Anda di halaman 1dari 25

SKENARIO 3

TUMOR JINAK ODONTOGENIK EPITHELIAL


Dr. Banun Kusumawardani, drg.,M.Kes

Seorang pasien laki-laki berusia 35 tahun dating ke bagian bedah mulut


RSGM dengan keluhan utama pembengkakan di sisi kanan wajah sejak satu tahun.
Kesehatan umum dan riwayat medis pasien baik. Pemeriksaan ekstra oral
menunjukkan wajah asimetri dan terdapat pembengkakan sekitar 6x5 cm di pipi
kanan yang meluas dari sudut mulut ke ramus mandibular posterior dan dari kantung
luar mata hingga mandibular. Pada palpasi, pembengkakan itu keras, tidak dapat
digerakkan dan tidak sakit. Pemeriksaan intraoral menunjukkan tidak ada karies tetapi
gigi 46 dan 47 goyang derajat 2, dan pembengkakan pada area mandibula posterior
kanan yang terasakeras, tidak dapat digerakkan dan tidak sakit. Pemeriksaan radiologi
dengan panoramic menunjukkan radiolusen multilokular yang melibatkan sudut dan
ramus mandibular termasuk kondilus dan prosesus koronoid dengan resorpsi akar 46
dan 47. Spesimen reseksi dilakukan pemeriksaan histopatologi yang menunjukkan
gambaran solid epithelial cell nest dengan palisade sel-sel ameloblastik dan central
squamous cells. Berdasarkan gambaran histopatologi tersebut, ditetapkan diagnose
kelainan ini adalah ameloblastoma tipe follicular acanthomatous.

STEP 1
ANALYZING UNFAMILIAR WORDS

1. Spesimen reseksi:
Mengambil suatu jaringan untuk dilihat jenis kelainannya.
2. Radiolusen multilokular :
Jika dilihat dari gambarannya akan membentuk lobuli dibatasi dengan septa
tulang besar yang disebut dengan bubble soap.
3. Tumor :
Pertumbuhan jaringan baru yang abnormal dan tidak terkontrol berupa
benjolan.
4. Ameloblastoma follicular acanthomatous :
Tumor odontogen yang berasal dari epitel enamel organ, dengan pulau-pulau
ditengahnya stellate retikulum.
5. Solid epithelial cell nests :
Kumpulan sel atau epitel dalam bentuk compact/padat.
6. Tumor jinak odontogenik ephitelial :
Pembengkakan yang masih bias dikontrol yang disebabkan dari saat
pertumbuhan gigi.

STEP 2
ANALYZING PROBLEM

1. Apa yang menyebabkan gigi goyang derajat 2 padahal tidak ada karies atau
tanda-tandanya?
2. Mengapa bias terjadi penyebaran yang meluas?
3. Bagaimanakah tumor dapat mempengaruhi jaringan periodontal?
4. Apakah ada hubungannya bibit atau benih gigi dengan gambaran radiolusen
yang terjadi?
5. Mengapa pasien tidak merasakan sakit?
6. Bagaimanakah mekanisme dari sel-sel

odontogenik

sehingga

bias

menyebabkan tumor?
7. Gambaran klinis apa yang menunjukkan pasien mengidap ameloblastoma?
8. Pada gambaran HPA, bagian yang mana saja yang dikatakan sebagai kelainan
ameloblastoma?
9. Pada lapang pandang HPA di skenario, apakah jenis ameloblastoma hanya ada
pada 1 tipe saja?
10. Faktor apa saja yang menyebabkan tumor jinak?

STEP 3
BRAINSTORMING

1. Ameloblastoma mendesak gigi 46 dan 47 sehingga menyebabkan

resopsi

akar hingga membuat gigi goyang. Karena adanya maloklusi juga bias
menyebabkan gigi menjadi goyang.
2. Karena adanya tumor menyebabkan epitel sisa. Sel tumbuh secara abnormal
hingga menyebar kearah ramus kemudian prosessus coronoid. Massa tumor
menjadi bertambah. Sehingga mendesak gigi daerah tumor
3. Karena masa tumor bertambah menyebabkan resorpsi tulang hingga merusak
jaringan disekitarnya kemudian merusak jaringan periodntal
4. Gangguan pada tahap bud stage yaitu karena tidak adanya benih dari gigi M3.

