet Kerja merubah orientasi ekonomi dari mengandalkan


konsumsi menjadi produksi dan investasi. Dengan ruang fiskal yang longggar
sebesar Rp211.3 triliun yang diperoleh dari pengalihan subsidi bbm menjadi
menjalankan program-program produktif yang manfaatnya bisa langsung
dirasakan masyarakat. Pembangunan juga didorong merata di luar jawa,
kawasan kecil, desa-desa dan kawasan timur Indonesia. Pemerintah telah
meletakkan pondasi pembangunan nasional dengan meningkatkan produktifitas,
daya saing dan kesejahteraan rakyat.

Namun terjadi keterlambatan penyerapan. Hingga kini, anggaran baru terserap


hampir 50%. Keterlambatan penyerapan anggaran tersebut diakui Menteri
Perencanaan Pembangunan Nasional Sofyan Jalil dalam Dialog forum Indonesia
di Metro TV bersama menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki
Hadimuljono, Wakil Ketua Komisi V DPR RI Yudi Widiyono dan Direktur Eksekutif
Indept Industry Enny Hartati, Kamis (22/10). Diakuinya, pada tahun pertama
Kabinet Kerja hampir semua kementerian/lembaga mengalami keterlambatan
penyerapan anggaran.

Menanggapi terlambatnya penyerapan, Menteri PUPR mengatakan bahwa


penyerapan PUPR saat ini sebesar 49% dari target 53% dari jumlah alokasi
anggaran sebesar Rp 118 Triliun. Karena saat ini pada awal pembangunan masih
berkutat pada masalah lahan yang memiliki bobot kecil. Nanti begitu sudah
layer, bobot akan meningkat dikarenakan harga aspal mahal dan sebagainya.

"Saat ini penyerapan 49%, Bulan November kami perkirakan meningkat menjadi
72%. Lalu akhir Desember 93%. Namun perlu dipahami bahwa penyerapan 100%
bukan berarti pekerjaan konstruksi infrastruktur selesai. Karena pekerjaan
pembangunan infrastruktur adalah pekerjaan multiyears," tegas Basuki.

Lebih lanjut dikatakannya, membangun infrastruktur tidak bisa instan. Ada


tahapannya, pada awal kabinet, kita melanjutkan pekerjaan kabinet sebelumnya
dengan DIPA yang juga disusun oleh DPR sebelumnya. Lalu kita juga memulai
pekerjaan baru.jelas Basuki. Dicontohkannya, PUPR akan membangun 65 waduk
baru dalam lima tahun ke depan.

Ditambahkannya, pembangunan 13 waduk pada 2015 sudah 11 waduk yang


sudah dalam tahap pelaksanaan, sisanya 2 waduk akan ditandatangani
kontraknya minggu ini. Dari 13 waduk tersebut 10 diantaranya berada di luar
Jawa.

Sementara itu, total panjang jalan tol pada 2014 mencapai 840 km dan lima
tahun ke depan ditargetkan sepanjang 1.000 km. Sementara itu, untuk kawasan
perbatasan jalan yang membentang dari Aruk di Kalimantan Barat hingga

Kalimantan Utara sepanjang total 1.649 Km, telah tersambung 1.039 Km dan
masih belum Tersambung 610 Km. Ditargetkan akhir tahun 2015 akan tembus
sepanjang 1.254 Km dan akhir tahun 2016 ditargetkan tembus sepanjang 1.324
Km sehingga yang belum tersambung sepanjang 325 Km.

Dalam membangun infrastruktur, tambah Menteri Basuki tidak hanya


membangun fisik infrasfruktur tapi juga membangun kawasan sekitarnya. Di
Indonesia terdapat 35 kawasan strategis nasional untuk sinkronisasi dan sebagai
alat agar pembangunan bisa efisien.

DIrektur Eksekutif Indef Enny memberikan apresiasi kepada pemerintah dalam


mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur. Seluruh masyarakat
menunggu dan berharap adanya percepatan pembangunan infrastruktur.
Komitmen dari sisi anggaran ada perubahan dan tambahan yang signifikan. Dari
yang tadinya anggaran kurang dari Rp 200 triliun sekarang sudah hampir Rp 300
trilun."

Sementara, Yudi Widiyono menjelaskan bahwa komitmen awal Kabinet Kerja


dengan pengalihan subsidi bbm sebesar Rp 200 triliun, luar biasa. Hanya saja
masalah yang terlihat adalah keterlambatan penyerapan dan implementasi
akibat manajemen di pemerintahan seperti terjadinya perubahan nomenklatur
dan struktur.katanya. Selain itu juga terjadi hal-hal yang menyebabkan
produktifitas terhambat. Seperti, jatuhnya pesawat bisa menyebabkan
pengalihan fokus pekerjaan.

Anda mungkin juga menyukai