Anda di halaman 1dari 139

POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SEKOLAH LUAR BIASA B

(SLB-B) FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR

Skripsi
Diajukan Untuk Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi (S. Kom. I)

Oleh :
M. Syaghilul Khoir
NIM : 106051001851

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
1435 H / 2014

POLA KOMUNIKASI GURU AGAMA DAN MURID


DI SDLB FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Satjana Komunikasi Islam ( S. Kom. I )

Oleh

M. Syaghilul Khoir
NIM : 106051001851

Pembimbing

NITP

: 196012021995031001

JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF IDDAYATULLAH
JAKARTA

1435 H/2014

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN


Skripsi berjudul POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SEKOLAH LUAR BIASA B
FROBEL MONTESSORI JAKARTA TIMUR telah diajukan dalam sidang munaqasah Fakultas
Dakwah dan Komunikasi U1N SyarifHidayatullah Jakarta pada Tanggal5 Desember 2014. Skripsi ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Komunikasi ( S. Kom. I ) pada program
studi Komunikasi Penyiaran Islam.
Jakarta, 5 Desember 2014

Sidang Munaqasah
Ketua Merangkap Anggota

Sekretaris Merangkap Anggota

llo.TTn
l'U..C

Penguji I

l';lJP

: 19760917 200112 2002

thurokhmah, M.Si
: 19830610 200912 2001

Penguji ll

LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar strata satu di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan
hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,.

M. Syaghilul Khoir

ABSTRAK
M. Syaghilul Khoir
Pola Komunikasi Guru Agama Dan Murid Di SLB Frobel Montessori Condet
Balekambang Kramat Jati Jakarta Timur
Komunikasi merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia.
Komunikasi guru dan murid memiliki peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang baik dan efektif. Komunikasi antara guru dengan peserta didik yang normal dalam
proses pembelajaran sudah biasa dilakukan akan tetapi bagaimana dengan komunikasi antara
guru dengan murid yang mengalami gangguan pendengaran (Tuna Rungu) dalam proses
pembelajaran. SDLB Frobel Montessori merupakan salah satu lembaga pendidikan luar biasa
yang ada di daerah Condet Balekambang yang mengajarkan peserta didik yang mengalami
gangguan pendengaran (Tuna Rungu). Bagi masyarakat yang ada di lingkungan Condet
Balekambang adanya SLB Frobel Montessori sangat membantu terutama bagi orang tua yang
mempuyai anak berkebutuhan khusus terutama anak yang mengalami gangguan pendengaran
(Tuna Rungu) karena SLB tersebut mengupayakan pemakaian alat bantu mendengar agar
komunikasi yang dilakukan antara murid dengan guru dalam proses pembelajaran dapat berjalan
secara efektif.

Dari pemaparan diatas tersebut ditemukan rumusan masalah: Bagaimana pola


komunikasi interpersonal (komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok antara guru
Agama dengan siswa SDLB tuna rungu?
Teori yang digunakan adalah pola komunikasi guru dan siswa. Teori Husaini Usman
dalam karyanya Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan ada lima pola
komunikasi yaitu pola komunikasi sebagai aksi, pola komunikasi sebagai interaksi, pola
komunikasi multi arah dengan interaksi, pola komunikasi multi arah, pola komunikasi
melingkar.
Metode penelitian ini adalah menggunakan metode pendekatan kualitatif dengan
metode deskriptif yaitu berdasarkan data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tertulis
mengenai pokok permasalahan yang akan dikaji. Teknik pengumpulan data melalui
wawancara, observasi dan dokumentasi.
Berdasarkan analisa data- data hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pola
komunikasi yang diterapkan guru dengan murid di SDLB Frobel Montessori adalah
Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi) dan Komunikasi Kelompok.
Komunikasi Interpersonal dengan pola komunikasi sebagai interaksi yang diterapkan di
SDLB Frobel Montessori berjalan efektif dalam proses pembelajaran Agama Islam karena
langsung dipraktekkan melalui gerakan dan gambar-gambar sehingga anak-anak mudah
paham. Tetapi ada sedikit hambatan jika murid bertanya dan guru kurang jelas dengan apa
yang ditanyakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin ditanyakan kepada
gurunya. Dan komunikasi kelompok dengan pola komunikasi multi arah dan dengan pola
komunikasi melingkar yang dilakukan antara guru dan murid SDLB kurang efektif jika
diterapkan di dalam Proses belajar Agama di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus
belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin menggunakan komunikasi
kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap murid dan di bimbing terus untuk fokus
belajar dan di ingatkan supaya tidak bercanda.

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb
Alhamdulillahirabbil alamin, hanyalah ucapan rasa syukur sebesar-besarnya yang mampu
terucap atas segala nikmat, karunia dan rahmatnya berkat izin dan ridhonya akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul Pola Komunikasi Guru dan Murid di Sekolah
Luar Biasa Frobel Montessori Jakarta Timur . sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan
kepada junjungan Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini merupakan salah satu tugas akhir sebagai syarat kelulusan Strata Satu (s1) Jurusan
Komunikasi Penyiaran Islam, Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dari penulis ini, banyak pihak yang membantu dan memberikan doa, bimbingan, dorongan dan
motivasi yang begitu banyak baik moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis haturkan
terima kasih yang sebesar-besarnya serta penghargaan yang setinggi-tingginya terutama kepada
kedua orang tua tercinta, tersayang Ibunda Hj. Siti Zahroh (Alm) dan Ayahanda H. Rojak yang
selalu sabar membantu serta memberikan dukungan moril, materi, dan spiritual kepada saya. Dan
penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. H. Arief Subhan, MA. Selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta Pembantu Dekan I Bapak Suparto,
M. Ed, Ph.D dan pembantu dekan III Bapak Drs. Sunandar M.Ag .
3. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam
(KPI) yang selalu memberikan motivasi kepada mahasiswanya agar tetap semangat
menyelesaikan kuliahnya.
4. Ibu Fita Fathurokhmah, M.Si

selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran

Islam, terima kasih telah memberikan masukan agar penulis dapat segera menyelesaikan
skripsi ini.

5. Bapak Drs. Masran, MA selaku dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
sekaligus menjadi dosen pembimbing skripsi saya. Terima kasih banyak bapak tanpa
bantuan dan motivasi bapak skripsi ini tidak akan terselesaikan.
6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah mendidik
dan memberikan ilmunya serta membimbing mahasiswanya tanpa lelah, mudah-mudahan
setiap tetes keringat yang mengalir dari tubuhnya menjadi motivasi kami untuk lebih giat
lagi belajar serta mengamalkan ilmu yang telah diberikan.
7. Staf dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi dan
Perpustakaan Utama, yang telah membantu penulis dalam pemenuhan referensi buku.
8. Kepala Sekolah , Staf Guru dan Pengurus yang ada di SLB Frobel Montessori Condet
Jakarta Timur yang selalu membantu dlam memberikan data dan informasi.
9. Keluarga yang ada dirumah k Fahmi, Ade Ghozali, dan Ade Muji yang selalu mensuport
saya dalam mengerjakan skripsi ini.
10. Teman- teman KPI C 2006 yang selalu sabar dalam memberikan semangat dan motivasi.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, penulis
berharap semoga tulisan yang serba sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Demikianlah ucapan terimakasih penulis mudah-mudahan Allah SWT membalas
semua amal perbuatan Bapak, Ibu, Saudar dan teman-teman berikan kepada penulis.
Wassalamualaikum. Wr. Wb
Penulis
M. Syaghilul Khoir

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................
KATA PENGANTAR ....................................................................................
DAFTAR ISI...................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah................................................ 11
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ........................................ 12
D. Metodologi Penelitian ....................................................................... 13
E. Penelitian Terdahulu ......................................................................... 16
F. Tekhnik Penulisan ............................................................................. 17

BAB II. LANDASAN TEORI


A.

Pengertian Pola Komunikasi .......................................................... 19

B.

Macam-macam Pola Komunikasi .................................................. 22

C.

Pola Komunikasi Guru dan Murid.. 24

D.

Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu .............................................. 36

BAB III. GAMBARAN UMUM SDLB FROBEL MONTESSORI


A.

Sejarah terbentuknya SLB Frobel Montessori...............................

60

B.

Profil SDLB Frobel Montessori.....................................................

61

C.

Visi dan Misi SDLB Frobel Montessori ........................................ 64

D.

Sarana dan Prasarana SDLB Frobel Montessori 65

E.

Keadaan Guru dan Siswa SDLB Frobel Montessori...................... 66

BAB IV. HASIL PENERAPAN POLA KOMUNIKASI GURU DAN


MURID
A.

Penerapan Pola Komunikasi Intrapersonal Dalam Pembelajaran


Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori .............................. 71

B.

Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama


Islam Di SDLB-B Frobel Montessori 74

C.

Hasil Observasi Pola Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam Di SDLB-B Frobel Montessori .............................. 81

BAB V. PENUTUP
A.

Kesimpulan ................................................................................... 104

B.

Saran .............................................................................................. 105

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 107


LAMPIRAN

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Komunikasi menjadi aktivitas yang tidak terelakkan dalam
kehidupan sehari-hari. Komunikasi memainkan peranan penting dalam
kehidupan manusia. Hampir setiap saat kita bertindak dan belajar dengan dan
melalui

komunikasi.

Komunikasi

merupakan

medium

penting

bagi

pembentukan atau pengembangan pribadi dan untuk kontak sosial. Melalui


komunikasi seseorang tumbuh dan belajar, menemukan diri sendiri dan orang
lain, bergaul, bersahabat, mencintai atau mengasihi orang lain dan
sebagainya. Komunikasi merupakan penyampaian informasi dan pengertian
dari seorang kepada orang lain. Komunikasi akan berhasil jika adanya
pengertian serta kedua belah pihak saling memahaminya. Dengan kata lain,
komunikasi sangat penting, seperti halnya dengan bernafas. Tanpa
komunikasi tidak akan ada hubungan dan kesepian dalam menjalani aktivitas.
Ada beberapa bentuk komunikasi yang kita kenal, yaitu:
a. Komunikasi Personal (personal communication)
b. Komunikasi Kelompok
c. Komunikasi Organisasi (organization communication)
d. Komunikasi Massa (mass communication)

Komunikasi personal (antarpribadi) bersifat transaksional, sebuah


hubungan manusia yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain.
Biasanya komunikasi itu bertujuan untuk mengelola hubungan bahkan sampai
pada pembentukan konsep diri. Hubungan antar pribadi yang berkelanjutan
dan terus menerus akan memberikan semangat, saling merespon tanpa adanya
manipulasi, tidak hanya tentang menang atau kalah dalam berargumentasi
melainkan tentang pengertian dan penerimaan1.
1

Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V.,Interpersonal Communication : Relating


to Others (5th ed.), Boston : Pearson Education 2008, pp. 3-5

Dalam komunikasi antarpribadi tidak hanya tertuju pada pengertian


melainkan ada fungsi dari komunikasi antarpribadi itu sendiri. Fungsi
komunikasi adalah berusaha meningkatkan hubungan insani, menghindari
dan mengatasi konflik pribadi, mengurangi ketidakpastian sesuatu, serta
berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan orang lain2. Dalam kegiatan
apapun komunikasi antarpribadi tidak hanya memiliki ciri maupun karakter
tertentu, tetapi juga memiliki tujuan agar komunikasi antarpribadi tetap
berjalan dengan baik. Adapun tujuan dari komunikasi antarpribadi adalah
sebagai berikut:
a. Untuk memahami dan menemukan diri sendiri.
b. Menemukan dunia luar sehingga dapat dengan mudah menyesuaikan
diri dengan lingkungan.
c. Membentuk dan memelihara hubungan yang bermakna dengan orang
lain,
d. Melalui komunikasi antarpribadi, individu dapat mengubah sikap dan
perilaku sendiri dan orang lain,
e. Komunikasi antarpribadi merupakan proses belajar
f. Mempengaruhi orang lain
g. Mengubah pendapat orang lain
h. Membantu orang lain3
Dalam kaitannya untuk mengenali diri sendiri dan orang lain,
komunikasi antarpribadi menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi
konsep diri seseorang. Terkait dengan pembentuknya, konsep diri mulai
berkembang sejak masa bayi dan akan terus berkembang sejalan dengan
perkembangan individu itu sendiri. Konsep diri individu terbentuk melalui
imajinasi individu tentang respon yang diberikan oleh orang lain melalui
proses komunikasi. Bila konsep diri seseorang positif, maka individu akan
cenderung mengembangkan sikap-sikap positif mengenai dirinya sendiri,
2

Cangara, Hafied H, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta 2006, hal. 56
3
Sugiyo. Komunikasi Antar Pribadi,Semarang Unnes Press 2005, hal. 9

seperti rasa percaya diri yang baik serta kemampuan untuk melihat dan
menilai diri sendiri secara positif. Individu dengan konsep diri positif
cenderung akan menimbulkan tingkah laku yang baik terhadap lingkungan
sosialnya. Sebaliknya bila seseorang memiliki konsep diri yang negatif, maka
individu tersebut cenderung akan mengembangkan perasaan tidak mampu
dan rendah diri, merasa ragu, dan kurang percaya diri. Individu dengan
konsep diri yang negatif akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dengan lingkungan sosial.
Konsep diri sangat erat kaitannya dengan diri individu. Konsep diri
adalah keyakinan yang dimiliki individu tentang atribut (ciri-ciri/sifat) yang
dimilikinya4.

Hal

ini

termasuk

persepsi

individu

akan

sifat

dan

kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan lingkungan, nilai-nilai yang


berkaitan dengan pengalaman dan objek, tujuan serta keinginannya. Di era
yang modern ini sangatlah penting bagi setiap individu untuk memahami
maupun mengenal konsep diri. Namun bagaimana dengan mereka yang lahir
dengan keterbatasan fisik. Padahal hidup mestilah dihormati bagaimanapun
wujud nya bagi setiap orang, pada dasar nya tidak ada seorang pun di dunia
ini yang menginginkan dirinya dilahirkan dalam keadaan cacat. Keadaan
cacat tersebut dapat menjadikan manusia merasa rendah diri, bahkan merasa
tidak berguna, dan selalu bergantung pada bantuan dan belas kasihan orang
lain. Manusia penyandang cacat pada umumnya memiliki keterbatasan
tertentu sesuai dengan jenis cacatnya. Begitu juga dengan penyandang
tunarungu, stigma yang diberikan masyarakat normal sering kali digambarkan
sebagai seseorang yang tidak berdaya, tidak mandiri dan menyedihkan,
sehingga terbentuk persepsi dan prasangka bahwa penyandang tunarungu itu
patut dikasihani, selalu butuh perlindungan dan bantuan. Hal ini juga sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional (UUSPN) pada Pasal 5 Ayat (2) dan pasal 32 ayat (1) menyatakan
bahwa:

Dayakisni, Tri dan Hudaniah, Psikologi Sosial, Malang: UMM Press 2003, hal. 65

warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,


intelektual dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakatistimewa. Secara yuridis formal anak luar biasa memiliki hak yang sama
untuk mendapatkan pendidikan. Oleh karena itu, pelaksanaan pendidikannya
diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural
dan kemajemukan bangsa5 [UUSPN Pasal 4 ayat (1)].
Anak dengan gangguan pendengaran (tunarungu) sering kali
menimbulkan masalah tersendiri. Menurut Mangunsong, yang dimaksud
dengan anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi
sehingga membutuhkan pelayanan pendidikan luar biasa6. Menurut Moores,
tunarungu adalah kondisi dimana individu tidak mampu mendengar dan hal
ini tampak dalam wicara atau bunyi-bunyian, baik dengan derajat frekuensi
dan intensitas7 (dalam Mangunsong). Karena memiliki hambatan dalam
pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara
sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan
individu menggunakan bahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan
secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap
negara. Saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total
yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal dan non verbal.
Menurut Purba, komunikasi verbal (verbal communication) meliputi:
komunikasi lisan (oral communication) & komunikasi tulisan (written
communication). Sementara yang termasuk dalam komunikasi non verbal

Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung:
2006. Hal : 77
6
Mangunsong, F & dkk. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, Jakarta :
Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi Universitas Indonesia
1998, hal. 66.
7
ibid

(non verbal communication) terdiri dari: komunikasi kial (gestural


communication) dan komunikasi gambar (pictorial communication) 8.
Dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran tahun
1954 No. 12 Bab V pasal 7 ayat 5 dikatakan bahwa:
Pendidikan dan pengajaran luar biasa bermaksud memberikan
pendidikan dan pengajaran kepada orang-orang yang dalam keadaan
kekurangan, baik jasmani maupun rohaninya supaya mereka dapat memiliki
kehidupan lahir batin yang layak.
Bertitik tolak dari alasan di atas, maka Yayasan Frobel Montessori
menyediakan guru konselor yang bertugas untuk membantu para siswa/i
tunarungu. Adapun tugas dari guru konselor tersebut adalah:
1. Membina hubungan baik antara konselor dengan siswa/i tunarungu
2. Menolong siswa/i tunarungu untuk dapat menerima dirinya sendiri
dan membantu untuk membentuk konsep dirinya.
3. Membimbing siswa/i tunarungu dalam proses pendidikan nya.
Semua siswa yang ada di SLB-B Karya Murni ini adalah manusia
yang berpotensi

yang layak dikembangkan untuk dapat mencapai

kemandirian, kreativitas dan produktivitas. Seorang siswa tunarungu yang


dalam kesehariannya mengalami banyak kelemahan karena keterbatasan
pendengaran,

membutuhkan

layanan

konseling

untuk

membantunya

memecahkan masalah dan membentuk konsep diri yang baik agar dia tumbuh
menjadi pribadi yang mandiri dan berperilaku positif.
Pembentukan konsep diri seorang siswa/i tunarungu akan dapat
berjalan dengan efektif apabila dalam prosesnya menggunakan komunikasi
antarpribadi yang meliputi komunikasi verbal dan non verbal. Komunikasi
antarpribadi akan sangat mempengaruhi hubungan antarpribadi antara
konselor dengan siswa/i tunarungu. Apabila seorang konselor dapat menjalin
komunikasi antarpribadi yang baik terhadap siswa/i tunarungu dan terdapat
kesepahaman makna maka akan terdapat hubungan timbal balik diantara
8

Purba. Amir, dkk., Pengantar Ilmu Komunikasi, Medan 2006, Pustaka Bangsa
Press, hal. 36

keduanya. Sehingga siswa/i tunarungu dapat mengungkapkan isi hatinya yang


dapat memudahkan konselor dalam membantu pembentukan konsep diri
siswa/i tunarungu tersebut.
Potensi-potensi

dasar

atau

fitrah

manusia

tersebut

harus

diaktualisasikan dan ditumbuh kembangkan secara optimal dan terpadu dalam


kehidupan nyata melalui proses pendidikan sepanjang hayat9. Sehingga kelak
dapat dipertanggungjawabkan dihadapan Allah. Hal tersebut tidak terkecuali
bagi anak-anak yang memiliki kekurangan fisik berupa cacat sebagian atau
beberapa bagian anggota tubuh (abnormal) seperti tunarungu yang memiliki
kekurangan berupa cacat pendengaran, karena kekurangan itulah sehingga
anak-anak yang tunarungu memerlukan perhatian khusus. Sebagaimana yang
tercantum dalam undang-undang sistem pendidikan nasional No. 20 tahun
2003 tentang sistem pendidikan nasional pada Bab IIII pasal 5 ayat 2 yang
berbunyi: Warga yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual,
dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus10. Ketetapan dalam
undang-undang No.20 tahun 2003 tersebut bagi anak penyandang kelainan
sangat berarti karena memberi landasan yang kuat bahwa anak berkelainan
perlu memperoleh kesempatan yang sama sebagaimana yang diberikan
kepada anak normal lainnya dalam hal pendidikan dan pengajaran11.
Bagi mereka yang tunarungu, pemerintah telah menyediakan
Sekolah Luar Biasa (SDLB). Lembaga ini diharapkan dapat memberikan
layanan pendidikan yang sama seperti lembaga pendidikan pada umumnya,
sehingga anak-anak yang tunarungu dapat memperoleh pendidikan dan
keterampilan yang dapat dijadikan sebagai bekal kehidupannya kelak agar
tidak menjadi beban bagi orang lain khususnya orang tua dan keluarganya,
sebagaimana firman Allah dalam Q.S. An- Nisa ayat 9.

Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT Raja Grafindo


Persada, Jakarta 2005, hal. 152
10
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen serta
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sisdiknas. Citra Umbara. Bandung:
2006. Hal.77
11
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes, Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan,(Jakarta: PT. Bumi Aksara. 2006, Hal.1


Artinya :
Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka
khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka
bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang
benar( Q.S. An- Nisa ayat 9).

Oleh karena itu, Bagi anak-anak yang mengandung cacat


fisik/mental mendapatkan perlakuan yang sama bahkan mereka juga berhak
mendapatkan pendidikan yang sama seperti anak-anak yang lainnya.
Dalam beberapa hal, kehilangan pendengaran dapat mengakibatkan
ketidak mampuan belajar yang lebih serius dibanding kehilangan penglihatan.
Kemahiran dan kemampuan menggunakan bahasa simbol biasanya lebih sulit
bagi seorang anak dengan gangguan pendengaran (hearing impairment)
disbanding seorang anak yang mengalami gangguan penglihatan (IIIisual
impairment). Anak yang tidak dapat mendengar atau tidak dapat mendengar
dengan baik akan memiliki kesulitan dalam proses ini dan tugas-tugas
perkembangan lainnya. Pada dasarnya, anak dengan gangguan pendengaran
kemungkinan menghadapi rintangan-rintangan yang besar dalam bidangbidang pembentukan personal, sosial, dan akademis. Penting untuk dipahami
semua

guru

mengenai

rintangan-rintangan

ini

sehingga

mereka

mempersiapkan diri untuk membantu siswa dengan gangguan pendengaran


dalam mengatasi rintangan tersebut12.

12

J. David Smith,Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua, Penerbit Nuansa, Bandung.


2006, Hal. 267

Pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus (student with special


needs) membutuhkan suatu pola tersendiri sesuai dengan kebutuhannya
masing-masing, yang berbeda antara satu dan lainnya. Dalam penyusunan
program pembelajaran untuk setiap bidang studi, hendaknya guru kelas sudah
memiliki data pribadi setiap peserta didiknya. Data pribadi yakni berkaitan
dengan karakteristik spesifik, kemampuan dan kelemahannya, kompetensi
yang dimiliki, dan tingkat perkembangannya.
Kurikulum di Sekolah Dasar Luar Biasa (SD-LB) ini tidak jauh
berbeda dengan kurikulum di SD pada umumnya. Untuk membekali mereka
agar dapat hidup mandiri dan tidak bergantung pada orang lain, maka di SDLB ini diajarkan berbagai ketrampilan dan pendidikan agama. Pendidikan
agama sangat penting dalam membina rohani mereka. Walaupun fungsi
pendengaran mereka mengalami gangguan, tetapi jiwa mereka tidak minder
dan pesimis karena ketidaksempurnaan yang ada pada tubuh mereka. Guru
yang mumpuni adalah guru yang mampu mengorganisir kegiatan belajarmengajar di kelas melalui program pembelajaran individual dengan
memperhatikan kemampuan dan kelemahan setiap individu siswa. Pola
kegiatan pembelajaran ini kita kenal dengan nama lain sebagai individualized
educational program (IEP). Selama proses kegiatan pembelajaran, guru kelas
ditantang untuk dapat memberikan intervensi khusus guna mengatasi bentuk
kelainan-kelainan perilaku yang muncul, agar pembelajaran dapat berjalan
dengan lancar13.
Pelaksanaan pendidikan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) ini di
bimbing oleh guru atau di sebut dengan instruktor. Seorang guru harus
mempunyai kompetensi yang tinggi, sebab dengan kompetensi tersebut
seorang pendidik dapat menguasai dan mengolah bahan pelajaran, mampu
mengelola proses belajar-mengajar mampu memilih dan memakai metode
yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik, mengingat kondisi
peserta didik di SDLB ini adalah anak yang tidak bisa bicara dan mendengar
13

Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., S.E, Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus,PT.
Refika Aditama, Bandung 2006, Hal. 1-2

(Tunarungu Wicara), sehingga perlu adanya keprofesionalan dari seorang


pendidik dalam kegiatan belajar-mengajar.
Tugas Guru adalah menyampaikan materi pelajaran kepada siswa
melalui

interaksi

komunikasi

dalam

proses

belajar-mengajar

yang

dilakukannya. Keberhasilan Guru dalam menyampaikan materi sangat


tergantung pada kelancaran interaksi komunikasi antara Guru dengan
siswanya. Ketidaklancaran komunikasi membawa akibat terhadap pesan yang
diberikan Guru.
Guru dalam suatu sekolah merupakan elemen yang paling esensial.
Ia merupakan pendiri sekolah, sudah sewajarnya bahwa pertumbuhan suatu
sekolah semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi Gurunya.
Di sebuah sekolah Guru merupakan salah satu pemicu minat murid
untuk menuntut ilmu. Dalam hal pembelajaran, Guru mempunyai peranan
yang sangat penting dalam membentuk kepribadian para murid baik dalam
tata cara bergaul dan bermasyarakat dengan sesama murid lainnya. Untuk
terciptanya hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah sistem komunikasi yang
baik dengan menggunakan metode-metode pengajaran di dalamnya.
Metode pengajaran dan materi pelajaran yang diajarkan seorang
Guru khususnya Guru agama kepada murid ditentukan oleh seberapa jauh
kedalaman ilmu pengetahuan sang Guru dan yang dipraktekkan dalam
kehidupan sehari-hari yang tidak terlepas dalam norma-norma agama.
Sedangkan tujuan dari metode pengajaran Guru agama lebih mengutamakan
niat untuk mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat. Guru agama
disini tidak hanya sekedar Guru tetapi menjadi seorang dai, di dalam metode
penyampaiannya adalah tentang agama.
Proses komunikasi tersebut selalu mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan zaman dan majunya ilmu pengetahuan. Pada awalnya
manusia hanya mengenal komunikasi melalui suara. Komunikasi semacam ini
terbatas pada jarak dekat dan face to face saja.
Komunikasi adalah hubungan kontak antara manusia baik individu
maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak,

10

komunikasi adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, karena manusia


melakukan komunikasi dalam pergaulan dan kehidupannya.14 Dan pada
umumnya

komunikasi

merupakan

aktifitas

dasar

manusia,

dengan

berkomunikasi melakukan sesuatu hubungan, karena manusia adalah


makhluk sosial tidak dapat hidup sendiri-sendiri melainkan satu sama lain
saling membutuhkan. Hubungan individu yang satu dengan yang lainnya
dapat dilakukan dengan berkomunikasi. Dengan komunikasi, manusia
mencoba pula manusia melaksanakan kewajibannya.15
Dalam perspektif agama, bahwa komunikasi sangat penting
peranannya bagi kehidupan manusia dalam bersosialisasi. Manusia dituntut
agar pandai dalam berkomunikasi. Hal ini dijelaskan dalam Al-quran surat
Ar-Rahman ayat 1-4 yang berbunyi:

Artinya :
(Tuhan) yang Maha pemurah, Yang Telah mengajarkan Al Quran. Dia
menciptakan manusia. Mengajarnya pandai berbicara (Ar-Rahman ayat 1-4).