STEP 4
MAPPING
TUMBUH KEMBANG GIGI

TUMOR JINAK ODONTOGEN AMELOBLASTOMA

PATOGENESIS

TIPE

Gambaran HPA

GambaranKlinis

DAMPAK JARINGAN SEKITAR

GambaranRadiograf

STEP 5
LEARNING OBJECTIVE
Mahasiswa mampu memahami :
1. Etiologi dari tumor jinak odontogenik

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Sel-sel yang dapat merusak tulang hingga menyebabkan tulang resorpsi


Pola penyebaran tumor
Proses pertumbuhan gigi hingga menyebabkan tumor
Pengaruh tumor pada jaringan lunak dan keras gigi
Patogenesis dari tumor jinak odontogenik epithelial
Gambaran klinis dari tumor jinak odontogen
Tipe-tipe ameloblastoma berdasarkan gambaran HPA
Tipe-tipe ameloblastoma berdasarkan gambaran radiograf

STEP VII
LEARNING OBJECTIVE

1. Etiologi dari tumor jinak odontogenik


Selama perkembangan gigi WNT-3 , -4 , -6 , -7b , -10a , dan -10b hanya
ditemui di epitelium, sementara WNT-5a diekspresikan baik dalam epitelium

maupun mesenchyme. WNT mungkin terlibat dalam pembentukan gigi bud stage
dan amelogenesis. Jalur sinyal WNT melibatkan WNT berikatan dengan
reseptornya menyebabkan stabilisasi dari catenin dan translokasinya ke dalam
inti sel, di mana itu mempercepat ekspresi gen terkait dengan siklus sel atau
proliferasi. catenin dikaitkan dengan sel-sel adhesi dan sinyal transduksi di
neoplasia odontogenik epitelium. Akumulasi inti catenin ditunjukkan dalam
ameloblastoma. (Jeddy, 2013)
PTEN protein berfungsi sebagai sebuah inhibitor dari jalur sinyal AKT, yang
mengarah ke siklus sel berhenti dan apoptosis. Ekspresi dari PTEN protein
berkurang pada ameloblastoma dibandingkan dengan dental germ. FOS protein,
dikode oleh proto-oncogene FOS, bagian dari AP-1 (activating protein-1) family
berpartisipasi dalam kontrol proliferasi sel, diferensiasi sel, apoptosis, dan
oncogenic transformasi. Overekspresi dari FOS dan TNFR1A merupakan bagian
penting dalam jalur sinyal oncogenic transformasi dari ameloblastoma (Jeddy,
2013)
Pembentukan epitel enamel organ saat pembentukan ameloblas, terjadi
mutasi gen dan DNA sehingga sel yang apopotosis pada P53 P21 dan P57
terganggu. Pada saat pembentukan ameloblas gen yang bekerja ada amelogenin,
siatin, ameloblastin dan enamelin tetapi karen terjadi mutasi gen yang bekerja
hanya amelogenin dan ameloblastin. Sehingga ameloblas disebut ameloblas like
a cell. DNA yang tidak normal tersebut masih terus bermitosis sehingga
menyebabkan penyakit ameloblastoma (Jeddy, 2013)
2. Sel-sel yang dapat merusak tulang hingga menyebabkan tulang resorbsi
Sel stroma tumor (terutama jenis mixoid) menyebabkan resorpsi tulang
dengan cara mensekresikan RANKL (receptor activator of nuclear factor-B
ligand) serta interleukin-6 dan merangsang kerja osteoklas dan menekan
pembentukan tulang baru. Secreted frizzled-related peptide (sFRP)-2 adlah faktor

