Anda di halaman 1dari 41

BAB 1.

PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia dikenal dengan Benua Maritim Indonesia dengan
jumlah pulau 17.504 buah. Kawasan perairan laut mencapai luas sekitar 7,9 juta
km2 atau 81 % dari luas keseluruhan terdiri atas perairan laut teritorial, laut
nusantara, dan laut Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Garis pantainya
nomor dua terpanjang di dunia setelah Kanada. Pada wilayah daratan seluas 1,9
juta km2, sebesar 27 % atau sekitar 0,54 juta km2 merupakan perairan umum
(sungai, rawa, danau, dan waduk).
Indonesia memiliki kepadatan penduduk tertinggi nomor 4 di dunia
dengan jumlah penduduk mencapai lebih dari 210 juta jiwa. Persebarannya tidak
merata, dengan 60 % jumlah penduduk terpusat di Jawa dan Bali. Demikian pula
dengan pembangunan infrastruktur yang cenderung terpusat di Jawa dan Bali.
Secara geologi, wilayah Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng
tektonik aktif yaitu Lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Eurasia
di bagian utara dan Lempeng Pasifik di bagian Timur. Ketiga lempengan tersebut
bergerak dan saling bertumbukan sehingga Lempeng Indo-Australia menunjam ke
bawah lempeng Eurasia dan menimbulkan gempa bumi, jalur gunungapi, dan
sesar atau patahan. Penunjaman (subduction) Lempeng Indo-Australia yang
bergerak relatif ke utara dengan Lempeng Eurasia yang bergerak ke selatan
menimbulkan jalur gempa bumi dan rangkaian gunungapi aktif sepanjang Pulau
Sumatera, Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara sejajar dengan jalur penunjaman
kedua lempeng. Di samping itu jalur gempa bumi juga terjadi sejajar dengan jalur
penunjaman,

maupun

pada

jalur

patahan

regional

seperti

Patahan

Sumatera/Semangko.
Dengan kondisi geologi yang demikian, ancaman bencana di wilayah
Indonesia sepertinya tinggal menunggu waktu. Apalagi ditambah dengan
kerusakan lingkungan dan pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali.
Frekuensi kejadian bencana dan tingkat kerusakan maupun korban jiwa semakin
meningkat di Indonesia.

UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan PP No. 21


tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Penanggulanan Bencana, yang bertujuan
untuk menjamin terselenggaranya pelaksanaan penanggulangan bencana secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana.
Salah satu upaya yang dapat dilaksanakan untuk tujuan tersebut diatas adalah
dengan melakukan pengurangan risiko bencana dan pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program pembangunan. Untuk dapat mewujudkan program
tersebut, maka dipandang perlu untuk menilai kerawanan bencana tiap-tiap daerah
(provinsi dan kabupaten/kota).

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian Daerah Rawan Bencana
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan
segala sumber dayanya.
Rawan Bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis,
hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
dalam satu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengalami penurunan
kemampuan mencegah, merendam, mencapai kesiapan, dan mengalami penurunan
kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu (anonim, tanpa
tahun).
Daerah rawan bencana adalah daerah yang memiliki kondisi atau
karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya,
politik, ekonomi, dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu
yang mengurangi kemampuan mencegah, meredam, mencapai kesiapan, dan
mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
Dalam pengertian lain daerah yang rawan bencana merupakan daerah yang
memiliki kerentanan terhadap bencana merupakan daerah dimana kondisi dari
suatu

komunitas

atau

masyarakatnya

mengarah

atau

menyebabkan

ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya atau bencana.


Resiko Bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana
pada suatu wilayah dan kurun wantu tertentu yang dapat berupa kematian, luka,
sakit, jiwa terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan
harta, dan gangguan kegiatan masyarakat.

2.2 Macam-macam Bencana di Indonesia


Dalam UU Penanggulangan Bencana disebutkan bahwa bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan atau
keduanya yang tetrjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, mengakibatkan
timbulnya korban manusia, kerugian harta benda, kerusakan prasarana atau
sarana, lingkungan, utilitas umum, hilangnya sumber-sumber kehidupan, baik
social maupun ekonomi, serta hilangnya akses terhadap sumbeber kehidupan
tersebut.
Beberapa bencana yang menjadi ancaman bagi Negara Indonesia, yaitu:
1.

Banjir
Banjir adalah aliran air sungai yang tingginya melebihi muka air normal

sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan
rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi,
mengalir dan melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran air.
Pengertian lain dari banjir adalah gelombang banjir berjalan kearah hilir sistem
sungai yang berinteraksi dengan kenaikan muka air dimuara akibat badai.
Menurut SK SNI M-18-1989-F (1989) dalam (Suparta (2004) dijelaskan
bahwa Banjir adalah aliran yang relatif tinggi, dan tidak tertampung oleh alur
sungai atau saluran. Aliran yang dimaksud disini adalah aliran air yang sumbernya
bisa dari mana aja. Dan air itu ngeluyur keluar dari sungai atau saluran karena
sungai atau salurannya sudah melebihi kapasitasnya. Kondisi inilah yang disebut
banjir.
2.

Tsunami
Pengertian tsunami berasal dari bahasa Jepang. "tsu" yang berarti

pelabuhan, "nami" berarti gelombang. Dari segi bahasa, tsunami berarti


gelombang pelabuhan. Namun, dalam konteksnya, deskripsi singkat tsunami
adalah rangkaian gelombang yang umumnya disebabkan oleh perubahan
permukaan laut secara vertical yang disebabkan oleh gempa bumi pada atau dekat
dengan permukaan laut yang menyebabkan perpindahan massa air dalam jumlah
besar.

Gelombang tsunami dapat bersumber dari 3 kejadian, yaitu: gempa bumi


bawah laut, ledakan gunung api bawah laut, dan jatuhnya meteor. Dampak yang
ditimbulkan oleh tsunami bergantung pada kekuatan gelombang. Gelombang
tsunami dapat merusak bangunan, menghanyutkan manusia, mobil, dan harta
benda lainnya.
3.

Gempa Bumi
Gempa bumi adalah merupakan peristiwa pelepasan energi yang

menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian bumi secara tiba-tiba. Gempa


bumi muncul akibat perubahan tiba-tiba pada permukaan bumi disepanjang sesar.
Perubahan dan pergerakan kerak bumi dapat melepaskan energi. Energi inilah
yang dirasakan sebagai gempa bumi.
Gempa dapat terjadi di darat maupun di laut. Gempa yang terjadi dibawah
laut dapat menyebabkan tsunami. Hingga saat ini, belum ada peralatan atau
metode yang mampu meramalkan kejadian gempa bumi. Kemunculan gempa
bumi di Indonesia sangat tinggi. Karena secara geografis Indonesia terletak pada
daerah cincin api yang masih aktif.
4.

Tanah Longsor
Longsor merupakan gerakan tanah yang terdiri dari sejumlah massa tanah,

batu dan campuran material yang bergerak di lereng gunung atau daerah-daerah
yang tanahnya labil, terutama jika terjadi hujan.jadi, tanah longsor adalah salah
satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya,
menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan
penyusun lereng tersebut.
Penyebab terjadinya tanah longsor terutama karena peristiwa seperti
hujan, kondisi geologi dan kondisi topografi, serta dipicu oleh tindakan-tindakan
manusia yang tidak bertanggung jawab. Secara singkat, tanah longsor dapat
terjadi karena hujan, tanah longsor yang terjal, tanah yang tebal, dan lembek
dengan batu-batuan yang kurang kuat, getaran, permukaan air danau atau air
bendungan yang surut, adanya beban bangunan yang bertambah besar, erosi,
timbunan materi di tebing dan bekas longsoran lama.

5.

Kekeringan
Kekeringan terjadi apabila ketersediaan air tidak mencukupi untuk

memenuhi kebutuhan. Bencana ini diakibatkan oleh musim kemarau yang


panjang, yang dapat terjadi sepanjang tahun, dalam waktu yang tidak menentu,
atau bahkan tidak dapat diamati. Kekeringan yang disebabkan oleh berurangnya
curah hujan disebut kekeringan meteorologist, sedangkan kekeringan karena
berkurangnya sumber daya air disebut kekeringan hidrologis.
6.

Gunung Berapi
Gunung berapi jika meletus akan mengeluarkan magma memlalui lubang

vulkanik, karena gas-gas yang terlarut didalamnya. Magma yang mengalir


dipermukaan tanah disebut lava, yang berisi bermacam-macam materi ayng
disebut tephra. Disamping magma, gunning api yang meletus juga mengeluarkan
debu panas yang merupakan partikel-partikel di dalam gas panas. Kerusakan yang
rimbul akibat

letusan gunung api dapat berasal dari lava yang mengalir,

gelombang panas dan debu, serta puing-puing akibat terjangan lava yang mengalir
dari puncak gunung.
7.

Badai atau Angin Topan


Karena geografisnya, wilayah pesisir pantai dan pulau-pulau kecil di

Indonesia cukup rentan terhadap bencana badai atau angin topan. Angin topan
atau badai dapat mencapai kecepatan 200 km/jam dengan tekanan tiup sampai
200kg/m2 sehingga mampu merobohkan bangunan dan pepohonan.
8.

