C09 Ysu

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 112

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN

PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL


DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS
JAWA BARAT

YUNITA SULISTRIANI

SKRIPSI

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul :

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN


LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN
TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN
CIAMIS, JAWA BARAT
adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan
dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar
Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, April 2009

YUNITA SULISTRIANI
C64103039

RINGKASAN
YUNITA SULISTRIANI. Perubahan Daratan Pantai dan Penutupan
Lahan Pasca Tsunami Secara Spasial Dan Temporal di Pantai Pangandaran,
Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Dibimbing Oleh I WAYAN NURJAYA dan
SYAMSUL BAHRI AGUS
Perubahan daratan pantai dan penutupan lahan di daerah pesisir dipengaruhi
oleh berbagai faktor yakni faktor alam dan faktor kegiatan manusia. Faktor alam
yang paling berpengaruh adalah pola angin, arus, gelombang, bencana alam dan
faktor alam lainnya, sedangkan faktor manusia yang paling berpengaruh seperti
pembangunan di pesisir pantai, penanaman hutan bakau, ataupun pembuatan
dermaga. Pengamatan terhadap perubahan daratan pantai dan penutupan lahan
dilakukan secara spasial dengan menggunakan citra Landsat 7 ETM+ path / row
121/65 yang direkam pada tahun 2001, 2005, dan 2006 yang mencakup koordinat
7400.0 LS-1083730.0 BT dan 7450.0 LS-108410.0 BT serta
dilakukan perbandingan antara citra yang diambil sebelum tsunami dengan citra
yang diambil setelah tsunami. Data sekunder yang digunakan adalah data yang
terkait dalam analisis perubahan daratan pantai dan penutupan lahan.
Untuk mengetahui adanya perubahan daratan pantai ataupun perubahan
lahan, citra diproses sedemikian rupa dengan menggunakan Software ErMapper
dan ArcView dengan metodologi pengkelasan yang kemudian dioverlay untuk
mengetahui perubahan yang terjadi. Dalam mengamati perubahan penutupan
lahan juga dilakukan pengkelasan terhadap data citra penelitian kedalam 6 kelas
yaitu perairan, pemukiman, vegetasi, persawahan, lahan basah dan lahan kering.
Ketiga citra yang telah dioverlay menunjukkan akresi yang terjadi pra
tsunami (citra tahun 2001-2005) meliputi Pantai Barat Pangandaran, Pantai Timur
sebelah utara, Pantai Pasir Putih, Tg. Cimanggu, Tg. Kalapaendep dan Muara
Sungai Cikidang, sedangkan wilayah yang mengalami abrasi meliputi sebagian
kecil Pantai Barat dan beberapa bagian dari pantai di sekitar cagar alam
Pananjung. Citra pasca tsunami yang telah dioverlay (citra tahun 2005-2006)
menunjukkan bahwa peristiwa abrasi terjadi di beberapa daerah di sekitar Pantai
Pangandaran dan Cikembulan. Namun dengan bentuk pantai Pangandaran yang
unik dan adanya cagar alam Penanjung di daerah ini membuat Pantai Timur aman
dari gempuran abrasi akibat tsunami, bahkan di beberapa tempat di Pantai Timur
ada daerah yang mengalami akresi akibat penggenangan air laut tsunami yang
cukup lama sehingga terjadi penimbunan material di daerah tersebut.
Citra pra tsunami menunjukkan adanya penambahan luas pemukiman.
Dengan jumlah penduduk 45.000 jiwa danpertumbuhan penduduk rata-rata 1%,
kegiatan pembangunan pemukiman terus berjalan. Citra pasca tsunami
menunjukkan daerah yang mengalami pengurangan adalah kelas pemukiman. Hal
tersebut dikarenakan pemukiman-pemukiman yang berdiri di sepanjang pesisir
Pantai Pangandaran rusak akibat terjangan tsunami. Berdasarkan hasil penelitian
ini pemerintah setempat dapat menentukan kebijakan-kebijakan yang harus
diambil dalam pengelolaan sektor pariwisata Pantai Pangandaran maupun rencana
tata kota sehingga tercipta sebuah obyek pariwisata yang aman dan nyaman.