utama yang mengganggu pembentukan tulang. Jadi secara umum sel tumor
menciptakan lingkungan yang sesuai untuk mengganggu pembentukan tulang
dengan sekresi sFRP-2 dan meresorpsi tulang dengan RANKL dan interleukin-6.
(Nagatsuka,2008)
3. Pola penyebaran tumor kenapa memilih ke posterior
Ameloblastoma sering timbul pada daerah posterior karena adanya
proliferasi dental lamina yang terus menerus dan kuman gigi paling sering
ditemukan pada daerah posterior. Sisa sisa dental lamina pada pembentukan gigi
dapat menyebabkan terbentuknya ameloblastoma. (Kaur J,2015)
4. Proses pertumbuhan gigi hingga menyebabkan tumor
Ameloblastoma merupakan tumor jinak odontogenik epithelial. Gambaran
histologinya terlihat menyerupai proses pertumbuhan gigi. Tumor ameloblastoma
membentuk pulau-pulau yang dikelilingi oleh epitel kuboid atau epitel columnar.
Didalam pulau-pulau tersebut terlihat sel menyerupai ameloblast dan stellate
reticulum serta hilangnya ikatan antar sel. Tumor ameloblastoma berasal dari
jaringan pembentuk benih gigi yaitu:
1. enamel organ,
2. remnant (sisa-sisa) dental lamina,
3. epitel Rest of Malassez,
4. epitel kista odontogenik dan
5. oral epithelium.
(Khaur J.,et al, 2015)
Tahapan awal pembentukan gigi dimulai pada tahap inisiasi. Pada tahap
inisiasi, terjadi penebalan dental lamina. Kemudian terjadi proliferasi dental
lamina dan menjadi bentukan bud atau masuk pada tahapan bud stage. Setelah
tahapan bud stage, terjadi invaginasi epithelial bud stage (enamel organ). Di
tengah enamel organ terdapat enamel knot yang akan mengekspresi gen-gen
8

pembentuk gigi. Ke,udian masuk pada tahapan bell stage. Pada tahapan bell stage
terjadi diferensiasi dari enamel organ menjadi 4 lapisan yaitu, inner enamel
epithelium, outer enamel epiteliun, stellate reticulum dan stratum intermedium.
Inner enamel epithelium akan berdiferensiasi kembali menjadi sel-sel ameloblast.
Setelah selesai memasuki tahapan bell stage. Dental lamina akan berpisah dengan
bentukan bell stage atau berpisah dari proses odontgenesis. Pada proses
normalnya dental lamina yang terpisah dari proses odontogenesis akan
mengalami degenerasi dan epitel dental lamina akan hilang.
(Stolf., et al, 2007)

Apabila terjadi disorganisasi pada epitel dental lamina, maka akan terjadi
proses pengaktifan epitelnya dan berkembang menjadi epithelial pearl atau rest
epithelial. Epithelial pearl ini yang akan berkembang menjadi tumor
ameloblastoma extraseous, karena letaknya berada di atas tulang alveolar
(ameloblastoma peripheral). (Khan, et all, 2015)

5. Pengaruh tumor pada jaringan lunak dan keras gigi


Ameloblastoma dapat menggeser gigi lebih jauh, dan sering mendorong gigi
yang terlibat ke daerah apikal, serta dapat menyentuh palatum. Dapat
menyebabkan

resorpsi akar yang luas , dan terlihat bentuk tidak teratur.

(Mehlisch, 1989)
Dengan oklusal foto, dapat terlihat perluasan lingual kortex, dan penipisan
tulang kortikal yang berdekatan, serta meninggalkan lapisan luar tipis tulang
(seperti kulit telur). Tumor ini memiliki potensi sangat besar untuk proses
perluasan tulang, sampai terjadi perforasi tulang ke jaringan sekelilingnya yang
merupakan

ciri

khusus

ameloblastoma.