Komunikasi dalam istilah pendidikan dikenal sebagai komunikasi


instruksional, dan komunikasi ini merupakan salah satu aspek fungsi
komunikasi untuk meningkatkan kualitas berfikir pada pelajar sebagai
komunikan dalam situasi instruksional yang terkondisi. Misalnya Guru
disamping sanggup mengajar untuk memberikan instruksi kepada pelajar.
Komunikasi instruksional ini lebih mengarah kepada pendidikan dan
pengajaran, bagaimana seorang pengajar memiliki kerja sama dengan
muridnya, sehingga pesan atau materi yang disampaikan dapat diterima
dengan baik. Komunikasi instruksional merupakan satu bentuk atau pola
14

H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta, 2000, PT. Rineka
Cipta, Cet, ke-2, hal.26
15
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah,Jakarta, 1997, Gaga Media Pratama, Cet ke-2,
hal.6

11

komunikasi dalam dunia pendidikan dan pengajaran dapat terjadi dimana


saja.
Berangkat dari keprihatinan yang dialami siswa/i tunarungu ini,
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian yang dilakukan di SLB-B Frobel
Montessori Condet Jakarta Timur karena peneliti melihat bahwa ada beberapa
siswa/i tunarungu seperti kehilangan interaksi dikarenakan keterbatasan fisik
yang mereka miliki, kurangnya kasih sayang dari orang disekitarnya begitu
juga dengan kurangnya konsep diri.
Dengan latar belakang tersebut penulis terdorong untuk menelesuri
kembali pola komunikasi antara Guru dan murid di SDLB Frobel Montessori
Condet Balekambang Jakarta Timur. Melihat fenomena diatas cukup penting
sekali pola komunikasi Guru dalam suatu kegiatan belajar mengajar, karena
itu menggugah penulis untuk mengangkat permasalahan judul Pola
Komunikasi Guru dan Murid Di SDLB Frobel Montessori Jakarta
Timur.

B. Pembatasan Dan Perumusan Masalah


1. Pembatasan Masalah
SDLB Frobel Montessori mempuyai ada 2 kelas SDLB B dan
SDLB C maka penulis membatasi penelitian hanya pada pola komunikasi
Guru dan murid tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa B Tuna Rungu dan
Tuna Wicara dan bentuk komunikasi pola komunikasi Verbal dan Non
Verbal pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SDLB Frobel
Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur.

2. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah yang akan dibahas, maka penulis
merumuskan masalah tersebut yaitu:
a. Bagaimana implementasi pola komunikasi yang digunakan Guru
terhadap murid di SDLB Frobel Montessori?

12

b. Faktor-faktor apa saja yang menghambat dan mendukung antara


Guru dan murid?

C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian


Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan
penelitian yang hendak dicapai adalah:
1. Untuk mengetahui implementasi pola komunikasi antara Guru dan murid
dalam pelaksanaan proses belajar mengajar di SDLB Frobel Montessori.
2. Untuk mengetahui hambatan-hambatan yang ditemui Guru dalam
penyampaian materi pendidikan, yang berkaitan dengan masalah pola
komunikasi yang digunakannya dan faktor yang mendukung pola
komunikasinya.

Manfaat Penelitian ini adalah:


1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan memberikan konstribusi khazanah kepustakaan
atau ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama Fakultas Dakwah Dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta tentang
pola komunikasi Guru dan murid yang dilakukan di SDLB.
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan dan memberikan
sumbangan atau masukan bagi para Guru yang menyampaikan materi atau
dalam praktek.

13

D. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh data sesuai dengan apa yang diperlukan maka
metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kualitatif untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih baik mengenai pola komunikasi
guru dan murid di SDLB Frobel Montessori Jakarta Timur.
2. Metode Penelitian
Untuk mendapatkan hasil yang objektif dan representatif

dalam

penelitian ini, maka penulis menggunakan metode deskriptif analisis


melalui pendekatan kualitatif. Dimana pendekatan kualitatif ini
bertujuan

untuk

mendeskripsikan

atau

menggambarkan

secara

sistematis faktual dan akurat mengenai faktor-faktor sifat serta


hubungan antara fenomena yang diteliti.
Adapun secara deskriptif adalah bahwa data yang dikumpulkan
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka. Hal ini disebabkan
oleh penerapan metode kualitatif 16.
Menurut Jalaluddin Rakhmat metode penelitian deskriptif
analisis bertujuan mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang
melukiskan

gejala

yang

ada,

mengidentifikasi

masalah

atau

memberikan kondisi dan praktek-praktek yang berlaku, membuat


perbandingan atau evaluasi, menentukan apa yang dilakukan orang lain
dalam menghadapi masalah yang sama dan belajar dari pengalaman
mereka untuk menetapkan rencana dan keputusan pada waktu yang
akan datang17.
3. Subjek dan objek penelitian
Subjek peneliti adalah orang yang dapat memberikan informasi.
Adapun yang dijadikan sumber informasi dalam penelitian ini adalah
16

Lexy, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya,


Cet. Ke-23, hal.9-10
17
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian deskriptif, Bandung, 2002, Remaja
Rosdakarya, h.25.

14

beberapa orang yang berkaitan dengan program belajar mengajar di


SDLB Frobel Montessori.
4. Tempat penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) B
Frobel Montessori yang berlokasi di Jl. Gang Masjid Al- Mabruk
Condet Balekambang No.63 Kramat Jati Jakarta Timur 13530 Telp:
(021) 8001637.
5. Populasi dan Sampel
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, sedangkan sampel
adalah wakil populasi yang akan diteliti.18 Populasi pada penelitian ini
adalah siswa-siswi dan Tenaga Guru serta non Guru SDLB B Frobel
Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 24 orang. Sedangkan
sampel pada penelitian ini adalah siswa-siswi kelas III dan Guru SDLB
B Frobel Montessori tahun ajaran 2012-2013 sejumlah 5 orang.
6. Tahapan Penelitian
a. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah:
1) Interview (wawancara)
Yaitu percakapan dengan maksud tertentu yang dilakukan oleh
kedua belah pihak, yaitu penulis sebagai pewawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan kepada individu yang
bersangkutan.19 Peneliti melakukan tanya jawab secara
langsung dengan orang-orang yang terlibat sebagai Guru di
SDLB Frobel Montessori dengan tujuan untuk mendapatkan
keterangan secara jelas berupa pola komunikasi dalam proses
pelaksanaan kegiatan belajar mengajar sesuai dengan tujuan
dalam peneliti ini. Tanya jawab tidak hanya dilibatkan kepada
18

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta


1996, Rineka Cipta,cet. Ke-10, edisi revisi, hal. 117
19
Lexy, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, 2007, PT. Rosdakarya,
Cet. Ke-23, hal.18.

15

Guru saja, tetapi kepada siswa guna sebagai cross check.


Sedangkan

teknik

wawancara

semistruktur yakni campuran antara wawancara

wawancara

yang

digunakan

adalah

struktur dan tidak berstruktur.


2) Observasi (pengamatan)
Penulis

melakukan

memperoleh

data

pengamatan
yang

secara

diperlukan.20

langsung
Observasi

untuk
atau

pengamatan secara langsung merupakan metode pertama yang


digunakan dalam melakukan penelitian ini. Teknik Observasi
atau pengamatan yang peneliti gunakan adalah bersifat
langsung dengan mengamati objek yang diteliti, yakni
bagaimana pola komunikasi Guru dan murid yang dilaksanakan
di SDLB Frobel Montessori. Dan mengenai kegiatan belajar
mengajar dalam pelajaran agama.
3) Dokumentasi
Yaitu

teknik

pengumpulan

data

melalui

pengumpulan

dokumen-dokumen untuk memperkuat informasi. Dokumentasi


dapat dilakukan untuk mencari data mengenai permasalahan
yang diteliti dari berbagai macam dokumen seperti: arsip-arsip
milik SDLB Frobel Montessori ataupun tulisan-tulisan lain
yang memiliki keterkaitan dengan bahasan penelitian ini.
b. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan data dapat dilakukan dengan cara: (a) persiapan, (b)
penyeleksian. Persiapan dilakukan dengan menyiapkan seluruh
data lapangan, baik yang berupa rekaman, catatan lapangan,
maupun foto. Data yang berupa rekaman suara ditranskrip atau
disalin dalam bentuk tulisan, sedangkan data yang berupa foto
dideskripsikan sesuai gambar. Setelah semua terkumpul, peneliti
memulai menyeleksi data sesuai dengan objek .
20

Winayno Suyakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung 1986, Penerbit


Tarsifi, Cet.ke-7, hal.162.

16

c. Analisis Data
Pada fase ini merupakan proses penyederhanaan data kedalam
bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil kesimpulan-kesimpulan yang
benar melalui proses pengumpulan, penyusunan, penyajian, dan
penganalisaan data hasil peneliti yang berwujud kata-kata. Setelah
itu peneliti berusaha untuk menganalisa data dengan menyusun
kata-kata kedalam tulisan yang lebih luas.

E. Penelitian Terdahulu
Setelah penulis melakukan tinjauan kepustakaan baik di Perpustakaan
Fakultas Dakwah dan Komunikasi dan di Perpustakaan utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penulis menemukan judul yang sejenis yaitu:
1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SMP An-Nurmaniyah
Ciledug Tanggerang. Karya Laily Syahidah tahun 2009. Ia menggunakan
pendekatan metode penelitian kuantitatif. Skripsi ini membahas tentang
bagaimana pola komunikasi guru dalam belajar mengajar di SMP AnNurmaniyah sebatas pada guru agama dan murid dikelas III.
2. Pola Komunikasi Guru dan Murid Pada Lembaga Bimbingan Belajar
Bintang Pelajar. Karya Rosalina tahun 2009. Ia menggunakan metode
kualitatif deskriptif. Skripsi ini membahas tentang pola komunikasi antara
guru dan murid yang terjadi di dalam kelas pada lembaga bimbingan
belajar Bintang Pelajar. Dan pola komunikasi yang digunakan adalah pola
komunikasi guru-murid, murid-guru, murid-murid.
3. Pola Komunikasi Guru Agama Terhadap Siswa Dalam Pembinaan Ibadah
Di SMP Islam Al- Syukro Ciputat. Karya Eka Irwati tahun 2011. Ia
menggunakan metode kualitatif deskriptif. Skripsinya membahas tentang
pola komunikasi agama terhadap siswa dalam pembinaan ibadah yang
menggunakan dua pola komunikasi yaitu komunikasi antar pribadi dan
komunikasi kelompok.

17

4. Pola Komunikasi Guru dan Murid Dalam Mengenalkan Kalimat


Thayyibah Pada PAUD AMANAH Di Benda Tanggerang. Karya Rizki
Amelia2011. Ia menggunakan metode penelitan kualitatif deskriptif.
Skripsinya membahas tentang pola komunikasi guru dan murid dalam
mengenalkan kalimat thayyibah menggunakan pola komunikasi kelompok
kecil dalam memberi pengetahuan tentang kalimat thayyibah, dan pola
komunikasi antar pribadi untuk menilai pengucapan dan pemahaman
murid

terhadap

kalimat

thoyyibah,

dan

proses

penyampaiannya

menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

Adapun perbedaan skripsi yang penulis skripsi lebih kepada:


1. Pola Komunikasi Guru Agama dan Murid di SDLB B Frobel Montessori
Condet Balekambang Jakarta Timur pada tahun ajaran 2012/2013.
2. Menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana pola komunikasi guru terhadap siswa kelas
III dalam belajar mengajar Pendidikan Agama Islam di SDLB Tunarungu
Frobel Montessori.
3. Strategi Pola Komunikasi yang dilakukan Guru untuk menyampaikan
materi kepada siswa tunarungu dengan menggunakan komunikasi verbal
dan non verbal.

F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah pembahasan penelitian ini, secara sistematis
penulisan laporan hasil penelitian di bagi kedalam lima bab yang terdiri dari
sub-sub. Adapun sistematika penulisannya sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Terdiri dari Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan, Tujuan dan
Manfaat Penelitian, Tinjauan Pustaka, Metodologi Penelitian, Sistematika
Penulisan.

18

BAB II Tinjauan Teori


Terdiri dari Konsep Pola Komunikasi, Pengertian dan Bentuk Pola
Komunikasi, Macam-macam Pola Komunikasi, Penerapan Komunikasi di
Sekolah, Pengertian Komunikasi.
BAB III Metodologi Penelitian
Terdiri dari Profil SDLB Frobel Montessori, Sejarah SDLB Frobel
Montessori, visi dan Misi SDLB Frobel Montessori, Fasilitas SDLB Frobel
Montessori, dan Jumlah Guru yang mengajar di SDLB Frobel Montessori.
BAB IV Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Terdiri dari Analisa Pola Komunikasi Guru dan Murid di SDLB Frobel
Montessori Condet Balekambang Jakarta Timur, Pola Komunikasi yang
digunakan Guru Terhadap Murid di SDLB Frobel Montessori, Pola
Komunikasi Guru yang paling dominan terhadap murid di lingkungan
sekolah.
BAB V Penutup
Berisikan tentang kesimpulan dan saran bagian terakhir memuat Daftar
Pustaka dan Lampiran-lampiran.

19

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pola Komunikasi
1. Pengertian Komunikasi
Wilbur Schramm mengatakan bahwa kata komunikasi itu berasal
dari bahasa Latin: Communicatio dan bersumber dari kata communis yang
berarti common (sama). Dengan demikian apabila kita akan mengadakan
komunikasi, maka kita harus mewujudkan persamaan antara kita dengan
orang lain. Sama di sini maksudnya adalah sama makna1. Menurut
Cherrey, komunikasi adalah menekankan pada proses hubungan,
sedangkan Gode berpendapat bahwa komunikasi merupakan proses yang
menekankan pada sharing atau pemilikan2. Jadi, jika mengadakan suatu
komunikasi dengan satu pihak lain, maka kita menyatakan gagasan kita
untuk mendapatkan komentar dari pihak lain mengenai suatu objek
tertentu. Theodorson (dalam Liliweri) mengatakan bahwa komunikasi
adalah pengalihan informasi dari satu kelompok kepada kelompok lain
terutama dengan menggunakan simbol3. Sedangkan Panji Anogoro dan
Ninik Widiyanti (dalam Liliweri) memberi definisi komunikasi sebagai
berikut4: komunikasi merupakan kapasitas individu dan kelompok lain.
2. Pengertian Pola Komunikasi
Pola komunikasi merupakan serangkaian dua kata, karena
keduanya mempunyai keterkaitan makna. Sehingga mendukung dengan
makna lainnya, maka lebih jelasnya dua kata tersebut akan diuraikan
tentang penjelasannya masing-masing.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pola berarti bentuk atau
sistem, cara atau bentuk (struktur) yang tetap yang mana pola dapat
1

Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi, Bandung 2003,
PT.Citra Aditya Bakti, hal. 9
2
Liliweri, Alo, Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat, Bandung
1997, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 5
3
Op.cit, hal. 11
4
Op. Cit, jal. 104

19

20

dikatakan contoh atau cetakan.5 Dalam Kamus Ilmiah Populer pola


diartikan sebagai model, contoh, pedoman (rancangan).6 Pola pada
dasarnya adalah sebuah gambaran tentang sebuah proses yang terjadi
dalam

sebuah

menganalisa

kejadian
kejadian

sehingga

memudahkan

tersebut,

dengan

seseorang

tujuan

agar

dalam
dapat

meminimalisasikan segala bentuk kekurangan sehingga dapat diperbaiki.


Secara etimologis, kata komunikasi berasal dari bahasa latin
communication dan bersumber dari kata communis yang berarti sama,
maksudnya orang yang menyampaikan dan yang menerima mempunyai
persepsi yang sama tentang apa yang disampaikan.7
Sedangkan pola komunikasi itu sendiri merupakan gabungan dua
kata antara pola dan komunikasi, sehingga dapat dikatakan sebagai sebuah
bentuk penyampaian suatu pesan yang sistematis oleh seseorang dengan
melibatkan orang lain8.
Menurut Onong Uchjana Effendy dalam bukunya Ilmu, Teori dan
Filsafat Komunikasi mengemukakan bahwa ada 3 (tiga) pola komunikasi
(atau yang disebut dengan model komunikasi) yakni9:
1)

Proses Komunikasi Secara Linear


Istilah linear mengandung makna lurus. Jadi proses linear berarti
perjalanan dari satu titik lain secara lurus. Dalam konteks
komunikasi proses secara linear adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan sebagai titik terminal.
Komunikasi linear ini berlangsung baik dalam situasi komunikasi
tatap muka (face to face communication) maupun dalam situasi
komunikasi bermedia (mediated communication).

Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3,


Jakarta 2002, Balai Pustaka, hal.885.
6
Puis A. Partanto dan M. dahlan al-Barrry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya 1994,
Penerbit Arkola,hal.605.
7
Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan bahasa Dakwah, Jakarta 1996, Penerbit
Gema Insani Press , hal. 16
8
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung 1986, Alumni, cet.
ke-2, hal.4
9
ibid

21

2)

Proses Komunikasi Secara Sirkular


Sirkular sebagai terjemahan dari perkataan circular secara harfiah
berarti bulat, bundar atau keliling sebagai lawan dari perkataan linear
tadi yang bermakna lurus. Dalam konteks komunikasi yang
dimaksudkan dengan proses secara sirkular itu adalah terjadinya
feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari komunikan ke
komunikator, oleh karen itu ada kalanya feedback tersebut mengalir
dari komunikan ke komunikator itu adalah respon atau tanggapan
komunikasi terhadap pesan yang ia terima dari komunikator.

3)

Proses Komunikasi Secara Sekunder


Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian
pesan oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan
alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai lambang
sebagai media pertama. Komunikasi dalam proses secara sekunder
ini semakin lama semakin efektif dan efisien karena didukung oleh
teknologi komunikasi yang semakin canggih yang didukung pula
oleh teknologi-teknologi lainnya yang bukan teknologi komunikasi.
Komunikasi merupakan salah satu alat utama penunjang terjadinya

interaksi sosial. Interaksi sosial adalah hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut antara orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun
antara orang-perorangan dengan kelompok manusia dan tidak akan terjadi
tanpa adanya syarat-syarat sebagai berikut10:
1) Adanya kontak sosial (social contact) yang dapat diartikan secara
harafiah bersama-sama menyentuh, dengan istilah lain kontak fisik
(face to face) ditekankan dalam pengertian ini. Namun, seiring
perkembangan jaman, maka kontak sosial tidak selalu harus diawali
dengan kontak fisik (face to face) karena dengan keberadaan teknologi
seperti telepon maupun surat kabar memungkinkan seseorang mampu

10

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,


2003, hal. 61

22

melakukan kontak sosial melalui media perantara yang lain. Kontak


sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu:
a. Antara orang perorangan yang terjadi melalui sosialisasi, yaitu
suatu proses di mana anggota masyarakat yang baru,
mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana
dia menjadi anggota.
b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya.
c. Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia
lainnya.
2) Adanya komunikasi ini berarti bahwa seseorang memberikan tafsiran
pada perilaku orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak
badaniah atau sikap), perasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang
tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberikan reaksi
terhadap perasaan yang ingin disampaikan oleh orang lain tersebut.
Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam
penafsiran terhadap tingkah laku orang lain.

3. Macam-macam Pola Komunikasi


Pada dasarnya ada beberapa pola komunikasi, yakni komunikasi
intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri), komunikasi interpersonal
(komunikasi antar pribadi), komunikasi kelompok, dan komunikasi massa.

1) Komunikasi Intrapersonal (komunikasi dengan diri sendiri).


Komunikasi intrapersonal adalah komunikasi dalam diri sendiri yaitu
proses komunikasi yang terjadi dalam diri seseorang, berupa proses
pengolahan informasi melalui panca indra dan sistem saraf.11 Bahwa
manusia apabila dihadapi dengan suatu pesan untuk mengambil
keputusan menerima ataupun menolaknya akan mengadakan terlebih
11

hal.39

Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, Jakarta 1998, Universitas Terbuka,

23

dahulu suatu komunikasi dengan dirinya (proses berfikir). Dalam proses


berfikir ini seseorang menimbang untung rugi usul yang diajukan oleh
komunikator.12

2) Komunikasi Interpersonal (komunikasi antar pribadi)


Komunikasi antar pribadi adalah proses paduan penyampaian pikiran dan
perasaan oleh seseorang kepada orang lain agar mengetahui, mengerti, dan
melakukan kegiatan tertentu.13 Secara umum komunikasi interpersonal
dapat diartikan sebagai proses pertukaran informasi diantara komunikator
dengan komunikan. Komunikasi jenis ini dianggap paling efektif dalam
hal mengubah sikap, pendapat, atau perilaku seseorang, karena sifatnya
dialogis berupa percakapan. Komunikasi interpersonal dampaknya dapat
dirasakan pada waktu itu juga oleh pihak yang terlibat.14

3) Komunikasi Kelompok
Komunikasi kelompok adalah komunikasi antara seseorang (komunikator)
dengan sejumlah orang (komunikasi) yang berkumpul bersama-sama
dalam satu kelompok.15 Komunikasi kelompok ini mempunyai beberapa
karakteristik. Pertama, proses komunikasi terhadap pesan-pesan yang
disampaikan oleh seorang pembicara kepada khalayak yang lebih besar
dan tatap muka. Kedua, komunikasi berlangsung secara kontinue dan bisa
dibedakan sumber dan penerima. Ketiga, pesan yang disampaikan
terencana dan bukan spontanitas untuk segmen khalayak tertentu.16

12

Phil, Astrid Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar
Maju, 1992. Cet. Ke-1, h.4
13
Onong Uchjana Efendi, Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 1990, cet. Ke-5, h. 126
14
Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktis,
Jakarta: Grasindo, 2002, cet. Ke-1, h.88
15
Onong Uchjana Effendy, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni, 1986, cet.
ke-2, h.5
16
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005, cet.
Ke-2, h.33

24

4. Pola Komunikasi Guru dan Murid


Komunikasi merupakan peristiwa sosial yaitu peristiwa yang
terjadi ketika manusia berinteraksi dengan manusia yang lain. Hovland,
Janis, dan Kelly dalam Jalaluddin mendefinisikan komunikasi sebagai the
process by which an individual (the communicator) transmits stimuli
(ussualy verbal) to modify the behavior of other individuals (the
audience). Komunikasi yang dilakukan melalui lambang verbal (katakata) hendaknya memberikan stimulus kepada audiens dalam interaksi
yang dilakukannya. Bila individu-individu berinteraksi dan saling
mempengaruhi, maka terjadilah : 1) proses belajar yang meliputi aspek
kognitif (berfikir) dan afektif (merasa), 2) proses penyampaian dan
penerimaan lambang-lambang atau disebut komunikasi, dan 3) mekanisme
penyesuaian diri seperti sosialisasi, bermain peran, identifikasi, proyeksi,
agresi, dan lain-lain17.
Proses pembelajaran di kelas merupakan suatu interaksi antara
Guru dengan siswa dan suatu komunikasi timbal balik yang berlangsung
dalam suasana eduakatif untuk pencapaian tujuan belajar18. Dalam proses
pembelajaran ini, kedua komponen tersebut yaitu interaksi dan komunikasi
harus saling menunjang agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara
optimal.
Menurut Husaini Usman pola-pola komunikasi di kelas antara G
(Guru) dan S (siswa) dapat berlangsung sebagai berikut19 :
1. Pola Guru Siswa
G

(komunikasi sebagai aksi, hanya berlangsung


satu arah. Siswa tidak berperan aktif dan
Guru lebih aktif)

17

Rakhmat Jalaluddin, 2008. Psikologi Komunikasi. Bandung : Remaja Rosdakarya,

hal. 3
18

Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil


dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013.
19
http: //www.uns.ac.id/data/sp5.pdf

25

2. Pola Guru siswa Guru


G

(ada balikan atau feedback bagi Guru,


komunikasi sebagai interaksi kedua belah
pihak. Guru dan siswa sama aktif)

3. Pola Guru siswa siswa Guru


G
(komunikasi multi arah dengan interaksi
yang optimal)
S

4. Pola Guru siswa siswa Guru, siswa siswa


G

(komunikasi multi arah, kelas lebih hidup.


Semua terlibat dalam menciptakan suasana
belajar yang memotivasi)

5. Pola melingkar
G

(setiap

siswa

mengemukakan

mendapat

giliran

sambutan,

untuk
tidak

diperkenankan mengemukakan pendapat 2


kali apabila siswa lain

belum mendapat

giliran)
S

S
S

Situasi dalam pembelajaran terjadi dalam beberapa pola komunikasi


diatas. Adanya berbagai bentuk atau pola ini dapat mengembangkan potensi
siswa tetapi pemilihan jenis komunikasi yang akan digunakan Guru sangat
bergantung pada kondisi siswa di kelas serta kebutuhan pembelajaran. Bisa

26

juga Guru memadukan pola-pola yang sekiranya sesuai dengan kebutuhan


pembelajaran. Misalnya : pada tahap apersepsi Guru cenderung menggunakan
pola kedua. Setelah dirasa pembelajaran membosankan, beralih pada pola
keempat, dan seterusnya.
Belajar

mengajar sebagai

suatu proses

komunikasi

yang

menekankan aspek kognitif mengandung makna bahwa Guru sebagai pemberi


informasi akan menyampaikan gagasan atau konsep kepada siswanya. Setelah
siswa mendapatkan gagasan dari Guru, siswa akan mengubahnya menjadi
kode kode di dalam pikirannya sehingga pengetahuan yang ada menjadi
milik siswa. Pengetahuan yang dimiliki oleh siswa sama dengan gagasan
yang dimiliki oleh Guru saat menyampaikan materi (tidak miskonsepsi).
Pengetahuan yang ada pada tiap siswa dapat ditularkan kepada siswa yang
lain. Jadi, dalam hal ini Guru harus memberikan stimulus pada siswa secara
tepat

agar

komunikasi

Guru

dapat

menggerakkan

siswa

untuk

mengkomunikasinkannya kembali dengan yang lain.


Menurut Shintya, proses komunikasi edukatif selain untuk transfer
pengetahuan (kognitif)

juga merupakan suatu proses yang mentransfer

sejumlah norma (afektif). Norma-norma ini harus ditransfer oleh Guru kepada
peserta didiknya. Oleh karena itu, wajar jika komunikasi ini tidak hanya
berproses pada tingkat pemahaman siswa pada materi saja tetapi juga
mengandung muatan norma-norma yang patut dan tidak patut dilakukan oleh
siswa. Adanya komunikasi edukatif ini dapat dijadikan sebagai jembatan
yang mendukung pengetahuan yang diterima siswa dan perbuatan yang
dilakukannya sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan pengetahuan yang
diterimanya20.
Menurut Hasibuan dalam Shintya, pola komunikasi Guru yang efektif
dalam pembelajaran adalah pola pembelajaran yang didalamnya terjadi
interaksi dua arah antara Guru dan siswa. Artinya, Guru tidak harus selalu
menjadi pihak yang dominan yang berperan sebagai pemberi informasi saja
20

Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil


dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013,
hal. 3

27

tetapi Guru juga harus memberikan stimulus bagi siswa agar tergerak lebih
aktif. Komunikasi yang dilakukan Guru harus mampu menggugah motivasi
siswa untuk terlibat mengisi dan menemukan makna pembelajaran21.
Siswa akan menjadi lebih aktif ketika mereka memiliki rasa
kebersamaan di kelas tersebut (sense of kolektive). Rasa kebersamaan ini
dapat dibina dari komunikasi yang dilakukan Guru ataupun siswa yang lain
agar dirinya merasa di terima (Sense of membershif). Perasaan diterima inilah
sebagai salah satu komponen yang dapat menumbuhkembangkan siswa.
Ketika seseorang diterima, dihormati, dan disenangi orang lain dengan segala
bentuk keadaan dirinya, maka mereka akan cenderung untuk meningkatkan
penerimaan dirinya.
Keadaan dimana siswa merasa diterma dapat menjadi modal untuk
menumbuhkan motivasi diri yang dapat meningkatkan prestasi belajar. Salah
satu komunikasi Guru yang dapat memberikan motivasi pada siswa adalah
Guru peduli dan paham terhadap apa yang sedang mereka ajarkan serta
mengkomunikasikannya dengan siswa bahwa apa yang sedang mereka
pelajari adalah sesuatu yang penting dan bermanfaat. Dalam hal ini
komunikasi yang dilakukan oleh Guru akan menimbulkan inspirasi baru bagi
siswanya dan lebih meningkatkan perhatian siswa pada materi.
Kenyataan di sekolah sering menunjukkan bahwa komunikasi antara
Guru dan siswa masih relatif kurang. Siswa dalam mempelajari materi yang
diberikan Guru, kebanyakan masih sulit menerima dan memahami sehingga
prestasi yang dimiliki siswa masih rendah. Guru dalam memberikan materi
kepada siswa tidak selalu memperhatikan tingkat pemahaman siswa, apakah
siswa sudah paham, bagian manakah yang masih sulit, apakah perlu diulangi,
dan lain-lain. Sehingga dari adanya balikan (feedback) dari Guru siswa
merasa diterima dan tergerak lebih aktif mengikuti pembelajaran.