Hak cipta Milik Yunita Sulistriani, 2009


Hak cipta Dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari


Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
Bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, microfilm, dan sebagainya

PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN


PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN TEMPORAL
DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN CIAMIS
JAWA BARAT

Oleh: Yunita
Sulistriani
C64103039

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN


FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2009

Skripsi

Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Perikanan


pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Institut Pertanian Bogor

Oleh: Yunita
Sulistriani
C64103039

SKRIPSI
Judul Penelitian : PERUBAHAN DARATAN PANTAI DAN PENUTUPAN
LAHAN PASCA TSUNAMI SECARA SPASIAL DAN
TEMPORAL DI PANTAI PANGANDARAN, KABUPATEN
CIAMIS, JAWA BARAT
Nama
: Yunita Sulistriani
NRP
: C64103039

Menyetujui, Dosen
Pembimbing

Dr. Ir. I Wayan Nurjaya, M.Sc


NIP. 131 859 209
.

Syamsul B. Agus, S.Pi, M.Si


NIP. 132 311 912
Mengetahui,

Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc


NIP. 131 578 799

Tanggal Lulus :

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanya dipanjatkan kepada Allah SWT yang Maha Kuasa,
atas segala kasih, anugerah dan kekuatan yang diberikan kepada penulis selama
penyusunan hingga terselesaikannya skripsi yang berjudul Perubahan Daratan
Pantai dan Penutupan Lahan Pasca Tsunami Secara Spasial dan Temporal di
Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat .
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Program Studi Ilmu Dan Teknologi Kelautan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Dalam penyusunannya, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam
penyusunan skripsi ini banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu
penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada
-

Bapak Edi Amin (alm) dan Ibu Lies Kurniati serta keluarga saya atas
segala bimbingan dan doa yang tidak pernah putus

Bapak Rio Gumelar dan Keluarga atas beasiswa kuliah dan penelitian
selama ini

Bpk Dr. I Wayan Nurjaya dan Bpk Syamsul Bahri Agus M.Si atas
bimbingannya

Bpk. Dr. Henry M. Manik dan Bpk. Dr. Johnson L. Gaol atas kesediaan
dan saran-saran sebagai dosen penguji

Tim PSSDAL (Pusat Survei Sumber Daya Alam Laut)


BAKOSURTANAL atas bantuan penyediaan data citra

Teman-teman yang selama ini sudah mendukung kuliah dan penelitian


saya.
Bogor, April 2009
Yunita Sulistriani

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................ x
DAFTAR TABEL

............................................................................. xii

DAFTAR GAMBAR.................................................................................... xiii


DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
1. PENDAHULUAN ..................................................................................

1.1. Latar belakang.................................................................................


1.2. Tujuan penelitian ............................................................................

1
2

2. TINJAUAN PUSTAKA .........................................................................


3
2.1. Kondisi umum lokasi penelitian
..........................................
2.2. Pantai dan Perubahan Daratan Pantai .............................................
2.2.1 Faktor Alam.........................................................................
2.2.1.1 Gelombang.............................................................
2.2.1.2 Angin.......................................................................
2.2.1.3 Pasang Surut............................................................
2.2.1.4 Proses sedimentasi dan erosi di pantai ...................
2.2.1.5 Tsunami ...................................................................
2.2.1.5.1 Pengertian Tsunami..................................
2.2.1.5.2 Penyebab terjadinya tsunami ...................
2.2.2 Faktor Manusia ...................................................................
2.3 Penginderaan Jarak Jauh ................................................................
2.3.1 Radiasi gelombang elektromagnetik ...................................
2.3.2 Karakteristik Landsat ..........................................................
2.3.2.1 Landsat 7 ETM+ .....................................................
2.4 Sistem Informasi Geografis ...........................................................

3
4
6
6
8
9
10
13
13
14
15
16
19
20
21
23

3. METODOLOGI ..................................................................................... 25
3.1. Waktu dan tempat penelitian...........................................................
3.2. Alat dan bahan penelitian................................................................
3.2.1 Alat Penelitian........................................................................
3.2.2 Bahan Penelitian ....................................................................
3.3. Metode pengolahan data .................................................................
3.4. Survey Lapangan ..............................................................................