Variasi

kistik

biasanya

dapat

menyebabkan lebih banyak perluasan daripada keratocyst odontogenik. Batas


anterior prosesus coronoid tampak hilang pada tumor-tumor besar di ramus
mandibula. (Mehlisch, 1989)
Ameloblastoma dapat rekuren, apabila saat prosedur bedah awal, tidak
menghilangkan lesi secara menyeluruh. Lesi tersebut dapat timbul dengan
karakteristik tampak seperti kista kecil dengan jumlah lebih dari satu, dan margin
kortikal sklerotik berbentuk kasar, kadang-kadang dipisahkan dengan tulang
yang normal. (Mehlisch, 1989)
6. Patogenesis tumor jinak odontogenik epithelial
Dalam kondisi fisiologis normal, mekanisme sinyal sel yang memulai
proliferasi sel dapat dibagi menjadi langkah- langkah sebagai berikut: (1) factor
pertumbuhan, terikat pada reseptor khusus pada permukaan sel; (2) reseptor
factor pertumbuhan diaktifkan yang sebaliknya mengaktifkan beberapa protein
10

transduser; (3) sinyal ditransmisikan melewati sitosol melalui second messager


menuju inti sel; (4) factor transkripsi inti yang memulai pengaktifan transkripsi
asam deoksiribonukleat (DNA). (Spandana, 2015)
Pertumbuhan sel diatur dalam suatu regulasi (siklus sel). Siklus sel adalah
suatu tahapan sel normal mengalami pembelahan secara mitosis, berfungsi untuk
menghasilkan sel sel yang baru yang berguna untuk regenerasi dan untuk
memperbaiki kerusakan. Siklus sel tersebut dibagi menjadi empat fase: G1 (gap
1), S (sintesis), G2 (gap 2), dan M (mitosis). Sel tidak aktif yang terdapat dalam
keadaan tidak membelah disebut G 0. (Spandana, 2015)
Tahap siklus sel antara lain :
1. Fase gap 1 yaitu fase pembesaran sel dalam ukuran sebagai persiapan
pengkopian DNA.
Pada tahap G1 siklus sel, apabila terdapat rangsangan ekstraseluler yang
mengenai sel, maka sel akan memacu keluarnya kinase, yang nantinya akan
teraktivasi dan berikatan dengan cyclin membentuk suatu komplek yang
bernama cyclin dependentkinase ( CDK ), sehingga terjadilah proliferasi sel ke
tahap selanjutnya. Pada tahap G1 ini sel dewasa akan masuk kezona perbatasan
untuk menentukan apakah sel itu akan berhenti tumbuh atau tumbuh terus
sehingga masuk ke fase selanjutnya yaitu fase S.
2. Fase sintesis yaitu fase pengkopian DNA. Fase ini mengalami 3 tahapan antara
lain, tahap replikasi, transkripsi dan translasi.
3. Fase gap 2 yaitu fase ini terjadi persiapan pemisahan kromosom
4. Fase mitosis, pada fase ini terjadi pemisahan kromosom untuk menghasilkan 2
sel baru. Pada fase ini akan terjadi pembelahan sel dari satu sel induk menjadi 2
sel anak yang mempunyai struktur genetika yang sama dengan induknya. Fase
ini dibagi lagi menjadi 4 tahapan antara lain fase profase, metafase, anaphase
dan telofase. (Spandana, 2015)
Terdapat 2 molekul untuk mengontrol pertumbuhan sel dalam siklus sel :

11

1. Cyclin
Cyclin menghasilkan growth-inhibitory molecule dengan cara melepas pRb.
Apabila terjadi mutasi pada pRb dapat mengakibatkan kanker.
Protein lain sebagai growth inhibitory factor adalah gen P-15 dan gen P-16 juga
merupakan growth-inhibitory factors yang bekerja dengan cara memblok cyclin
dependent kinase (cdk) dan menyebabkan siklus tidak dapat berjalan dari G1 ke
S. Selain gen P-15 dan gen P-16, ada juga gen P-21 yang merupakan protein
inhibitor Cdk lainnya. Gen P-21 ini merupakan suatu protein di bawah control
gen P-53 (tumor suppressor gen).
2. Cyclin Dependent Kinase (Cdk) .
Cdk merupakan protein yang mengatur pergerakan dari fase satu ke fase
berikutnya