Wabah Penyakit
Wabah penyakit adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular

dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi dari
pada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu serta dapat
menimbulkan malapetaka.
2.3 Faktor-faktor Penyebab Bencana
1.

Faktor penyebab banjir


Penyebab timbulnya banjir pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 3
(tiga) factor, yaitu:

a. Pengaruh aktivitas manusia, seperti:

Pemanfaatan dataran banjir yang digunakan untuk pemukiman dan


industri.

Penggundulan hutan dan yang kemudian mengurangi resapan pada


tanah dan meningkatkan larian tanah permukiman. Erosi yang terjadi
kemudian bisa menyebabkansegimentasi di terusan-terusan sungai yang
kemusian menggangu jalannya air.

Permukiman di dataran banjir dan pembangunan di daerah dataran


banjir dengan mengubah saluran-saluran air yang tidak direncanakan
dengan baik. Bahkan tidak jarang alur sungai diurug untuk dijadikan
permukiman. Konsisi demikian banyak terjadi di perkotaan di
Indonesia. Akibatnya adalah aliran sungai saat musim hujan menjadi
tidak lancar dan menimbulkan banjir.

Buang sampah disembarang tempat dapat menymbat saluransaluran air, terutama di perumahan.

b. kondisi alam yang bersifat tetap (statis) seperti:

Kondisi geografi yang berada pada daerah yang sering terkena


badai atau siklon.

Kondisi topografi yang cekung, yang merupakan dataran banjir,


seperti kota bandung yang berkembang pada cekungan bandung.

Kondisi alur sungai, seperti kemiringan dasar sungai yang datar,


berkelak-kelok, timbulnya sumbatan atau berbentuk seperti botol, dan
adanya sedimentasi sungai membentuk sebuah pulau.

c. Peristiwa alam yang bersifat dinamis, seperti:

Curah hujan yang tinggi

Terjadinya bendungan atau arus balik yang sering terjadi di muara


sungai atau pertemuan sungai besar.

Penurunan muka tanah atau amblesa, misal disekitar pantai utara


jakarta yang mengalami amblesan setiap tahun akibat pengambilan air

tanah yang berlebihan sehingga menimbulkan muka tanah menjadi


lebih rendah.
Pendangkalan dasar suangi karena sendimentasi yang cukup tinggi.

Faktor pertama merupakan dampak langsung dari ulah tangan


manusia yang mencari kenyamanan hidup dengan mengeksploitasi,
membahayakan, dan merusak linmgkungan baik di darat, laut, dan di udara.
Sementara faktor kedua dan ketiga, merupakan tantang bagi manusia untuk
dapat berusaha mencari alternatif-alternatif yang dapat mengurangi terjadinya
banjir dan dampaknya.
2.

Faktor penyebab tsunami


Tsunami dapat terjadi jika terjadi gangguan yang menyebabkan
perpindahan sejumlah besar air, seperti letusan gunung api, gempa bumi,
longsor maupun meteor yang jatuh ke bumi. Namun, 90% tsunami adalah
akibat gempa bumi bawah laut. Dalam rekaman sejarah beberapa tsunami
diakibatkan oleh gunung meletus, misalnya ketika meletusnya Gunung
Krakatau.
Gerakan vertikal pada kerak bumi, dapat mengakibatkan dasar laut
naik atau turun secara tiba-tiba, yang mengakibatkan gangguan keseimbangan
air yang berada di atasnya. Hal ini mengakibatkan terjadinya aliran energi air
laut, yang ketika sampai di pantai menjadi gelombang besar yang
mengakibatkan terjadinya tsunami.
Kecepatan gelombang tsunami tergantung pada kedalaman laut di
mana gelombang terjadi, dimana kecepatannya bisa mencapai ratusan
kilometer per jam. Bila tsunami mencapai pantai, kecepatannya akan menjadi
kurang lebih 50 km/jam dan energinya sangat merusak daerah pantai yang
dilaluinya. Di tengah laut tinggi gelombang tsunami hanya beberapa cm
hingga beberapa meter, namun saat mencapai pantai tinggi gelombangnya
bisa mencapai puluhan meter karena terjadi penumpukan masa air. Saat
mencapai pantai tsunami akan merayap masuk daratan jauh dari garis pantai
dengan jangkauan mencapai beberapa ratus meter bahkan bisa beberapa
kilometer. Gerakan vertikal ini dapat terjadi pada patahan bumi atau sesar.

Gempa bumi juga banyak terjadi di daerah subduksi, dimana lempeng


samudera menelusup ke bawah lempeng benua.
3.

Faktor penyebab gempa bumi


Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang
dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak.
Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada
keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran
lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.
Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan
tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan
lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam
kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit
kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.
Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan
magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala
akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun)
juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam,
seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat
terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada
beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain
Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak.
Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir
yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia
seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi.

4.

Faktor penyebab tanah longsor


Tanah longsor merupakan gejala alam yang terjadi di sekitar kawasan
pegunungan. Semakin suram kemiringan lereng satu kawasan, semakin besar
kemungkina terjadi longsor. Tanah longsor terjadi sebagai akibat perubahanperubahan, baik secara mendadak atau bertahap pada komposisi, struktur,
hidrologi atau vegetasi pada satu lereng. Perubahan-perubahan ini bisa

bersifat alami atau disebabkan manusia dan menyebabkan gangguan


keseimbangan materi-materi yang ada pada lereng. Dimana faktor-faktor
penyebab perubahan-perubahan tersebut yang kemudian mengakibatkan
terjadinya tanah longsor adalah:
a. Meningkatnya sudut lereng karena konstruksi baru atau karena erosi
sungai.
b. Mengingkatnya kandungan air yang disebabkan oleh hujan lebat atau
naiknya air tanah.
c. Hilangnya

tumbuh-tubuhan

karena

kebakaran,

penebangan,

dan

penggundulan hutan yang menyebabkan melemahnya partikel-partikel


tanah dan erosi.
d. Getaran akibat gempa bumi, letusan, gerakan mesin, dan lalu lintas.
e. Penambahan beban oleh hujan, materi vulkanis, bagunan atau rembesan
dari irigasi dan sistem pembungan sampah.
Luncuran tanah longsor akan semakin cepat sampai sekitar 30
meter/detik ketika:
Lapisan bumi paling atas dan bebatuan terlepas dari bagian utama gunung
atau bukit.
Lapisan teratas bumi mulai meluncur deras pada lereng dan mengambil
momentum dalam luncuran tersebut.
5.

Faktor penyebab kekeringan


Untuk memudahkan dalam memahami masalah kekeringan, berikut
diuraikan klasifikasi kekeringan berdasarkan penyebabnya, baik akibat
alamiah dan/atau ulah manusia menurut Pedoman Teknis Kekeringan
(Sekretariat TKPSDA, 2003). Penyebab kekeringan, yaitu:

Akibat Alam
a. Kekeringan Meteorologis; berkaitan dengan tingkat curah hujan di
bawah normal dalam satu musim. Pengukuran kekeringan meteorologis
merupakan indikasi pertama adanya kekeringan.
b. Kekeringan Hidrologis; berkaitan dengan kekurangan pasokan air
permukaan dan air tanah. Kekeringan ini diukur berdasarkan elevasi

10

muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Terdapat
tenggang waktu mulai berkurangnya hujan sampai menurunnya elevasi
muka air sungai, waduk, danau, dan elevasi muka air tanah. Kekeringan
hidrologis bukan merupakan indikasi awal adanya kekeringan.
c. Kekeringan Pertanian; berhubungan dengan kekurangan lengas tanah
(kandungan air dalam tanah), sehingga tidak mampu memenuhi
kebutuhan tanaman tertentu pada periode waktu tertentu pada wilayah
yang luas. Kekeringan pertanian ini terjadi setelah gejala kekeringan
meteorologi.
d. Kekeringan Sosial Ekonomi; berkaitan dengan kekeringan yang
memberi dampak terhadap kehidupan sosial ekonomi, seperti: rusaknya
tanaman, peternakan, perikanan, berkurangnya tenaga listrik dari tenaga
air, terganggunya kelancaran transportasi air, dan menurunnya pasokan
air baku untuk industri domestik dan perkotaan.
e. Kekeringan Hidrotopografi; berkaitan dengan perubahan tinggi muka
air sungai antara musim hujan dan musim kering dan topografi lahan.

Akibat Ulah Manusia


Kekeringan tidak taat aturan terjadi karena:
a. Kebutuhan air lebih besar daripada pasokan yang direncanakan akibat

ketidaktaatan pengguna terhadap pola tanam atau pola penggunaan air.


b. Kerusakan kawasan tangkapan air dan sumber-sumber air akibat
perbuatan manusia.
Berdasarkan klasifikasi

kekeringan

tersebut,

maka

prioritas

penanggulangan bencana kekeringan disesuaikan dengan kemampuan


masing-masing daerah. Khusus untuk kekeringan yang disebabkan oleh
ketidaktaatan para pengguna air dan pengelola prasarana air, diperlukan
komitmen dari semua pihak untuk melaksanakan kesepakatan yang sudah
ditetapkan. Kepada masyarakat perlu dilakukan sosialisasi yang lebih intensif,
sehingga

memahami

dan

melaksanakan

pola

pengguna

air

sesuai

peraturan/ketetapan.
6.