21

Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran. Diambil


dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf. Diakses tanggal : 18 Mei 2013.,
hal. 1

28

Salah satu komunikasi yang membuat siwa tergerak untuk lebih


aktif adalah dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya
langsung dijawab oleh siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Piaget bahwa
perumusan pertanyaan merupakan salah satu bagian yang penting dan paling
kreatif dalam pendidikan. Guru harus memberikan apresiasi terhadap segala
bentuk komentar ataupun jawaban siswa dan tidak diperkenankan
memberikan umpan balik yang negatif22. Melihat pada pola kelima bahwa
siswa tidak diperkenankan untuk mengemukakan jawaban dua kali apabila
siswa lain belum mendapat giliran, maka hal ini menjadi sesuatu yang dapat
dipahami bersama ketika peraturan ini dikomunikasikan di awal yaitu
sebelum pertanyaan-pertanyaan diberikan. Pola semacam ini terkadang
dibutuhkan agar semua siswa mendapat kesempatan yang sama.
Ketika Guru mendapatkan jawaban ataupun komentar siswa, maka
Guru harus memberikan apresiasi dengan mengatakan bahwa jawaban atau
komentar yang mereka kemukakan adalah benar atau jawaban mereka bagus
namun belum tepat. Jika tidak dilakukan balikan dan Guru cenderung tidak
peduli dengan jawaban siswa, maka siswa merasa bahwa jawaban yang
mereka kemukakan adalah jawaban yang tidak bermutu. Sedangkan, Guru
sendiri akan kehilangan hubungannya dengan siswa. Hal ini sejalan dengan
pendapat yang dikemukan oleh Kennedy (2004) dalam Affiral dan Rafidah
(2009) yang mengemukakan23 :
teachers with dismissing (avoidant) attachments style may have difficulty
recognizing their own lack of warmth, trust, and sensitivity in their
relationship with their students.
Persepsi Guru terhadap siswanya akan mempengaruhi komunikasi
yang mereka lakukan. Sebisa mungkin Guru tetap menjaga komunikasi yang
positif dikelas dan tidak memberikan suatu penghakiman (judgement) bahwa
siswa ini cantik, pintar, bodoh, malas, suka membuat gaduh di kelas, dll.
22

dalam Dahar, 1996


Affizal dan Rafidah. Teacher Student Attachment and Teacherss Attitudes
Towards Work. Diambil dari : Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 24, 2009. Diakses tanggal :
18 Mei 2013
23

29

Pandangan semacam ini akan membuat Guru kurang diperhatikan oleh siswa
dan menimbulkan kondisi pembelajaran yang kurang kondusif untuk
peningkatan prestasi belajar siswa. Maka, Guru harus memandang semua
siswa dengan pandangan yang positif agar dari komunikasi yang dibina ini
dapat membantu dan memberikan dukungan untuk mengembangkan potensi
siswa.
Komunikasi efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang
baik. Setiap kali Guru melakukan komunikasi, sebenarnya bukan hanya
sekedar menyampaikan isi pesan tetapi juga membangun sebuah hubungan
interpersonal. Menurut Jalaluddin, komunikasi yang efektif ditandai dengan
adanya pengertian, dapat menimbulkan kesenangan, mempengaruhi sikap,
meningkatkan hubungan sosial yang baik, dan pada akhirnya menimbulkan
suatu tidakan24.
Pengertian. Komunikasi yang dilakukan Guru pada siswa harus
menimbulkan pengertian. Pengertian disini menyangkut penerimaan yang
cermat pada isi pesan, ide, atau gagasan seperti yang dikemukankan oleh
Guru. Kegagalan dalam menerima isi pesan secara cermat dapat
menimbulkan kesalah pahaman. Maka, ketika Guru mengkomunikasikan
materi, gagasan, ataupun penanaman konsep, Guru harus memberikannya
sejelas mungkin dan sebisa mungkin peduli pada pemahaman siswa.
Kesenangan. Tidak semua komunikasi yang dilakukan Guru ditujukan
untuk penyampaian materi atau gagasan agar membentuk pengertian dari
siswa. Tetapi juga digunakan untuk membentuk kesenangan pada siswa
dalam mengikuti pembelajaran yang nantinya dapat menumbuhkan motivasi
siswa untuk belajar. Sebuah survey nasional terhadap 1.000 siswa berusia 13
17 tahun menyebutkan bahwa beberapa karakter penting yang harus
dimiliki Guru adalah selera humor yang baik yang mampu membuat siswa

24

hal. 13

Rakhmat Jalaluddin, Psikologi Komunikasi. Bandung 2008,Remaja Rosdakarya,

30

tertarik dan menyukai pelajaran yang diajarkan25. Guru yang berkomunikasi


secara menyenangkan ini mampu memotivasi siswa dalam belajar, maka
sebaiknya Guru harus bersikap humoris dan luwes kepada siswa. Guru juga
harus memilih kata-kata yang sekiranya sesuai dengan siswa, tidak
menyindir, tidak terlalu memaksa siswa untuk melakukan hal seperti yang
Guru inginkan. Motivasi siswa untuk mengikuti pembelajaran lebih mudah
terbentuk pada Guru yang mengadakan komunikasi dengan menambahkan
kelucuan-kelucuan yang wajar dalam kegiatan pembelajarannya.
Mempengaruhi sikap.

Guru melalui komunikasi persuasif dapat

mempengaruhi siswa untuk melakukan hal-hal yang positif. Misalnya :


mengajak untuk berkonsentrasi selama pembelajaran, mengajak untuk
mencintai materi yang dibahas. Telah dikatakan diatas bahwa komunikasi
tidak hanya untuk aspek kognitif saja tetapi juga aspek afektif. Guru yang
dapat mempengaruhi sikap siswa selama pembelajaran dapat meningkatkan
perhatian dan antusias siswa dalam mengikuti pembelajaran.
Hubungan yang makin baik.

Komunikasi interpersonal yang

dilakukan dapat mempengaruhi hubungan interpersonal Guru dan siswa.


Dalam menumbuhkan siswa, Guru harus mengadakan relasi yang lebih dekat
dengan siswa. Relasi yang dekat ini dapat didukung dengan adanya
komunikasi yang baik. Misalnya : Guru tidak memberikan judgement bahwa
siswa ini cantik, pintar, bodoh, dll. Guru harus memberikan apresiasi pada
siswa ketika mereka memberikan jawaban atas pertanyaan dan tidak menolak
jawaban yang dikemukakan siswa, Dengan mengetahui kebutuhan siswa
bahwa mereka ingin diterima di kelas, maka Guru harus menciptakan iklim
yang kondusif di kelas dimana siswa yang satu harus berhubungan baik
dengan siswa yang lainnya. Komunikasi inilah yang dapat menimbulkan
relasi Guru dan siswa menjadi lebih hangat, dekat, dan menyenangkan.

25

Kristiandi, 2009. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru Dengan
Motivasi Belajar di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Medan. Diambil
dari http://respository.usu.ac.id/ hal. 15

31

Disini, komunikasi interpersonal menjadi kunci terbentuknya hubungan yang


lebih baik.
Tindakan. Efektivitas komunikasi Guru diukur dari tindakan nyata
yang dilakukan oleh siswa. Untuk menciptakan tindakan nyata pada siswa,
Guru harus lebih dulu menanamkan pengertian, membentuk dan mengubah
sikap, serta menumbuhkan hubungan interpersonal yang baik. Jadi,
terbentuknya tindakan nyata pada siswa adalah titik akhir dari jaringan
komunikasi yang dilakukan untuk menumbuhkembangkan siswa. Normanorma yang ditanamkan pada siswa akan diaktualisasikan siswa secara nyata
jika dikomunikasikan Guru dengan baik. Misalnya : mengajak untuk rajin
belajar, lebih rajin membaca, dan bersikap aktif saat pembelajaran. Maka,
dalam hal ini siswa harus ditanamkan dulu 4 komponen diatas.
Jadi,

komunikasi

yang

dilakukan

Guru

di

kelas

dapat

menumbuhkembangkan siswa jika komunikasi tersebut dilakukan secara


efektif dan menyenangkan, dengan memperhatikan unsur-unsur diatas, yaitu :
terbentuk pengertian yang cermat, terciptanya kesenangan, mempengaruhi
sikap, tercipta hubungan interpersonal yang makin baik, dan terbentuknya
tindakan positif pada siswa. Dengan kelima unsur ini, maka Guru dapat
menumbuhkembangkan

siswa

baik

menumbuhkan

motivasi

belajar,

penerimaan diri, dan prestasi yang lebih baik.

5. Pola Komunikasi Guru dan Siswa Tuna rungu


Kebutuhan setiap manusia tanpa terkecuali untuk berkomunikasi
merupakan hal yang tidak dapat ditunda lagi keberadaannya. Kemampuan
dalam berkomunikasi yang dibutuhkan oleh manusia ini didukung dengan
keberadaan frame of reference agar komunikasi berjalan dengan lancar.
Selain itu, kelengkapan panca indera yang layaknya dimiliki oleh setiap
manusia juga menjadi salah satu modal yang cukup penting demi terjalinnya
komunikasi yang efektif. Idealnya, keberadaan frame of reference dan panca
indera yang lengkap merupakan salah satu pendukung utama dari terjalinnya
komunikasi yang efektif.

32

Namun, tidak semua manusia terlahir dalam keadaan fisik yang


sempurna. Ketidaksempurnaan itu adalah keberadaan anak-anak yang
terlahir dengan cacat fisik atau biasa disebut dengan ketunaan. Salah satu
ketunaan yang menghambat kemampuan anak-anak dalam berkomunikasi
adalah tunarungu. Tunarungu merupakan salah satu kelemahan yang
menjadikan seseorang sulit berkomunikasi seperti orang normal pada
umumnya. Hal ini disebabkan kekurangan mereka dalam hal pendengaran
dan kemampuan berkomunikasi baik secara verbal dan nonverbal layaknya
orang biasa. Tidak berlebihan rasanya jika kebutuhan dalam hal
berkomunikasi pada anak tunarungu harus segera dipenuhi, karena
kemampuan dalam hal berkomunikasi merupakan salah satu penunjang
dalam kehidupan sosial di masyarakat.
a. Pola komunikasi Interpersonal
Menurut Rogers bersama D. Lawrence Kincaid dalam Cangara26,
komunikasi adalah suatu proses dimana dua orang atau lebih membentuk
atau melakukan pertukaran informasi dengan satu sama lainnya, yang
pada gilirannya akan tiba pada saling pengertian yang mendalam.
Dengan komunikasi maka terbentuk interaksi antara orang satu dengan
yang lain yang dapat dipahami bersama-sama. Anak tunarungu karena
mengalami gangguan dalam pendengaran maka dalam komunikasinya
kebanyakan menggunakan bahasa isyarat dan yang mengerti hanyalah
sesama anak tunarungu serta guru yang mengajarnya.
Menurut Sadjaah bina bicara merupakan suatu upaya untuk
tindakan baik perbaikan upaya koreksi maupun upaya pelurusan dalam
mengucapkan bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata agar
dimengerti oleh orang yang diajak bicara27. Dalam latihan bina bicara
anak tunarungu dilatih untuk bicara dengan pengucapan yang baik
dan benar ejaannya maupun penggunaan bahasa yang tepat.

26

Cangara, Hafied H, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,


Jakarta 2006, hal. 56
27
Sadjaah (1995:

33

Bina bicara

diberikan kepada

individu

agar

anak

dapat

mengfungsikan alat bicaranya secara terampil dan berani bicara sehingga


anak dapat berkomunikasi secara wajar seperti masyarakat pada
umumnya. Pemberian bina bicara ini diberikan kepada anak tunarungu
yang lebih ditetaknkan pada komunikasi antar teman yang ada di kelas.
Apabila

anak

tunarungu

dalam

satu

kelas

dibiasakan berkomunikasi dengan baik dan benar maka anak setiap


hari akan terbiasa berkomunikasi dengan baik dan benar.
Interaksi sosial ini erat kaitannya dengan keberadaan komunikasi
interpersonal sebagai bentuk dasar dari komunikasi antarmanusia. Ini
berarti bahwa setiap manusia tanpa terkecuali membutuhkan kemampuan
komunikasi, baik dalam bentuk komunikasi verbal maupun nonverbal,
sebagai kemampuan dasar mereka yang paling dibutuhkan agar mampu
berkomunikasi dan mampu mengkomunikasikan secara timbal balik
kepada orang lain.
Komunikasi interpersonal adalah interaksi tatap muka antar dua
atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara
langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi pesan
secara langsung pula. Komunikasi interpersonal sendiri sangat sarat
dengan berbagai bentuk komunikasi verbal dan nonverbal yang terbentuk
didalamnya. Komunikasi verbal menekankan keberadaan interaksi
bahasa sebagai alat utama dalam melakukan komunikasi dengan persona
lain. Bahasa dapat dibayangkan sebagai kode, atau sistem simbol, yang
digunakan untuk membentuk pesan-pesan verbal kita28.
Komunikasi nonverbal menekankan aspek komunikasi pada
setiap gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, sosok tubuh,
penggunaan jarak (ruang), kecepatan dan volume bicara bahkan juga
keheningan29.
.
28

Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia, Jakarta 1997,Professional Book,

29

Ibid, hal. 177

hal. 119

34

Kemampuan komunikasi verbal dan nonverbal, secara mendasar


telah dimiliki oleh manusia normal yang memiliki panca indera yang
lengkap. Namun sayangnya, kelengkapan panca indera ini tidak dimiliki
oleh anak berkebutuhan khusus. Sehingga, dibutuhkan bimbingan khusus
bagi mereka yang memiliki kekurangan panca indera agar mereka juga
dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan orang lain dalam
kehidupannya.
Bimbingan khusus ini diwujudkan dalam bentuk institusi formal
yaitu sekolah luar biasa. Menjawab kebutuhan ini, maka salah satu
sekolah luar biasa yang ada di Condet Jakarta Timur, yaitu SDLB-B
YPFM (Yayasan Pendidikan Frobel Montessori) mencoba memberikan
fasilitas khusus bagi anak tunarungu dalam memberikan bekal dasar
kemampuan agar mereka mampu hidup mandiri dalam kehidupan
bermasyarakat dengan memiliki kemampuan berkomunikasi.
Hal utama yang menjadi dasar perhatian dan penting dalam
penelitian ini adalah keberadaan guru dan murid tunarungu itu sendiri.
Anak dengan kebutuhan khusus tunarungu memiliki kebutuhan spesial
dalam pendidikan yang tidak bisa dipenuhi oleh sekolah normal pada
umumnya. Keberadaan guru di sekolah luar biasa menjadi sebuah
panasea tersendiri bagi anak berkebutuhan khusus pada umumnya dan
anak tunarungu pada khususnya. Hak terhadap pengetahuan, ilmu, dan
informasi tentang dunia luar tidak akan dapat mereka penuhi tanpa
adanya arahan dan bimbingan dari sekolah formal yang memberikan guru
dengan kemampuan khusus membimbing anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus. Maka pendidikan di bangku sekolah menjadi sebuah
tuntutan yang harus dipenuhi agar anak tunarungu dapat memperoleh
pendidikan yang setara dengan anak normal lainnya, utamanya dalam
berkomunikasi. Pendidikan bagi anak tunarungu sendiri juga bukan
merupakan hal yang mudah untuk dilakukan bagi para guru tunarungu,
karena seringkali mereka harus memikirkan cara-cara tersendiri di luar
pemikiran guru sekolah normal, terutama yang berhubungan dengan

35

peningkatan kemampuan komunikasi murid tunarungu yang mereka


bimbing sehari-hari.
b. Pola komunikasi kelompok
Dasar teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah
komunikasi kelompok dan 3 (tiga) teori utama lain yaitu strategi
komunikasi, komunikasi verbal dan nonverbal, dan kemampuan
komunikasi yang digunakan sebagai alat penguat munculnya penelitian
ini sekaligus sebagai alat untuk melakukan analisis dari hasil penelitian.
Komunikasi kelompok adalah proses dalam menghasilkan pesan
antara beberapa orang dalam situasi yang memungkinkan untuk
melakukan timbal balik baik dari pembicara dan pendengar30.
Komunikasi interpersonal merupakan bentuk dasar dari komunikasi yang
dilakukan oleh manusia tiap waktu, sehingga disadari atau tidak
komunikasi interpersonal telah menjadi kebutuhan dalam kehidupan
masayarakat.
Strategi komunikasi merupakan paduan dari perencanaan
komunikasi (communication planning) dan manajemen komunikasi
(communication management) untuk mencapai suatu tujuan31. Untuk
mencapai tujuan tersebut strategi komunikasi harus dapat menunjukkan
bagaimana operasionalnya secara taktis harus dilakukan. Strategi
komunikasi ini digunakan oleh komunikator kepada komunikan agar
pesan dari komunikator dapat tersampaikan pada komunikan. Jika
strategi komunikasi yang diterapkan oleh komunikator berhasil, maka
tidak hanya sekedar pesan dari komunikator kepada komunikan saja yang
tersampaikan, tetapi juga akan mampu melakukan perubahan pada diri
komunikan dengan mudah dan cepat.

30

Judy Pearson, et.al. Human Communication Second Edition, New York: McGrawHill, 2006, hal: 19
31
Onong Uchjana Effendy , Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung:PT Citra
Aditya Bakti, 2003, hal: 301

36

Komunikasi verbal atau pesan verbal adalah semua jenis simbol


yang menggunakan satu kata atau lebih dalam kegiatan komunikasi,
sedangkan bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol,
dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut yang
digunakan dan dipahami suatu komunitas32.
Sedangkan komunikasi nonverbal identik dengan penggunaan
lambang-lambang yang pemaknaannya dibentuk secara bersama maupun
lambang-lambang yang berhubungan dengan panca indera (body
movement,

facial

communication,

eye

communication,

touch

communication).
Menurut Judy Pearson kemampuan komunikasi dapat dipelajari
oleh semua orang dengan memahami pentingnya perbedaan persepsi tiap
orang, peraturan self-concept dalam komunikasi, bahasa verbal, dan
aturan komunikasi nonverbal33. Lebih lanjut, Pearson mengungkapkan
bahwa anda harus mau membuka diri anda dengan kehadiran orang lain,
anda harus memahami orang lain dengan mendengarkan secara hati-hati
dan teliti, anda harus menerima walau memahami kondisi dan bertindak
sesuai dengan kebiasaan seringkali interaksi tersebut tidak berjalan lancar
atau sukses34.

B. Tinjauan Tentang Siswa Tunarungu


1. Pengertian Tunarungu
Dalam

mendefinisikan

gangguan

pendengaran

(hearing

disorders) dari sudut pandang kebutuhan pembelajaran, sangat penting


untuk mempertimbangkan tingkat beratnya kehilangan pendengaran
(hearing loss) dan usia seseorang ketika kehilangan pendengarannya mulai
terjadi. Tingkat berat-ringannya hearing loss sangat penting diketahui agar
fungsi pendengaran yang mungkin masih tersisa (residual hearing) bias
32

Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja


Rosdakarya, 2005) hal:237
33
Judy Pearson, et al. Op.cit., hal: 157
34
Loc.cit., hal: 157

37

digunakan secara optimal. Usia pada saat kehilangan pendengaran


merupakan pertimbangan yang penting, disebabkan hubungannya dengan
pertumbuhan bahasa. Jika gangguan pendengaran terjadi pada masa
sebelum anak mengenal bahasa lisan (prelingual), efek gangguan ini akan
lebih besar dibanding jika terjadi setelah bahasa lisan anak berkembang
(postlingual).
Semakin

dewasa

usia

anak

saat

mengalami

gangguan

pendengaran, akan lebih besar kesempatan bagi si anak untuk menguasai


konsep bahasa yang signifikan dan kemampuan konseptual (conceptual
skills).
Istilah gangguan pendengaran (hearing impairment) dipakai
dalam menjelaskan baik orang yang benar-benar tuli maupun yang
hanya sulit mendengar. Sulit mendengar merupakan gangguan
pendengaran (hearing impairment) yang bisa bersifat permanent maupun
sementara, yang jelas berpengaruh pada prestasi pembelajaran anak.
Sedangkan Tuli adalah suatu gangguan pendengaran (hearing impairment)
yang sangat berat sehingga si anak tidak bisa melakukan proses informasi
bahasa melalui pendengaran, dengan ataupun tanpa alat pengeras suara,
yang dengan jelas mempengaruhi prestasi pembelajaran akademis
(Federal Register).35
2. Faktor-faktor penyebab Tunarungu
Banyak informasi tentang sebab-sebab terjadinya kerusakan organ
pendengaran yang mengakibatkan penderitanya mengalami kelainan
pendengaran (Tunarungu). Kondisi ketunarunguan yang dialami anak,
dihubungkan dengan kurun waktu terjadinya, yaitu sebelum anak lahir
(prenatal), saat anak lahir (neonatal), atau sesudah anak lahir (posnatal).
Secara terinci determinan ketunarunguan yang terjadi sebelum, saat, dan
sesudah anak dilahirkan dapat diuraikan sebagai berikut:

35

J. David Smith. Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua. Bandung: Nuansa Cetakan I
2006 Hal: 270

38

1) Ketunarunguan sebelum lahir (prenatal), yaitu ketunarunguan yang


terjadi ketika anak masih berada dalam kandungan ibunya. Ada
beberapa kondisi yang menyebabkan ketunarunguan yang terjadi pada
saat anak dalam kandungan antara lain sebagai berikut:
a) Hereditas atau keturunan
Banyak informasi yang mengindikasikan terjadinya keadaan
genetis

yang

berbeda

dapat

mengarah

terjadinya

sebuah

36

ketunarunguan . Secara genetic, gangguan pendengaran dapat


ditularkan oleh orangtua kepada anak-anaknya, baik itu gen-gen
resesif (orangtua mempunyai pendengaran normal) maupun gengen dominan (salah satu atau keduanya mempunyai dasar
gangguan pendengaran secara genetik)37.Factor itu erat kaitannya
dengan anggota keluarga terutama ayah dan ibu. Anak yang
mengalami ketunarunguan karena di antara anggota keluarganya
ada yang mengalami ketunarunguan.
b) Maternal Rubella
Maternal rubella yang dikenal sebagai penyakit cacar air
jerman, atau campak. Virus penyakit tersebut berbahaya jika
menyerang seseorang wanita ketika tiga bulan pertama waktu
kehamilan sebab dapat memengaruhi atau berakibat buruk terhadap
anak atau bayi yang dikandungnya38.
c) Pemakaian Antibiotika Over Dosis
Ada beberapa obat-obatan antibiotika yang jika diberikan
dalam jumlah besar akan mengakibatkan ketunarunguan atau
kecacatan yang lain. Adapun obat-obatan yang besar pengaruhnya
terhadap gangguan pendengaran atau tunarungu pada anak semasa
dalam kandungan antara lain: dihydrostreptomicyn, neomicin,

36

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan.


Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006 Hal: 64
37
J. David Smith. Op.cit. Hal: 279
38
Ibid Hal: 66

39

kanamicin, dan strepromycin. Pengaruh buruk obat tersebut dapat


menimbulkan tunarungu sensoniural (tunarungu saraf).
d) Toxoemia
Ketika sang ibu sedang mengandung, karena suatu sebab
tertentu sang ibu menderita keracunan pada darahnya (toxoemia).
Kondisi ini dapat berpengaruh pada rusaknya placenta atau janin
yang dikandungnya, akibatnya ada kemungkinan sesudah bayi itu
lahir akan menderita tunarungu.
2) Keturunan saat lahir (neonatal), yaitu ketunarunguan yang terjadi saat
anak

dilahirkan.

Ada

beberapa

kondisi

yang

menyebabkan

ketunarunguan yang terjadi pada saat anak dilahirkan antara lain


sebagai berikut:
a) Lahir Prematur
Prematur adalah proses bayi yang terlalu dini sehingga berat
badannya atau panjang badannya relative sering di bawah normal,
dan jaringan-jaringan tubuhnya sangat lemah, akibatnya anak lebih
mudah terkena anoxia (kekurangan oxigen). Bayi yang lahir
prematur sebagai salah satu penyebab anak menjadi tunarungu.
b) Rhesus Factors
Setiap manusia sebenarnya mempunyai jenis darah yang biasa
disebut rhesus, disingkat Rh. Jenis darah yang ada pada manusia
adalah jenis darah A-B-AB-O. Pada jenis darah tersebut ada rhesus
yang positif dan ada rhesus yang negative, kedua rhesus tersebut
dapat dilihat pada pemeriksaan sel-sel darah merah. Jika dalam
pemeriksaan sel-sel darah seseorang pada permukaan sel-sel
darahnya mengandung rhesus disebut rhesus positif. Sebaliknya
jika dalam pemeriksaan darah bersangkutan tidak menampakkan
tanda-tanda tersebut dapat digolongkan pada orang-orang yang
punya rhesus negatif.
Jika jenis rhesus darah anak tidak sesuai dengan rhesus ibu yang
mengandungnya, selama itu pula anak yang dilahirkan akan

40

mengalami abnormalitas (kelainan), dan sebaliknya jika rhesus


darah sesuai maka anak yang dilahirkan akan normal.
3) Ketunarunguan setelah lahir (posnatal), yaitu ketunarunguan yang
terjadi setelah anak dilahirkan oleh ibunya. Ada beberapa kondisi yang
menyebabkan ketunarunguan yang terjadi setelah dilahirkan antara lain
sebagai berikut.
a) Penyakit meningitis cerebralis
Meningitis cerebralis adalah peradangan yang terjadi pada selaput
otak. Terjadinya ketunarunguan ini karena pada pusat susunan
saraf pendengaran mengalami kelainan akibat dari peradangan
tersebut. Jenis ketunarunguan akibat peradangan pada selaput otak
ini biasanya jenis ketunarunguan perseptif. Oleh karena itu untuk
menghindari terjadinya peradangan yang fatal harus berhati-hati
dalam menjaga bagian-bagian yang vital di daerah kepala, agar
tidak mengalami kecelakaan yang berakibat fatal.
b) Infeksi
Ada kemungkinan sesudah anak lahir kemudian terserang penyakit
campak

(meales),

stuip,

thypus,

influenza,

dan

lain-lain.