(Spandana, 2015)
Sinyal stop disebabkan teraktivasinya supresor gen P-53. Gen p53 akan
aktif apabila terjadi kesalahan dalam transkripsi dan translasi dalam sel. Sinyal
stop tersebut akan menyebabkan terhentinya siklus sel sehingga memberikan
waktu untuk perbaikan DNA. (Spandana, 2015)
Sinyal go ahead, sinyal ini dihasilkan oleh suatu partikuler protein kinase,
biasanya protein ini tidak aktif dan diaktifkan oleh adanya cyclin yang
kemudian membentuk suatu komplek CDK (cyclindependentkinase), CDK ini
akan bekerja sama dengan faktor pertumbuhan sehingga akan merangsang

12

terjadinya proliferasi sel, sehingga sel akan meneruskan perjalanannya ke fase


selanjutnya dalam siklus sel. (Spandana, 2015)
Gen P-53 merupakan gen yang mempunyai peranan yang sangat penting
bagi proses repair gen pada damage DNA. Proses repair ini sendiri dengan jalan
mempercepat apoptosis DNA yang mengalami kerusakan tersebut. (Spandana,
2015)
Apabila gen tersebut gagal melakukan proses pemeberhentian (stop) bagi
gen-gen yang mengalami kerusakan tersebut, maka damage DNA tersebut akan
terus mengalami pembelahan. Jadi peran gen p53 ini sangatlah krusial, apabila
terjadi gangguan pada gen P-53 tersebut maka proses proliferasi sel tersebut
tidak akan terkontrol dengan pembelahan sel secaraberlebihan dan tidak
terkendali ( neoplasi ). (Spandana, 2015)
Proses dasar yang sering terdapat pada semua neoplasma adalah perubahan
gen yang disebabkan oleh mutasi pada sel somatik. Ada empat golongan gen
yang memainkan peranan penting dalam mengatur sinyal mekanisme faktor
pertumbuhan dan siklus sel itu sendiri, yaitu protoonkogen, gen supresi tumor,
gen yang mengatur apoptosis, dan gen yang memperbaiki DNA.

Protoonkogen, berfungsi untuk mendorong dan meningkatkan pertumbuhan


normal dan pembelahan sel. Sel yang memperlihatkan bentuk mutasi dari gen
ini disebut onkogen dan memiliki kemungkinan yang besar untuk berkembang

menjadi ganas setelah pembelahan sel dalam jumlah yang terbatas.


Gen- Gen Supresor Tumor, berfungsi untuk menghambat atau mengambil
kerusakan pada pertumbuhan sel dan siklus pembelahan.
Mutasi pada gen supresor tumor menyebabkan sel mengabaikan satu atau lebih
komponen jaringan sinyal penghambat, memindahkan kerusakan dari siklus sel
dan menyebabkan angka yang tinggi dari pertumbuhan yang tidak terkontrol
kanker. Neoplasia adalah akibat dari hilangnya fungsi kedua gen supresor
tumor. Gen supresor tumor Rb yang menyandi protein pRb penting untuk
mengontrol siklus sel (master brake) pada titik pemeriksaan G1-S, sedangkan
13

gen TP53 (yang mengkode untuk protein p53) adalah emergency brake di titik
pemeriksaan G1-S namun biasanya tidak dalam perjalanan replikasi normal.
Tapi bila terjadi kerusakan DNA, p53 akan memengaruhi transkripsi untuk
menghentikan siklus sel (melalui ekspresi p21). Jika kerusakan terlalu berat,
maka p53 merangsang apoptosis. Contoh lain gen supresor tumor adalah

BRCA1 dan BRCA2 yang berkaitan dengan kanker payudara dan ovarium.
Gen- Gen yang Mengatur Apoptosis. Kerja gen ini mengatur apoptosis, dengan
menghambat apoptosis, mirip dengan gen bcl-2, sedangkan yang lain

meningkatkan apoptosis (seperti sebagai bad atau bax).


Gen- Gen Perbaikan DNA. Mutasi dalam gen perbaikan DNA dapat
menyebabkan kegagalan perbaikan DNA, yang pada gilirannya memungkinkan
mutasi selanjutnya pada gen supresor tumor dan protoonkogen untuk
menumpuk. (Price dan Wilson, 2006).