Faktor penyebab gunung berapi

11

Gunung meletus merupakan peristiwa yang terjadi akibat endapan


magma di dalam perut bumi yang didorong keluar oleh gas yang bertekanan
tinggi. Magma adalah cairan pijar yang terdapat di dalam lapisan bumi
dengan suhu yang sangat tinggi, yakni diperkirakan lebih dari 1.000 C.
Cairan magma yang keluar dari dalam bumi disebut lava. Suhu lava yang
dikeluarkan bisa mencapai 700-1.200 C. Letusan gunung berapi yang
membawa batu dan abu dapat menyembur sampai sejauh radius 18 km atau
lebih, sedangkan lavanya bisa membanjiri sampai sejauh radius 90 km. Tidak
semua gunung berapi sering meletus. Gunung berapi yang sering meletus
disebut gunung berapi aktif.
Menurut (anonim, 2011), Gunung berapi yang akan meletus dapat
diketahui melalui beberapa tanda, antara lain :

7.

Suhu di sekitar gunung naik.

Mata air menjadi kering

Sering mengeluarkan suara gemuruh, kadang disertai getaran (gempa)

Tumbuhan di sekitar gunung layu

Binatang di sekitar gunung bermigrasi

Faktor penyebab badai atau angin topan


Penyebab badai adalah tingginya suhu permukaan laut. Perubahan di
dalam energi atmosfer mengakibatkan petir dan badai. Badai tropis berpusar
dan bergerak dengan cepat mengelilingi suatu pusat, yang sumbernya berada
di daerah tropis. Pada saat terjadi angin ribut ini, tekanan udara sangat rendah
disertai angin kencang dengan kecepatan bisa mencapai 250 km/jam. Hal ini
bisa terjadi di Indonesia maupun negara-negara lain. Di dunia, ada tiga tempat
pusat badai, yaitu di Samudera Atlantik, Samudera Hindia, dan Samudera
Pasifik.
Secara umum, bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural

disaster) maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang


dapat menyebabkan bencana antara lain:
1.

Bahaya alam (natural hazards) dan bahaya karena ulah manusia (man-made
hazards) yang menurut United Nations International Strategy for Disaster
12

Reduction (UN-ISDR) dapat dikelompokkan menjadi bahaya geologi


(geological
hazards),

hazards),
bahaya

bahaya

biologi

hidrometeorologi

(biological

(hydrometeorological

hazards),

bahaya

teknologi

(technological hazards) dan penurunan kualitas lingkungan (environmental


degradation)
2. Kerentanan (vulnerability) yang tinggi dari masyarakat, infrastruktur serta

elemen-elemen di dalam kota/ kawasan yang berisiko bencana. Maksud dari


kerentanan adalah sekumpulan kondisi dan atau suatu akibat keadaan (faktor
fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan) yang berpengaruh buruk terhadap
upaya-upaya pencegahan dan penanggulangan bencana. Factor-faktor
kerentanan, yaitu:

Fisik: kekuatan bangunan struktur (rumah, jalan, jembatan) terhadap


ancaman bencana.

Sosial: kondisi demografi (jenis kelamin, usia, kesehatan, gizi, perilaku


masyarakat) terhadap ancaman bencana

Ekonomi: kemampuan finansial masyarakat dalam menghadapi ancaman


di wilayahnya

Lingkungan: Tingkat ketersediaan / kelangkaan sumberdaya (lahan, air,


udara) serta kerusakan lingkungan yan terjadi.

3.

Kapasitas yang rendah dari berbagai komponen di dalam masyarakat

2.4 Cara Penanggulangan Bencana


Penanggulangan bencana adalah merupakan bagian integral dari
pembangunan nasional dalam rangka melaksanakan amanat alinea ke-IV
Pembukaan UUD 1945. Dalam implementasinya, penanggulangan bencana
menjadi tugas dan tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah bersamasama masyarakat.
2.4.1 Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana
Penanggulangan bencana bertujuan untuk melindungi masyarakakat dari
bencana dan dampak yang ditimbulkannya. Karena itu, dalam penanggulangannya
harus memperhatikan prinsip-prinsip penanggulangan bencana.

13

Dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan


Bencana, disebutkan sejumlah prinsip penanggulangan, yaitu:
1. Cepat dan Tepat
Yang dimaksud dengan prinsip cepat dan tepat adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan
2.

pada kegiatan penyelamatan manusia.


Prioritas
Yang dimaksud dengan prinsip prioritas adalah bahwa apabila terjadi
bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas dan diutamakan

3.

pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.


Koordinasi dan Keterpaduan
Yang dimaksud dengan prinsip koordinasi adalah bahwa penanggulangan
bencana didasarkan pada koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang
dimaksud dengan prinsip keterpaduan adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan oleh berbagai sector secara terpadu yang didasarkan pada

4.

kerjasama yang baik dan saling mendukung.


Berdaya guna dan Berhasil guna
Yang dimaksud dengan prinsip berdaya guna adalah bahwa dalam
mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu,
tenaga, dan biaya yang berlebihan. Yang dimaksud dengan prinsip berhasil
guna adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna,
khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang

5.

waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.


Transparasi dan Akuntabilitas
Yang dimaksud dengan prinsip transparansi adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang
dimaksud dengan prinsip akuntabilitas adalah bahwa penanggulangan
bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara

6.

etik dan hukum.


Kemitraan
Penanggulangan bencana tidak bisa hanya mengandalkan pemerintah.
Kemitraan dalam penanggulangan bencana dilakukan antara pemerintah
dengan masyarakat secara luas, termasuk lembaga swadaya masyarakat
(LSM) maupun dengan organisasi atau lembaga di luar negeri termasuk
dengan pemerintahnya.

14

7.

Pemberdayaan
Pemberdayaan berarti upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk
mengetahui,

memahami

dan

melakukan

langkah-langkah

antisipasi,

penyelamatan dan pemulihan bencana. Negara memiliki kewajiban untuk


8.

memberdayakan masyarakat agar dapat mengurangi dampak dari bencana.


Nondiskriminatif
Yang dimaksud dengan prinsip nondiskriminasi adalah bahwa Negara
dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda

9.

terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apapun.
Nonprolitesi
Yang dimaksud dengan prinsip nonprolitesi adalah bahwa dilarang
menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana,

terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.


2.4.2 Tahap-Tahap Penanggulangan Bencana
Pada tahun 2008, pemerintah membentuk Badan Nasional Penanggulangan
Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) untuk
menanggulangi bencana secara menyeluruh disetiap wilayah yang ada di
Indonesia. Pembentukan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) didasarkan pada UndangUndang Penanggulangan Bencana No.24 Tahun 2007.
Menteri Dalam Negeri No. 46/2008, Keputusan Presiden No. 41/2007, dan
Peraturan Kepala BNPB No. 3/2008, tugas penanggulangan bencana diatur
didalam tiga divisi di BNPB dan BPBD, yaitu:
1. Pra Bencana (Kesiapsiagaan)
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap Pra Bencana adalah:
a. Simulasi bencana
Simulasi merupakan persiapan yang terpenting dalam sistem tanggap
bencana. Adanya pemahaman yang benar tentang sistem tanggap bencana
diharapkan dapat menjadi landasan bagi setiap individu dalam kondisi
bencana. Simulasi merupakan gambaran teknis tindakan yang harus
dilakukan saat terjadi bencana. Dengan melakukan simulasi kondisi yang
benar, dapat dipastikan anda masyarakat akan lebih siap dan tanggap
dalam mengatasi kejadian bencana. Ada beberapa tahapan dalam
melakukan simulasi: yakni sebagai berikut.

15

i.

Prasimulasi
- Berikan pemahaman mengenai sistem tangga bencana yang benar
kepada semua anggota keluarga atau masyarakat melakukan
-

diskusi sebelum simulasi.


Berikan kesempatan
kepada setiap anggota keluarga atau
masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya dan membuktikan

pendapat tersebut pada saat simulasi.


Pilih dan buat skenario sistem taggap bencana yang paling
potensial terjadi dilingkungan anda. Siapka minimal tiga skenario

tindakan dalam berbagai skala yang mungkin terjadi.


Tentukan koordinator dan bagilah tugas secara merata untuk
seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang ikut dalam
simulasi. Jadi keluarga atau masyarakat sebagai sebuah tim yang

solid dan efektif dalam sistem tanggap bencana.


Tentukan kapan simulasi akan diadakan. Usahakan simulasi
dilakukan minimal enam bulan sekali dengan pilhan skenario

berbeda.
Pastikan seluruh anggota keluarga atau masyarakat mempelajari
skenario dan tugas masing-masing yang telah disepakati dengan

baik.
Beritahukan kegiatan ini pada seluruh anggota yang ada

dimasyarakat untuk menghindari kesalah pahaman.


Siapkan peralatan dan perlengkapan simulasi termasuk kebutuhan
dasar dan peralatan darurat.

ii.

