Anda di halaman 1dari 8

Pemberian Injeksi

Memberikan injeksi merupakan prosedur invasif yang harus dilakukan dengan


menggunakan teknik steril. Seteleh jarum menembus kulit muncul resiko infeksi.
Perawat memberi obat secara parenteral melalui rute SC, IM, ID, IV. Setiap tipe
injeksi membutuhkan ketrampilan yang tertentu untuk menjamin obat mencapai
lokasi yang tepat. Efek obat yang diberikan secara parenteral dapat berkembang
dengan cepat, bergantung pada kecepatan absorbsi obat. Perawat mengobservasi
respon klien dengan ketat. (Potter & Perry. 2005)

Peralatan
Ada berbagai spuit dan jarum yang tersedia dan masing-masing didesain untuk
menyalurkan obat tertentu ke tipe jaringan tertentu. Perawat berlatih memberi
penilaian ketika menentukan spuit atau jarum mana yang akan paling efektif.
(Potter & Perry. 2005)
a. Spuit
Terdiri dari tabung (barrel) berbentuk silinder dengan bagian ujung (tip)
didesain tepat berpasangan dengan jarum hipodermis dan alat penghisap (plunger)
yang tepat menempati rongga spuit. Spuit secara umum diklasifikasi sebagai Luerlok atau nonLuer-lok. Nomenklatur ini didasarkan pada desain ujung spuit. Spuit
Luer-lok memerlukan jarum khusus, yang melilit naik ke ujung spuit dan terkunci
aman ditempat. Desain ini mencegah jarum terlepas karena kurang hati-hati. Spuit
nonLuer-lok memerlukan jarum yang dapat langsung terpasang ke ujung spuit.
Kebanyakan institusi pelayanan kesehatan menggunakan spuit plastik sekali pakai
yang tidak mahal dan mudah dimanipulasi. Spuit dibungkus terpisah dengan atau
tanpa jarum steril dalam sebuah bungkus kertas atau wadah plastik yang kaku.
Perawat mengisi spuit dengan melakukan aspirasi, menarik pengisap
keluar sementara ujung jarum tetap terendam didalam larutan yang disediakan.
Perawat dapat memegang bagian luar badan spuit dan pegangan penghisap. Untuk
mempertahankan sterilitas, perawat menghindari objek yang tidak steril
menyentuh ujung spuit atau bagian dalam tabung, hub, badan pengisap atau

jarum. Spuit terdiri dari berbagai ukuran, dari 0,5 60 ml. Tidak lazim
menggunakan spuit berukuran lebih besar dari 5 ml untuk injeksi SC atau IM.
Volume yang lebih besar menimbulkan rasa tidak nyaman. Spuit berukuran lebih
besar disiapkan untuk obat-obatan IV. Spuit insulin berukuran 0,5 1 ml dan
dikalibrasi dalam unit-unit. Spuit insulin berukuran 0,5 ml dikenal sebagai spuit
dosis rendah (50 mikro per 0,5 ml) dan lebih mudah dibaca. Spuit tuberkulin
memiliki badan yang panjang dan tipis dengan jarum tipis yang sebelumnya telah
dipasang. Spuit dikalibrasi dalam ukuran seperenambelas minims dan seperseratus
ml dan memiliki kapasitas 1 mili. Perawat menggunakan spuit tuberkulin untuk
menyiapkan obat yang keras dalam jumlah kecil. Spuit tuberkulin digunakan
untuk menyiapkan dosis yang kecil dan tepat untuk bayi dan anak kecil. Perawat
menggunakan spuit hipodermik berukuran besar untuk memberikan IV tertentu
dan menambahkan obat ke dalam larutan IV. (Potter & Perry. 2005)
b. Jarum
Beberapa jarum tidak dipasang pada spuit ukuran standar. Kebanyakan
jarum terbuat dari stainless steel dan hanya digunakan satu kali. Jarum memiliki
tiga bagian : hub, yang tepat terpasang pada ujung sebuah spuit; batang jarum
(shaft), yang terhubung dengan bagian pusat; dan bevel, yakni bagian ujung yang
miring.
Setiap jarum memiliki tiga karakteristik utama : kemiringan bevel, panjang
batang jarum, dan ukuran atau diameter jarum. Bevel yang panjang lebih tajam
sehingga meminimalkan rasa tidak nyaman akibat injeksi SC dan IM. Panjang
jarum bervariasi dari sampai 5 inci. Semakin kecil ukuran jarum, semakin besar
ukuran diameternya. (Potter & Perry. 2005)

Mencegah Infeksi Selama Injeksi

Untuk mencegah kontaminasi larutan, isap obat dari ampul dengan cepat. Jangan
biarkan ampul dalam keadaan terbuka.