7. Gambaran klinis tumor jinak odontogen (ameloblastoma)


Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi. Gejalanya
diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit terkadang
menyebar sampai ke struktur

lain

disertai dengan terdapatnya ulkus dan

pelebaran jaringan periodontal (gum disease). (Mehlisch, 1989)


Lesi ini dapat terlihat lebih awal pada pemeriksaan gigi secara rutin, dan
biasanya penderita merasakan adanya asimetri wajah secara bertahap. Pasien
tidak mengalami keluhan rasa sakit, parestesi, fistula, formation ulcer, atau
mobilitas gigi. Apabila lesi membesar, dengan pemeriksaan palpasi terasa sensasi
seperti tulang yang tipis. Jika telah meluas merusak tulang, maka abses terasa
fluktuasi, kadang-kadang erosi dapat terjadi melalui kortikal plate yang
berdekatan dengan daerah invasi, dan berlanjut ke jaringan lunak yang
berdekatan. (Mehlisch, 1989)
Terdapat dugaan bahwa lesi ini lebih sering muncul pada ras kulit hitam.
Telah ditemukan pada individu usia tiga tahun, bahkan dilaporkan pernah terjadi
pada usia 80 thn. Namun sebagian besar terjadi pada usia rata-rata 40 thn.
Ameloblastoma berkembang secara perlahan dan beberapa kasus ditemukan 95%
14

keluhan utama, yaitu berupa abses pipi, gingival dan palatum durum, sedangkan
pada ameloblastoma maksilaris belum sering ditemukan. (Mehlisch, 1989)
Lesi yang timbul di maxilla sekitar 75% terutama didaerah ramus, hal ini
pulalah yang terkadang menyebabkan deformitas antara maxilla dan mandibula.
Apabila terjadi di maxilla, dapat meluas hingga dasar hidung dam sinus. Lesi ini
memiliki tendensi untuk menyerang tulang cortical karena berjalan sangat lambat
merangsang jaringan periosteum membentuk thin shell of bone sejalan dengan
meluasnya lesi. Hal ini merupakan sesuatu

hal penting dalam menegakkan

diagnosa selain dengan radiografi. (Mehlisch, 1989)


Lesi yang tidak diobati dapat berkembang menjadi lebih besar, terutama bila
terjadi pada maksila, dapat meluas ke struktur vital seperti mencapai dasar
kranial, bahkan ke sinus paranasal, orbital, nasopharyng sampai dasar tengkorak.
(Mehlisch, 1989)

(a)
(b)
Gambar 1. Lesi Ameloblastoma di maxilla (a) dan mandibula (b)
(Mehlisch, 1989)
Gejala klinis ameloblastoma berdasarkan tipenya :
a. Ameloblastoma solid atau multikistik
Ditemukan pada penderita lanjut
Jarang pada usia di bawah 10 tahun atau pada kelompok umur anatara
10-19 tahun
15

Sebagian besar di dapatkan padaaa usia decade ke 3 sampai ke 7


Dapat melibatkan pria maupun wanita
Frekuensinya terlihat tinggi pada penderita kulit hitam, tetapi beberapa

peneliti lainnya tidak mendapatkan perbedaan rasial


Perkembangan tumor menyebabkan ekspansi rahang, tetapi tidak sakit

dan tidak di sertai parastesia


85% terjadi di mandibula terutama di daerah ramus asendens (region

molar)
15% terjadi di maksila region posterior
b. Ameloblastoma unikistik
Umum terjadi pada usia muda
50% dari semua kasus di temukan pada akhir decade kedua dengan

rata-rata usia 23 tahun


90% tumor ini terdapat di mandibula, khususnya region posterior
Lesi tumbuh asimtomatik. Pada lesi9lesi yang besar menimbulkan

pengbengkakan pada rahang dan tidak begitu sakit


c. Peripheral (ekstraosseous) ameloblastoma
Bisa muncul dengan keluhan rasa sakit, bertangkai ,ulserasi, atau

berupa lesi lesi mukosa alveolar atau berupa gingival peduculated


Didiagnosis banding dengan fibroma
Diameter lesi lebih kecil dari 1,5 cm
Ditemukan pada pasien usia lanjut, tetapi yang paling sering adalah

pada usia setengah baya


Sering di temukan pada gingival posterior atau mukos alveolar kadang
kalah lenih sering terjadi pada mandibula. (Syafriadi, 2008)