25
26
26
27
27
33

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................


4.1 Analisis data citra............................................................................
4.1.1 Perubahan garis pantai ...........................................................
4.1.1.1 Klasifikasi darat dan laut ...........................................

34
34
41
41

4.1.1.2 Overlay citra untuk perubahan garis pantai ...............

44

4.1.1.2.1 Overlay citra perubahan garis pantai tahun


2001-2005 ..................................................
4.1.1.2.2 Overlay citra perubahan garis pantai tahun
2005-2006 ..................................................
4.1.2 Perubahan penutupan lahan ...................................................
4.1.2.1 Klasifikasi penutupan lahan .......................................
4.1.2.1.1 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2001 .....
4.1.2.1.2 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2005 .....
4.1.2.1.3 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2006 .....
4.1.2.2 Overlay penutupan lahan tahun 2001-2005 ...............
4.1.2.3 Overlay penutupan lahan tahun 2005-2006 ...............
4.2 Analisis perubahan daratan pantai dan penutupan lahan ...................
4.2.1 Analisis perubahan daratan pantai .........................................
4.2.1.1 Angin, arus dan gelombang .......................................
4.2.1.2 Pasang surut ...............................................................
4.2.1.3 Faktor lingkungan lainnya .........................................
4.2.1.4 Faktor Manusia ..........................................................
4.2.2 Analisis penutupan lahan .......................................................
4.2.3 Analisis perubahan daraan pantai dan penuupan lahan akibat
bencana alam tsunami ............................................................

45
48
50
50
51
54
56
59
62
66
66
66
71
74
76
77
78

5. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1 Kesimpulan ........................................................................................
5.2 Saran ..... ..........................................................................................

85
85

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

86

LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Batasan Pantai ......................................................................................... 5
2. Potongan melintang profil pantai saat angin tenang dan angin badai...... 11
3. Peta Lokasi Pesisir Pantai Pangandaran dan Sekitarnya.......................... 25
4. Bagan alir analisis perubahan garis pantai ............................................... 28
5. Citra Landsat Path/Row 121/65 Tanggal 22 Juni 2001 ........................... 34
6. Citra Landsat Path/Row 121/65 Tanggal 16 Mei 2005............................ 35
7 Citra Landsat Path/Row 121/65 Tanggal 10 Oktober 2006 ..................... 35
8. Peta Citra Landsat tahun 2001 dengan komposit RGB 542 ................... 36
9. Peta Citra Landsat tahun 2005 dengan komposit RGB 542 ................... 38
10. Peta Citra Landsat tahun 2006 dengan komposit RGB 542 ................... 39
11. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2001 ................. 41
12. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2005 ................. 42
13. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2006 ................. 42
14. Peta Hasil Overlay Darat Laut tahun 2001-2005 .................................. 45
15. Grafik Perubahan Garis Pantai Menurut Pembagian Wilayah Tahun 200547
16. Peta Hasil Overlay Darat Laut tahun 2005-2006 .................................. 48
17. Grafik Perubahan Garis Pantai Menurut Pembagian Wilayah Tahun 200650
18. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2001 .......... 52
19. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2001 ............. 53
20. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2005 .......... 54
21. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2005 ............. 56
22. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2006 .......... 57
23. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2006 ............. 58
24. Peta overlay penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2001-2005...... 61
25. Peta overlay penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2005-2006...... 65
26. Diagram Windrose data angin maksimum 2001-2006............................. 67
27. Diagram Windrose data angin minimum 2001-2006 ............................... 67
28. Pola arah angin di Pantai Pangandaran .................................................... 68
29. Kecepatan angin rata-rata bulanan di Pantai Pangandaran ...................... 68
30. Batimetri di perairan Teluk Pangandaran ................................................ 70
31. Grafik Pasang Maksimum Pasang Surut 2001 2006............................. 72
32. Grafik Surut Minimum Pasang Surut 2001 2006 ................................ 73
33. Grafik Rata-rata Debit Air Sungai Cikidang Tiap Bulan......................... 75
34. Episenter gempa utama menurut BMG, USGS, dan
GEOFON (BMG, 2006)........................................................................... 78
35. Peta run-up tsunami untuk wilayah Pangandaran hasil survey BMG
tanggal 18-22 Juli 2006............................................................................ 79
36. Landaan air laut di Pantai Pangandaran ................................................... 82

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Karakteristik Kanal Landsat 7 ETM + .....................................................