Simulasi
- Usahakan perut telah terisi makanan dan minuman secukupnya
-

sebelum simulasi.
Siapkan kondisi fisik dengan melakukan senam pemanasan untuk

menghindari cedera saat melakukan simulasi.


Berdoalah sebelummelakukan simulasi agar simulasi berjalan

lancar.
Beri tanda simulasi dimulai dengan membunyikan tanda bahaya,

bisa dengan menggunakan peluit atau bunyi-bunyian lain.


Cacat kronologis simulasi secara mendetail.

16

Usahakan jangan memberikan penilaian benar atau salah terlebih

dahulu, agar semua berjalan alami saat simulasi.


Ulangi simulasi beberapa kali (minimal tiga kali) hingga anda
mendapatan patokan waktu tercepat untk melakukan tindakan
evakuasi dan pertolongan. Ingat: waktu adalah komponen dasar

dalam melakukan sistem tanggap bencana.


Dokumentasikan simulasi baik dalam bentuk tertulis, foto, maupun
video. Dokumentasi ini berguna sebagai bahan referensi dan

iii.

pembelajaran dalam melakukan sistemtangap bencana.


Pascasimulasi
-

Melakukan evaluasi simulasi, melaputi:

Kesiapan individu,

Tindakan evakuasi,

Tndakan pertolongan,

Cacatan waktu,

Kerugian yang dapat ditimbulkan, dan

Kondisi pascasimulasi.

Jika ada kekurangan dalam simulasi, diskusiakan kembali dengan


seluruh anggota keluarga atau masyarakat.

Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau


masyarakat untuk memberikan penilaian mengenai jalanya
simulasi. Cari solusi terbaik bersama-sama.

Adakan simulasi tanggap bencana secara rutin, minimal enam


bulan sekali dengan pilihan skenario bencana yang berbeda.

b. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan

adalah

serangkaian

yang

dilakukan

untuk

mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah


yang tepat guna dan berdaya guna.
c. Peringatan dini

17

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan


sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
d. Mitigasi
Upaya mitigasi dapat dilakukan dalam bentuk mitigasi struktur
dengan memperkuat bangunan dan infrastruktur yang berpotensi terkena
bencana, seperti membuat kode bangunan, desain rekayasa, dan konstruksi
untuk menahan serta memperkokoh struktur ataupun membangun struktur
bangunan penahan longsor, penahan dinding pantai, dan lain-lain. Selain
itu upaya mitigasi juga dapat dilakukan dalam bentuk non struktural,
diantaranya seperti menghindari wilayah bencana dengan cara membangun
menjauhi lokasi bencana yang dapat diketahui melalui perencanaan tata
ruang dan wilayah serta dengan memberdayakan masyarakat dan
pemerintah daerah.
Mitigasi bencana yang efektif harus memiliki tiga unsur utama,
yaitu penilaian bahaya, peringatan dan persiapan.
1. Penilaian

bahaya

(hazard

assestment);

diperlukan

untuk

mengidentifikasi populasi dan aset yang terancam, serta tingkat


ancaman. Penilaian ini memerlukan pengetahuan tentang karakteristik
sumber bencana, probabilitas kejadian bencana, serta data kejadian
bencana di masa lalu. Tahapan ini menghasilkan Peta Potensi Bencana
yang sangat penting untuk merancang kedua unsur mitigasi lainnya;
2. Peringatan (warning); diperlukan untuk memberi peringatan kepada
masyarakat tentang bencana yang akan mengancam (seperti bahaya
tsunami yang diakibatkan oleh gempa bumi, aliran lahar akibat letusan
gunung berapi, dsb). Sistem peringatan didasarkan pada data bencana
yang terjadi sebagai peringatan dini serta menggunakan berbagai
saluran komunikasi untuk memberikan pesan kepada pihak yang
berwenang maupun masyarakat. Peringatan terhadap bencana yang
akan mengancam harus dapat dilakukan secara cepat, tepat dan
dipercaya.

18

3. Persiapan (preparedness). Kegiatan kategori ini tergantung kepada


unsur mitigasi sebelumnya (penilaian bahaya dan peringatan), yang
membutuhkan pengetahuan tentang daerah yang kemungkinan terkena
bencana dan pengetahuan tentang sistem peringatan untuk mengetahui
kapan harus melakukan evakuasi dan kapan saatnya kembali ketika
situasi telah aman.
Contoh kegiatan pra bencana, yaitu:

2.

penyadaran tentang pentingya siap siaga

Pembentukan Kelompok Masyarakat Penanggulangan Bencana

Memperkirakan faktor resiko bencana

Membuat rencana pengungsian.

Tanggap darurat
Kegiatan tanggap darurat dilakukan untuk meringankan penderitaan

sementara (SAR, bantuan darurat dan pengungsian).


Contoh kegiatannya seperti:
Tindakan langsung saat bencana dan pengungsian
Pertolongan gawat darurat
Perawatan kejiwaan (Trauma healing)
Dukungan gizi dalam kondisi darurat terutama untuk kelompok rentan
Penyediaan Pemukiman sementara
Penyediaan Pelayanan kesehatan
Penyediaan Saran Sanitasi dan Air Bersih
3. Pasca Bencana (Rehabilitasi dan Rekonstruksi)
Kegiatan yang dilakukan pasca bencana adalah pemulihan, rehabilitas
dan rekonstruksi.
a. Rehabilitasi
Rehabilitasi pasca bencana meliputi kegiatan-kegiatan:
Perbaikan lingkungan daerah bencana. Kegiatan fisik perbaikan
lingkungan mencakup lingkungan kawasan permukiman, kawasan
industri, kawasan usaha, dan kawasan bangunan gedung untuk
memenuhi persyaratan teknis, sosial, ekonomi, dan budaya serta
ekosistem suatu kawasan.
Perbaikan prasarana dan sarana umum meliputi perbaikan infrastuktur,
fasilitas sosial dan fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan

19

transportasi, kelancaran kegiatan ekonomi, dan kehidupan sosial budaya


masyarakat.
Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat. Bantuan Pemerintah
sebagai stimulan untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya
yang mengalami kerusakan akibat bencana untuk dapat dihuni kembali.
Bantuan dapat berupa bahan material, komponen rumah atau uang yang
besarnya ditetapkan berdasarkan hasil verifikasi dan evaluasi tingkat
kerusakan rumah yang dialami. Bantuan diberikan dengan pola
pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan karakter daerah dan
budaya masyarakat.
Pemulihan sosial psikologis; ditujukan untuk membantu masyarakat
yang terkena dampak bencana (berupa bantuan konseling dan konsultasi
keluarga, pendampingan pemulihan trauma, dan pelatihan pemulihan
kondisi psikologis), memulihkan kembali kehidupan sosial dan kondisi
psikologis pada keadaan normal seperti kondisi sebelum bencana.
Pelayanan kesehatan; ditujukan untuk membantu masyarakat yang
terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi kesehatan
masyarakat dengan mengacu pada standar pelayanan darurat melalui
upaya-upaya : membantu perawatan korban bencana yang sakit dan
mengalami

luka,

membantu

meninggal,

menyediakan

perawatan

obat-obatan,

korban

bencana

menyediakan

yang

peralatan

kesehatan, menyediakan tenaga medis dan paramedic, dan merujuk ke


rumah sakit terdekat.
Relokasi perumahan, prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca
bencana untuk perumahan, prasarana dan sarana umum yang
mengalami kerusakan akibat bencana dapat dilakukan tidak pada lokasi
semula atau dengan kata lain harus direlokasi. Relokasi dapat dilakukan
untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak memiliki legalitas
surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsi yang
telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang
membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan

20

pasca bencana akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang


berlaku.
Rekonsiliasi dan resolusi konflik; ditujukan membantu masyarakat di
daerah rawan bencana dan rawan konflik sosial untuk menurunkan
eskalasi konflik sosial dan ketegangan serta memulihkan kondisi sosial
kehidupan masyarakat melalui upaya-upaya mediasi persuasif dengan
melibatkan

tokoh-tokoh

masyarakat

terkait

dengan

tetap

memperhatikan situasi, kondisi, dan karakter serta budaya masyarakat


setempat dan menjunjung rasa keadilan.
Pemulihan sosial ekonomi budaya; ditujukan untuk membantu
masyarakat terkena dampak bencana dalam rangka memulihkan kondisi
kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya seperti pada kondisi sebelum
terjadi bencana dengan menghidupkan dan mengaktifkan kembali
kegiatan sosial, ekonomi, dan budaya melalui: layanan advokasi dan
konseling, bantuan stimulan aktivitas ekonomi, dan pelatihan.
Pemulihan keamanan dan ketertiban; ditujukan membantu masyarakat
dalam memulihkan kondisi keamanan dan ketertiban masyarakat di
daerah terkena dampak bencana agar kembali seperti kondisi sebelum
terjadi bencana melalui upaya: mengaktifkan kembali fungsi lembaga
keamanan dan a. ketertiban di daerah bencana, meningkatkan peranserta
masyarakat dalam kegiatan b. pengamanan dan ketertiban, dan
koordinasi dengan instansi/lembaga yang berwenang di bidang
keamanan dan ketertiban.
Pemulihan fungsi pemerintahan; ditujukan untuk memulihkan fungsi
pemerintahan kembali seperti kondisi sebelum terjadi bencana melalui
upaya:

mengaktifkan

kembali

pelaksanaan

kegiatan

tugastugas

pemerintahan secepatnya, penyelamatan dan pengamanan dokumendokumen

negara

dan

pemerintahan,

konsolidasi

para

petugas

pemerintahan, pemulihan fungsi-fungsi dan peralatan pendukung tugastugas pemerintahan, dan pengaturan kembali tugas-tugas pemerintahan
pada instansi/lembaga terkait