8. Tipe-tipe ameloblastoma berdasarkan gambaran histopatologi anatomi


Tipe-tipe Ameloblastoma berdasarkan gambaran HPA :
1. Ameloblastoma solid/multikist
a. Tipe folikuler
Mengandung pulau-pulau epitel yang menyerupai epitel organ enamel di
dalam stroma jaringat ikat fibrous yang matang. Sarang-sarang epitel

16

tersebut mengandung sebuah inti yang tersusun longgar menyerupai


stellate reticulum organ enamel. (Syafriadi, 2008)

Keterangan :
Tanda panah hitam : deposisi bahan kalsifikasi
Tanda panah hijau : intercellular space
Tanda panah kuning : epitel lining dari tumor nest
(Syafriadi, 2008)
b. Tipe plexiform
Mengandung lapisan atau epitel odontogen yang sangat panjang. Lapisan
epitel terdiri dari sel-sel kolumnar atau kuboid yang tersusun sangat
longgar. Tipe ini didukung jaringan stroma yang sangat longgar dan
mengandung pembuluh darah. (Syafriadi, 2008)

Keterangan :
1 : Lapisan epitel terdir dari sel sel kolumnar atau kuboid
2 : Jaringan stroma

17

c. Tipe akantotik
Adanya metaplasia sel skuamos yang sangat luas. Seringkali adanya
pembentukan keratin (horn pearl) yang terjadi di bagian tengah dari
pulau-pulau epitel. (Syafriadi, 2008)

Keterangan :
1 : Poliferasi sel-sel tumor membentuk prosessus (seperti jari).
2 : Pembentukan keratin pearl yang eksentris di daerah tengah yang
merupakan diferensiasi dari sel-sel basal tumor.
d. Tipe granular sel
Menunjukkan perubahan bentuk dari sekelompok sel epitel menjadi sel
granular. Sel-sel ini mempunyai sitoplasma yang berlimpa mengandung
granul-granul eosinofilik. (Syafriadi, 2008)

18

e. Tipe desmoplastik
Tipe ini mempunyai pulau-pulau kecil dan mengandung stroma kolagen
yang padat. Sering terjadi pada ameloblastoma pada bagian anterior
rahang atas. (Syafriadi, 2008)

f. Tipe basaloid
Mengandung sel-sel yang menyerupai sel basal. Tidak ada stellate
reticulum pada bagian tengah dari sarang-sarang sel tersebut. Sel-sel di
bagian tepi cenderung berbentuk kuboid. (Syafriadi, 2008)

19

Keterangan :
1. Sel-sel yang menyerupai sel basal
2. Sel-sel di bagian tepi cernderung berbentuk kuboid
g. Tipe adenomatus
Tipe ini menunjukkan sel-sel tumor yang membentuk bentukan seperti
duktus kelenjar, di dalam massa tumor. (Syafriadi, 2008)

Keterangan :
1 : sel-sel tumor dengan pembentukan seperti duktus kelenjar yang dilapisi
selapis sel-sel kuboid
2 : massa tumor
2. Ameloblastoma unikistik
a. Luminal Ameloblastoma
20

Jika dibatasi dengan di permukaan luminal atau kista bagian dari lapisan
pengisi epitel ke ameloblastik lapisan tersebut akan menjadi lapisan sel
columner dan kuboid. Inti hypercromatic sel-sel epitel di atasnya terdiri
dari retikulum steallet-like cell tersusun longgar. (Syafriadi, 2008)

b. Intra Luminal Ameloblastoma


Nodul dari proliferasi ameloblastoma dan proyek ke dalam lapisan kista.
Lapisan setelah menunjukkan susunan mirip dengan ( plexiform
ameloblastoma).