Keberadaan anak yang terkena infeksi akut akan menyebabkan


anak mengalami tunarungu perspektif karena virus-virus akan
menyerang bagian-bagian penting dalam rumah siput (cochlea)
sehingga mengakibatkan peradangan.
c) Otitis media kronis
Keadaan

ini

menunjukkan

di

mana

cairan

otitis

media

(kopoken=jawa) yang berwarna kekuning-kuningan tertimbun di


dalam telinga bagian tengah. Kalau keadaannya sudah kronis atau
tidak terobati dapat menimbulkan gangguan pendengaran, karena
hantaran suara yang melalui telinga bagian tengah terganggu. Pada
penderita secretory otitis akan menderita ketunarunguan konduktif.
Bedanya cairan mengental dan menyumbat rongga telinga bagian
tengah, dan terjadi pembesaran adenoid, sinusitis dan seterusnya

41

sehingga terjadilah alergi pada alat pendengaran. Penyakit ini


sering terjadi pada masa anak-anak39. Kondisi ini seringkali
dibarengi oleh rasa sakit di telinga, namun tidak selalu40.

3. Ciri-ciri Anak Tunarungu


Berikut ini ada beberapa ciri khas tunarungu menurut Sumadi dan
Talkah.
1) Fisik.
Secara fisik, anak tunarungu ditandai dengan sebagai berikut:
a) Cara berjalan yang biasanya cepat dan agak membungkuk yang
disebabkan adanya kemungkinan kerusakan pada alat pendengaran
bagian keseimbangan,
b) Gerakan matanya cepat, agak beringas; menunjukkan bahwa ia
ingin menangkap keadaan yang ada di sekitarnya,
c) Gerakan anggota badannya cepat dan lincah yang terlihat pada saat
mereka sedang berkomunikasi menggunakan gerakan isyarat
dengan orang di sekelilingnya,
d) Pada waktu bicara pernafasannya pendek dan agak terganggu,
e) Dalam keadaan biasa (bermain, tidur, tidak bicara) pernafasannya
biasa.
2) Intelegensi.
Intelegensi anak tunarungu tidak banyak berbeda dengan anak normal
pada umumnya, namun mereka sukar untuk menangkap pengertianpengertian yang abstrak, sebab dalam hal ini memerlukan pemahaman
yang baik akan bahasa lisan maupun tulisan, sehingga dapat dikatakan
bahwa dalam hal intelegensi potensial tidak berbeda dengan anak
normal, tetapi dalam hal intelegensi fungsional rata-rata lebih rendah.
3) Emosi.

39
40

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 69


J. David Smith. Op.cit. Hal: 279

42

Kurangnya pemahaman akan bahasa lisan dalam berkomunikasi


seringkali menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan, seperti
terjadinya kesalahpahaman, karena selain tidak mengerti oleh orang
lain, anak tunarungu pun sukar untuk memahami orang lain. Bila
pengalaman demikian terus berlanjut akan menimbulkan tekanan pada
emosinya dan dapat menghambat perkembangan kepribadiannya
dengan menampilkan sikap-sikap negative, seperti menutup diri,
bertindak secara agresif atau sebaliknya, menampakkan kebimbangan
dan keragu-raguan.
4) Sosial.
Dalam kehidupan social, anak tunarungu mempunyai kebutuhan yang
sama dengan anak normal lainnya, yaitu kebutuhan untuk berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya, baik interaksi antar individu, individu
dengan kelompok atau keluarga dan dengan lingkungan masyarakat
yang lebih luas.
5) Bahasa.
Ciri anak tunarungu dalam hal bahasa ialah sebagai berikut:
a) Miskin dalam perbendaharaan kata,
b) Sulit mengartikan ungkapan bahasa yang mengandung arti kiasan,
c) Sulit mengartikan kata-kata abstrak,
d) Kurang menguasai irama dan gaya bahasa41.
4. Klasifikasi Anak Tunarungu
Deci-Bell (disingkat dB) merupakan suatu unit yang digunakan
dalam mengukur tingkat kekerasan atau intensitas suara. Ukuran deci-Bell
digunakan sebagai indicator rentang intensitas suara yang dapat diterima
seseorang42.
Menurut kaidah hasil yang diberlakukan dalam tes pendengaran,
Seorang dikategorikan normal pendengarannya apabila hasil tes
pendengarannya dinyatakan angka 0 dB. Kondisi hasil tes pendengaran
41

Anneke Sumampouw dan Setiasih. Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu. Anima,


Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal: 380
42
J. David Smith. Op.cit. Hal: 271

43

yang menunjukkan angka 0 mutlak tersebut jarang atau hampir tidak


ada, sebab derajat minimum setiap orang masih ditemui kehilangan
ketajaman pendengarannya. Seseorang yang kehilangan ketajaman
pendengaran sampai 0-20 dB masih dianggap normal. Sebab pada
kenyataannya orang kehilangan pendengaran pada gradasi sampai 20 dB
tidak menunjukkan kekurangan yang berarti. Orang yang kehilangan
ketajaman pendengaran sampai batas tersebut masih dapat merespons
macam peristiwa bunyi atau percakapan secara normal.
Ditinjau dari kepentingan tujuan pendidikannya, secara terinci
anak tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut43:
1) Gangguan Pendengaran Sangat Ringan
Siswa yang mengalami gangguan pendengaran sangat ringan slight
hearing lost) mengalami kehilangan pendengaran antara 27- 40 deciBell. Mereka hanya mengalami kesulitan dalam mendengar suara yang
sayup-sayup atau dari jarak yang jauh. Meskipun mereka tidak
mengalami kesulitan disekolah, akan lebih baik jika mereka
mendapatkan tempat duduk yang cukup nyaman bagi rentang
pendengaran mereka.
2) Gangguan Pendengaran Taraf Ringan
Siswa yang mengalami gangguan pendengaran taraf ringan (mild
hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 41-55 deci-Bell.
Mereka mengalami kesulitan dalam mendengar percakapan kecuali
dalam jarak 3 samapi 5 kaki dan saling berhadapan. Mereka akan
kehilangan sebanyak 50% diskusi kelas jika tidak diobati44.
Ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
antara lain:
a) Dapat mengerti percakapan biasa pada jarak sangat dekat.
b) Tidak dapat menangkap suatu percakapan yang lemah.

43
44

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Op.cit. Hal: 58


J. David Smith. Op.cit. Hal: 272

44

c) Kesulitan menangkap isi pembicaraan dari lawan bicaranya, jika


berada

pada

posisi

tidak

searah

dengan

pandangannya

(berhadapan).
d) Untuk

menghindari

kesulitan

bicara

perlu

mendapatkan

bimbingan yang baik dan intensif.


e) Ada kemungkinan dapat mengikuti sekolah biasa, namun untuk
kelas-kelas permulaan sebaiknya dimasukkan dalam kels khusus,
dan Disarankan menggunakan alat bantu dengar (hearing aid)
untuk menambah ketajaman daya pendengarannya. Kebutuhan
layanan pendidikan untuk anak tunarungu kelompok ini yaitu
membaca bibir, latihan pendengaran, latihan bicara, serta latihan
kosakata.
3) Gangguan Pendengaran Taraf Sedang
Siswa dengan gangguan pendengaran taraf sedang (moderate
hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 56-70 deci-Bell.
Adapun ciri-ciri anak kehilangan pendengaran pada rentangan tersebut
adalah:
a) Dapat mengerti percakapan keras pada jarak dekat, kira-kira
satu meter, sebab ia kesulitan menangkap percakapan pada
jarak normal.
b) Sering terjadi mis-understanding terhadap lawan bicaranya, jika
ia diajak bicara.
c) Penyandang tunarungu kelompok ini mengalami kelainan
bicara, terutama pada huruf konsonan.
d) Kesulitan

menggunakan

bahasa

dengan

benar

dalam

percakapan.
e) Perbendaharaan kosakatanya sangat terbatas.
Kebutuhan layanan pendidikan untuk anak tunarungu
kelompok ini meliputi latihan artikulasi, latihan membaca bibir,
latihan kosakata, serta perlu menggunakan alat bnatu dengar untuk
membantu ketajaman pendengarannya.

45

4) Gangguan Pendengaran Taraf Berat


Siswa yang mengalami kesulitan berat dalam mendengar
(severe hearing loss) telah kehilangan pendengaran antara 71-90 deciBell. Mereka hanya dapat mendengar suara yang keras jika suara itu
dekat dengan telinga. Bahkan dengan pengeras suara sekalipun yang
ada dalam alat bantu dengar, mereka mempunyai kesulitan dalam
mendengar bunyi-bunyi ucapan dengan baik atau dengan tepat.
Kebutuhan layanan pendidikannya, perlu layanan khusus
dalam belajar bicara maupun bahasa, menggunakan alat bantu dengar
sebab anak yang tergolong kategori ini tidak mampu berbicara
spontan. Oleh sebab itu, tunarungu ini disebut juga tunarungu
pendidikan, artinya mereka benar-benar dididik sesuai dengan kondisi
tunarungu. Pada intensitas suara tertentu mereka terkadang dapat
mendengar suara keras dari jarak dekat, seperti gemuruh pesawat
terbang, teter mobil, dan sejenisnya. Kebutuhan pendidikan anak
tunarungu kelompok ini perlu latihan pendengaran intensif, membaca
bibir, latihan pembentukan kosakata.
5) Gangguan Pendengaran Taraf Sangat Berat
Siswa dengan kesulitan sangat berat (profound hearing loss)
dalam mendengar telah kehilangan pendengara antara 91 deci-Bell
lebih. Mereka mungkin mendengar suara yang sangat keras tertentu
namun umumnya mereka hanya mengetahui getarannya saja. Pada
umumnya, mereka mengandalkan penglihatan daripada pendengaran
sebagai alat utama dalam berkomunikasi45. Kebutuhan layanan
pendidikan untuk anak tunarungu dalam kelompok ini meliputi
membaca bibir, latihan mendengar untuk kesadaran bunyi, latihan
membentuk dan membaca ujaran dengan .menggunakan metodemetode pengajaran yang khusus, seperti visualisasi yang dibantu
dengan segenap kemampuan indranya yang tersisa.
45

J. David Smith. Op.cit. Hal: 273

46

Ditinjau dari lokasi terjadinya ketunarunguan, klasifikasi anak


tunarungu dapat dikelompokkan menjadi sebagai berikut:
2) Tunarungu Konduktif
Ketunarunguan tipe konduktif ini terjadi karena beberapa organ yang
berfungsi sebagai penghantar suara di telinga bagian luar, seperti liang
telinga, selaput gendang, serta ketiga tulang pendengaran (malleus,
incus, dan stapes) yang terdapat di telinga bagian dalam dan dindingdinding labirin mengalami gangguan. Ada beberapa kondisi yang
menghalangi masuknya getaran suara atau bunyi ke organ yang
berfungsi sebagai penghantar, yaitu tersumbatnya liang telinga oleh
kotoran telinga (cerumen) atau kemasukan benda-benda asing lainnya
dan ketiga tulang pendengaran (malleus, incus, dan stapes) sehingga
efeknya dapat menyebabkan hilangnya daya hantaran organ tersebut.
3) Tunarungu Perseptif
Ketunarunguan tipe perseptif disebabkan terganggunya organorgan
pendengaran

yang

terdapat

dibelahan

telinga

bagian

dalam.

Sebagaimana diketahui organ telinga di bagian dalam memiliki fungsi


sebagai alat persepsi dari getaran suara yang dihantarkan oleh organorgan pendengaran di belahan telinga bagian luar dan tengah. Oleh
karena itu, tunarungu tipe ini disebut juga tunarungu saraf (saraf yang
berfungsi untuk mempersepsi bunyi atau suara).
4) Tunarungu Campuran
Ketunarunguan tipe campuran ini sebenarnya untuk menjelaskan
bahwa pada telinga yang sama rangkaian organ-organ telinga yang
berfungsi sebagai penghantar dan menerima rangsangan suara
mengalami gangguan, sehingga yang tampak pada telinga tersebut
telah

terjadi

campuran

antara

ketunarunguan

konduktif

dan

ketunarunguan perspektif.
5. Karakteristik Kecerdasan Anak Tunarungu
Distribusi kecerdasan yang dimiliki anak tunarungu sebenarnya
tidak berbeda denagn anak normal umumnya. Hal ini disebabkan anak

47

tunarungu ada yang memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata (superior),


rata-rata (average), maupun di bawah rata-rata (subnormal). Namun untuk
menggambarkan secara riil keragaman kecerdasan anak tunarungu
seringkali mengalami kesulitan. Untuk mengetahui kondisi kecerdasan
anak tunarungu memerlukan cara yang agak berbeda dibandingkan dengan
anak normal umumnya.
Kehilangan pendengaran yang dialami anak tunarungu berdampak
pada kemiskinan kosakata, kesulitan berbahasa dan berkomunikasi,
efeknya dapat menyebabkan sangat signifikan tentang apa yang tidak
dapat dan apa yang dapat dilakukan oleh anak tunarungu maupun anak
normal. Atas dasar itulah dalam menyajikan perangkat tes apapun terhadap
anak tunarungu, hendaknya mempergunakan perintah-perintah yang akurat
dan mudah dipahami anak tunarungu.
Cruickshank mengemukakan bahwa anak tunarungu seringkali
memperlihatkan keterlambatan dalam belajar dan kadang-kadang tampak
terbelakang. Kondisi ini tidak hanya disebabkan oleh derajat gangguan
pendengaran yang dialami oleh anak, melainkan juga tergantung kepada
potensi kecerdasan yang dimilikinya. Rangsangan mental serta dorongan
dan lingkungan sekitar dapat memberikan kesempatan bagi anak
tunarungu untuk mengembangkan kecerdasannya.
6. Penyesuaian Sosial Anak Tunarungu
Salah satu modal yang utama dalam proses penyesuaian adalah
kepribadian. Kepribadian pada dasarnya merupakan sifat dan sikap
seseorang

yang

akan

menentukan

cara-cara

yang

unik

dalam

menyesuaikan diri dengan lingkungannya.. oleh karena itu, untuk dapat


mengetahui kepribadian seseorang, yang perlu diperhatikan adalah
bagaimana penyesuaian diri yang dilakukan terhadap lingkungannya,
demikian juga pada anak tunarungu. Kepribadian seseorang seperti yang
banyak dibicarakan para ahli, bahwa dalam perkembangannya banyak
ditetntukan oleh lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Pada
tahun-tahun pertama perkembangan anak, intervensi orang tua atau

48

keluarga dapat memberikan kontribusi yang cukup besarterhadap


pembentukan kerangka kepribadian anak. Oleh karena itu, harmonis
tidaknya perkembangan social dan kepribadian seseorang anak, tergantung
pada proses komunikasi yang terjalin antara anak dengan lingkungannya
(keluarga dan masyarakat sekitar), demikian pula yang terjadi pada anak
tunarungu.
Salah satu perangkat pengukuran berupa skala, yang dapat
digunakan untuk mengukur perkembangan kematangan social anak
tunarungu yaitu The Veneland Social Maturity Test. Dari beberapa peneliti
yang menggunakan skala ini menunjukkan bahwa:
1) Anak tunarungu tingkatan kematangan sosialnya berada di bawah
tingkatan kematangan social anak normal.
2) Anak tunarungu dari orang tua yang tunarungu juga menunjukkan
elative matang daripada anak tunarungu yang dari orang tua normal.
3) Anak tunarungu yang bersal dari residential school (sekolah
berasrama) menunjukkan social immaturity.
Sebagai bagian yang integral dari masyarakat yang mendengar,
anak tunarungu tidak dapat lepas dari nilai social yang berlaku dan harus
dilaksanakan. Oleh karena itu , penerimaan nilai-nilai social bagi anak
tunarungu merupakan jembatan dalam pengembangan kematangan social
sebab kematangan social merupakan salah satu ayarat yang harus dimiliki
oleh setiap individu dalam penyesuaian social di masyarakat.
Siregar berpendapat untuk mencapai kematangan social, anak
tunarungu setidaknya memiliki:
a) Pengetahuan yang cukup mengenai nilai-nilai social dan kebiasaankebiasaan di masyarakat;
b) Mempunyai

kesempatan

yang

banyak

untuk

menerapkan

pengetahuan-pengetahuan tersebut;
c) Mempunyai dorongan untuk mencari pengalaman diatas;
d) Struktur kejiwaan yang sehat dapat mendorong motivasi yang baik;

49

Hal-hal yang dipersyaratkan dia atas, selain berlaku pada anak


tunarungu

sebenarnya

pula

pada

orang-orang

yang

normal

pendengarannya, bedanya akibat kehilangan pendengaran menyebabkan


anak tunarungu sulit dalam mencapai kondisi tersebut sehingga
kematangan

sosialnya

sukar

dicapai

dengan

sempurna.

Derajat

kematangan yang dicapai seseorang memang sangat dipengaruhi oleh


berbagai factor, salah satu diantaranya adalah pengalaman hidup pada
tahun-tahun pertama kehidupannya, yakni hubungan antara anak dengan
orang tua. Jadi, sifat hubungan yang terjadi antara anak dengan orang tua
pada tahun-tahun pertama kehidupannya akan menentukan corak
hubungan antara anak dengan lingkungan social sekitar dikemudian hari.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan secara kontinu, Van
Uden berhasil mencatat beberapa sifat kepribadian anak tunarungu yang
berbeda dengan anak normal, antara lain:
a) Anak tunarungu lebih egosentris.
b) Anak tunarungu lebih tergantung pada orang lain dan apa-apa yang
sudah dikenal.
c) Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan.
d) Anak tunarungu lebih memerhatikan yang konkret.
e) Anak tunarungu lebih miskin dalam fantasi.
f) Anak tunarungu umumnya mempunyai sifat polos, sederhana,
tanpa banyak masalah.
g) Perasaan anak tunarungu cenderung dalam keadaan ekstrem tanpa
banyak nuansa.
h) Anak tunarungu lebih mudah marah dan lekas tersinggung.
i) Anak tunarungu kurang mempunyai konsep tetntang hubungan.
j) Anak tunarungu mempunyai perasaan takut akan hidup yang lebih
besar.
k) Dengan memahami karakteristik kepribadian anak tunarungu
secara spesifik dalam kaitannya dengan proses penyesuaian social,
maka harus diupayakan langkah-langkah untuk mengeliminasi

50

masalah-masalah yang akan menghambat anak tunarungu dalam


melakukan penyesuaian social secara akurat. Semakin dini
diketahui letak kelainan dan karakteristiknya, maka akan semakin
baik pelaksanaan intervensi habilitasinya.
Habilitasi anak berkelainan pendengaran atau tunarungu yang
diketahui sejak lahir, dimaksudkan untuk mengembangkan strategi apa
yang diperlukan bagi pola anak dalam belajar, komunikasi, maupun
penyesuaian secara psikologis46.

C. Bahasa Isyarat untuk Siswa Tunarungu


Penguasaan bahasa sangat penting bagi seorang individu untuk dapat
menguasai ilmu pengetahuan yang ingin diperolehnya selain sebagai alat
utama dalam berkomunikasi. Namun hingga saat ini pengertian teori
mengenai bahasa belum ada yang baku, banyak pendapat mengenai teori
bahasa yang berbeda-beda bergantung pada latar belakang keilmuan yang
dirumuskan oleh para ilmuwan. Menuru ilmu linguistik, sebagai ibunya
bahasa, definisi bahasa adalah a system of communication by symbols, i.e.,
through the organs of speech and hearing, among human beings of certain
group or community, using vocal symbols processing arbitrary conventional
meanings.47
Sedang menurut pada ahli antropologi, Sandi konseptual sistem
pengetahuan, yang memberikan kesanggupan kepada penutur-penuturnya
guna menghasilkan dan memahami ujaran48. Jika kita merujuk pada definisi
bahasa di atas, maka penggunaan bahasa hanya dapat dilakukan jika organ
pendengaran dan berbicara kita berfungsi, sehingga informasi yang berupa
simbol sandi konseptual secara vokal dapat tersampaikan kepada penerima
pesan. Bahasa juga terbatas penggunaan pada suatu komunitas dimana bahasa
46

Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak


Berkelainan.Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006. Hal: 85
47
Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa .Hlm.
82
48
Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer Edisi
Kedua.Jakarta. Erlangga.Hlm. 79.

51

tersebut diangkat untuk disetujui dan dipahami bersama pengertiannya.


Karena itulah kita mengenal perbedaan bahasa bergantung pada tiap
kebudayaan atau kelompok manusia yang menggunakannya. Bahasa dapat
bersifat arbitrer atau mana suka, asalkan makna kata tersebut dapat diterima
secara komunitas dan disetujui sebagai bentuk bahasa.
Namun syarat bahasa ternyata tidak hanya terbatas pada penggunaan
organ pendengaran dan bicara saja, jauh sebelum bahasa lisan terbentuk
manusia telah mengenal bentuk bahasa lain, yakni bahasa tubuh dimana
komunikasi menggunakan alat gerak tubuh untuk membentuk simbol tertentu
yang membentuk makna tertentu.

Penggunaan bahasa tubuh tersebut

diaplikasikan ke dalam bentuk bahasa isyarat sebagai bentuk komunikasi


kaum tuna rungu. Kaum tuna rungu tidak mampu memanfaatkan alat bicara
mereka sehingga mereka akan menggunakan alat gerak tubuh yang lain untuk
mengekspresikan maksud mereka, dan penerima akan menerima simbolsimbol tubuh tersebut sebagai sebuah pesan. Bahasa isyarat merupakan alat
komunikasi utama pada kaum tuna rungu dimana ciri bahasa tersebut
memanfaatkan indra penglihatan dan alat gerak tubuh.

52

Gambar 1. Bahasa Isyarat huruf. Sumber : Kamus SIBI

Gambar 2. Bahasa Isyarat angka. Sumber : Kamus SIBI

Bahasa isyarat berkembang dan memiliki karakteristik yang berlainan


pada tiap negara. Di Indonesia, bahasa isyarat yang telah diberlakukan secara
nasional adalah SIBI atau Sistem Isyarat Bahasa Indonesia. Sistem Isyarat
Bahasa Indonesia dikembangkan menurut kaidah-kaidah pengembangan

53

sistem yang isyarat yang merupakan salah satu kriteria untuk membuat sistem
isyarat yang tepat guna bagi pelajar tuna rungu, yaitu49:
1) Sistem isyarat harus secara akurat dan konsisten mewakili tata bahasa/
sintaksis bahasa indonesia yang paling banyak digunakan oleh
masyarakat indonesia.
2) Tiap isyarat dalam sistem yang disusun harus mewakili satu kata dasar
yang berdiri sendiri atau tanpa imbuhan, tanpa menutup kemungkinan
adanya beberapa perkecualian bagi dikembangkannya isyarat yang
mewakili satu makna.
3) Sistem isyarat yang disusun harus mencerminkan situasi sosial,
budaya, dan ekologi bangsa indonesia.
4) Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan kemampuan
dan kejiwaan siswa.
5) Sistem isyarat harus disesuaikan dengan perkembangan bahasa siswa,
termasuk metodologi pengajaran.
6) Sistem isyarat harus memperhatikan isyarat yang sudah ada dan
banyak dipergunakan oleh kaum tuna rungu.
7) Sistem isyarat harus mudah dipelajari dan digunakan oleh siswa, guru,
orang tua siswa, dan masyarakat.
8) Isyarat dirancang harus memiliki kelayakan dalam wujud dan
maknanya. Artinya wujud isyarat harus secara visual memilliki unsur
pembeda makna yang jelas, tetapi sederhana dan indah/ menunjukkan
sifat yang luwes (memiliki kemungkinan untuk dikembangkan), jelas
dan mantap (tidak berubah-ubah artinya).
Berdasar pada ciri-ciri kaum tuna rungu dalam berkomunikasi, yakni
menggunakan bahasa isyarat. Maka dapat kita simpulkan bahwa cara utama
kaum tuna rungu dalam memahami makna bahasa adalah dengan memahami
hal-hal yang mereka lihat. Seringnya mereka terbiasa melihat bentuk simbol
isyarat secara berulang akan membentuk makna bahasa dalam diri mereka
dan jika simbol tersebut digunakan dalam satu komunitas kaum tuna rungu
49

Kamus SIBI

54

yang sama maka hal itu sudah menjadi bentuk bahasa. Perbedaan bentuk
makna bahasa pada orang normal ternyata juga terjadi pada kaum tuna rungu.
Antara komunitas kaum tuna rungu satu dengan kaum tuna rungu lainnya
juga terjadi perbedaan istilah dalam penggunaan bahasa isyarat, hal ini terjadi
karena adanya perbedaan budaya dimana tuna rungu tersebut tinggal.
Minimnya pengetahuan orang tua terhadap kondisi tuna rungu
mengakibatkan tuna rungu terlambat dalam mendalami bahasa. Simbolsimbol visual yang akan dijadikan referensi untuk diajarkan pada anak tuna
rungu harus disesuaikan dengan ciri budaya dimana anak tuna rungu tersebut
tinggal. Penggunaan gambar yang akan digunakan untuk menjelaskan makna
kata juga harus disesuaikan dengan karakteristik budaya anak tuna rungu
tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan identifikasi anak tuna
rungu dengan hal-hal yang dilihatnya dan mereka alami di lingkungan tempat
tinggalnya.
Secara garis besar unsur-unsur yang terdapat pada media visual terdiri
atas garis, bentuk, warna, dan tekstur (Azhar Arsyad, 1997:109-110). Garis,
adalah kumpulan dari titik-titik. Dengan demikian terdapat banyak jenis garis,
diantaranya adalah :

Gambar 3. Macam-macam garis. Sumber visualiasi penulis

Bentukan sebuah garis juga dapat menimbulkan persepsi tertentu pada


penglihatnya. Bentukan garis yang hitam tebal akan menimbulkan sifat keras
dan kuat bentukan garis yang tipis akan menimbulkan sifat lembut dan halus.
Garis putus-putus akan menimbulkan kesan bayangan atau menandakan

55

adanya sebuah pergerakan dari tempat semula. Garis dapat dibentuk untuk
menunjukan ekspresi wajah manusia yang digunakan untuk menunjukan
sifatsifat manusia.

Gambar 4. Bentukan garis dapat membentuk ekspresi

56

Bentuk, adalah sebuah konsep simbol yang dibangun atas garis-garis


atau gabungan garis dengan konsep-konsep lainnya. Seperti pada contoh di
bawah ini : Hubungan garis-garis yang tampak pada gambar tersebut tampak
menjadi sebuah bentuk yakni mobil.

Gambar 5. Gabungan garis membentuk simbol mobil. sumber


visualisasi penulis

Warna, digunakan untuk memberi kesan pemisahan atau penekanan,


juga untuk membangun keterpaduan, bahkan dapat mempertinggi tingkat
realisme dan menciptakan respon emosional tertentu

Gambar 6. Warna dapat menciptakan kesan emosional. Sumber


visualisasi penulis

57

Gambar 7. Kombinasi warna playful

Bentuk

pembelajaran

bahasa

yang

digambarkan

juga

harus

disesuaikan dengan level usia anak dalam menangkap makna sebuah gambar.
Level pembelajaran ini sama halnya dengan level pembelajaran bahasa pada
anak normal dimana tahapantahapannya terjadi secara berurutan. Sehingga
jika diperlihatkan dalam diagram level usia tersebut dapat digambarkan
seperti berikut.

58

Gambar 8. Level Pola Bahasa Manusia

Level ini digunakan untuk membentuk pola bahasa pada anak tuna rungu.
Level usia tersebut adalah :

Untuk anak tuna rungu usia 0-6 tahun dapat dikenalkan terlebih
dahulu terhadap bentukan huruf dan angka sebelum beranjak kepada
pengenalan kata-kata. Bahasa isyarat huruf dan angka dapat
dikenalkan pada tahap usia ini.