21

Pemulihan fungsi pelayanan publik; ditujukan untuk memulihkan


kembali fungsi pelayanan kepada masyarakat pada kondisi seperti
sebelum terjadi bencana melalui upaya-upaya: rehabilitasi dan
pemulihan fungsi prasarana dan sarana pelayanan public, mengaktifkan
kembali fungsi pelayanan publik pada instansi/lembaga terkait, dan
pengaturan kembali fungsi pelayanan public.
b. Rekonstruksi
Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua

prasarana dan

sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat


pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Menurut menkokesra RI, 2008, Rekonstruksi pasca bencana meliputi
kegiatan-kegiatan:
Pembangunan kembali prasarana dan sarana; merupakan kegiatan fisik
pembangunan kembali atau pembangunan baru prasarana dan sarana
untuk memenuhi kebutuhan kegiatan ekonomi, sosial, dan budaya
dengan memperhatikan rencana tata ruang wilayah provinsi dan
kabupaten/kota.
Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat; merupakan kegiatan
pembangunan kembali atau pembangunan baru fasilitas sosial dan
fasilitas umum untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sosial dan
kemasyarakatan.
Relokasi perumahan, prasarana dan sarana. Kegiatan perbaikan pasca
bencana untuk perumahan, prasarana dan sarana umum yang
mengalami kerusakan akibat bencana dapat dilakukan tidak pada lokasi
semula atau dengan kata lain harus direlokasi. Relokasi dapat dilakukan
untuk lokasi yang rawan bencana, sengketa (tidak memiliki legalitas
surat tanah yang jelas), tidak sesuai dengan peruntukan dan fungsi yang
telah ditetapkan oleh Pemprov/Pemkab/Pemkot, atau hal lain yang
membahayakan jiwa dan ataupun jika melakukan kegiatan perbaikan

22

pasca bencana akan berlawanan dengan hukum dan perundangan yang


berlaku.
Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat; ditujukan
untuk menata kembali kehidupan dan mengembangkan pola-pola
kehidupan ke arah kondisi kehidupan sosial budaya masyarakat yang
lebih baik dengan cara: menghilangkan rasa traumatik masyarakat
terhadap bencana; mempersiapkan masyarakat melalui kegiatan
kampanye sadar bencana dan peduli bencana; penyesuaian kehidupan
sosial budaya masyarakat dengan lingkungan rawan bencana;
mendorong partisipasi masyarakat dalam kegiatan pengurangan risiko
bencana.
Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang
lebih baik dan tahan bencana; ditujukan untuk meningkatkan stabilitas
kondisi dan fungsi prasarana dan sarana yang mampu mengantisipasi
dan tahan bencana, dan mengurangi kemungkinan kerusakan yang lebih
parah akibat bencana.
Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan,
dunia usaha dan masyarakat; bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
dalam rangka membantu penataan daerah rawan bencana ke arah lebih
baik dan rasa kepedulian daerah rawan bencana melalui upaya:
melakukan kampanye peduli bencana; mendorong tumbuhnya rasa
peduli dan setia kawan pada lembaga, organisasi kemasyarakatan, dan
dunia usaha; dan mendorong partisipasi dalam bidang pendanaan dan
kegiatan persiapan menghadapi bencana.
Peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya; ditujukan untuk
normalisasi kondisi dan kehidupan yang lebih baik melalui upaya:
pembinaan

kemampuan

keterampilan

masyarakat

yang

terkena

bencana; pemberdayaan kelompok usaha bersama dapat berbentuk


bantuan dan/atau barang; dan mendorong penciptaan lapangan usaha
yang produktif.
Peningkatan fungsi pelayanan publik; ditujukan untuk penataan dan
peningkatan fungsi pelayanan publik kepada masyarakat untuk

23

mendorong kehidupan masyarakat di wilayah pascabencana ke arah


yang lebih baik melalui upaya: penyiapan program jangka panjang
peningkatan fungsi pelayanan publik; dan pengembangan mekanisme
dan system pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat; dilakukan dengan
tujuan membantu peningkatan pelayanan utama dalam rangka
pelayanan prima melalui upaya mengembangkan pola-pola pelayanan
masyarakat yang efektif dan efisien.
Contoh kegiatan yang dapat dilakukan pada tahap pasca bencana yaitu:
Memperkirakan kebutuhan Jangka panjang
Proses pemenuhan kebutuhan jangka panjang
Proses pencarian bantuan
Bekerjasama dengan media massa
Stategi jangka panjang promosi kesehatan di Indonesia

Pra Bencana
(Before)

Masyarakat agar siap


siaga
(to prepared)
CBDM
dalam

Orientasi

Saat Bencana

Intervens

(During)

Masyarakat

bentuk

menolong diri sendiri

Desa

(to help them self)

Siaga

Bencana

2.4.3 Tugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)

Pembentukan BPBD didasarkan pada regulasi daerah. Pemerintah


menyarankan pembentukan BPBD kepada Dewan Masyarakat
Perwakilan Rakyat Daerah
Pasca Bencana

memperbaiki
(DPRD) yang harus berkoordinasi dengan kementrian
dalamsendiri
negeri (Depdagri)
(After)

(to(BPBD)
improve) adalah perangkat
dan BNPB. Badan Penanggulangan Bencana Daerah
(Before)

daerah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas dan fungsi penanggulangan


bencana di daerah. Badan penanggulangan bencana daerah mempunyai tugas:

24

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan sesuai dengan kebijakan pemerintah


daerah dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana terhadap usaha
penanggulangan bencana yang mencakup pencegahan bencana, penangan
darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara adil dan setara.
b. Menetapkan standarisasi serata kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan
c.
d.
e.
f.

bencana berdasarkan peraturan perundang-undangan.


Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana.
Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanganan bencana.
Melaksanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada wilayahnya.
Melaporkan penyelenggaraan penanggulangan bencana kepada kepala daerah
sebulan sekali dalam kondisi normal dan setiap saat dalam kondisi darurat

bencana.
g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran uang dan barang.
h. Mempertanggungjawabkan penggunaan anggaran yang diterima

dari

anggaran pendapatan daerah.


i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

25

BAB 3. ARTIKEL MASALAH BENCANA DI KABUPATEN JEMBER


3 Besar Rawan Bencana, Kok Jember Zonder BPBD
Sabtu, 22 Oktober 2011
Reporter: Oryza A. Wirawan
Jember (beritajatim.com) - Di Jawa Timur, Kabupaten Jember masuk
dalam tiga besar daerah paling rawan bencana. Namun Jember justru tak punya
Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Palang Merah Indonesia melansir, sepanjang tahun 1999-2010, di Jember
terjadi 214 kejadian bencana. Peringkat pertama adalah Pacitan dengan 389
kejadian bencana, dan Kabupaten Malang dengan 222 kejadian bencana.
Peta PMI Jember menunjukkan dari 31 kecamatan Jember, tak ada satu
pun yang tak pernah mengalami bencana. Bencana itu bisa berupa petir,
kebakaran, banjir genangan, banjir bandang, tsunami, angin puyuh, angin puting
beliung, angin kencang, longsor, dan gelombang laut.
Dari sini, fungsi BPBD menjadi penting. Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB) Syamsul Maarif, menyampaikan di Jember, di
tingkat kabupaten/kota, baru 80 persen yang memiliki BPBD.
"Undang-undang sudah jelas, pemerintah pusat membentuk BNPB,
pemerintah daerah membentuk BPBD. Jember saja belum punya. Padahal, ini
daerah bencana. Saya berharap pemerintah daerah dan DPRD mempelajari
kembali undang-undang itu. Kalau tidak mengerti, silakan datang ke Jakarta," kata
Syamsul, di sela-sela seminar internasional tentang bencana, di Universitas
Jember, tempo hari.
Fraksi PDI Perjuangan Indonesia Raya DPRD Jember mendesak agar
BPBD segera dibentuk. "Orang bijak mengatakan, 'sedia payung sebelum hujan',"
kata Khosidah.
Ketua PMI Jember Sandi Suwardi Hasan berharap, Bupati MZA Djalal
segera aktif kembali. Saat ini Djalal berstatus nonaktif, karena sempat tersangkut

26

kasus dugaan korupsi. Ia dinyatakan tak bersalah oleh pengadilan, namun belum
diaktifkan kembali oleh pemerintah pusat.
"Semoga Pak Djalal cepat aktif, sehingga penataan penanganan dan
antisipasi bencana lebih terkoordinasi. Kami mendorong terbentuknya BPBD,"
kata Sandi. [wir]
Sumber:
http://www.beritajatim.com/detailnews.php/6/Politik_Pemerintahan/2011-1022/115469/3_Besar_Rawan_Bencana,_Kok_Jember_Zonder_BPBD