Lapisan

epitel

tersebut

terdiri

dari

sel-sel

kolumnar/kuboid yang tersusun sangat longgar. Didukung jaringan


stroma yang longgar dan mengandung pembuluh darah. (Syafriadi,
2008)

21

c. Mural Ameloblastoma
Dinding jaringan ikat fibrosa kista tersebut disusupi oleh massa
ameloblastik. Komponen ameloblastik ditampilkan (follikular atau
plexiform ameloblastoma). (Syafriadi, 2008)

3. Ameloblastoma peripheral (Ekstaosseous)


Ameloblastoma perifer menunjukkan gambaran pulau-pulau epitel di
dalam lamina propria di bawah permukaan epitel. Poliferasi epitel

22

mungkin menunjukkan gambaran seperti ameloblastoma intra osseous


yang tipe plexiform atau folikular. (Syafriadi, 2008)

9. Tipe-tipe ameloblastoma berdasarkan gambaran radiografi


Gambaran radiolografis ameloblastoma multikistik

Gambaran radiolografi sangat khas pada lesi-lesi yang radiolusen multikistik,


jika berkembang menjadi lokus yang besar digambarkan seperti buih sabun

(soap bubble) & jika lokus masih kecil digambarkan seperti honey combed
Bukal dan lingual korteks terekpansi
Resorbsi akar-akar gigi sering terjadi
Dalam beberapa kasus berhubungan dengan tidak erupsi gigi molar ketiga.
(Syafriadi,2008)

Gambaran radiolografis ameloblastoma solid

Gambaran radiografi ameloblastoma solid menunjukkan adanya radiolusen

yang unilokuler dan menyerupai tipe kistik.


Tepi lesi radiolusen berbentuk skallop tidak teratur. (Syafriadi, 2008)

23

DAFTAR PUSTAKA

Syafriadi, Mei. 2008. Patologi Mulut Neoplastik dan Non Neoplastik Rongga
Mulut. Yogyakarta: Penerbit ANDI
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.2006. Patofisologi edisi 6,vol.2. EGC :
Jakarta
Spandana, P. et al. (2015). Molecular etiopathogenesis of ameloblastoma
current concepts revisited Jurnal of Medicine, Radiology, Pathology and Surgery. 1,
3-7
Khan, Qalb-E-Saleem.,et al.2015. Understanding Ameloblastomas Through
Tooth Development. Department of Medical Biology, Faculty of Health Sciences,
University of Tromso, Norway, Department of Oral Biology, University of Oslo,
Norway
Kaur J et al. 2015.Pathogenesis of Odontogenic Tumours. Journal of
Advanced Medical and Dental Sciences Research
Stolf, Daiana P., et al.2007.Genetic aspects of ameloblastoma: a brief review.
Faculty of Dentistry, University of Toronto. Canada, Department of Oral Biology,
Faculty of Dentistry, University of Manitoba Canada.
Nagatsuka H, dkk. 2008. Stromal cells promote bone invasion by suppressing
bone formation in ameloblastoma. Department of Oral Pathology and Medicine,
Graduate School of Medicine, Dentistry and Pharmaceutical Sciences, Okayama
University, 2-5-1 Shikata-cho, Okayama 700-8525, Japan
Mehlisch.D.R.,Masson,.J.K 1989. Ameloblastoma : A clinical pathology
report.,J.Oral Surgery,

24

Review artikel: current concepts of ameloblastoma phatogenesis (jurnal of oral


phatologi and medicine, september 2010)
Jeddy, Nadeem et al. 2013. The Molecular and Genetic Aspects in The
Pathogenesis and Treatment of Ameloblastoma. Chennai: Department of Oral
Pathology, Thai Moogambiagi Dental College and Hospital
Kaur J, Pannu TK, Kaur R, Singh R, Goel J, Kumari R. 2015.Pathogenesis of
Odontogenic Tumors of Epithelial Origin-A Review J Adv Med Dent Scie Res
2015;3(1):106-115.

25

Anda mungkin juga menyukai