Untuk mencegah kontaminasi jarum, cegah jarum menyentuh daerah yang


terkontaminasi (mis. sisi luar ampul atau vial, permukaan luar tutup jarum, tangan
perawat, bagian atas wadah obat, permukaan meja)

Untuk mencegah spuit terkontaminasi, jangan sentuh badan penghisap (plunger)


atau bagian dalam karet (barrel). Jaga ujung spuit tetap tertutup penutup atau
jarum.

Untuk menyiapkan kulit, cuci kulit yang kotor karena kotoran, drainase, atau
feses dengan sabun dan air dan keringkan. Lakukan gerakan mengusap dan
melingkar ketika membersihkan luka menggunakan swab antiseptik. Usap dari
tengah dan bergerak ke luar dalam jarak dua inci.
(Potter & Perry. 2005)

Pengertian Injeksi Intravena


Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena
sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah. Injeksi dalam
pembuluh darah menghasilkan efek tercepat dalam waktu 18 detik, yaitu waktu
satu peredaran darah, obat sudah tersebar ke seluruh jaringan. Tetapi, lama kerja
obat biasanya hanya singkat. Cara ini digunakan untuk mencapai penakaran yang
tepat dan dapat dipercaya, atau efek yang sangat cepat dan kuat. Tidak untuk obat
yang tak larut dalam air atau menimbulkan endapan dengan protein atau butiran
darah.
Bahaya injeksi intravena adalah dapat mengakibatkan terganggunya zatzat koloid darah dengan reaksi hebat, karena dengan cara ini benda asing
langsung dimasukkan ke dalam sirkulasi, misalnya tekanan darah mendadak turun
dan timbulnya shock. Bahaya ini lebih besar bila injeksi dilakukan terlalu cepat,
sehingga kadar obat setempat dalam darah meningkat terlalu pesat. Oleh karena
itu, setiap injeksi intravena sebaiknya dilakukan amat perlahan, antara 50-70 detik
lamanya. (tips kesehatan.blog spot)

Tujuan

1. Memasukkan obat secara cepat


2. Mempercepat penyerapan obat

Indikasi
1. Pada seseorang dengan penyakit berat
Pemberian obat melalui intravena langsung masuk ke dalam jalur peredaran darah.
Misalnya pada kasus infeksi bakteri dalam peredaran darah (sepsis). Sehingga
memberikan keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Namun sering
terjadi, meskipun pemberian antibiotika intravena hanya diindikasikan pada
infeksi serius, rumah sakit memberikan antibiotika jenis ini tanpa melihat derajat
infeksi. Antibiotika oral (dimakan biasa melalui mulut) pada kebanyakkan pasien
dirawat di RS dengan infeksi bakteri, sama efektifnya dengan antibiotika
intravena, dan lebih menguntungkan dari segi kemudahan administrasi RS, biaya
perawatan, dan lamanya perawatan.
2. Obat tersebut memiliki bioavailabilitas oral yang terbatas (efektivitas dalam darah
jika dimasukkan melalui mulut).
Atau hanya tersedia dalam sediaan intravena (sebagai obat suntik). Misalnya
antibiotika golongan aminoglikosida yang susunan kimiawinya polications dan
sangat polar, sehingga tidak dapat diserap melalui jalur gastrointestinal (di usus
hingga sampai masuk ke dalam darah). Maka harus dimasukkan ke dalam
pembuluh darah langsung.
3. Pasien tidak dapat minum karena muntah
Atau memang tidak dapat menelan obat (ada sumbatan di saluran cerna atas).
Pada keadaan seperti ini, perlu dipertimbangan pemberian melalui jalur lain
seperti rectal (usus), sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan
intramuscular (disuntikkan di otot).
4.

Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak obat masuk ke


pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain dipertimbangkan.

5. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera dicapai, sehingga diberikan melalui
injeksi bolus (suntikan langsung ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat
konsentrasi obat dalam darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami

hipoglikemia berat dan mengancam nyawa, pada penderita diabetes mellitus.


Alasan ini juga sering digunakan untuk pemberian antibiotika melalui
infus/suntikan, namun perlu diingat bahwa banyak antibiotika memiliki
bioavailabilitas oral yang baik, dan mampu mencapai kadar adekuat dalam darah
untuk membunuh bakteri. (somelus.wordpress)

Kontraindikasi

Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi injeksi intravena.

Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, kerana lokasi ini akan digunakan
untuk pemasangan fistula arteri vena (A V shunt) pada tindakan hemodaliasis
(cuci darah).

Obat obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh darah vena kecil yang
aliran darahnya lambat (misalnya pembulah vena di tungkai dan kaki).
(somelus.wordpress)
Contoh obat :

1. Ranitidin : Mengurangi keasaman lambung pada persalinan beresiko tinggi.


2. Petidin Hidroklorida : Untuk nyeri sedang sampai berat, analgesia obstetri
3. Eritromisin : Digunakan pada klien yang sensitif terhadap penisilin,
organismeyang resistan terhadap penisilin, sifilis, klamidia, gonorea, infeksi
pernapasan, pengobatan infeksi yang sensitif terhadap eritromisin, profilaksis
dalam penatalaksanaan pecah ketuban saat kurang bulan. Juga untuk pasien yang
sensitif terhadap penisilin yang membutuhkan antibiotik guna mengobati penyakit
jantung dan katup jantung.
4. Protamin Sulfat : Untuk melawan kerja heparin
5. Fitomenadion ( Vitamin K ) : Mencegah dan mengobati hemoragi. (Banister,
Claire. 2007)

LokasI
1. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica)
2. Pada tungkai (vena saphenosus)
3. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak

4. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak

Persiapan Alat
1. Handscoen 1 pasang
2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau sesuai kebutuhan
3. Bak instrument
4. Kom berisi kapas alcohol
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok
7. Obat injeksi dalam vial atau ampul
8. Daftar pemberian obat
9. Torniquet
10. Kikir ampul bila diperlukan

Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat secara Intravena


a.

Fase Orientasi
1. Salam terapeutik
2. Evaluasi/ validasi
3. Kontrak

b. Fase Kerja
1. Siapkan peralatan ke dekat pasien
2.

Mengidentifikasi pasien dengan prinsip enam B (Benar obat, dosis,pasien, cara


pemberian, waktu dan dokumentasi)

3. Pasang sampiran atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien


4. Mencuci tangan dengan benar
5. Memakai handscoon dengan baik
6. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian pasien

7. Mematahkan ampul ( bila perlu menggunakan kikir )


8.

Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan teknik
septik dan aseptik

9. Menentukan daerah yang akan disuntik


10. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
11. Meminta pasien untuk menggenggam tangannya dan memasang tourniquet 10-12
cm diatas vena yang akan disuntik sampai vena terlihat jelas
12. Melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah yang akan
disuntik dan biarkan kering sendiri
13. Memasukkan jarum dengan posisi tepat yaitu lubang jarum menghadap keatas,
jarum dan kulit membentuk sudut 20
14. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah jarum
sudah masuk kedalam vena yang ditandai dengan darah masuk kedalam tabung
spuit (saat aspirasi jika ada darah berarti jarum telah masuk kedalam vena, jika
tidak ada darah masukkan sedikit lagi jarum sampai terasa masuk di vena)
15. Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan tangannya, masukkan
obat secara perlahan jangan terlalu cepat
16. Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum keluar tekan
lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak keluar )
17. Rapikan pasien dan bereskan alat
18. Lepaskan sarung tangan
19. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk atau tissue
c. Fase Terminasi
1. Evalusi respon klien terhadap tindakan yang dilakukan
2. Rencana tindak lanjut
3. Kontrak yang akan datang
Hal-hal yang perlu diperhatikan :
1)

Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, maka usahakan agar klien tidak
menjadi takut dengan memberikan penjelasan.

2)

Perhatikan teknik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat maupun cara kerja.

3)

Jangan salah memberikan obat atau salah memberikan kepada klien lain.

4)

Perhatikan reaksi-reaksi klien setelah dapat disuntikan dan dicatat serta laporkan.

Anda mungkin juga menyukai