27

BAB.4 ANALISIS ARTIKEL MASALAH


Indonesia adalah salah satu Negara yang mempunyai potensi bencana yang
sangat tinggi. Hal ini berkaitan dengan wilayah Indonesia yang mempunyai
banyak kekayaan alam seperti pegunungan dan lautan yang cukup luas. Dimana,
potensi bencana di Negara Indonesia bermacam-macam tergantung jenis dan
karakterisktik bahaya di setiap daelah di wilayah Negara Indonesia.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh

faktor

alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga

mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian


harta benda, dan dampak psikologis.
Untuk meminimalisir dampak yang diakibatkan oleh suatu bencana,
diperlukan adanya penyelenggaraan penanggulangan bencana. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.
Selain itu, hal tersebut harus didukung dengan kegiatan pencegahan
bencana yang berupa serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk
menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana.
Menurut sebuah artikel, Kabupaten Jember masuk dalam tiga besar daerah
paling rawan bencana alam di seluruh Jawa Timur. Hal ini disampaikan oleh
Kepala Markas PMI Cabang Jember yang menyatakan bahwa sejak Tahun 1999
hingga 2010, bencana alam yang terjadi di jember mencapai 214 kejadian.
Peringkat pertama diduduki Kabupaten Pacitan dengan 389 kejadian, lalu
peringkat kedua Kabupaten Malang dengan 222 kejadian.
Kabupaten Jember memang layak disebut sebagai daerah merah bencana,
karena setiap tahun terdapat puluhan bencana yang terjadi di kota ini. Di
Kabupaten Jember, hampir setiap tahun, ada lebih dari 35 kasus bencana, baik
skala kecil dan besar. Oleh karena itu, perlu adanya tindak lanjut dari pemerintah
daerah untuk memberikan perhatian lebih kepada masyarakat Kabupaten Jember

28

dengan melakukan penanggulangan bencana disertai dengan kegiatan pencegahan


bencana. Sehingga, masyarakat Kabupaten Jember lebih tanggap terhadap
bencana dan peduli terhadap lingkungan.
4.1 Daerah Rawan Bencana di Kabupaten Jember
Kabupaten Jember merupakan salah satu daerah agraris yang berada di
Provinsi Jawa Timur yang dianugerahi tanah yang subur, dikelilingi pegunungan
dan bentang alam yang berbukit-bukit. Oleh karena itu, Kabupaten Jember sangat
menguntungkan secara ekonomi karena kekayaan alamnya yang melimpah,
sehingga banyak penduduk Kabupaten Jember dan pemodal asing yang membuka
berbagai perkebunan tanpa memperhitungkan kondisi alam Kabupaten Jember
yang bergunung-gunung yang seharusnya dikelolah dengan penuh kehati-hatian.
Karena keserakahan yang dimiliki oleh masyarakat untuk menguasai
kekayaan alam yang melimpah di Kabupaten Jember tanpa adanya antisipasi
terhadap dampak yang bisa ditimbulkan membuat Kabupaten Jember menjadi
sarang bencana bagi masyarakat Kabupaten Jember disamping karena Kabupaten
Jember memang mempunyai potensi alam terhadap bencana.
Data daerah rawan bencana dan jenis bencana di Kabupaten Jember, yaitu:
a. Daerah rawan banjir terdapat dikecamatan Ledokombo, Mayang, Patrang,
Tempurejo, Panti, Balung, Umbulsari, Tanggul, Sumberbaru, Mumbulsari,
Sumbersari, Kaliwates, Pakusari, Rambipuji, Wuluhan, Gumuk Mas, dan
Kencong.
Alasan dikecamatan Ledokombo, Mayang, Patrang, Tempurejo, Panti,
Balung,

Umbulsari,

Tanggul,

Sumberbaru,

Mumbulsari,

Sumbersari,

Kaliwates, Pakusari, Rambipuji, Wuluhan, Gumuk Mas, dan Kencong


termasuk dalam daerah rawan banjir yaitu:
Curah hujan tinggi
Selokan yang ada dibeberapa kecamatan di Kabupaten Jember tidak
mampu menampung debit air yang berlebihan terutama saat musim hujan.
Lokasi yang termasuk dalam daerah rawan banjir lebih rendah.
b. Daerah rawan tanah longsor terdapat dikecamatan Arjasa, Sumberjambe, Silo,
Mayang, Panti, Mumbulsari, dan Sumberbaru.

29

Alasan kecamatan Arjasa, Sumberjambe, Silo, Mayang, Panti,


Mumbulsari, dan Sumberbaru termasuk dalam daerah rawan tanah longsor
yaitu:
Tanah yang terdapat pada daerah rawan tanah longsor merupakan tanah
yang berongga (tanah tidak padat), tanahnya juga tidak rapat dan tanah
tergerus oleh air akibat dari hutan gundul.
Tanah pada daerah rawan tanah longsor merupakan tanah yang curam.
c. Daerah rawan angin puyuh terdapat dikecamatan Jelbuk, Tempurejo,
Jenggawah, Sumbersari dan Sukowono.
Alasan kecamatan Jelbuk, Tempurejo, Jenggawah, Sumbersari dan
Sukowono masuk dalam daerah rawan angin karena jika dilihat dari gejala
alam yang dialami oleh beberapa kecamatan di Kabupaten Jember yang
sering terjadi angin berlebihan yang dapat mengakibatkan terjadinya angin
puyuh, akan tetapi kejadian angin puyuh tidak bisa diprediksi secara detail
d.

karena kejadian tersebut merupakan fenomena yang diakibatkan oleh alam.


Daerah rawan badai laut (tsunami) terdapat dikecamatan Puger, Kencong,
Ambulu, Tempurejo, Wuluhan dan Gumuk Mas.
Alasan kecamatan Puger, Kencong, Ambulu, Tempurejo, Wuluhan dan
Gumuk Mas masuk dalam daerah rawan badai laut (tsunami) karena adanya

e.

pergeseran lempeng dan ledakan dibawah laut dari gunung berapi.


Daerah rawan kebakaran terdapat dikecamatan Jenggawah, Mumbulsari,
Ajung dan Pakusari.
Alasan kecamatan Jenggawah, Mumbulsari, Ajung dan Pakusari karena
didaerah tersebut terdapat gudang tembakau. Peristiwa kebakaran didaerah ini
disebabkan oleh kelalaian manusia sendiri seperti membuang putung rokok
sembarangan saat bekerja serta adanya konsleting dari listrik yang
menyebabkan terjadinya kebakaran.

4.2 Kejadian Bencana di Kabupaten Jember


Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Sosial Kabupaten Jember pada
tahun 2011 telah terjadi bencana sebanyak 38 kali dibeberapa daerah dikabupaten
Jember sampai 31 oktober 2011, diantaranya adalah:
1. Bencana Banjir

30

Frekuensi bencana banjir di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah


sebanyak 6 kali yang terjadi di Desa Harjomulyo Kecamatan Silo (banjir
bandang), Desa Suci Kecamatan Panti (hujan deras dan terjadi banjir), Dsn
Cempaka Desa Pakis (banjir), Desa Gugut Rambigundam Rambipuji dan
Rowotamtu (banjir sungai), Desa Sarimulyo dan Desa Ngampelrejo
2.

Kecamatan Jombang (banjir), dan Desa Senenrejo Kecamatan Tempurejo.


Bencana Longsor
Frekuensi bencana longsor di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah
sebanyak 5 kali yang terjadi di Desa Pakis dan Suci Kecamatan Panti,
Lingkungan Tegalrejo Kelurahan Jember Lor Kecamatan Patrang, Dsn
Sumbercanting Desa Tugulsari Kecamatan Bangsalsari, Kelurahan Kepatihan

3.

Kecamatan Kaliwates, dan Dsn Rayap Desa Kemuninglor Kecamatan Arjasa.


Bencana Banjir dan Longsor
Frekuensi bencana banjir longsor di Kabupaten Jember selama tahun 2011
adalah sebanyak 1 kali yang terjadi di Desa Sucopangepok Kecamatan

4.

Jelbuk.
Bencana angin puyuh
Frekuensi bencana angin puyuh di Kabupaten Jember selama tahun 2011
adalah sebanyak 12 kali yang terdiri dari :
a. Angin kencang sebanyak 2 kali yang terjadi di Dsn Krajan Desa
Glagahwero Kecamatan Panti (hujan deras disertai angin) dan Dsn Tegalan
Desa Sunber Kejayan Kecamatan Mayang (angin kencang dan hujan
deras).
b. Angin puyuh 1 kali yang terjadi di Kelurahan Baratan Kecamatan Patrang.
c. Angin puting beliung dan hujan 1 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang
Kecamatan Patrang.
d. Angin putting beliung sebanyak 8 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang
dan Bintoro Kecamatan Patrang; Desa Tegal Rejo dan Mayang; Kelurahan
Baratan, Kelurahan Bintoro, Jumerto dan Slawu; Dusun Sumberbulus,
Desa Sumberbulus Kecamatan Ledokombo; Desa Darungan Kecamatan
Tanggul; Dsn Lingkungan Baratan Timur Kelurahan Baratan Kecamatan
Patrang; Kelurahan Bintoro Kecamatan Patrang; dan Dsn Angsanah Desa

5.