Selanjutnya menginjak usia 6-10 tahun pengenalan kata-kata dasar


dengan penjelasan gambar dengan ciri single picture atau gambargambar tunggal yang mewakili satu kata

Menginjak usia 10-12 tahun, anak tuna rungu sudah dianggap mampu
untuk memahami bentukan gambar bercerita dengan penjelasan kata
dalam bentuk kalimat sederhana. Pola kalimatnya mengikuti struktur
pola kalimat dalam bahasa Indonesia. Yakni dengan struktur SubjekPredikat-Objek-Keterangan (SPOK)

Pada usia 12 16 tahun, memasuki masa remaja, anak tuna rungu


sudah mampu untuk memahami kalimat dalam sebuah paragraf
bercerita. Penggunaan gambar penjelas sudah semakin minim karena

59

perbendaharaan kata sudah dianggap cukup. Dan anak tuna rungu


sudah mulai belajar berbahasa melalui pengalaman langsung dengan
dunia sekitarnya.

Usia 16 tahun ke atas perkembangan bahasa sudah cukup pesat dan


hanya perlu penambahan istilah-istilah kiasan dalam bahasa Indonesia
yang dapat mereka peroleh dengan berinteraksi dengan orang-orang
normal. Kecakapan berbahasa akan bertambah seiring denga
seringnya aktivitas komunikasi.

60

BAB III
GAMBARAN UMUM SEKOLAH LUAR BIASA
FROBEL MONTESSORI

1. Sejarah singkat SDLB Frobel Montessori


Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu tujuan Nasional
seperti yang tersurat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945.
Untuk mewujudkan cita-cita tersebut ditempuh dengan berbagai usaha, agar
mutu pendidikan dan kesempatan belajar terlaksana dengan baik. Usaha tsb.
Termasuk pula bagi anak berkebutuhan khusus (cacat). Pendidikan
berlangsung seumur hidup dan dilaksanakan dalam rumah tangga, sekolah
dan masyarakat. Karena itu pendidikan adalah tanggung jawab bersama
antara Pemerintah, orang tua dan Masyarakat.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tunarungu Frobel Montessori
adalah salah satu unit di Yayasan Frobel Montessori yang memberikan
pelayanan pada jenjang pendidikan Taman Kanak - kanak Luar Biasa
(TKLB).
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) Tunarungu Frobel Montessori
adalah salah satu unit di Yayasan Frobel Montessori yang memberikan
pelayanan pada jenjang pendidikan Taman Kanak - kanak Luar Biasa
(TKLB).
Sejak berdirinya sampai saat ini sudah meNazeylaskan siswa
sebanyak 57 orang peserta didik. Dari jumlah peserta didik melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB) di Frobel Montessori. Pada
saat ini Sekolah Luar Biasa Frobel Montessori menangani 50 peserta didik,
terdiri dari 7 rombongan dari kelas I sampai IX. Domisili siswa tersebar
diwilayah Jabodetabek.
SDLB Frobel Montessori memiliki seorang Kepala Sekolah, 1 orang
Wakil Kepala Sekolah yang diberikan tugas mengajar Bina Wicara. Tenaga
Pendidik Berjumlah 8 orang guru yang diberi tugas sebagai guru kelas 5
orang, guru ketrampilan 1 orang, Guru Bina Wicara 1 orang, Guru Bina
60

61

Komunikasi Persepsi Bunyi 1 orang. Dalam melaksanakan kegiatan sehari


hari SDLB Frobel Montessori dinabtu 1 orang tenaga Tata Usaha.
Untuk

melaksanakan

kegiatan

pembelajaran

SDLB

Frobel

Montessori menggunakan sarana 10 ruang kelas, 1 ruang Bina Wicara, 1


ruang Ketrampilan, 1 ruang BKPBI, 1 ruang Guru, 1 Ruang Kepala Sekolah,
1 ruang TU, 1 ruang Dapur, 1 ruang Audiologi, 1 ruang Pelatihan, 1 ruang
Aula, toilet untuk Guru / Karyawan, peserta didik putra/putri, 1 ruang Komite
Sekolah. Komite Sekolah berfungsi membantu proses berlangsungnya
pendidikan di SDLB Frobel Montessori. SDLD Frobel Montessori memiliki
program yang mengacu pada program SDLB dan Reguler, berlangsung
selama 8 tahun dari kelas I IV. SDLB Frobel Montessori juga memberikan
kesempatan bagi peserta didik yang mampu menyelesaikan program SDLB
kurang dari 8 tahun.

2. Profil Sekolah SDLB Frobel Montessori Condet Jakarta Timur.

1.

Identitas Sekolah
Nama Sekolah

: SLB B Frobel Montessori

Satuan Pendidikan

: SDLB

NIS

: 100780

Status Sekolah

: Swasta

Alamat Sekolah

: Jl. Masjid Al Mabruq, No.18


Condet Balekambang, Kramat Jati,
Jakarta Timur.

Telepon Sekolah

: ( 021) 8001637

Tahun Berdiri

: 1983

Kepemilikan Tanah

: Yayasan

Status Banguan

: Yayasan

Luas Tanah

: 500

62

2.

Sumber Daya Sekolah


a.

Keadaan Peserta Didik


1) Jumlah Peserta Didik

b.

: 40 orang

Keadaan Guru
1) PNS

: 7 orang

2) Guru Bantu

: 7 orang

3) GTY

: 2 orang

Latar belakang Pendidikan Guru

S1 PLB

: 5 orang

SGPLB

: 3 orang

SMA

: 3 orang

Gambar 10. SLB Frobel Montessori

63

3. Analisis, Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Tantangan


Analisis SWOT sebagai impletansi dari Permen 22, 23, dan 24 tahun 2006
pada SDLB SLB B Frobel Montessori.

No.
1

Fungsi dan
Faktor

Kondisi Ideal

Kondisi Nyata

Siap

Tidak

Faktor Internal
1.1.Komite
Sekolah

Mendukung

Mendukung
-

Belum
semua guru
mengajar
sesuai
dengan latar
belakang
pendidikan
dan
keterampilan
40 % S1
PLB

15 %

1.4.Sarana
Prasarana

Lengkap
memedai
Aksebilitas
memadai

Belum
lengkap dan
memadai
Belum
memadai

1.5.Biaya

Terpenuhi

Masih belum
terpenuhi

1.6.Pengawas
Sekolah

Mendukung

Mendukung

Mendukung

Mendukung

1.2.Pendidikan

1.3.Tenaga
kependidikan

Persiapan

Mengajar
sesuai
dengan
latra
belakang
pendidikan

Jenjang S1

Minimal
berijazah
SMA

Faktor Eksternal
2.1.Dinas
Pendidikan
Kota

64

2.2. Lingkungan
Masyarakat

Mendukung

Kurang
Mendukung

4. Tujuan, Visi dan Misi SLB Frobel Montessori


a. Tujuan Sekolah
Tujuan pendidikan SLB-B Frobel Montessori adalah :
1) Terwujudnya pelayanan pendidikan bagi peserta didik yang telah
menyelesaikan pendidikan di tingkat TKLB.
2) Terwujudnya program kurikulum dan ekstra kulikuler siswa SDLB
yang bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan,
dan sikap setaraf / sama dengan SD.
3) Terwujudnya pelayanan pendidikan di tingkat SDLB untuk
dipersiapkan melanjutkan pendidikan peserta didik ke jenjang
pendidikan yang lebih tinggi.
4) Memberikan kesempatan pada peserta didik yang pandai untuk
menyelesaikan pendidikan di SDLB lebih cepat dari yang sudah
ditentukan (akselerasi).

b. Visi Sekolah
Terwujudnya pemberdayaan Tuna Rungu seoptimal mungkin sehingga
berkembang menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa kepada Tuhan YME,
berguna bagi diri sendiri, masyarakat, nuasa dan bangsa.

c. Misi Sekolah
1) Mencegah, mengurangi dampak keTunarunguan melalui kegiatan
assesment psikologis dan audiometris serta mengupayakan peakaian
alat bantu mendengar serta mengupayakan pemakaian alat bantu
mendengar serta efektif.

65

2) Membuka kesempatan pendidik bagi anak tuna rungu pada satuan


pendidikan di TKLB, TK reguler atau pindahan dari SDLB lain dan SD
reguler.
3) Menyediakan berbagai jalur dan program pendidikan pendidikan sesuai
perkembangan kemampuan siswa.
4) Mengupayakan

tamatan

SDLB

yang

mempunyai

pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih


tinggi (SMPLB atau SMP reguler).
5) Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDLB.
6) Memberikan pembinaan agama sesuai dengan agama/kepercayaan yang
dianut peserta didik.
7) Berupaya menyediakan berbagai fasilitas dan sarana penunjang untuk
berbagai macam mata pelajaran.
8) Menyediakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai.
9) Membimbing orang tua agar memiliki pengetahuan seperti sikap yang
tepat dan efektif bagi anak Tunarungu usia sekolah.
10) Mengupayakan sosialisasi tentang hakekat keTunarunguan.
11) Mengupayakan sumber daya manusia yang berdedikasi dan profesional.

5. Fasilitas SLB Frobel Montessori Condet Jakarta Timur


1) Bangunan Utama Terdiri dari :
Ruang Perkantoran
Ruang Belajar
Ruang Ketrampilan
Runag Perpustakaan
Ruang Asesmen
Ruang Tamu
Ruang UKS
Ruang Praktik Salon
Kamar Kecil
Halaman Upacara Bender

66

2) Unit gedung olahraga dan latihan orientasi mobilitas / AULA


3) Unit Asrama Siswa
4) Unit Dapur dan tempat makan
5) Tempat Ibadah/ Mushola
6) Tempat Parkir

6. Keadaan Guru dan Tenaga Non Guru di SLB B Frobel Montessori


Sekolah Luar Biasa-B Frobel Montessori memiliki 10 Guru yang
kompeten dalam bidang pengajaran anak luar biasa, khususnya anak-anak
yang memiliki kelainan/tunarungu. Dari 10 Guru yang di miliki Sekolah
Luar Biasa-B Frobel Montessori ini terdapat enam Guru yang mempunyai
kualifikasi mengajar di sekolah luar biasa. Akan tetapi hal ini bukanlah
penghambat bagi Guru-Guru yang lain yang tidak mempunyai kualifikasi
mengajar di sekolah luar biasa untuk meningkatkan profesionalitas
mengajarnya di SDLB-B Frobel Montessori ini.
Untuk Guru agama Islam maupun agama Katholik atau Kristen
diatasi dengan cara memanfaatkan Guru bidang studi yang beragama Islam
maupun Katholik atau Kristen. Dan Guru bidang studi ini merangkaprangkap mata pelajaran yang lain.
Tugas administrasi dilakukan oleh kepala sekolah dan Guru.
Tenaga pesuruh merangkap sebagai pengemudi kendaraan untuk antar
jemput siswa dengan.
Adapun banyak Guru SDLB-B Frobel Montessori berjumlah 11
orang. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat tabel di bawah ini.

67

Tabel 2. Data Guru dan Tenaga Non Guru


di SDLB-B Frobel Montessori
Status

No

Nama

Jabatan

Pendidikan

Guru Kelas

Nunung Nurjanah

Kep Sek

SGPLB

Artikulasi

PNS

Suprihatin S.Pd.

Guru

S1

Guru Kelas

PNS

Nur Enny
Setyawati S.Pd.

Guru

S1

Guru Kelas

PNS

Dra. Sri Wahyuni

Guru

S1

Guru Kelas

PNS

Hartoyo S.Pd.

Guru

S1

Guru Kelas

PNS

Nani Rustiatin

Guru

SGPLB

Guru Kelas

PNS

Ngadiyo

Guru

SGPLB

Guru Kelas

PNS

Undarwati S.Pd.

Guru

S1

Guru Kelas

Guru
Bantu

Yudi Kristiyanto

Guru / TU

SMA

10

Nurma Setyawati

Guru

SMA

11

MI. Sri Hartati

Guru

SMA

Guru
Ketrampilan
Guru
Ketrampilan
Guru
Ketrampilan

Pegawai

GTY
GTY
GTY

7. Keadaan Siswa SDLB-B Frobel Montessori


Siswa merupakan salah satu dari beberapa faktor pendidikan. Siswa
dan Guru sangat erat kaitannya dalam proses belajar mengajar. Sebagaimana
observasi yang dilakukan penulis, bahwa keadaan siswa di sekolah
menengah pertama luar biasa tunarungu ini memiliki keterbatasan berbicara
dan mendengar. Disini, Guru di tuntut untuk berperan aktif dalam
menyampaikan materi pelajaran. Berdasarkan data yang diperoleh, siswa
tingkat Sekolah Dasar di SDLB-B Frobel Montessori berjumlah 46 siswa.

68

Siswa tingkat Sekolah Dasar di SDLB-B Frobel Montessori ini


mayoritas beragama islam sedangkan yang beragama Kristen berjumlah 7
siswa. Gambaran mengenai keadaan siswa SDLB-B Frobel Montessori
dapat dilihat pada tabel 3 di bawah ini:

Tabel 3. Data Siswa di SDLB-B Frobel Montessori


Tahun Ajaran 2013-2014

No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24

Nama
Alya Humairoh
Muhammad Raihan
Aprilia Dwi Zahra
Dwi Yunanda Oktaviera
Rizka Aprilia Hasanah
Dezan Ilyas Rozi
M. Alfarizi Afena
Muhammad Ali
Bhagas Zuhalda
Bhagus Zuhaldy
Risnawati
Winda Safitri
Kornelius Yogi Wiryanto
Ika Wulandari
Dewi Nurmala Sari
Dwianto Candra Putra
Nani Aliya
Arrayan Bagus Novranda
Zahwa Assabila
Umar Adzan Bahri
Muslim Haris
Sella Sekar Dianti
Nazeyla Afrilia Putri
Rusman Hadi Nul Islam

Kelas
I
I
I
I
I
I
I
I
I
II
II
II
II
II
II
II
II
II
II
III
III
III
III
III

Jenis
Kelamin
P
L
P
P
P
L
L
L
L
L
P
P
L
P
P
L
P
L
P
L
L
P
P
L

Agama
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Kristen
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam
Islam

69

Tabel 2. Jumlah Siswa tiap kelas berdasarkan Jenis Kelamin di SDLB-B


Frobel Montessori Tahun Ajaran 2013-2014

No

Jenis kelamin

Kelas

Jumlah

II

III

Laki-laki

11

Perempuan

13

10

24

Jumlah

Series1;
perempuan ;
13; 54%

Series1; lakilaki; 11; 46%

Gambar 4. Jumlah Siswa berdasarkan Jenis Kelamin di SDLB-B


Frobel Montessori Tahun Ajaran 2013-2014

8. Kurikulum Sekolah Luar Biasa


Kurikulum

yang berlaku di SDLB sebagian besar telah

menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP). Secara


proporsional kurikulum pada SDLB menitikberatkan pada program
keterampilan

42%

dan

SMPLB

menitikberatkan

pada

program

keterampilan 62% .
KTSP adalah kurikulum operasional yang di susun oleh dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan . KTSP terdiri dari

70

tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, strukrur dan muatan


kurikulum tingkat satuan pendidikan ,kalendar pendidikan dan silabus .
KTSP terdiri kelompok mata pelajaran muatan lokal dan
Pengembangan diri . pada satuan pendidikan SDCB dan SMPCB terdapat
program khusus , di mana setiap satuan Pendidikan disesuaikan dengan
jenis kegunaan perserta didik .
KTSP mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB,
Dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus
untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin
dan untuk mendapatkan perkerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri
di masyarakat dan dapat bersaing di era global . kurikulum ini
memungkinkan siswa dapat belajar atau Mempelajari sesuai dengan bakat
dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada SDLB ,
dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktek cukup
proposional .

71

BAB IV
HASIL PENERAPAN POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID

A. Penerapan Pola Komunikasi Intrapersonal Dalam Pembelajaran Agama


Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori

Komunikasi intrapersonal adalah penggunaan bahasa atau pikiran yang


terjadi di dalam diri komunikator sendiri antara self dengan God. Komunikasi
intrapersonal dalam pembelajaran Agama Islam bagi anak Tunarungu Di
SDLB-B Frobel Montessori terjadi melalui aktivitas berdo'a, bersyukur dan
instrospeksi diri.
Penerapan pola komunikasi dalam pembelajaran Agama Islam bagi
Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori dalam dilihat dari cara Guru
dalam memberikan nasehat melalui pesan nonverbal yang ditampakkan. Guru
Agama Islam tidak hanya memerintah tanpa melakukan tetapi selalu
memberikan contoh kepada muridnya melalui kedisiplinan Guru dalam
kehidupan sehari-hari, seperti memberikan contoh dalam sholat berjamaah.
Di sini Guru tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Dengan sikap
Guru seperti itu, maka dengan sendirinya murid akan mengikuti Guru dalam
berjamaah. Selain itu, dalam semua disiplin Guru selalu menunjukkan bahwa
dia adalah contoh yang baik bagi muridnya karena murid akan menitu semua
yang dilakukan Gurunya. Disini terlihat bahwa transformasi nilai akhlak yang
baik dapat dilakukan dengan member nasehat pada semua kegiatan.

Dalam proses belajar pembelajaran anak tunarungu yaitu memakai


bahasa bibir dan bahasa isyarat. Bahasa isyarat ada dua macam yang pertama
bahasa isyarat per-abjad dan yang kedua bahasa isyarat bentuk per-kalimat.
Biasanya bahasa isyarat seperti ini sebagai pelengkap bahasa bibir saja. Hal
tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku
Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori,
sebagai berikut:
71

72

dalam pembelajaran anak tunarungu, kita harus tahu kebutuhan


tentang pembelajaran anak tunarungu, anak tunarungu dalam pembelajaran
harus memakai bahasa isyarat atau bahasa bibir sebisa mungkin dengan
memakai bahasa bibir bagaimana caranya kita, yaitu antara Guru dan siswa
harus berhadapan dan pelan pelan dan pelan sebisa mungkin anak itu bisa
membaca gerak bibir kita dan tidak boleh terhalangi dari pandangan anak1.

Sedangkan dalam proses belajar mengajar di haruskan memakai media


atau alat bantu supaya siswa mudah untuk menerima pelajaran. Karena siswa
yang berkebutuhan khusus khususnya tunarungu tidak bisa menerima atau
lambat untuk menerima pelajaran secara langsung tanpa adanya media. Hal
tersebut sebagaimana yang di ungkapkan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd selaku
Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori,
sebagai berikut:
pembelajaran di usahakan dengan menggunakan media gambar,
benda karena anak tunarungu sangat sulit untuk menggambarkan bentukbentuk abstrak, contohnya pembelajaran IPA kita menerangkan tentang ikan
itu sebaiknya ada bendanya, anak bisa melihat bisa mengeksplorasi benda itu,
pembelajaran IPS menggunakan peta/globe anak bisa melihat benda itu
bahwa globe seperti itu seperti ini. Kalau kita menerangkan biasa tanpa ada
gambar atau benda itu sulit di bayangkan untuk anak tunarangu, jadi lebih
bagus ada media, kalau pembelajaran PAI kita menerangkan tentang sholat,
tata cara sholat yang benar sebaiknya dalam bentuk praktek, Guru memberi
contohnya dulu kemudian murid menirukan. Kalau ada yang salah Guru
membetulkan2.
memberikan nasehatnya dalam kegiatan Adapun untuk mengetahui
seberapa efektif proses dalam kegiatan belajar pembelajaran Pendidikan
Agama Islam di dalam kelas sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur Eni
Setiawati, S.Pd selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B
Frobel Montessori, sebagai berikut:

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-1100
2
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

73

.Jadi ketika saya menerangkan satu pokok bahasan anak itu


tidak bertanya atau diam Guru yang bertanya, jadi ilmu yang saya sampaikan
atau ditranferkan sudah dimengerti apa belum kalau tetap diam saya pakai
umpan balik, kalau siswanya tidak bertanya jadi saya yang bertanya atau
menanyai siswa, jadi saya bisa mengevaluasi berapa persen materi yang di
serap oleh siswa itu3
Sedangkan untuk mengetahui kemampuan dan pemahaman yang
dimiliki oleh para siswa tunarungu dalam menerima pelajaran Pendidikan
Agama Islam sebagaimana yang dikemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd
selaku Guru Pendidikan Agama Islam di SD Luar Biasa B Frobel Montessori,
sebagai berikut:
Kalau menurut pengamatan saya kemampuan dan pemahaman
yang dimiliki oleh siswa tunarungu itu berbeda-beda. Yang pertama
tergantung pada tingkat kecerdasannya anak, dan yang kedua minat siswa itu
untuk belajar dan mengulang-ulang materi materi yang sudah di sampaikan
oleh Guru di sekolah, dan yang ketiga tergantung dari tingkat ketulian siswa
tersebut biasanya anak yang masih mempunyai sisa pendengaran itu lebih
bagus penyerapan materi daripada anak yang total tingkat ketuliannya, kalau
pencapaian ketuntasan minimal semuanya hampir bisa mencapai tingkat
ketuntasan yang ditetapkan oleh sekolah ini4.
Tentunya dalam proses belajar pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada siswa tunarungu ini tidaklah mudah pasti terdapat kendala atau
problematika yang menghambat jalannya proses pembelajaran ini. Adapun
kendala atau problematika dalam pembelajaran agama islam pada siswa
tunarungu. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd
sebagai Guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut:
Hambatan pertama adalah komunikasi sebab apa untuk proses
kegiatan belajar pembelajaran, transfer ilmu yang penting adalah pertama
melihat, pendengaran dan pengalaman anak dan anak tunarungu dia
kekurangan pendengaran sehingga hambatannya itu komunikasi kalau
komunikasinya sudah sulit untuk transfer ilmu juga sulit untuk
pembelajarannya kita sulit5.
3

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
4
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
5
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

74

Sama halnya dengan jawaban kepala sekolah yang sependapat


dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang hambatan-hambatan yang di
hadapi oleh Guru Pendidikan Agama Islam selama proses belajar
pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas beliau mengatakan:
Hambatan pada anak tunarungu pada umumnya terletak pada
gangguan pendengaran sehingga hubungannya dengan ilmu pengetahuan
untuk pemahamannya sulit karena kurangnya pembendaharaan kata sangat
terbatas6.
Untuk mengatasi atau solusi dari problematika Pendidikan Agama
Islam hal ini di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd sebagai Guru
Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut:
untuk mengatasi hal seperti ini dia tidak bisa mendengar selama ini
kita pakai adalah 1. bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara
pelan,pelan dan pelan anak bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga
anak sudah bisa mengartikan apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang
diucapkan. 2. kalau bahasa bibir belum sempurna kita selingi dengan bahasa
isyarat, anak itu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat. Terus 3. ada juga
pakai media penglihatan anak kan normal tidak ada kecacatan materi juga
saya tulis juga biasanya rangakuman atau apa-apa. Dengan media gambargambar jadi anak bisa mengeksplorasi bias mengartikan bisa menjelaskan dari
gambar-gambar tersebut yang ke 4 dengan audiovisual yaitu lihat film jadi
anak tahu dari cerita-cerita itu dan melihat gerakan-gerakan cerita tersebut7.
B. Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama
Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori
Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama
Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori adalah dengan 1.
bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara pelan,pelan dan pelan anak
bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga anak sudah bisa mengartikan

Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei
2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00
7
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

75

apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang diucapkan. 2. kalau bahasa bibir
belum sempurna kita selingi dengan bahasa isyarat, anak itu akan lebih
mengerti pakai bahasa isyarat. 3. ada juga pakai media penglihatan anak kan
normal tidak ada kecacatan materi juga saya tulis juga biasanya rangakuman
atau apa-apa. Dengan media gambar-gambar jadi anak bisa mengeksplorasi
bias mengartikan bisa menjelaskan dari gambar-gambar tersebut yang ke 4
dengan audiovisual yaitu lihat film jadi anak tahu dari cerita-cerita itu dan
melihat gerakan-gerakan cerita tersebut.
Sebagaimana implementasi atau pelaksanaan pendidikan pada
umumnya. Pendidikan siswa tuna rungu dsn tuna wicara juga memerlukan
sarana pendidikan seperti yang dikatakan oleh salah satu Guru SDLB-B
Frobel Montessori.
Pelaksanaan PAI di sini hampir sama dengan anak normal
kurikulumnya juga hampir sama tapi ada modifikasinya jadi mungkin lebih
sedikit pencapaian materi di banding anak normal dan juga seandainya, 1 sub
pokok pembahasan di anak normal 1 minggu sudah selesai, tapi kalau di anak
berkebutuhan khusus khususnya tunarungu mungkin 1 bulan atau 2 minggu
baru selesai jadi di sesuaikan dengan kebutuhan siswa.8
Sama halnya dengan jawaban Nunung Nurjanah, S.Pd yang sependapat
dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd tentang implementasi strategi Pendidikan
Agama Islam beliau mengomentari:
"Biasanya pembelajaran anak normal 1X harus selesai supaya anak
memperhatikan kalau anak berkebutuhan khusus khususnya anak tunarungu
itu harus berulang-ulang agar mengerti, dan pencapaian materi disesuaikan
dengan siswanya walaupun kita sudah memakai kurikulum9.
Dari hasil wawancara tersebut dapat di ketahui bahwa pelaksanaan
strategi pembelajaran Pendidikan Agama Islam hampir sama atau tidak jauh
berbeda dengan sekolahan pada umumnya. Dan juga kurikulumnya hampir
sama dengan kurikulum yang ada di sekolah yang lain. Akan tetapi kurikulum

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
9
Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei
2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00

76

yang ada di tingkat SD Luar Biasa B Frobel Montessori ini dimodifikasi


karena di SDLB-B Frobel Montessori ini merupakan sekolah untuk anak yang
mengalami keterbatasan pendengaran dan keterbatasan berbicara atau disebut
dengan tunarungu-wicara dan kurikulumnya di sesuaikan dengan keadaan
siswa jadi untuk pencapaian materi lebih sedikit di banding dengan anak
normal.
Tentunya dalam proses belajar pembelajaran Pendidikan Agama
Islam pada siswa tunarungu ini tidaklah mudah pasti terdapat kendala atau
problematika yang menghambat jalannya proses pembelajaran ini. Adapun
kendala atau problematika dalam pembelajaran agama islam pada siswa
tunarungu. Sebagaimana yang di kemukakan oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd
sebagai Guru Pendidikan Agama Islam yaitu sebagai berikut:
Hambatan pertama adalah komunikasi sebab apa untuk proses
kegiatan belajar pembelajaran, transfer ilmu yang penting adalah pertama
melihat, pendengaran dan pengalaman anak dan anak tunarungu dia
kekurangan pendengaran sehingga hambatannya itu komunikasi kalau
komunikasinya sudah sulit untuk transfer ilmu juga sulit untuk
pembelajarannya kita sulit10.
Sama halnya dengan jawaban kepala sekolah yang sependapat
dengan Guru Pendidikan Agama Islam tentang hambatan-hambatan yang di
hadapi oleh Guru Pendidikan Agama Islam selama proses belajar
pembelajaran yang berlangsung di dalam kelas beliau mengatakan:
Hambatan pada anak tunarungu pada umumnya terletak pada
gangguan pendengaran sehingga hubungannya dengan ilmu pengetahuan
untuk pemahamannya sulit karena kurangnya pembendaharaan kata sangat
terbatas11.
Dalam kegiatan pembelajaran agama islam pada siswa tunarungu
seorang guru memaparkan bentuk sajian materi yang mudah dicerna dengan

10

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
11
Wawancara dengan Nunung Nurjanah, S.Pd (Kepala Sekolah) pada tanggal 28 Mei
2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11.00

77

bahasa pemahaman mereka sehingga para siswa tunarungu faham tanpa


mengurangi isi yang ada pada materi tersebut. Adapun materi untuk anak
tunarungu adalah sebagai berikut:
a. Materi
Materi Pendidikan Agama Islam untuk tunarungu yang di gunakan adalah
mengacu Kurikulum Pendidikan Luar Biasa SD-LB. Pembelajaran
pendidikan agama islam di sesuaikan dengan kondisi peserta didik yang
berkebutuhan khusus tunarungu.
Kelas III SD Semester 1
Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
1. Al-Quran
Menjelaskan hukum bacaan AlMenerapkan hukum bacaan
Syamsiyah dan Al- Qamariyah
Al-Syamsiyah
dan
Al- Membedakan hukum bacaan AlQamariyah
Syamsiyah dan Al- Qamariyah
Menerapkan
bacaan
AlSyamsiyah dan Al-Qamariyah
2. Aqidah
Menunjukkan tanda-tanda adanya
Meningkatkan
keimanan
Allah SWT
kepada Allah SWT melalui Membaca ayat-ayat Al-Quran
pemahaman sifat-sifatnya
yang berkaitan dengan sifat-sifat
Allah SWT
Menyebutkan arti ayat-ayat AlQuran yang berkaitan dengan
sifat-sifat Allah SWT
Menampilkan prilaku sebagai
cerminan keyakinan akan sifatsifat Allah SWT
3. Memahami Asmaul Husna
Sebutkan arti ayat-ayat Al-Quran
yang berkaitan dengan 10 Asmaul
Husna
mengamalkan isi kandungan 10
Asmaul Husna
4. Akhlak
jelaskan pengertian tawadhu, taat,
Membiasakan perilaku terpuji
qanaah, dan sabar
Menampilkan
contoh-contoh
perilaku tawadhu, taat, qanaah,
dan sabar
Membiasakan perilaku tawadhu,
taat, qanaah, dan sabar

78

Kelas III SD Semester 2


Standar Kompetensi
Kompetensi Dasar
5. Fiqih
Menjelaskan ketentuan-ketentuan
Memahami
ketentuanshalat wajib
ketentuan thaharah (bersuci)
Mempraktikkan sholat wajib
6. Memahami tata cara Shalat
Menjelaskan ketentuan-ketentuan
sholat wajib
Mempraktikkan sholat wajib
7. Memahami Tata Cara Shalat Menjelaskan pengertian shalat
Jamaah dan munfarid (sendiri)
jamaah dan shalat munfarid
Mempraktikkan shalat jamaah dan
shalat munfarid
8. Tarikh dan Hadlarah
Menjelaskan
sejarah
Nabi
Memahami
Sejarah
Nabi
Nuhammad SAW pada masa
Muhammad SAW
periode Mekkah
Menjelaskan
misi
Nabi
Muhammad SAW untuk manusia
dan agama

b. Metode
Biasanya untuk PAI medianya pakai buku teks, gambar, jus amma
untuk baca tulis al-quran, memakai media, audiovisual ada film yang
menerangkan tentang akidah, akhlak dan sholat, anak melihat contohcontoh film tersebut, film tersebut ada pendidikannya itu sudah beberapa
kali saya putarkan di situ anak-anak saya suruh member tanggapan12.
Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa metode media
ini bagi siswa atau anak tunarungu sangat penting sekali. Karena dengan
melihat dan menyaksikan lebih mudah untuk menerima pelajaran. Baik
secara langsung maupun tidak langsung
c. Metode
Berkaitan dengan metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam
yang di pakai memang sangat banyak seperti metode ceramah, metode
Tanya jawab, metode diskusi, dan metode praktek.