2. Alat, Bahan dan Metode Survey Lapangan .............................................
3. Luas Darat Laut Tahun 2001, 2005 dan 2006..........................................
4. Luas Perubahan Darat Laut Tahun 2001-2005 ........................................
5. Panjang Rata Rata Perubahan Garis Pantai di Tiap Sel Tahun 2005....
6. Luas Perubahan Darat Laut Tahun 2005-2006 ........................................
7. Panjang Rata Rata Perubahan Garis Pantai di Tiap Sel Tahun 2006....
8. Luas Penutupan Lahan Tahun 2001.........................................................
9. Luas Penutupan Lahan Tahun 2005.........................................................
10. Luas Penutupan Lahan Tahun 2006.........................................................
11. Luas perubahan masing-masing kelas penutupan lahan tahun 2001-2005
12. Luas konversi penutupan lahan tahun 2001-2005....................................
13. Luas perubahan masing-masing kelas penutupan lahan tahun 2005-2006
14. Luas konversi penutupan lahan tahun 2001-2005....................................
15. Besar Rata-rata Debit Air Sungai Cikidang Tiap Bulan ..........................

21
26
43
46
48
49
50
53
56
58
59
60
63
64
75

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.

Data Pasang Surut Untuk Daerah Kajian .................................................


Data Pasang Surut Maksimum dan Minimum Daerah Kajian..................
Data Kecepatan dan Arah Angin Stasiun Cilacap....................................
Gambar-gambar .......................................................................................
Versi ringkas Skala Angin Beufort Untuk Dipergunakan di Laut ...........

88
91
92
94
97

1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia sebagai negara kepulauan mempunyai lebih dari 17.500 pulau dan
wilayah pantai sepanjang 81.000 Km. Posisi geografis Indonesia sangat unik
karena berada di posisi silang antara dua benua yaitu Asia dan Australia, dan dua
samudera yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Selain itu, Indonesia
juga terletak pada tempat bertemunya empat lempeng besar yaitu Eurasia (Asia
Tenggara), Indo-Australia, Samudera Pasifik dan Filipina. Indonesia juga
merupakan bagian dari Ring of Fire yaitu jalur pegunungan api muda aktif
yang mengelilingi Samudera Pasifik. Oleh karena itu, hampir seluruh wilayah
negara Indonesia termasuk wilayah rawan bencana alam termasuk gempa dan
tsunami (http://www.bmg.go.id diakses pada 28 Desember 2007).
Pantai Pangandaran merupakan wilayah pesisir selatan Kabupaten Ciamis,
Jawa Barat. Daerah pantai ini merupakan kawasan pariwisata yang biasa
dikunjungi oleh para wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kawasan
tersebut luluh lantak akibat terjangan tsunami yang terjadi pada tanggal 17 Juli
2006 lalu. Tsunami ini diakibatkan oleh gempa tektonik yang terjadi pukul 15.19
WIB dengan pusat getaran pada 9,46 Lintang Selatan (LS) dan 107,19 Bujur
Timur (BT) pada kedalaman 33 kilometer. Gempa yang terjadi di bawah laut
terukur dengan kekuatan 6,8 Skala Richter (SR) sehingga gempa tersebut
menimbulkan tsunami yang menerjang kawasan Pantai Pangandaran
(Diposaptono dan Budiman, 2005).
Gelombang yang terjadi akibat pergeseran lempeng dasar laut atau tsunami
menyapu daratan, sehingga dapat merubah daratan pantai dan penutupan lahan