Mumbulsari Kecamatan Mumbulsari.


Bencana Badai Laut

31

Frekuensi bencana badai laut di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah
sebanyak 2 kali yang terjadi di Desa Pugerkulon Kecamatan Puger
(gelombang laut di Plawangan) dan Pantai Payangan Dsn Watu Ulo Desa
6.

Sumberejo Kecamatan Ambulu (gelombang pasang).


Bencana Kebakaran
Frekuensi bencana kebakaran di Kabupaten Jember selama tahun 2011 adalah
sebanyak 10 kali yang terjadi di Lingkungan Wetan Kantor Kelurahan Jember
Lor Kecamatan Patrang, Dsn Tegalan Desa Sumber Kejayan Kecamatan
Mayang, Dsn Paci Desa Gelang Kecamatan Sumberbaru, Kelurahan
Sumbersari Kecamatan Sumbersari, Lingkungan Krajan Kelurahan Jember
Lor

Kecamatan

Patrang,

Lingkungan

Perumnas

Kelurahan

Patrang

Kecamatan Patrang, Lingkungan Krajan Kelurahan Bintoro Kecamatan


Patrang, Dsn Penaggungan RT. 02 RW. 03 Desa Wirowongso Kecamatan
Ajung, Dsn Tegalan RT. 04 RW. 02 Desa Sumber Kejayan Kecamatan
7.

Mayang, dan Dsn Grugul Desa Sukorno Kecamatan Kalisat.


Bencana Gempa Bumi
Frekuensi bencana gempa bumi di Kabupaten Jember selama tahun 2011
adalah sebanyak 2 kali yang terjadi di Kelurahan Patrang Kecamatan Patrang
dan Dsn Krajan Kidul Desa Yosorati Kecamatan Sumberbaru.

4.3 Penanggulangan Bencana di Kabupaten Jember


4.2.1 Penanggulangan Bencana oleh Organisasi dari Kabupaten Jember
Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember dilakukan oleh beberapa
instansi yang tergabung menjadi satu dengan sebutan SATLAK (satuan pelaksana
penanggulangan bencana). SATLAK terdiri dari beberapa anggota dari beberapa
instansi, diantaranya adalah:
Ketua SATLAK adalah Bupati
Sekretasis 1 berasal dari Dinas Sosial yang bertugas untuk menanggulangi

dampak bencana.
Sekretaris 2 berasal dari Baskesbang yang bertugas untuk menanggulangi

bencana sebelum terjadi bencana (upaya pencegahan).


Sekertaris 3 berasal dari Kesra yang bertugas untuk memberi bantuan saat
terjadi bencana.
32

Di dalam organisasi SATLAK untuk menanggulangi bencana di


Kabupaten Jember terdapat beberapa kegiatan penanggulangan bencana yang
disebut manajemen penanggulangan bencana. Manajemen penanggulangan
bencana terdiri dari:
a. Pra Bencana
Kegiatan yang dilakukan saat tahap pra bencana meliputi:
1. Pendataan daerah rawan bencana
2. Pelatihan dan penyuluhan berupa sosialisasi tentang bencana dan
bahayanya serta tempat aman untuk menghindari bencana (contoh: saat
banjir pindah ketempat yang lebih tinggi). Pelatihan tersebut telah
dilakukan di Kecamatan Panti, Jelbuk dan Arjasa.
3. Penyiapan perangkat lunak dan keras. Contoh perangkat lunak dapat
berupa aturan-aturan dan pedoman. Sedangkan contoh perangkat keras
berupa alat memasak untuk dapur umum dan bantuan penyediaan sarana
b.

dan prasarana seperti tenda yang disediakan oleh PU.


Tanggap Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada tahap tanggap bencana adalah
memberikan bantuan kepada masyarakat yang tertimpa bencana baik dengan
melakukan evakuasi korban bencana seperti kegiatan search and rescue
(SAR) maupun pemberian bantuan darurat berupa sandang dan pangan serta

c.

pengungsian.
Pasca Bencana
Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah rehabilitasi dan
rekonstruksi seperti pemulihan rumah-rumah penduduk dan pemulihan

fasilitas umum dan pembangunannya.


4.2.2 Penanggulangan Bencana oleh Organisasi Relawan (TAGANA)
Selain manajemen penanggulangan bencana yang digunakan oleh
Kabupaten Jember dibawah naungan organisasi SATLAK, pihak Dinas Sosial
mempunyai organisasi relawan yang disebut TAGANA (Taruna Siaga Bencana)
untuk membantu menanggulangi bencana di Kabupaten Jember. TAGANA adalah
organisasi yang anggotanya merupakan relawan-relawan yang membantu
penanggulangan bencana.
Taruna Siaga Bencana (TAGANA) bukan organisasi structural tetapi
merupakan wadah berhimpun yang secara fungsional dibina dan menjadi
tanggung jawab institusi social dari pusat sampai daerah.

33

Keanggotaan

TAGANA

adalah

perorangan

atau

individu

dan

kepengurusannya di Tingkat Pusat dikelola oleh suatu presidium di Tingkat


Propinsi sampai dengan kecamatan yang hanya akan dipimpin oleh seorang
coordinator yang berfungsi sebagai Ketua Tim Pelaksana di Daerah.
Untuk menanggulangi bencana yang ada di Kabupaten Jember, harus ada
beberapa orang atau organisasi yang terlibat dalam penanganan bencana, meliputi:
Seluruh kekuatan masyarakat
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)
Organisasi Sosial (Orsos)
Warga RT/RW
Termasuk TAGANA
Alasan TAGANA diperlukan oleh Kabupaten Jember untuk
menanggulangi bencana di Kabupaten jember secara umum adalah:
a. Indonesia berada pada pertemuan tiga lempeng tektonik utama di Dunia
b.

(Eurasia, India Australia, Samudra Pasifik)


Indonesia berada pada pertemuan tiga system pegunungan (Alpine Sunda,

c.

Circum Pasifik dan Circum Australia)


Di Indonesia lebih 500 gunung berapi (128 gunung berada dalam kondisi

d.

aktif)
Dari 440 Kabupaten atau Kota di seluruh Indonesia, sebanyak 338 Kabupaten
atau Kota merupakan daerah rawan bencana
Tingkat penanganan bencana yang dilakukan oleh Taruna Siaga Bencana

(TAGANA), yaitu:
1) Pra Bencana
Berupa perencanaan (kesigapan dan mitigasi). Mitigasi adalah
serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui
pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan
menghadapi ancaman bencana. Perencanaa pra bencana terdiri dari:
a. Susun rencana pra bencana
b. Tentukan Plan Of Action
c. Himpun sembar dan potensi
d. Siapkan peralatan dan sarana
e. Siapkan personil
f. Perkuat jaringan kerja
g. Siapkan anggaran
2) Saat Bencana
Hal yang dilakukan saat terjadi bencana adalah tindakan (tanggap
darurat). Tanggap

darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang

34

dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani


dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan
evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan,
pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana.
a. Lakukan tindakan
b. Himpun data dan info
c. Kerahkan semua potensi
d. Aktifkan semua system
e. Salurkan bantuan
f. Antisipasi dampak bencana
g. Siapkan bantuan lanjutan
3) Perbaikan (Rahabilitasi)
Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan
publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca
bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara
wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah
pasca bencana. Hal yang perlu dilakukan saat perbaikan (rehabilitasi) adalah:
a. Catatan dan seleksi dampak bencana
b. Tentukan metode, cara dan materi rehabilitasi
c. Lakukan rehabilitasi
d. Pantau dan evaluasi kegiatan rehabilitasi
e. Siapkan rehabilitasi lanjutan
4) Penguatan (Resosialisasi dan Rujukan)
a. Lakukan kajian dampak bencana
b. Susun rencana tindak lanjut dampak bencana
c. Susun strategi kerjasama dampak bencana
d. Pengkondisian situasi untuk aman
e. Pantau terus dampak bencana
f. Buat laporan rekomendasi
4.2.3 Penanganan Kesehatan Akibat Bencana
Untuk menanggulangi masalah kesehatan akibat bencana di Kabupaten
Jember ditangani langsung oleh pihak Dinas Kesehatan. Sehingga, perlu adanya
kerjasama yang baik antara organisasi yang menangani bencana dengan Dinas
Kesehatan agar korban bencana bisa mendapatkan pertolongan dengan cepat dan
mendapatkan pengobatan dengan cepat dan tepat.
4.3 Kelemahan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Jember

Kendala yang dihadapi oleh organisasi penanggulangan bencana dalam


menanggulangi bencana di Kabupaten Jember adalah:

35

1.

Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember tidak terlaksana dengan baik


secara cepat dan tepat sesuai prinsip penanggulangan bencana karena
informasi atau laporan tentang kejadian bencana terlambat (tidak langsung
dilaporkan oleh aparat pemerintah) sehingga pemberian bantuan untuk korban

2.

bencana juga terhambat dan membutuhkan waktu yang cukup lama.