12

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

79

Metode pada dasarnya memberi petunjuk kepada apa yang akan


diajarkan oleh guru atau kegiatan guru, yaitu menerapkan apa yang harus
dilakukan oleh guru. Metode mengajar yang di gunakan oleh guru sangat
menentukan kegiatan pembelajaran baik di dalam maupun di luar kelas
mengingat kondisi siswa di SD-LB Frobel Montessori ini adalah anak
tunarungu yang memiliki keterbatasan pendengaran dan keterbatasan
bicara (tunarungu-wicara), maka guru harus bisa memilih metode yang
tepat agar tujuan dari pembelajaran tersebut bisa tercapai. Dari hasil
pengamatan dan observasi dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd di ketahui
bahwa metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) siswa
tunarungu adalah sebagai berikut :
1) Metode demonstrasi
Metode demonstrasi

(praktek) sengaja di

pilih untuk

dipergunakan terlebih dulu dari pada metode ceramah, hal ini di


lakukan agar siswa lebih siap dan lebih bisa memahami pelajaran
dalam menggunakan metode demonstrasi, guru mempraktikkan atau
memperlihatkan suatu cara melakukan sesuatu untuk menunjukkan
suatu benda atau cara kerja misalnya praktik shalat, membagikan
daging qurban waktu idul adha yang berhubungan dengan pelajaran.
Dengan metode demonstrasi (praktik) ini siswa lebih mengerti.
Sesuai dengan yang di katakana oleh Nur Eni Setiawati, S.Pd
sebagai berikut:
..guru memberi contoh sholat, memberi contoh gerakan
yang benar, memberi contoh bacaan yang benar baru siswa
mempraktekkan atau menirukan kalau ada yang salah gurunya
membenarkan terus untuk ada acara-acara hari besar Islam mungkin
romadhan setiap siang diusahakan sholat dhuhur bersama atau
berjamaah. Setelah sholat dhuhur bersama ada kultum (kuliah 7
menit) tentang pendalaman PAI itu di sesuaikan dengan kamampuan
anak. Pada bulan ramadhan juga ada pondok ramadhan sekitar empat
hari sampai 1 minggu kita gunakan atau pakai kegiatan program
Islam seperti ada mengaji, ceramah, sholat tarawih bersama terus
acara yang lain, pada idul adha kita juga mempelajari anak untuk
berqurban, kita umumkan kepada anak atau orang tua siapa yang
mau berkorban dan dalam kegiatan tersebut yang menyembelih,

80

membagikan ke masyarakat dan yang menjadi panitia itu melibatkan


siswa dengan dikoordinasi oleh guru agama islam di situ kita juga
mempelajari siswa nanti kalau sudah masuk ke masyarakat dia sudah
faham atau terampil dan tidak canggung13.
Dari pernyataan di atas bahwa pembelajaran kepada siswa
tunarungu lebih di tekankan kepada praktik. Karena dengan metode
demonstrasi siswa lebih cepat mengerti atau faham. Kalau proses
pembelajaran hanya dengan menerangkan saja siswa tunarungu ini
sulit untuk menerima pelajaran. Karena siswa seperti ini tidak bias
untuk membayangkan sesuatu yang abstrak. Jadi untuk proses
pembelajarannya harus nyata yaitu dengan cara di praktikkan atau
dengan menggunakan media.
2) Metode ceramah
Metode ceramah merupakan cara menyajikan pelajaran
melalui penuturan secara lisan atau penjelasan langsung kepada
siswasiswanya. Sebagaimana yang di katakan oleh Nur Eni
Setiawati, S.Pd sebagai berikut:
Selain dengan metode demonstrasi metode caramah tetep
saya gunakan untuk memperjelas tentang suatu hal kepada siswa.
Karena bagaimanapun metode ceramah biasanya saya gunakan untuk
menjelaskan materi-materi yang memang perlu penjelasan lebih
lanjut dengan tetep menggunakan bahasa isyarat14.
3) Metode Tanya jawab
Terkait dengan penggunaan metode saya juga mengadakan metode
Tanya jawab dengan siswa saya pada awal pelajaran dimana agar
mengetahui kesiapan siswa dan juga untuk melatih kecakapan dalam
berkomunikasi selain itu saya juga mengadakan Tanya jawab pada
akhir pelajaran juga sebagai evaluasi pembelajaran saya selama di
kelas15.

13

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
14
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00
15
Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

81

Dengan adanya metode Tanya jawab guru bisa mengetahui


seberapa persen materi yang di serap oleh siswa tersebut dan juga
bisa efektif dalam proses belajar pembelajaran

4) Metode Problem Solving (pemecahan masalah)


ada juga saya menggunakan pendekatan metode Problem Solving
(pemecahan masalah), jadi saya bentuk kerja kelompok dan kalau
ada masalah saya terangkan bagaimana cara pemecahannya seperti
ini setelah itu kita diskusikan bersama yang terbaik pakai
pemecahannya bagaimana16.
Dari hasil wawancara di atas bahwa dengan penggunaan
metode Problem Solving dan metode kelompok ini siswa di bentuk
menjadi beberapa kelompok setelah itu siswa di beri suatu
permasalahan atau materi dari suatu permasalahan tersebut siswa di
beritahu bagaimana cara pemecahannya yang tepat.

C. Hasil Observasi Pola Komunikasi Pada Pembelajaran Pendidikan


Agama Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori
Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2013 di
ketahui bahwa pola komunikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam
dapat dikatagorikan lancar, hal ini dapat di tunjukkan dengan adanya
proses kegiatan belajar mengajar, adanya interaksi yang aktif antara Guru
dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan juga adanya hubungan
yang erat antara Guru dan siswa waktu di dalam kelas maupun di luar
kelas.
Dalam pelaksanaan strategi Pembelajaran, Aktif, Kreatif, Efektif, dan
menyenangkan (PAKEM) dan Contextual Teaching and Learning (CTL)
guru melakukan langkah-langkah pembelajaran Pendidikan Agama Islam.:

16

Wawancara dengan Nur Eni Setiawati, S.Pd (Guru Pendidikan Agama Islam) pada
tanggal 19 Mei 2013 diruang Guru pada pukul 10.00-11-00

82

Berdasarkan observasi yang peneliti temui dilapangan pada tanggal 23


Mei, hari senin, jam 11.00-12.30 yang dibimbing oleh Nur Eni Setiawati,
S.Pd (guru Pendidikan Agama Islam) terlihat bahwa siswa tunarungu kelas
III sedang melaksanakan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam pada bab
sholat wajib dengan penggunaan strategi CTL (Contextual Teaching and
Learning) yang mana pada waktu itu proses pembelajarannya siswa
dibawa ke musholah untuk melaksanakan praktek sholat mahgrib dan
subuh serta siswa laki-laki praktek sholat untuk menjadi imam.
Peneliti mengamati dengan adanya penggunaan strategi tersebut
bahwa siswa-siswi tunarungu tampak senang karena dengan strategi CTL
dan PAKEM anak tunarungu dapat melakukan secara langsung atau secara
nyata dengan penggunaan strategi PAKEM dan CTL siswa tunarungu
dapat memahami bagaimana tata cara sholat yang benar dan dapat
dilakukan 5 waktu setiap harinya.
Observasi dilakukan selama kurang lebih satu bulan. Observasi
pertama adalah observasi terhadap kondisi obyektif kemampuan bahasa
reseptif dan ekspresif siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori. Peneliti
mengadakan observasi terhadap 5 orang siswa dan upaya yang dilakukan
guru Pendidikan Agama Islam untuk meningkatkan bahasa reseptif dan
ekspresif siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori.

a. Deskripsi Siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori.


Hasil observasi yang terhadap lima siswa beragama Islam dapat
direkam atau dihimpun adalah sebagai berikut:
1) Subjek penelitian kesatu
Subjek penelitian kesatu bernama Muslim Haris, usia 10 tahun,
laki-laki

jenis

ketunarunguan

berat

dan

kemampuan

bahasa

reseptifnya sebagai berikut:


a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat
pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat

83

melakukan, misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di


lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain.
b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Kemampuan ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan
yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang
membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain.
Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan
yang dikemukakan guru.
c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan oleh urunya,
contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek
langsung mengatakan bahwa bukan sore tetapi pagi; (2) guru
mengatakan hari ini adalah Rabu, subjek mengatakan salah,hari
ini kamis; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya
merah, subjek mengatakan bukan, itu warna hijau, dan lainlain.
d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru
menunjukkan tulisan arab kata Bismillahirrahmanirrahim, lalu
menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata
Muslim sholat maghrib berjamaah, lalu menyuruh subjek
membaca;

(3)

guru

menunjukkan

tulisan

arab

kata

Alhamdulillahirrobbil alamin, lalu menyuruh subjek membaca;


dan lain-lain.
e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat
dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan subjek,misalnya : (1)
subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek
dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis
namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.
Dalam penelitian ini peneliti melihat perkembangan bahasa
reseptif Muslim cukup baik/positif. Ada banyak pertanyaan yang
diajukan kepada subjek dan subjek dapat menjawab pertanyaan
tersebut. Misalnya : Muslim siapa yang menulis di buku ini? Ia

84

menjawab,Muslim; guru bertanya, dimana Nazeyla? Muslim


menjawab,

Nazeyla

belum

dating,mungkin

Nazeyla

sakit.

Kemudian guru menyuruh untuk mengambil beberapa bola berwarna


merah dari keranjang bola, Muslim dapat melakukannya. Demikian
juga, ketika guru menyuruh mengambilkan beberapa warna bola
lainnya. Setelah itu guru meminta tolong Muslim memberikan tiga
bola yang berwarna hijau kepada Rusman, dan Muslim melakukan.
2) Subjek penelitian kedua
Subjek penelitian kesatu bernama Rusman Kamil, usia 10
tahun, laki-laki jenis ketunarunguan berat dan kemampuan bahasa
reseptifnya sebagai berikut:
a) Mamahami setiap sapaan dan pertanyaan sederhana. Kemampuan
ini dapat dilihat dari sapaan dan klaimat-kalimat pertanyaan yang
di lontarkan guru.misalnya pada kalimat: (1) Selamat pagi Rusman,
selamat pagi ibu, jawab Rusman; (2) Rusman dimana Ibu Nani?
Rusman menunjukkan kearah pintu, yang mau mengatakan bahwa
ibu Nani ke luar; (3) Rusman hari ini kamu membawa apa?
Rusman menunjukkan mainannya; (4) Rusman mainan kamu
berbentuk apa? Rusman menjawab, berbentuk robot. Anak dapat
menjawab pertanyaan sederhana yang diajukan kepadanya.
b) Mampu memahami perintah-perintah sederhana. Hal ini dapat
dilihat dalam kalimat perintah berikut ini : (1) Rusman silakan
duduk; (2) Rusman ambil bukumu; (3) ayo berdoa, ayo makan,
ayominum, ayo berdiri, ayo pulang,ayo pergi.
c) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat
dilihat dari dan kalimat yang dituliskan subyek, misalnya : (1)
Rusman dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) Rusman
dapat menulis namanya sendiri, orang tua, teman dan guru; (3)
Rusman dapat menulis percakapan dari papan tulis dan lain-lain.
d) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Kemampuna ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan

85

yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang


membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain.
Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan
yang dikemukakan guru.
e) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya,
contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek
langsung mengatakan bahwa bukan sore tetapi pagi; (2) guru
mengatakan hari ini adalah Rabu, subjek mengatakan salah,hari
ini kamis; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya
merah, subjek mengatakan bukan, itu warna hijau, dan lainlain.
Dalam penelitian ini peneliti melihat perkembangan bahasa
reseptif Rusman cukup baik/positif. Ada banyak pertanyaan yang
diajukan kepada subjek dan subjek dapat menjawab pertanyaan
tersebut. Misalnya : Rusman siapa yang menulis di buku ini? Ia
menjawab,Rusman; guru bertanya, dimana Nazeyla?

Rusman

menjawab, Nazeyla ada dikelas. Kemudian guru menyuruh untuk


mengambil beberapa bola berwarna merah dari keranjang bola,
Rusman dapat melakukannya. Demikian juga, ketika guru menyuruh
mengambilkan beberapa warna bola lainnya. Setelah itu guru meminta
tolong Rusman memberikan tiga bola yang berwarna hijau kepada
Rusman, dan Rusman melakukan.

3) Subjek penelitian ketiga


Subjek penelitian kesatu bernama Umar Kamil, usia 10 tahun,
laki-laki

jenis

ketunarunguan

berat

dan

kemampuan

bahasa

reseptifnya sebagai berikut:


a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat
pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat
melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di
lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain.

86

b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh


guru. Kemampuan ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan
yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang
membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain.
Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan
yang dikemukakan guru.
c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya,
contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek
langsung mengatakan bahwa bukan sore tetapi pagi; (2) guru
mengatakan hari ini adalah Rabu, subjek mengatakan salah,hari
ini kamis; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya
merah, subjek mengatakan bukan, itu warna hijau, dan lainlain.
d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru
menunjukkan tulisan arab kata Bismillahirrahmanirrahim, lalu
menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata
Muslim sholat maghrib berjamaah, lalu menyuruh subjek
membaca;

(3)

guru

menunjukkan

tulisan

arab

kata

Alhamdulillahirrobbil alamin, lalu menyuruh subjek membaca;


dan lain-lain.
e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat
dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1)
subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek
dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis
namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.

4) Subjek penelitian keempat


Subjek penelitian kesatu bernama Sella Refis, usia 10 tahun,
perempuan jenis ketunarunguan sedang dan kemampuan bahasa
reseptifnya sebagai berikut:

87

a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat


pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat
melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di
lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain.
b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Kemampua ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan
yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang
membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain.
Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan
yang dikemukakan guru.
c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya,
contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek
langsung mengatakan bahwa bukan sore tetapi pagi; (2) guru
mengatakan hari ini adalah Rabu, subjek mengatakan salah,hari
ini kamis; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya
merah, subjek mengatakan bukan, itu warna hijau, dan lainlain.
d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru
menunjukkan tulisan arab kata Bismillahirrahmanirrahim, lalu
menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata
Muslim sholat maghrib berjamaah, lalu menyuruh subjek
membaca;

(3)

guru

menunjukkan

tulisan

arab

kata

Alhamdulillahirrobbil alamin, lalu menyuruh subjek membaca;


dan lain-lain.
e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat
dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1)
subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek
dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis
namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.

88

5) Subjek penelitian kelima


Subjek penelitian kesatu bernama Nazeyla Qotrunnada, usia 11
tahun, perempuan jenis ketunarunguan sedang dan kemampuan bahasa
reseptifnya sebagai berikut:
a) Mampu memahami perintah-perintah guru. Hal ini dapat dilihat
pada kalimat-kalimat perintah yang diucapkan guru. Subjek dapat
melakukan,misalnya pada kalimat : (1) tolong ambilkan buku di
lemari ,minum; (2) simpan tasmu di meja, dan lain-lain.
b) Mampu memahami pertanyaan-pertanyaan yang diberikan oleh
guru. Kemampua ini dapat dilihat dari kalimat-kalimat pertanyaan
yang diberikan oleh guru,misalnya pada kalimat : (1) siapa yang
membawa spidol?; (2) apakah kamu sudah sarapan? Dan lain-lain.
Subjek dapat menjawab dengan benar setiap kalimat pertanyaan
yang dikemukakan guru.
c) Mampu mengoreksi setiap kesalahan yang diucakan leh urunya,
contoh: (1) guru mengatakan, selamat sore anak-anak, subyek
langsung mengatakan bahwa bukan sore tetapi pagi; (2) guru
mengatakan hari ini adalah Rabu, subjek mengatakan salah,hari
ini kamis; (3) guru mengatakan bahwa baju ini warnanya
merah, subjek mengatakan bukan, itu warna hijau, dan lainlain.
d) Mampu membaca kata atau kalimat sederhana . contoh : (1) guru
menunjukkan tulisan arab kata Bismillahirrahmanirrahim, lalu
menyuruh subjek membaca; (2) guru menunjukkan tulisan kata
Muslim sholat maghrib berjamaah, lalu menyuruh subjek
membaca;

(3)

guru

menunjukkan

tulisan

arab

kata

Alhamdulillahirrobbil alamin, lalu menyuruh subjek membaca;


dan lain-lain.

89

e) Mampu menulis kata dan kalimat sederhana. Kemampuan ini dapat


dilihat dari akta dan kalimat yang dituliskan seubjek,misalnya : (1)
subjek dapat menulis hari, tanggal, bulan dan tahun; (2) subjek
dapat menulis apa yang didiktekan guru; (4) subjek dapat menulis
namanya sendiri, teman, guru dan keluarganya.

Observasi terhadap pola komunikasi pada pembelajaran Pendidikan


Agama Islam Guru dan siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori
dilakukan di dua tempat yaitu di kelas, selama berlangsungnya proses
belajar mengajar dan di luar kelas, yaitu pada saat siswa istirahat.
Selama kurang lebih satu bulan, peneliti mengadakan observasi
terhadap

upaya

guru

dalam

mengembangkan

pola

komunikasi

pembelajaran terhadap siswa kelas III SDLB B Fobel Montessori. Guru


yang mengajar siswa kelas III ini sebanyak lima orang. Semua guru
berperan dalam setiap pemberian materi pembelajaran. Mereka secara
bergantian memberi atau membahas materi yang ditentukan.ketika
seorang guru mengajar, maka dua orang guru lainnya mendampingi anak,
supaya anak sungguh-sungguh member perhatian terhadap pembelajaran
yang dipelajari, dan satu orang guru menulis percakapan hari ini yang
bersangkutan pada buku harian,menulis PR siswa di buku tugas
siswa,menulis soal latihan yang harus dikerjakan siswa, dan memeriksa
pekerjaan rumah siswa serta member catatan kepada orang tua.
Dari ketiga guru yang ada, peneliti hanya mengamati seorang guru
yang telah ditunjuk oleh kepala sekolah yang menjadi sumber informasi
bagi peneliti. Hasil pengamatan terhadap upaya yang dilakukan oleh Nur
Eni Setiawati, SPd dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Proses belajar dimulai pukul 08.00 dan berakhir pukul 11.00.
pembelajaran yang diberikan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu,
kegiatan awal, kegiatan inti dan kegiatan akhir. Kegiatan awal meliputi :
memberi salam dan menyapa siswa, berdoa dan latihan suara kegiatan
inti meliputi : percakapan, pengolahan balon percakapan, membaca,

90

Tanya jawab, latihan artikulasi dan menulis. Kegiatan akhir meliputi :


perbaikan dan bimbingan, pemberian PR dan berdoa.
Materi pembelajaran tidak dipersiapkan oleh Ibu Nur sebelumnya,
karena materi berasal dari anak. Materi tersebut diangkat berdasarkan
media yang dibawa anak dari rumah. Media yang dibawa berupa sajadah,
peci, mukenah, sarung dan tasbih.
Anak-anak umumnya sudah datang sebelum pukul 08.00. maka
sebelum pembelajaran dimulai anak-anak mengumpulkan PR mereka
terlebih dahulu. Setelah itu anak menyimpan tasnya di sudut kelas.
Ketika pembelajaran dimulai, masing-masing anak mengambil kursi dan
diatur dalam bentuk setengah lingkaran, tanpa dilengkapi meja tulis.
Kemudian Ibu Nur mulai mengajar dan duduk sejajar dengan siswa.
Posisi ini sangat ideal, karena sesuai dengan prinsip keterarah wajahan.
Dengan demikian, siswa dapat mengamati gerak bibir dan mimik muka
Ibu Nur selama pelajaran berlangsung. Sedangkan guru pendamping,
duduk disamping siswa atau di belakang siswa tugas guru pendamping
ini adalah mendampingi siswa selama proses pembelajaran berlangsung
dan senantiasa mengajak siswa untuk memperhatikan guru yang sedang
memberikan materi. Ketika semua siswa sudah dikondisikan untuk
belajar, maka Ibu Nur pun memulai pembelajarannya dengan kegiatan
awal yakni memberi salam kepada sesama guru dan siswa, lalu
dilanjutkan dengan menyapa siswa melalui pertanyaan-pertanyaan
sederhana seputar kegiatan yang telah dilakukan siswa dirumah.
Contohnya sebagai berikut : siswa disuruh memperhatikan ujaran guru,
lalu Ibu Nur mulai menyapa guru satu per satu dengan mengucapkan
Assalamualaikum, selamat pagi Ibu Nani, dan sebelum ibu Nani
membalas sapaan tersebut, anak-anak mengarahkan tangannya kepada
ibu Nani. Setelah anak-anak mengarahkan tangannya kearah ibu Nani,
maka ibu Nani mengatakan Waalaikumsalam, selamat pagi semua,
anak-anak menjawab Assalamualaikum, selamat pagi ibu Nani begitu
seterusnya sampai semua guru mendapat giliran. Ini merupakan bagian

91

dari proses latihan bagi anak untuk membaca ujaran. Setelah semua guru
disapa barulah menyapa siswa. Siswa disapa satu persatu. Contoh:
Assalamualaikum, selamat pagi Muslim. Anak yang disebut namanya
harus

menunjukkan

dirinya,

dan

teman-temannya

juga

harus

mengarahkan tangannya ke arah anak yang namanya disebutkan. Anak


yang disebut namanya harus membalas sapaan guru dengan mengatakan
Waalaikumsalam, selamat pagi ibu dan selamat pagi teman-teman.
Pagi itu Ibu Nur mengelabui anak-anak dengan mengatakan selamat
malam anak-anak dan anak-anak dengan spontan mengatakan

ibu

salah dan serempak mengatakan selamat pagi. Setelah memberi salam


selesai Ibu Nur menanyakan anak-anak satu persatu. Contoh : Rusman
apakah kamu sudah sarapan? Rusman menjawab sudah ! tadi pagi
sarapan apa? Rusman menjawab sesuai dengan apa yang mereka makan.
Kegiatan awal yang kedua adalah berdoa. Ibu Nur mengajak siswa
mengatakan marilah berdoa. Setelah Ibu Nur mengajak mereka, anakanak langsung mengambil sikap berdoa dan mengucapkan doa secara
bersama-sama antara siswa dan guru. Ada yang bisa mengucapkan dan
ada juga yang masih sebatas meniru.
Kegiatan awal yang ketiga adalah Ibu Nur mengajak siswa untuk
latihan suara. Latihan suara dilakukan dengan meraba huruf vokal seperti
aaaaaaaiiiiiiiiuuuuuu.eeeeeeooooo dan dilanjutkan dengan
meraba

huruf

konsonan,

seperti

lalalalololobababa.dst biasanya mereka melafal


ini diikuti dengan gerakan. Contoh saat melafal huruf vocal
aaaaaiiiiii..dst anak bersama guru melakukan gerakan seperti
pesawat sedang terbang. Ketika melafal huruf bababa guru dan
anak melakukan gerakan seperti bermain ciluba, atau menghentakan kaki
ke lantai dan pada saat melafal huruf tatata tangan dipukulpukulkan dipaha dan seterusnya.
Ibu Nur selalu memberikan penghargaan kepada setiap siswa yang
mampu mengeluarkan suara. Tujuannya adalah untuk memotivasi siswa.

92

Motivasi yang diberikan berupa kata-kata pujian misalnya: Ibu Nur


mengatakan bagus, hebat, atau sekedar menggambar bintang atau bunga
ditangannya. Ibu Nur pandai mengajak siswa sehingga pada saat Ibu Nur
mengajar anak-anak begitu antusias.
Setelah kegiatan awal usai maka dilanjutkan dengan kegiatan inti
terdiri dari beberapa tahap antara lain:
a) Percakapan
Percakapan terjadi berdasarkan ungkapan spontan siswa. Materi
percakapan diangkat berdasarkan pengalaman yang dialami dan dilihat
oleh siswa, juga berdasarkan media atau benda yang dibawakan dari
rumah. Pada saat memulai percakapan, Ibu Nur selaku pengajar selalu
bertanya sekarang kita mau bicara tentang apa? biasanya siswa akan
memberikan

tanggapan

dengan

menceritakan

pengalaman

yang

dialaminya atau menunjukkan benda atau media yang dibawakan. Ibu


Nur menangkap dan membahas ungkapan siswa dan menuliskan dalam
balon percakapan. Gambaran kegiatan tersebut dapat dilihat dalam
kutipan berikut:
Ibu Nur
Anak-anak

: hari ini kita mau bicara tentang apa?