yang ada di pesisir daratan tersebut. Perubahan daratan pantai itu sendiri yaitu
akibat tumpukan sedimen yang terbawa oleh gelombang maupun sedimen
pantai yang terkikis dan terbawa oleh gelombang atau arus laut.
Kajian perubahan daratan pantai sendiri penting dilakukan sebagai acuan
dalam pembangunan wilayah pesisir dan pelabuhan, pariwisata serta kegiatan
penangkapan dan budidaya perikanan.
Salah satu cara yang digunakan untuk melihat perubahan daratan pantai di
Pantai Pangandaran adalah secara spasial dan temporal, yaitu dengan
membandingkan dua atau lebih citra satelit sebelum dan sesudah bencana
tsunami yang menimpa wilayah pesisir Pantai Pangandaran. Perbandingan
antara kedua kondisi tersebut dapat memberikan informasi tentang daratan
pantai dan tutupan lahan yang mengalami perubahan akibat tsunami yang
terjadi di pesisir wilayah Pantai Pangandaran.

1.2 Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui perubahan
daratan pantai dan penutupan lahan di wilayah pesisir Pantai Pangandaran akibat
terjangan tsunami pada 17 Juli 2006.

2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Ciamis adalah salah satu kabupaten di Propinsi Jawa Barat
yang memiliki luas wilayah 2.556,75 km. Kabupaten ini berbatasan langsung
dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan di utara; Kabupaten
Cilacap (Jawa Tengah) dan Kota Banjar di timur; Samudra Hindia di selatan;
serta Kota Tasikmalaya dan Kabupaten Tasikmalaya di barat.
Kabupaten Ciamis terdiri atas 30 kecamatan, yang terbagi dalam sejumlah
desa dan kelurahan dengan pusat pemerintahan di Kecamatan Ciamis. Ibu kota
Kabupaten Ciamis berada di jalan negara jalur Bandung-Yogyakarta-Surabaya.
Kabupaten ini juga dilintasi jalur kereta api lintas selatan, dengan stasiun
terbesarnya di Kota Ciamis (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ciamis
diakses pada 19 Februari 2009).
Sebagian besar wilayah Kabupaten Ciamis berupa pegunungan dan
dataran tinggi, kecuali di perbatasan dengan Jawa Tengah bagian selatan, serta
sebagian wilayah pesisir. Pantai selatan Ciamis bagian timur berupa teluk,
diantaranya Teluk Pangandaran, Teluk Parigi, dan Teluk Pananjung. Pantai
Pangandaran merupakan salah satu tujuan wisata utama di Kabupaten Ciamis.
Pantai Pangandaran terletak sekitar 92 km di sebelah selatan Kabupaten
Ciamis. Pantai Pangandaran berada di Desa Pananjung. Pantai Pangandaran
merupakan objek wisata yang cukup ternama di kalangan wisatawan baik lokal
maupun manca negara. Pantai Pangandaran memiliki pantai berpasir putih yang
landai dengan air yang jernih (http://www.budpar.go.id/ diakses pada 28
Desember 2007).

Desa Pangandaran sendiri terletak pada peninsular atau semenanjung yang


masuk ke Samudra Indonesia dengan cagar alam berbentuk air mata (teardrop).
Bagian ujung selatan semenanjung adalah hutan lindung yang terdiri dari lahan
perbukitan dan lahan daratan sedangkan 142, 87 hektar lahan yang lain di
Kecamatan Pangandaran adalah dataran yang secara geologi dapat disebut beach
ridges, dan berbentuk genting tanah (isthmus) yang menghubungkan semenanjung
bagian ujung dengan daratan Pulau Jawa (http://www.budpar.go.id/page.php?
ic=511&id=1385 diakses pada 28 Desember
2007).
Ciri topografis kawasan Pangandaran, khususnya semenanjung yang berbukit
(cagar alam), bersama arus, angin, dan gelombang dari Samudra Indonesia
sangat mempengaruhi bentuk pantai dan ombak laut. Kondisi geografis seperti
ini mampu menahan angin kuat dari arah timur. Hal ini pula yang
menyebabkan laut di sepanjang pinggir pantai barat (500 m) dari ujung selatan
adalah daerah yang paling aman untuk berenang, berperahu, dan aktivitas laut
yang lain (http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ciamis diakses pada 19
Februari 2009).