Tidak ada petugas khusus yang bertugas untuk memberikan informasi tentang

3.

bencana di Kabupaten Jember.


Penanggulangan bencana di Kabupaten Jember tidak terlalu focus karena
Pemerintah

Kabupaten

Jember

belum

membentuk

BPBD

(Badan

Penanggulangan Bencana Daerah) yang seharusnya sudah dibentuk oleh


4.

setiap daerah termasuk Kabupaten Jember.


Dana yang digunakan untuk menanggulangi bencana hanya berasal dari
bantuan disetiap instansi yang berada di Kabupaten Jember seperti Dinas
Perairan, Dinas Pertanian, dan lain-lain.
Kelemahan dalam penanggulangan bencana di Kabupaten Jember dapat

berakibat fatal. Sehingga pada tahun 2011 terdapat artikel yang menyatakan
bahwa Kabupaten Jember menduduki peringkat ketiga dalam daerah rawan
bencana karena penanggulangan sebelum bencana terjadi di Kabupaten Jember
tidak terlaksana dengan baik yang diakibatkan oleh tidak terbentuknya BPBD
(Badan Penanggulangan Bencana Daerah) karena permasalahan yang dialami oleh
Bupati di Kabupaten Jember.
4.4 Solusi Masalah
Untuk menurunkan tingkat kerawanan bencana di Kabupaten Jember agar
tidak menduduki peringkat ketiga seJawa Timur, seharusnya ada Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Jember. Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) diperlukan agar penanggulangan
bencana di Kabupaten Jember lebih focus dengan adanya tugas pokok dan fungsi
dalam masing-masing bagian didalam BPBD. Penanggulangan bencana yang
seharusnya dilakukan oleh tiap-tiap daerah, yaitu:
1.

Pra Bencana
e. Simulasi bencana

36

Simulasi merupakan persiapan yang terpenting dalam sistem tanggap


bencana. Adanya pemahaman yang benar tentang sistem tanggap bencana
diharapkan dapat menjadi landasan bagi setiap individu dalam kondisi
bencana. Simulasi merupakan gambaran teknis tindakan yang harus
dilakukan saat terjadi bencana. Dengan melakukan simulasi kondisi yang
benar, dapat dipastikan anda masyarakat akan lebih siap dan tanggap
dalam mengatasi kejadian bencana. Ada beberapa tahapan dalam
melakukan simulasi: yakni sebagai berikut.
iv.

Prasimulasi
- Berikan pemahaman mengenai sistem tangga bencana yang benar
kepada semua anggota keluarga atau masyarakat melakukan
-

diskusi sebelum simulasi.


Berikan kesempatan
kepada setiap anggota keluarga atau
masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya dan membuktikan

pendapat tersebut pada saat simulasi.


Pilih dan buat skenario sistem taggap bencana yang paling
potensial terjadi dilingkungan anda. Siapka minimal tiga skenario

tindakan dalam berbagai skala yang mungkin terjadi.


Tentukan koordinator dan bagilah tugas secara merata untuk
seluruh anggota keluarga atau masyarakat yang ikut dalam
simulasi. Jadi keluarga atau masyarakat sebagai sebuah tim yang

solid dan efektif dalam sistem tanggap bencana.


Tentukan kapan simulasi akan diadakan. Usahakan simulasi
dilakukan minimal enam bulan sekali dengan pilhan skenario

berbeda.
Pastikan seluruh anggota keluarga atau masyarakat mempelajari
skenario dan tugas masing-masing yang telah disepakati dengan

v.

baik.
Beritahukan kegiatan ini pada seluruh anggota yang ada

dimasyarakat untuk menghindari kesalah pahaman.


Siapkan peralatan dan perlengkapan simulasi termasuk kebutuhan

dasar dan peralatan darurat.


Simulasi

37

Usahakan perut telah terisi makanan dan minuman secukupnya

sebelum simulasi.
Siapkan kondisi fisik dengan melakukan senam pemanasan untuk

menghindari cedera saat melakukan simulasi.


Berdoalah sebelummelakukan simulasi agar simulasi berjalan

lancar.
Beri tanda simulasi dimulai dengan membunyikan tanda bahaya,

bisa dengan menggunakan peluit atau bunyi-bunyian lain.


Cacat kronologis simulasi secara mendetail.
Usahakan jangan memberikan penilaian benar atau salah terlebih

dahulu, agar semua berjalan alami saat simulasi.


Ulangi simulasi beberapa kali (minimal tiga kali) hingga anda
mendapatan patokan waktu tercepat untk melakukan tindakan
evakuasi dan pertolongan. Ingat: waktu adalah komponen dasar

dalam melakukan sistem tanggap bencana.


Dokumentasikan simulasi baik dalam bentuk tertulis, foto, maupun
video. Dokumentasi ini berguna sebagai bahan referensi dan

vi.

pembelajaran dalam melakukan sistemtangap bencana.


Pascasimulasi
-

Melakukan evaluasi simulasi, melaputi:

Kesiapan individu,

Tindakan evakuasi,

Tndakan pertolongan,

Cacatan waktu,

Kerugian yang dapat ditimbulkan, dan

Kondisi pascasimulasi.

Jika ada kekurangan dalam simulasi, diskusiakan kembali dengan


seluruh anggota keluarga atau masyarakat.

Berikan kesempatan kepada setiap anggota keluarga atau


masyarakat untuk memberikan penilaian mengenai jalanya
simulasi. Cari solusi terbaik bersama-sama.

Adakan simulasi tanggap bencana secara rutin, minimal enam


bulan sekali dengan pilihan skenario bencana yang berbeda.
38

1. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna
dan berdaya guna. Kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upayaupaya cepat dan tepat yang perlu ditempuhdalam menghadapi situasi
darurat pada saat kejadian bencana seperti dengan pemasangan dan
pengujian system peringatan dini untuk pengamatan gejala bencana dan
penyediaan serta penyiapan bahan, barang dan peralatanuntuk pemenuhan
kebutuhan dalam rangka pemulihan dan sarana bidang ke-PUan.
2. Peringatan dini
Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan
sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang.
3. Mitigasi
Kegiatan mitigasi bencana dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan
dalam bentuk penegakan hukum atau peraturan pemerintah pusat dan
daerah dalam pembangunan fisik dilapangan yang bertujuan untuk
mengurangi dampak kerugian yang terjadi bila suatu bencana seperti
dengan mematuhi rencana tata ruang dan tata bangunan yang telah
ditetapkan.
2.

Tanggap Bencana
Pada saat tanggap darurat dukungan yang diberikan dalam kegiatan
penyelamatan atau evakuasi korban bencana adalah dengan penyediaan dan
pengoperasian peralatan yang diperlukan untuk mendukung dan memberikan
akses bagi pelaksanaan kegiatan pencarian dan penyelamatan atau evakuasi
korban bencana beserta harta bendanya dilokasi dan keluar dari lokasi
bencana.
Pelaksanaan kegiatan tanggap darurat utamanya dilakukan untuk
memulihkan kondisi dan fungsi prasarana dan sarana, khususnya bidang kePU-an yang rusak akibat bencana yang bersifat darurat atau sementara namun
harus mampu mencapai tingkat pelayanan minimal yang dibutuhkan, dan

39

menyediakan berbagai sarana yang diperlukan bagi perawatan dan


3.

penampungan sementara para pengungsi atau masyarakat korban bencana.


Pasca Bencana
Dalam tahap pasca bencana kegiatan rahabilitasi dan rekonstruksi
yang dilaksanakan harus diupayakan untuk melibatkan peran serta warga
masyarakat. Dalam tahap rehabilitasi, upaya yang dilakukan adalah
melakukan

perbaikan

pengembalian

harkat

fisik dan non-fisik serta pemberdayaan


korban.

Tahap

rehabiltasi

bertujuan

dan

umtuk

mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastrukstur yang


mendesak yang dilakukan untuk menindaklanjuti tahap tanggap darurat,
seperti rehabilitasi bangunan ibadah, bangunan sekolah, infrastruktur sekolah
dasar, serta prasarana dan sarana perekonomian yang sangat diperlukan.
Sasaran utama dalam tahap ini adalah untuk memperbaiki pelayanan
masyarakat atau public sampai pada tingkat yang memadai. Dimana dalam
tahap ini juga diupayakan penyelesaian berbagai permasalahan yang terkait
dengan aspek kejiwaan atau psikologis melalui penanganan trauma korban
bencana.
Sedangkan tahap rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua
prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada
tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan
berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.
Selain itu, setiap desa yang termasuk dalam daerah rawan bencana harus
membentuk desa siaga bencana yang anggotanya merupakan masyarakat desa dan
tenaga kesehatan dalam menanggulangi bencana. Kegiatan yang dilakukan dalam
desa siaga bencana sama halnya dengan tahap-tahap penanggulangan bencana
daerah yaitu tahap pra bencana, tanggap darurat dan pasca bencana. Akan tetapi
dalam desa siaga bencana yang berperan aktif dalam menggerakkan kegiatan
adalah masyarakat desa sendiri serta membuat posko bencana yang dapat
digunakan sebagai tempat atau posko patroli untuk mengantisipasi datangnya
bencana.
40

41

Anda mungkin juga menyukai