: menunjukkan peci, sajadah, mukenah dan tasbih
yang bawa mereka.

Ibu Nur

: oh.Nazeyla mempunyai mukenah baru

Sella

: ada 2 mukenah (dengan menunjukkan jarinya


yang mau mengatakan bahwa mukenah ada 2,
termasuk mukenah miliknya)

Ibu Nur

: yabetul mukenahnya ada 2

Umar

: ada warna putih dan biru

Rusman

: mama Rusman mempunyai mukena.

Ibu Nur

: ya..perempuan kalau sholat memakai mukenah

Muslim

: saya sholat

Umar

: sholat sholat

Ibu Nur

: sholat itu penting

93

Nazeyla

: penting

Sella

: penting ya

Ibu Nur

: yaibadah kepada Allah

Muslim

: ibadah Allah..

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan kita?

Umar

: Allah

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan pohon?

Sella

: Allah

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan ayah ibu?

Rusman

: Allah

Ibu Nur

: perlu tidak berterima kasih kepada Allah?

Nazeyla

: perlu

Ibu Nur

: berterima kasih kepada Allah dengan sholat.

Nazeyla

: sholat..yasholat

Dalam proses percakapan, Ibu Nur berupaya agar seluruh siswa


terlibat dalam percakapan. Setiap siswa mengungkapkan pengalaman, dan
pikirannya secara lisan maupun isyarat kemudian menuliskannya dengan
kalimat langsung. Ibu Nur membahaskan ungkapan pengalaman siswa
dengan bahasa yang sederhana. Ibu Nur membahaskan juga setiap benda
atau media yang dibawakan siswa, dengan mengolahnya dalam bentuk
percakapan. Kemudian Ibu Nur meluaskan percakapan itu melalui balon
percakapan, sehingga dalam sehari maksimal anak mempelajari dua
sampai tiga kalimat. Selama percakapan berlangsung, guru memberikan
penguatan bagi siswa yang aktif, dan siswa yang kurang aktif diberikan
penguatan juga, tapi penguatan negatif. Demikian juga, bagi siswa yang
memberikan respon yang kurang tepat. Selama melakukan percakapan
siswa dikondisikan untuk benar-benar memperhatikan guru, karena tidak
terjadi proses menulis di papan tulis. Jadi percakapan dilakukkan dengan
lisan. Setelah proses percakapan selesai barulah ditulis dalam bentuk balon
percakapan.

94

b) Balon Percakapan
Setelah proses percakapan lisan selesai maka Ibu Nur membuat balon
percakapan. Balon percakapan dibuat untuk mengetahui apa saja yang
dibicarakan dan siapa saja yang berperan dalam percakapan itu sehingga
memudahkan siswa untuk memahami apa saja dan siapa saja yang
menyampaikan pengalamannya.
Gambar pembuatan balon percakapan seperti dalam contoh berikut:

Nazeyla membawa mukenah

Muslim

Muslim .. berkata

Ada warna putih


dan biru
Umar
Umar.. menambah

Setelah selesai maka balon percakapan dibahas dalam bentuk


percakapan misalnya : Muslim berkata Nazeyla membawa mukenah.
Umar menambah ada warna putih dan biru.
Setiap pembuatan balon percakapan Ibu Nur menggambarkan juga siswa
yang telah ikut bagian dalam percakapan tersebut. Setelah itu Ibu Nur
juga menggaris bawahi kosa kata baru yang telah dibahas bersama.
Untuk menguatkan pemahaman siswa dengan kata-kata baru tersebut,
maka dilakukan dramatisasi. Dramatisasi yang dilakukan dengan
memeragakan,

menunjukkan

ataupun

mengisyaratkan.

Misalnya

95

memperagakan untuk kata kerja seperti, Sella sholat, kata sholat


didramatisasikan.
Balon percakapan yang dibuat biasanya belum ditulis secara
lengkap, dan yang melengkapi adalah siswa sendiri melalui proses Tanya
jawab yang dilakukan antara Ibu Nur dan siswa. Setelah balon
percakapan diolah dan sudah ditulis dengan lengkap barulah dilanjutkan
dengan kegiatan membaca balon percakapan.
c) Kegiatan membaca
Ibu Nur dan siswa membaca bersama-sama percakapan yang telah
divisualisasikan. Pada saat kegiatan membaca Ibu Nur

dan siswa

melakukan gerakan dengan memukulkan tangan di atas paha dengan


tujuan siswa tahu jedanya saat membaca saat membaca dalam arti tidak
menonton. Mula-mula Ibu Nur yang membaca, dan pada saat Ibu Nur
membaca siswa dikondisikan untuk memperhatikan ujaran Ibu Nur . Ibu
Nur

membaca sebanyak dua kali. Setelah itu Ibu Nur

dan siswa

membaca bersama-sama, kemudian semua siswa dan terakhir individu


per-individu.
Kegiatan terakhir dari kegiatan membaca ini adalah Ibu Nur
membacakan kosa kata baru dan siswa menunjukkan kata yang diajarkan
guru. Lalu digaris bawahi oleh siswa dengan spidol. Kemudian dibacakan
secara berulang-ulang oleh siswa, sampai siswa dapat menyebutkannya
dengan benar.
d) Kegiatan Tanya Jawab
Kegiatan berikutnya adalah kegiatan Tanya jawab. Ibu Nur melakukan
Tanya jawab kepada siswa. Tanya jawab dilakukan untuk mengetahui
apakah siswa sudah atau belum memahami percakapan yang telah
dibahas bersama-sama. Contohnya sebagai berikut:
Ibu Nur

: siapa membawa mukena?

Anak -anak

: Nazeyla

Ibu Nur

: siapa membawa mukena?

Anak-anak

: Sella

96

Ibu Nur

: untuk apa mukena?

Anak -anak

: untuk sholat

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan kita?

Anak-anak

: Allah

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan ayah ibu?

Anak-anak

: Allah

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan gunung..pohon?

Anak-anak

: Allah

Ibu Nur

: siapa yang menciptakan awan..matahari?

Anak-anak

: Allah

Ibu Nur

: perlukah kita bersyukur?

Anak-anak

: perlu

Ibu Nur

: bagaimana cara kita bersyukur?

Anak-anak

: sholat

Jika siswa belum mengerti maka guru membantunya dengan


menggunakan bahasa isyarat. Bahasa isyarat dipakai kalau siswa benarbenar kurang memahami. Jadi isyarat hanya untuk menjelaskan, bagian
yang kurang jelas bila menggunakan oral atau ujaran.
e) Latihan artikulasi
Setelah kegiatan Tanya jawab, dilanjutkan dengan kegiatan latihan
artikulasi. Latihan artikulasi ini dilakukan Ibu Nur oleh semua guru
pendamping. Kegiatan ini dilakukan agar siswa dapat mengucapkan
kata-kata yang baru muncul dalam percakapan. Kegiatan ini dilakukan
beberapa kali dan sebisa mungkin sampai siswa dapat mengucapkannya.
Setelah itu Ibu Nur

bertanya kepada siswa apa yang telah mereka

ucapkan. Jika mereka mengucapkan suatu nama benda, maka mereka


akan menunjukkan jenis bendanya, dan jika mereka mengucapkan kata
kerja maka siswa disuruh untuk mengucapkan kata-kata tersebut
beberapa kali sampai mereka bisa mengucapkan dan memahami arti
kata yang mereka ucapkan itu.
f) Kegiatan menulis

97

setelah kegiatan artikulasi selesai, Ibu Nur melanjutkan pembelajaran


dengan kegiatan menulis. Kegiatan menulis dibagi dalam tiga kegiatan
yakni: pertama, menulis di udara, yang dilakukan Ibu Nur dan siswa,
kedua kegiatan menulis di papan tulis dan yang ketiga, adalah kegiatan
menulis di buku latihan. Kegiatan menulis di udara dilakukan guru dan
siswa secara bersamaan, lalu siswa sendiri. Kegiatan ini dilakukan
beberapa kali sampai gerakan tangan siswa membentuk tulisan yang
dimaksud.
Kedua, adalah kegiatan menulis di papan tulis. Siswa disuruh
memperhatikan ujaran guru, lalu siswa meniru, kemudian ditulis
dipapan tulis. Kata-kata yang ditulis adalah kata-kata yang baru muncul
dan yang merupakan inti dari percakapan dari hari yang bersangkutan.
Ibu Nur

mengajari siswa menulis dan menggunakan huruf tegak

bersambung dan semua pendapat giliran. Dalam kegiatan menulis ini,


siswa berada dalam tahap meniru, karena yang ditulis adalah kata-kata
baru. Selesai menulis, Ibu Nur menyuruh siswa membaca apa yang
dituliskan sekaligus memperbaiki artikulasi yang kurang tepat yang
diucapkan siswa. Ibu Nur selalu berusaha agar siswa dapat memahami
apa yang dituliskan sekaligus memperbaiki artikulasi yang kurang tepat
yang diucapkan siswa. Ibu Nur

selalu berusaha agar siswa dapat

memahami apa yang mereka tulis, dengan bertanya beberapa kali dan
sebisa mungkin siswa mendramatisasikan. Setelah siswa benar-benar
memahani kata-kata yang telah mereka tulis, siswa disuruh duduk.
Sebelum guru memanggil siswa untuk menulis di papan tulis, guru
pendamping, terlebih dahulu mengajari siswa di kursinya masingmasing, sementara guru pengajar mendampingi anak yang sedang
menulis dipapan tulis.
Ketiga, adalah kegiatan menulis di buku latihan. Dalam buku
latihan tersebut guru pendamping telah menulis sebagian percakapan
yang telah dibahas bersama, tetapi belum lengkap dan siswalah yang
melengkapi, sehingga menjadi

sebuah percakapan yang sempurna.

98

Kemudian dalam buku latihan siswa tersebut, guru menulis satu kalimat
yang masih berkaitan dengan percakapan dari hari yang bersangkutan
lalu siswa diberi kesempatan untuk meniru tulisan yang telah ditulis
guru dibuku tugasnya. Kalimat yang telah ditulis siswa sebanyak lima
kalimat atau lebih. Selama siswa menulis Ibu Nur dan guru pendamping
lainnya mendampingi siswa sehingga selesai tepat waktu, memperbaiki
atau membetulkan tulisan siswa. Ibu Nur tidak memaksa siswa untuk
menulis dengan rapid an bagus. Pada tahap ini siswa diarahkan untuk
mengenal huruf dan melatih motorik halusnya. Tuntutan untuk menulis
yang rapi akan dilakukan pada kelas lanjutan yakni kelas persiapan.
Setelah selesai menulis, buku latihan dikumpulkan kembali kepada guru
untuk dikoreksi. Melakukan
Kegiatan akhir adalah Ibu Nur melakukan bimbingan dan
perbaikan. Bimbingan dilakukan terhadap siswa yang masih sulit
memahami pembelajaran pada hari tersebut dan perbaikan dilakukan
bagi mereka yang belum dapat menyelesaikan tugasnya. Setelah itu
menyerahkan PR untuk dikerjakan di rumah.
Perjalanan jika siswa bertanya tentang apa yang mereka lihat, guru bias
menjelaskan secara rinci. Peneliti melihat Ibu Nur aktif bertanya, kepada
siswa tentang apa saja yangt mereka lihat selama dalam perjalanan.
Contoh: ketika melewati daerah bukit banyak pohon dan perkebunan teh
yang dapat dilihat. Ada siswa yang langsung berteriak ooahh..pohon
banyak, tetapi ada juga siswa yang kurang spontan, sehingga Ibu Nur
yang harus memberikan pertanyaan, misalnya itu apa? Siswa akan
menjawab sesuai dengan apa yang mereka lihat atau apa yang mereka
ketahui. Kalau tidak bisa dijawab secara oral siswa akan menjawab
dengan menggunakan isyarat.
Ibu Nur dalam kegiatan inti selalu memperkenalkan hal-hal baru
kepada siswa, baik berupa benda maupun peristiwa atau pengalaman
yang dialami dan yang dilihat. Contoh: pada tanggal 16 Mei peneliti
bersama guru ikut mendampingi siswa dalam kegiatan ini. Kami pergi

99

ke daerah peternakan kambing. Sesampai di sana, semua siswa diberi


kebebasan untuk berbuat apa saja termasuk memberi makan kambing
atau sekedar mengelus-elus. Pada umumnya siswa sudah mengetahui
nama hewan ini yakni kambing begitu masuk ke daerah itu semua
berteriak kambing.kambing.. Kemudian Ibu Nur

bertanya,

kambing suka makan apa? Semua siswa diam lalu Ibu Nur menjelaskan
bahwa, kambing suka makan rumput. Siswa meniru ucapan Ibu Nur
sambil memegang rumput. Ibu Nur menjelaskan juga bagian-bagian
dari kambing, misalnya bulu, jenggot, tanduk, dan ekor.
Ibu Nur menjelaskan peristiwa-peristiwa yang dialami siswa pada
saat itu juga, san akan lebih detail dijelaskan kalau siswa sudah masuk
kelas. Ibu Nur menanyakan apa yang mereka lihat selama dalam
perjalanan. Setiap siswa mengungkapkan isi pikiran mereka melalui
pengalaman yang mereka lihat atau yang mereka alami. Siswa
mengungkapkan melalui bahas oral dan dibantu juga dengan
menggunakan bahasa isyarat. Ibu Nur membahaskan pengalaman siswa
secara sempurna, sehingga terbentuklah sebuah percakapan.
Selain kegiatan eksplorasi, kegiatan yang dilakukan di luar kelas
adalah kegiatan menari, senam mulut dan olahraga. Peneliti melihat
bahwa selama kegiatan menari ini, Ibu Nur menjelaskan terlebih dahulu
jenis gerakan dan arah gerakan. Apakah maju atau mundur, kiri atau
kanan, melompat, bertepuk tangan, pinggul digoyang dan lain-lain.
Contoh: anak-anak disuruh berbaris, lalu Ibu Nur memberikan instruksi,
anak-anak gerakan pertama kedua kaki digoyangkan. Mana kaki?
Semua anak akan menunjukkan kakinya. Lalu kata goyang di jelaskan
dengan mempraktekkannya. Setelah siswa paham Ibu Nur , guru
pendamping dan siswa melakukan gerakan tersebut bersama-sama.
Gerakan kedua dan seterusnyapun selalu dijelaskan seperti pada gerakan
pertama. Cotoh: kalau maju, Ibu Nur menjelaskan majun itu seperti apa,
mundur seperti apa, melompat dan seterusnya. Ibu Nur mengajak siswa
untuk meniru ucapannya. Contoh: guru dan murid bersamaan

100

mengatakan ayo majuayo mundurayo ke kanan.ayo kekiri dan


seterusnya.
Demikian juga halnya saat melakukan senam mulut, Ibu Nur
menjelaskan gerakan apa saja yang dilakukan. Contoh: pada waktu Ibu
Nur

mengajari anak untuk menjulurkan lidah maka Ibu Nur

mempraktekkan bagaimana lidah dijulurkan, demikian juga ketika


mengajari gerakan melipat lidah, memoncongkan bibir dan lain-lain.
Peneliti melihat Ibu Nur akan menjelaskan secara detail sampai anak
memahami menjulur itu bagaimana, melipat bagaimana.
Ketika berolahraga, Ibu Nur menjelaskan semua gerakan yang
mau dilakukan siswa, seperti pada kedua kegiatan diatas. Contoh:
sekarang kita menggerakan tangan ke kiri dan ke kana. Ini adalah
tangan. Kemudian siswa meniru ucapan guru. Gerakan ke kiri dan ke
kanan juga diperagakan, sampai anak mengetahui konsep kiri dan
kanan. Kemudian untuk mengetahui bahwa siswa sudah memahaminya,
Ibu Nur bertanya, hal-hal yang sudah dijelaskan sebelumnya misalnya:
mana tangan? Mana kiri? Mana kanan? Kalau anak sudah paham maka
dilanjutkan dengan gerakan baru. Dan begitulah selanjutnya, sampai
siswa memahami gerakan tersebut.
Dari hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 19 Mei 2013
di ketahui bahwa materi pembelajaran umumnya berasal dari ungkapan
siswa dalam sebuah percakapan. Guru menangkap dan menuliskan
percakapan tersebut dalam sebuah balon percakapan. Setelah diolah
dalam balon percakapan, guru mengajak siswa untuk membaca
percakapan tersebut secara bersama-sama. Dalam proses membaca
mula-mula yang membaca adalah guru. Kemudian guru dan siswa dan
yang

terakhir

adalah

siswa

sendiri,

dan

semua

mendapat

giliran.berikutnya guru menyebutkan kata-kata baru dari percakapan


yang baru saja dibahas yang juga merupakan kata-kata inti dalam
percakapan tersebut. Ketika guru menyebutkan kata-kata baru tersebut,
siswa memperhatikan apa yang diucapkan guru. Setelah itu, guru

101

menyuruh siswa untuk mengulanginya dan jika siswa bisa, maka guru
menyuruh siswa untuk menggaris bawahi kata itu dengan spido. Semua
siswa mendapat giliran untuk itu. Untuk menambah pemahaman siswa
akan benda yang mereka bawa juga peristiwa yang mereka alami, maka
guru mendramatisasikan sesuai dengan peristiwa tersebut.
Kegiatan berikut adalah artikulasi. Latihan artikulasi dilakukan
pada saat pembelajaran berlangsung yang difokuskan pada kata-kata
yang baru muncul dalam percakapan. Tujuannya agar siswa bisa
menyebutkan kata-kata baru tersebut dengan baik.
Kegiatan selanjutnya adalah Tanya jawab. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk mengetahui apakah siswa sudah benar-benar memahami
percakapan yang baru saja dibahas. Kegiatan terakhir sesudah Tanya
jawab adalah kegiatan menulis. Baik menulis di papan tulis maupun di
buku tugas. Jadi secara detailnya telah diungkapkan dalam hasil
observasi di atas. Hasil observasi dan wawancara memiliki banyak
kesamaan.
Visualisasi merupakan salah satu hal yang penting dalam
pembelajaran siswa tuna rungu, karena salah satu cirri anak tunarungu
adalah pemata. Dengan visualisasi, siswa akan lebih cepat memahami
maksud tulisan tersebut. Untuk visualisasi biasanya guru menempelkan
gambar atau foto di atas tulisan. Akan tetapi jika tidak ada media yang
sesuai dengan percakapan, guru akan menggambarkannya di papan tulis.
Gambar yang ditunjukkan sebisa mungkin yang sederhana, dan mudah
dipahami siswa.
Penggunaan media dalam satuan pembelajaran sangatlah
penting. Apalagi berhadapan dengan anak-anak tunarungu. Karena itu
guru bekerja sama dengan orang tua, menyediakan media yang
diperlukan.media yang digunakan berupa benda, foto,gambar atau benda
aslinya. Media pembelajaran sebagian besar dibawakan siswa, juga
yanga da disekita lingkungan sekolah. Selebihnya akan disediakan
sekolah jika dipandang perlu. Media-media tersebut misalnya, foto yaitu

102

untuk memperkenalkan anggota keluarga, gambar-gambar misalnya:


gambar binatang, gambar pakaian, gambar alat-alat makan, gambar alat
transportasi, gambar buah-buahan, kartu kata, kartu gambar dan
kalender untuk memperkanalkan hari, tanggal,bulan dan tahun. Selain
itu digunakan juga benda aslinya apakah yang dibawa siswa atau yang
ada di lingkungan sekitar sekolah.
Perkembangan bahasa anak tunarungu merupakan awal dari
keberhasilan seseorang siswa untuk dapat memahai dan mengungkapkan
sesuatu. Sebenarnya, teknik dalam pemebelajaran yang diberikan para
guru ini tidak jauh berbeda dengan guru-guru yang ada di SLB B
lainnya, namun soal tanggung jawab moral yang sering dimaknai
berbeda oleh setiap orang. Menurut Ibu Nur bahwa para guru, berusaha
menanggung kelelahan. Dikatakan demikan karena tugas guru dalam
kelas ini lumayan berat. Mereka harus selalu siap untuk membahas
semua peristiwa yang dialami siswa, baik waktu berada di kelas maupun
berada diluar kelas entah itu pada waktu istirahat,beroleharaga,menari
ataupun pada waktu senam mulut. Contoh : ketika ada teman jatuh,
siswa akan langsung memberitahu kepada salah seorang guru bahwa
temannya terjatug. Guru datang ketempat kejadian. Sbelum guru
menolong siswa, guru memanggil semua siswa dan mengatakan
aduhUmar terjatuh. Kemudian anak disuruh masuk kelas untuk
membahas kejadian yang dialami. Dikelas guru langsung menulis kata
terjatuh kemudian guru akan bertanya siapa yang terjatuh? Anak-anak
akan menjawab Umar. Guru akan mengulang kata tersebut beberapa kali
dan sebisa mungkin siswa mapu mengucapkannya hingga pada
pembuatan kalimat yakni Umar terjatuh di halaman. Demikaan juga
kalau siswa melihat teman sedang jajan, sedang menangis, dan lain-lain.
Intinya adalah guru membahasakan semua apa yang dialami siswa
selama mereka masih berada di sekolah.
Upaya lain yang dilakukan guru adalah menjalin kerja sama
dengan orangtua. Kerja sana yang dilakukan guru adalah dengan

103

memberi tahu perkembangan dan keadaaan siswa dan apa yang mesti
dilakukan orang tua selama anak berada dirumah. Pertama, guru selalu
mengingatikan bahwa saat anak ingin berbicara jangan dihentikan,
biarkanlah dia bicara apa saja dan orangtua harus mendengarkan. Pada
saat bicara harus diperhatikan keterarahwajahan dan diharapkan untuk
menggunakan oral dan bicaralah secara perlahan-lahan. Orangtua juga
harus mendampingi anak saat mengerjakan tugas atau PR .orangtua atau
anggota keluarga lain sebisa mungkin memberi penjelasan saat anak
kurang paham dengan apa yang dilakukannya. Selain itu, orangtua wajib
melanjutkan kegiatan yang dilakukan dari sekolah dengan alasan bahwa
siswa banyak menghabiskan waktunya dirumah dari pada disekolah.
Jadi peran orangtua sangat besar untuk perkembangan bahasa anak. Hal
yang harus dilakukan adalah orangtua harus selalu mengajak anak untuk
berbicara.

104

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pola komunikasi belajar mengajar PAI di SDLB-B Frobel Montessori dapat
disimpulkan bahwa komponen dalam pola komunikasi pembelajaran di SDLBB Frobel Montessori yaitu,:
1. Tujuan, yang hendak dicapai sebagaimana tujuan pendidikan pada
umumnya yaitu mencapai tujuan pendidikan nasional. Hanya saja pada
siswa Tunarungu dalam segi ketrampilan, baik ketrampilan baca tulis,
bahasa maupun ketrampilan tangan, begitu juga pada pendidikan agama,
tujuannya pada segi ketrampilan, baik fisik maupun psikis. Sedangkan
untuk komponen Materi yang diajarkan berdasarkan kurikulum dari
KTSP. Adapun dalam menyajikan lebih diturunkan bobotnya. Selain itu
ditunjang dengan materi tambahan yaitu bacaan surat-surat pendek.
2. Metode yang digunakan dalam interaksi belajar mengajar yaitu, satu
materi dengan delapan metode diantaranya: metode ceramah, tanya jawab,
demonstrasi, Pemberian tugas, drill, karya wisata dan ditambah dengan
metode pembiasaan dan bernyanyi .Alat yang digunakan berupa alat
materi yaitu buku-buku PAI sesuai dengan masing-masing kelas, dan alat
non materi berupa kata-kata yaitu nasihat, perintah dan larangan dengan
menggunakan bahasa pengantar bahasa nasional. Evaluasi yang digunakan
evaluasi harian dan semesteran. Struktur Peristiwa Belajar mengajar,
sebagaimana sekolah pada umumnya, sistem tatap muka, berdasarkan tata
jenjang SDLB yang berkapasitas tiap kelasnya 1-7 siswa. Struktur
pencapaiannya bersifat terbuka dari mulai tujuan yang telah tersusun rapi,
sedangkan prosedur pencapaiannya dikembangkan pada saat KBM
berlangsung.
3. Penerapan pola komunikasi dalam pembelajaran Agama Islam bagi Anak
Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori dalam dilihat dari cara Guru

104

105

dalam memberikan nasehat melalui pesan nonverbal yang ditampakkan.


Guru Agama Islam tidak hanya memerintah tanpa melakukan tetapi selalu
memberikan contoh kepada muridnya melalui kedisiplinan Guru dalam
kehidupan sehari-hari, seperti memberikan contoh dalam sholat berjamaah.
Di sini Guru tidak pernah meninggalkan sholat berjamaah. Dengan sikap
Guru seperti itu, maka dengan sendirinya murid akan mengikuti Guru
dalam berjamaah.
4. Penerapan Pola Komunikasi Interpersonal Dalam Pembelajaran Agama
Islam Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori yaitu
memakai bahasa bibir dan bahasa isyarat. Bahasa isyarat ada dua macam
yang pertama bahasa isyarat per-abjad dan yang kedua bahasa isyarat
bentuk per-kalimat. Biasanya bahasa isyarat seperti ini sebagai pelengkap
bahasa bibir saja.
5. Penerapan Pola Komunikasi Kelompok Dalam Pembelajaran Agama Islam
Bagi Anak Tunarungu Di SDLB-B Frobel Montessori adalah dengan 1.
bahasa bibir, jadi kita menerangkan materi secara pelan,pelan dan pelan
anak bisa melihat dan membaca mimik kita sehingga anak sudah bisa
mengartikan apa yang saya ucapkan atau Guru apa yang diucapkan. 2.
kalau bahasa bibir belum sempurna kita selingi dengan bahasa isyarat,
anak itu akan lebih mengerti pakai bahasa isyarat. 3. ada juga pakai media
penglihatan anak kan normal tidak ada kecacatan materi juga saya tulis
juga biasanya rangakuman atau apa-apa. Dengan media gambar-gambar
jadi anak bisa mengeksplorasi bias mengartikan bisa menjelaskan dari
gambar-gambar tersebut yang ke 4 dengan audiovisual yaitu lihat film jadi
anak tahu dari cerita-cerita itu dan melihat gerakan-gerakan cerita tersebut.

B. Saran
1. Kepada guru Pendidikan Agama Islam agar dalam proses kegiatan belajar
mengajar hendaknya memakai dan memadukan metode yang lebih banyak
agar dapat membantu pemahaman siswa. Artinya disesuaikan dengan

106

materi, karena metode yang dipakai pada SDLB B Frobel Montessori


dalam satu materi harus sampai enam atau delapan metode.
2. Kerjasama antara pihak pengelola yayasan kepala sekolah dan staf yang
lainnya lebih dieratkan, dalam meningkatkan mutu pengajaran siswa
SDLB B Frobel Montessori.
3. Kerjasama dengan orang tua siswa harus terjalin lebih meningkat demi
tercapainya proses belajar mengajar yang baik.
4. Adakanlah proses belajar mengajar secara kompetitif/kompetisi antara
siswa secara sehat, baik antar individu maupun kelompok.
5. Tambahkan kegiatan ekstra keagamaan lebih ditekankan pada praktek
baca tulis Al-Quran.
6. Kepada

Pemerintah

khususnya

Pemerintahan

Agama

hendaknya

memberikan skala prioritas pada Pendidikan Agama Islam bagi SDLB-B


Frobel Montessori penyandang tuna rungu dan tuna wicara..
7. Pengadaan buku-buku agama yang disesuaikan dengan kurikulum lebihlebih buku bagi siswa untuk bisa dipelajari di rumah lebih diupayakan.

107

DAFTAR PUSTAKA
Affizal dan Rafidah. Teacher Student Attachment and Teacherss Attitudes
Towards Work. Diambil dari : Jurnal Pendidik dan Pendidikan, Jil. 24,
2009. Diakses tanggal : 18 Mei 2013
Alwasilah, A.Chaedar.1990. Linguistik. Suatu Pengantar. Bandung : Angkasa
.Hlm. 82
Anneke Sumampouw dan Setiasih. Profil Kebutuhan Remaja Tunarungu.
Anima, Indonesia Psychological Journal, Vol. 18, No, 4, Juli 2003, Hal:
380
Beebe, S.A., Beebe, S.J., & Redmond M.V.,Interpersonal

Communication

Relating to Others (5th ed.), Boston : Pearson Education 2008, pp. 3-5
Cangara, Hafied H, Pengantar Ilmu Komunikasi, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta 2006, hal. 56
Dayakisni, Tri dan Hudaniah, Psikologi Sosial, Malang: UMM Press 2003,
hal. 65
Deddy Mulyana,Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2005, hal:237
Departemen Pendidikan nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi ke-3,
Jakarta 2002, Balai Pustaka, hal.885.
Djamalul Abidin Ass, Komunikasi dan bahasa Dakwah, Jakarta 1996, Penerbit
Gema Insani Press , hal. 16
Dr. Mohammad Efendi, M.Pd., M.Kes. Pengantar Psikopedagogik Anak
Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara. 2006 Hal: 64
Effendy, Onong Uchjana, Ilmu Teori & Filsafat Komunikasi, Bandung 2003,
PT.Citra Aditya Bakti, hal. 9
_____________________, Dimensi-dimensi Komunikasi, Bandung: Alumni,
1986, cet. ke-2, h.5
H.A.W. Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi, Jakarta, 2000, PT. Rineka
Cipta, Cet, ke-2, hal.26
107

108

Hadari Nawawi, Metodologi Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada Press,


Yogyakarta, 2005: 31
http: //www.uns.ac.id/data/sp5.pdf
J. David Smith,Inklusi Sekolah Ramah untuk Semua, Penerbit Nuansa,
Bandung. 2006, Hal. 267
Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian deskriptif, Bandung, 2002, Remaja
Rosdakarya, h.25.
Joseph A. Devito, Komunikasi Antar Manusia, Jakarta 1997,Professional Book,
hal. 119
Judy Pearson, et.al. Human Communication Second Edition, New York:
McGraw-Hill, 2006, hal: 19
Keesing, Roger M. 1992. Antropologi Budaya. Suatu Perspektif Kontemporer
Edisi Kedua.Jakarta. Erlangga.Hlm. 79.
Kristiandi, 2009. Hubungan Persepsi Siswa Terhadap Sense of Humor Guru
Dengan Motivasi Belajar di Kelas 7 Internasional Sekolah Menengah
Pertama Negeri 1 Medan. Diambil dari http://respository.usu.ac.id/ hal. 15
Lexy, J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung, 2007, PT.
Rosdakarya, Cet. Ke-23, hal.9-10
Liliweri, Alo, Memahami Peran Komunikasi Massa Dalam Masyarakat,
Bandung 1997, PT.Citra Aditya Bakti, hal. 5
Mangunsong, F & dkk. Psikologi dan Pendidikan Anak Luar Biasa, Jakarta :
Lembaga Pengembangan Saranan Pengukuran dan Pendidikan Psikologi
Universitas Indonesia 1998, hal. 66.
Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam, PT Raja
Grafindo Persada, Jakarta 2005, hal. 152
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2005,
cet. Ke-2, h.33
Phil, Astrid Susanto, Komunikasi Dalam Teori dan Praktek, Bandung: Mandar
Maju, 1992. Cet. Ke-1, h.4
Prof. Dr. Bandi Delphie, M.A., S.E, Pembelajaran Anak Berkebutuhan
Khusus,PT. Refika Aditama, Bandung 2006, Hal. 1-2

109

Puis A. Partanto dan M. dahlan al-Barrry, Kamus Ilmiah Populer, Surabaya


1994, Penerbit Arkola,hal.605.
Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran.
Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf.
Diakses tanggal : 18 Mei 2013.
Pujiastuti Shintya. 2009. Pentingnya Pertanyaan dalam Proses Pembelajaran.
Diambil dari : http://www.sd-binatalenta.com/arsipartikel/artikel_tya.pdf.
Diakses tanggal : 18 Mei 2013, hal. 3
Purba. Amir, dkk., Pengantar Ilmu Komunikasi, Medan 2006, Pustaka Bangsa
Press, hal. 36
Rakhmat

Jalaluddin,

Psikologi

Komunikasi.

Bandung

2008,Remaja

Rosdakarya, hal. 13
Sasa Djuarsa Sendjaja, Pengantar Komunikasi, Jakarta 1998, Universitas
Terbuka, hal.39
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2003, hal. 61
Sr. Maria Assumpte Rumanti OSF, Dasar-dasar Public Relation Teori dan Praktis,
Jakarta: Grasindo, 2002, cet. Ke-1, h.88
Sugiyo. Komunikasi Antar Pribadi,Semarang Unnes Press 2005, hal. 9
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta
1996, Rineka Cipta,cet. Ke-10, edisi revisi, hal. 117
Toto Tasmara, Komunikasi Dakwah,Jakarta, 1997, Gaga Media Pratama, Cet
ke-2, hal.6
Undang-undang Republik Indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
serta Undang-undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang
sisdiknas. Citra Umbara. Bandung: 2006. Hal : 77
Winayno S uyakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, (Bandung: tarsifi,1986),
Cet.ke-7, h.162.
Winayno Suyakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung 1986, Penerbit
Tarsifi, Cet.ke-7, hal.162.

.. J

-r-~mor

: Istimewa

Lamp

: 1b~rkas
: PERMOHONAN PENGAJUAN JUDUL SKRIPSI

. Hal

Yang terhormat,

Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam


Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Di
Tempat

Assalamu'alaikum Wr. Wb.


Salam silaturrahim saya sampaikan, semoga Bapak/Ibu selalu dalam lindungan Allah SWT, serta
selalu sukses dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Amin.
Sehubungan, untuk mendapatkan gelar sarjana (S-1 ), maka salah satu syaratnya yaitu menyelesaikan
tugas akhir penulisan skripsi. Oleh karena itu saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama

: M. Syaghilul Khoir

Nim

: 106051001851

Semester

: X (Sembilan)

Jurusan

: Komunikasi dan Penyiaran Islam

Fakultas

: Dakwah dan Komunikasi

Bermaksud mengajukanjudul proposal yaitu "POLA KOMUNIKASI GURU DAN MURID DI SLB

FROBEL MONTESSORI CONDET BALEKAMBANG KRAMAT JATI JAKARTA TIMUR"


Sebagai bahan pertimbangan, bersama ini saya lampirkan:
1. Abstraksi Outline
2. Proposal Penelitian Skripsi
3. Daftar Pustaka Sementara
Demikian permohonan ini saya sampaikan, atas perhatian Bapak/lbu, saya ucapkan termakasih.

Wassalamu'alaikum WR. Wb.


Jakarta, 20 Januari 2011
Mengetahui,

"

~~enasihat Akademik

Dra. Hj. Asriyati Jamil


1\..TT'll.f"

t/'\rf\~11\A'10~1

KEMENTERIAN AGAMA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)
SYARIF HIOAYATUtLAH JAKARTA
FAKULTAS ILMU DAI<WAH DAN ILMU KOMUNIKASI
Telepon/Fax: (021) 7432728 I 74703580

Jl. Ir. H. Juanda No. 95 Ciputat 15412 Indonesia

Website: www.fdkuinjalcarta.ac.ld. E-mail: dakwah@fdk.uinjalcarta.ac.id

Nomor : Un.01/F5/KM.01.3/ ~rfj /2011


Lamp : 1 (Satu) bundel
Hal
: Penelitian!Wawancara

Jakarta,1 Peb.ruari 2011

Kepada Yth.

Kepala Sekolah
SLB-B Frobel Montessori Condet Bale Kambang
Kramat Jati Jakarta Timur
Assalamu 'alai/cum Wr. Wb.
Dengan hormat bersama ini kami sampaikan bahwa mahasiswa Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi DIN SyarifHidayatullah Jakarta di bawah ini,
Nama
Nomor Pokok
Jurusan /Semester

: M. Syaghilul Khoir
106051001851
: Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) I X

bermaksud melaksanakan penelitian/wawancara untuk bahan penulisan skripsi yang


berjudul Pola Komunikasi Guru dan Murid di SLB-B Frobel Montessori Condet Bale
Kambang Kramat Jati Jakarta Timur.
Sehubungan dengan itu, kami memohon kepada Bapak kiranya berkenan
menerima mahasiswa kami tersebut dalam pelaksanaan penelitian/wawancara dimaksud.
Atas perhatian dan perkenan Bapak kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu 'alaikum Wr. Wb.
Dekan,

Tembusan:
I. Pembantu Dekan Bidang Akademik
2. Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI)
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

YAYASAN PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIAS.A

FROBEL MONTESSORI
Gg. Masjid AI-Mabruq, Condet Balekambang Rt. 011/ 03
Kramat Jati- Jakarta Timur 13530 Telp. ( 021 ) 8001637

SURAT KETERANGAN
NO : 58/ YPSLB/ U /2013

Yang. bertanda tangano di bawtili- ini- kepala. SLH R Frobel Montessori- Condet
Balekambang,. Jakarta Timur menerangkan :

M. Sy.agbilul Khoir

Nama

c:

NIM:

: 106051001851

Juru8an.

: .Komunikas.i- Pen}iaran- Islam


U1N Syarif Hidayatullab Jakart11-

Adalah benar nama tersebut di atas telab mengadakan penelitian dan pengambilim

data di SLB B Frobel Montessori g~ menyelesaikan tugas akhir (skrpsi ).


Demikian Surat Keterangan ini kami buat untuk dipergunakan sebagai mana mestinya.

Jakarta, 19 Mei 2013

Kepala

Lampiran 1

FOTO-FOTO KEGIATAN DI SDLB B FROBEL MONTESSORI

Gambar 1
Papan nama Yayasan Pembinaan Sekolah Luar Biasa SLB B / C Frobel Montessori yang
berada di dalam lingkungan sekolah.

Gambar 2
Guru sedang mengajarkan murid-murid berhitung dengan menggunakan jari tangan di dalam
kelas, anak-anak mengikuti semua gerakan yang diperagakan oleh gurunya.

Lampiran 2

Gambar 3
Tiga siswa dan dua siswi yang memiliki keterbatasan tuna rungu mengikuti ujian nasional
(UN) tingkat SD di Sekolah Luar Biasa (SLB) Frobel Montessori di Condet Balekambang,
Jakarta Timur, meskipun dalam murid dalam kondisi keterbatasan yaitu tuna rungu
pemerintah tetap memperhatikan pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus.

Gambar 4
Guru mengajarkan siswa dan siswi tuna rungu untuk belajar mandiri meskipun dalam kondisi
berkebutuhan khusus seperti mengajarkan para murid-murid belajar menggosok pakaian
mereka masing-masing.

Lampiran 3

Gambar 5
Guru sedang mengajarkan murid satu persatu membaca di dalam kelas, murid- murid sangat
serius melihat apa yang di ajarkan dan di sampaikan oleh guru.

Gambar 6
Guru sedang mengajarkan seorang siswi belajar tentang daerah atau wilayah-wilayah dengan
menggunakan media bantuan yaitu Globe dan senter untuk lebih jelas melihat daerah yang di
tunjukkan. Seorang siswa sangat serius mengikuti pelajran yang disampaikan oleh gurunya.

Lampiran 4

Gambar 7
Guru mengajarkan materi tentang matahari di dalam kelas kemudian murid-murid diajak
langsung keluar untuk melihat matahari diluar kelas secara langsung agar murid dapat paham
sebab klo dijelaskan secara abstrak murid kurang paham jadi harus disesuaikan dengan materi
yang bersifat nyata dan mempraktek kannya secara langsung.

Lampiran 5

Gambar 8
Guru mengajarkan anak- anak tentang sholat dengan cara langsung mempraktekkan gerakan
sholat secara bersamaan kemudian satu persatu anak memperaktekkan gerakan sholat
tersebut.

Gambar 9
Poster-poster atau gambar tentang gerakan-gerakan sholat merupakan sarana pendukung agar
anak-anak dapat mudah memahami dan mencerna apa yang disampaikan oleh guru terutama
materi pendidikan sholat.

Lampiran 6

Gambar 10
Poster-poster atau gambar tentang gerakan-gerakan sholat merupakan sarana pendukung agar
anak-anak dapat mudah memahami dan mencerna apa yang disampaikan oleh guru terutama
materi pendidikan sholat.

Lampiran 7

Form Wawancara
Kepada

: Nunung Nurjanah S.P.d

Jabatan

: Kepala Sekolah SDLB Frobel Montessori

Tempat

: SDLB Frobel Montessori

Pukul

: 11. 00 Wib.

1. Bagaimana komunikasi antara sesama guru di dalam lingkungan SLB Frobel


Montessori?
Jawab :
Al-hamdulillah baik- baik saja.
2. Bagaimana komunikasi yang dilakukan antara kepala sekolah dengan guruguru di lingkungan SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Alhamdulillah baik-baik saja, jika ada permasalahan dislingkungan SLB
Frobel Montessori diselesaikan dengan cara musyawarah.
3. Bagaimana komunikasi yang dilakukan antara guru dengan murid?
Jawab :
Bagus dengan menggunakan bahasa oral (bibir) dan menggunakan bahasa
isyarat.
4. Apa komunikasi yang digunakan di lingkungan SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Dengan menggunakan Komunikasi Interpersonal (Antar Pribadi) dan
menggunakan Komunikasi Kelompok.
5. Bagaimana sejarah terbentuknya SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Awalnya ada sebuah keluarga besar mempunyai 7 anak dan 3 diantaranya
mengalami tuna rungu, kemudian mereka bersepakat mendirikan sekolah luar
biasa tuna rungu tujuan nya selain untuk mendidik anaknya juga membantu
orang-orang dilingkungan sekitar yang memiliki anak berkebutuhan khusus.
Awalnya mereka menggunakan dana sendiri dan berjuang hingga sampai saat
ini dapat bantuan dari pemerintah.

Lampiran 8

6. Apa tujuan didirikannya SLB Frobel Montessori?


Jawab :
Mendorong peserta didik yang memiliki kelainan fisik dan mental agar
mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan ketarampilan sebagai pribadi
maupun anggota masyarakat, dalam mengadakan hubungan timbal balik
dengan

lingkungan

sosial

budaya

dan

alam

sekitar

serta

dapat

mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja datau mengikuti pendidikan


dan pelatihan selanjutnya. Agar peserta didik memiliki kemampuan dasar Bina
Diri , pengetahuanmKepribadian serta keterampilan dasar yang memadai dan
bermanfaat b agi peserta didik untu hidup mandiri dan mengikuti pendidikan
lanjutannya ( SMPLB-C1 )
7. Apa Visi dan Misi SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Visi :
Terwujudnya pemberdayaan Tuna Rungu seoptimal mungkin sehingga
berkembang menjadi manusia seutuhnya, bertaqwa kepada Tuhan YME,
berguna bagi diri sendiri, masyarakat, nuasa dan bangsa.
Misi :
a. Mencegah,

mengurangi

dampak

keTunarunguan

melalui

kegiatan

assesment psikologis dan audiometris serta mengupayakan pemakaian alat


bantu mendengar secara efektif.
b. Membuka kesempatan pendidik bagi anak tuna rungu pada satuan
pendidikan di TKLB, TK reguler atau pindahan dari SDLB lain dan SD
reguler.
c. Menyediakan berbagai jalur dan program pendidikan pendidikan sesuai
perkembangan kemampuan siswa.

Lampiran 9
d. Mengupayakan

tamatan

SDLB

yang

mempunyai

pengetahuan,

keterampilan, dan sikap yang dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih


tinggi (SMPLB atau SMP reguler).
e. Mengembangkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan SDLB.
f. Memberikan pembinaan agama sesuai dengan agama/kepercayaan yang
dianut peserta didik.
g. Berupaya menyediakan berbagai fasilitas dan sarana penunjang untuk
berbagai macam mata pelajaran.
h. Menyediakan berbagai kegiatan ekstrakulikuler yang sesuai.
i. Membimbing orang tua agar memiliki pengetahuan seperti sikap yang
tepat dan efektif bagi anak Tunarungu usia sekolah.
j. Mengupayakan sosialisasi tentang hakekat keTunarunguan.
k. Mengupayakan sumber daya manusia yang berdedikasi dan profesional.

8. Apa program yang ada di lingkungan SLB Frobel Montessori?


Jawab :
Program belajar akademis sesuai dengan kurikulum sama seperti program
belajar anak-anak pada umumnya yang meliputi bidang studi : IPA, IPS,
Matematika, dan Bahasa Indonesia. Program Khusus : Bina Persepsi Bunyi
Irama dan Bina Wicara (Pembetulan pengucapan atau artikulasi). Ekskul :
Melukis, pramuka, menari, komputer dan olahraga.

Lampiran 10

9. Faktor apa saja yang mendukung dan menghambat komunikasi di SLB Frobel
Montessori?
Jawab

Alat bantu mendengar sehingga anak dapat mudah menerima apa yang
disampaikan oleh guru, peran guru yang senantiasa terus bersabar mendidik
dan membimbing murid sampai bisa. Dan yang menghambat komunikasi yaitu
sulitnya murid memahami apa yang disampaikan oleh guru dan mengalami
keterlambatan berpikir.
10. Bagimana penerapan Komunikasi Interpersonal (Antar Pribadi) di lingkungan
SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Berjalan efektif walaupun ada sedikit hambatan jika guru kurang jelas dengan
apa yang dibicarakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin
disampaikan kepada gurunya.

11. Bagaimana penerapan Komunikasi Kelompok di lingkungan SLB Frobel


Montessori?
Jawab :
Kurang efektif jika diterapkan di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus
belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin
menggunakan komunikasi kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap
murid dan di bimbing terus untuk fokus belajar dan di ingatkan supaya tidak
bercanda.

12. Fasilitas apa saja yang dapat mendukung program di lingkungan SLB Frobel
Montessori?
Jawab :
Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan, kumpulan nama benda
yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga dilingkungan SLB
Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan untuk senam,
badminton, dan atletik yaitu lari matras.

Responden

Nunung Nurjanah S.P.d

Pewawancara

M. Syaghilul Khoir

Lampiran 12

Form Wawancara
Kepada

: Undarwati S.P.d

Jabatan

: Guru Kelas SDLB Frobel Montessori

Tempat

: SLB Frobel Montessori

Pukul

: 11. 00 Wib.

1. Sudah berapa tahun ibu mengajar di lingkungan SLB Frobel Montessori


khusus nya dikelas tuna rungu?
Jawab :
Saya sudah mengajar disini selama 21 Tahun.
2. Mengapa ibu tertarik untuk mengajar anak- anak tuna rungu?
Jawab :
Ini panggilan dari hati saya.
3. Apa kendala yang ibu hadapi di dalam mengajar siswa tuna rungu di kelas?
Jawab :
Jika membahas materi yang bersifat abstrak seperti cerita Nabi anak-anak
kurang mengerti. Anak- anak hanya mengerti materi yang bersifat nyata yang
ada disekitar lingkungan sekolah seperti Kursi dan lain sebagainya.
4. Apa faktor yang mendukung ibu dalam mengajar siswa tuna rungu di kelas?
Jawab :
Dengan menggunakan Alat bantu dengar (ABM), gambar-gambar benda yang
ada disekitar lingkungan sekolah, tulisan-tulisan benda-benda yang ada di
sekitar lingkungan sekolah.
5. Bagaimana pelaksanaan proses belajar pendidikan Agama Islam?
Jawab : Alhamdulillah sudah efektif.

Lampiran 13

6. Bagaimana cara mengetahui kemampuan dan pemahaman anak tuna rungu


dalam menerima pelajaran pendidikan Agama Islam?
Jawab :
Anak-anak dapat mengetahui waktu sholat misalkan sekarang waktunya jam
12 siang kemudian anak-anak ditanya sudah waktunya sholat apa sekarang?
Kemudian anak-anak menjawab sholat dzuhur bu.
7. Apa kendala yang ibu hadapi dalam proses pembelajaran pendidikan Agama
Islam di kelas dan apa solusinya?
Jawab :
Anak-anak tidak dapat mengerti bacaan-bacaan sholat, tidak mengerti Bahasa
Arab sehingga guru harus mengganti Bahasa Arab dengan Bahasa Indonesia
agar dapat dimengerti.
8.

Materi apa saja yang dipelajari oleh anak dalam pembelajaran pendidikan
Agama Islam?
Jawab :
Materi tentang sholat lima waktu, dan materi tentang wudhu.

9. Media apa yang digunakan oleh guru untuk pengajaran pendidikan Agama
Islam?
Jawab:
Gambar gerakan-gerakan orang sedang sholat, boneka-boneka gerakan sholat,
dan gambar-gambar orang sedang berwudhu.
10. Bagaimana penerapan metode pengajaran yang digunakan guru dalam proses
pembelajaran pendidikan Agama Islam?
Jawab :
Dengan menggunakan metode demonstrasi atau praktek secara langsung dan
dengan diskusi interaktif.
11. Bagaiman komunikasi Interpersonal (Antar pribadi) yang diterapkan di dalam
proses belajar di kelas dan apa hambatannya?
Jawab :
Berjalan efektif walaupun ada sedikit hambatan jika guru kurang jelas dengan
apa yang dibicarakan murid maka murid disuruh untuk menulis apa yang ingin
disampaikan kepada gurunya.

Lampiran 14

12. Bagaiman komunikasi Kelompok yang diterapkan di dalam proses belajar di


kelas dan apa hambatannya?
Jawab :
Kurang efektif jika diterapkan di dalam kelas karena anak-anak tidak fokus
belajarnya dan lebih banyak bercanda dan ngobrol, jadi jika ingin
menggunakan komunikasi kelompok guru harus aktif memperhatikan setiap
murid dan di bimbing terus untuk fokus belajar dan di ingatkan supaya tidak
bercanda.

Lampiran 15
Form Wawancara
Nama

: Ibu Eni

Kepada

: Orang tua murid

Tempat

: Di halaman SLB Frobel Montessori

Pukul

: 10. 00 Wib.

1. Apa pendapat anda tentang SLB Frobel Montessori yang ada di lingkungan
Condet Balekambang?
Jawab :
SLB Frobel Montessori sangat baik pendidikannya sesuai dengan yang
dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak saya.
2. Apa pendapat anda tentang guru yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Gurunya sangat baik-baik dan sabar dalam mengajarkan murid nya sampai
mereka bisa paham materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.
3. Bagaimana komunikasi anda dengan guru-guru SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Komunikasi nya berjalan dengan baik sama orang tua murid, guru selalu
memberitahukan sama orang tua jika anaknya mengalami banyak
perkembangan selama proses belajar sehingga orang tua mengetahui sudah
seberapa banyak pemahaman yang di dapat anaknya di kelas.
4. Bagaimana pandangan anda terhadap kinerja guru-guru yang ada di SLB
Frobel Montessori?
Jawab :
Kinerja guru yang saya lihat di SLB Frobel Montessori sudah baik. Guru-guru
mampu mengajarkan anak-anak dengan baik.
5. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Menurut saya fasilitas yang ada dilingkungan SLB Frobel Montessori sudah
lengkap seperti: Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan,
kumpulan nama benda yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga

Lampiran 16

dilingkungan SLB Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan


untuk senam, badminton, dan atletik yaitu lari matras.

6. Program apa saja yang anda ketahui yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Program: Melukis, pramuka, menari, komputer dan olahraga.

7. Apa tanggapan anda terhadap program yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Programnya bagus selama dapat mendukung perkembangan anak didik.

8. Apakah harapan anda terhadap program- program yang sudah di jalankan oleh
SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Harapan saya dengan adanya program-program tersebut mampu mengasah
bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus untuk terus kreatif dan aktif.

9. Apakah yang anda harapkan dengan adanya SLB Frobel Montessori di


lingkungan Condet Balekambang?
Jawab :
Saya berharap dengan adanya SLB Frobel Montessori mampu menampung
dan mendidik anak-anak didik yang memiliki kebutuhan khusus karena di
lingkungan daerah Condet masih minim sekali sekolah-sekolah untuk anakanak berkebutuhan khusus.

Responden

Ibu Eni

Pewawancara

M. Syaghilul Khoir

Lampiran 17
Form Wawancara
Nama

: Bapak Ghani

Kepada

: Orang tua murid

Tempat

: Di halaman depan SLB Frobel Montessori

Pukul

: 12. 00 Wib.

1. Apa pendapat anda tentang SLB Frobel Montessori yang ada di lingkungan
Condet Balekambang?
Jawab :
SLB Frobel Montessori menurut saya sudah baik dalam mengajar di kelas
sesuai dengan yang dibutuhkan anak-anak berkebutuhan khusus seperti anak
saya.
2. Apa pendapat anda tentang guru yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Gurunya sangat baik-baik dan sabar, teliti dalam mengajarkan murid nya
sampai mereka bisa paham materi pelajaran yang disampaikan oleh gurunya.
3. Bagaimana komunikasi anda dengan guru-guru SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Komunikasi nya berjalan dengan baik sama orang tua murid, guru selalu
memberitahukan

sama

orang

tua

jika

anaknya

mengalami

banyak

perkembangan selama proses belajar sehingga orang tua mengetahui sudah


seberapa banyak pemahaman yang di dapat anaknya di kelas.
4. Bagaimana pandangan anda terhadap kinerja guru-guru yang ada di SLB
Frobel Montessori?
Jawab :
Kinerja guru yang saya lihat di SLB Frobel Montessori sudah baik. Guru-guru
mampu mengajarkan anak-anak dengan baik, sabar sampai anak-anak bisa.

Lampiran 18

5. Bagaimana dengan fasilitas yang ada di SLB Frobel Montessori?


Jawab :
Menurut saya fasilitas yang ada dilingkungan SLB Frobel Montessori sudah
lengkap seperti: Alat bantu dengar (ABM), Gambar-gambar, tulisan,
kumpulan nama benda yang ada dilingkungan sekitar. Untuk fasilitas Olahraga
dilingkungan SLB Frobel Montessori yaitu Lapangan luas yang digunakan
untuk senam, badminton, dan atletik yaitu lari matras.
6. Program apa saja yang anda ketahui yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Program: Melukis, pramuka, komputer dan olahraga.
7. Apa tanggapan anda terhadap program yang ada di SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Programnya bagus selama dapat mendukung perkembangan anak didik agar
mereka tidak jenuh belajarnya formal terus.
8. Apakah harapan anda terhadap program- program yang sudah di jalankan oleh
SLB Frobel Montessori?
Jawab :
Harapan saya dengan adanya program-program tersebut mampu mengasah
bakat yang dimiliki anak berkebutuhan khusus untuk terus kreatif dan aktif.
9. Apakah yang anda harapkan dengan adanya SLB Frobel Montessori di
lingkungan Condet Balekambang?
Jawab :
Saya berharap dengan adanya SLB Frobel Montessori mampu menampung
dan mendidik anak-anak didik yang memiliki kebutuhan khusus karena di
lingkungan daerah Condet masih jarang sekali sekolah-sekolah untuk anakanak berkebutuhan khusus kebanyakan yang ada hanya sekolah-sekolah
formal.

Responden

Pewawancara

Bapak Ghani

M. Syaghilul Khoir

Anda mungkin juga menyukai