2.2 Pantai dan Perubahan Daratan Pantai


Pantai adalah suatu daerah dimana proses yang terjadi di daratan
(terrigenous) dan proses di laut saling mempengaruhi. Daerah ini merupakan satu
jalur daratan yang dibatasi oleh laut dan terbentang sampai pengaruh laut tidak
dapat dirasakan lagi. Menurut Komar (1983) pantai dapat didefinisikan sebagai
daerah yang dibatasi oleh daratan (swash zone) sampai daerah gelombang pecah

(breaker zone), sedangkan menurut Triatmodjo (1999), pantai adalah daerah di


tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah.
Batasan pantai dapat dilihat pada Gambar 1.

Sumber : Triatmodjo (1999)

Gambar 1. Batasan Pantai

Batas antara air dan daratan dikenal sebagai garis pantai, yang selalu
berubah-ubah, baik perubahan sementara akibat pasang surut, maupun perubahan
yang permanen dalam jangka waktu yang panjang akibat abrasi dan akresi pantai
atau keduanya.
Perubahan daratan pantai terjadi akibat dua peristiwa penting, yaitu akresi
(penambahan) dan abrasi (pengikisan). Akresi pantai adalah kondisi semakin
majunya pantai karena penambahan material dari hasil endapan sungai dan
pengangkatan (emerge) sedimen oleh arus dan gelombang laut, sedangkan abrasi
adalah kerusakan pantai yang mengakibatkan semakin mundurnya pantai akibat
kegiatan air laut. Perubahan yang terjadi pada wilayah pantai akan
mengakibatkan perubahan yang nyata pada kondisi lingkungan fisik dan

komponen yang berinteraksi didalamnya. Perubahan daratan pantai dapat


disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia (Komar, 1983).
2.2.1 Faktor Alam
Faktor utama penyebab perubahan daratan pantai adalah faktor dari darat
dan laut. Faktor dari darat berupa sedimentasi lewat sungai-sungai dan adanya
tumbuhan pantai. Faktor dari laut berupa arus dan gelombang laut, pasang surut,
sedimentasi dari laut dan morfologi dasar laut, serta adanya bencana alam seperti
tsunami. Selain itu, faktor yang dapat mempengaruhi perubahan pantai, baik
secara langsung maupun tidak langsung adalah angin, dan turunnya permukaan
daratan, atau naiknya permukaan air laut. Akan tetapi secara umum faktor yang
mempengaruhi perubahan daratan pantai adalah gelombang, pasang surut, angin,
dan bencana alam serta proses sedimentasi di pesisir dan erosi pantai akibat faktor
alam lainnya.

2.2.1.1 Gelombang
Gelombang adalah fenomena naik-turunnya permukaan laut. Gelombang
adalah faktor penting yang sangat menentukan dalam proses dinamika pantai, baik
berupa abrasi (erosi atau pengikisan pantai) maupun akresi (sedimentasi atau
penambahan pantai). Gelombang dapat menimbulkan arus dan transpor sedimen
dalam arah tegak lurus dan sepanjang pantai yang akhirnya akan mempengaruhi
bentuk pantai (Rahardjo, 2004).
Menurut Komar (1983), gelombang yang disebabkan oleh angin sangat
penting sebagai faktor perpindahan energi. Energi yang berasal dari angin
dipindahkan ke perairan pada saat melintasi permukaan laut dan terbawa ke

daerah pesisir (coastal zone). Energi ini adalah penyebab utama terjadinya erosi
atau dapat menghasilkan variasi arus dekat pantai (nearshore) dan membentuk
pola transportasi pasir di pantai. Energi gelombang yang dihasilkan tergantung
oleh faktor kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan daerah dimana angin
terjadi. Semakin lama angin bertiup maka energi yang dipindahkan untuk
menghasilkan gelombang semakin besar. Pada areal yang lebih besar terdapat
lebih banyak energi gelombang potensial. Arah gelombang mendekati pantai
adalah salah satu aspek penting dalam proses pengendalian pantai. Hal ini
berhubungan dengan fungsi gelombang sebagai pengangkut sedimen. Jika
pasokan material tidak dapat mencapai pantai kembali maka akan terjadi erosi
yang serius. Pengaruh selanjutnya aksi gelombang terhadap pantai adalah
terjadinya penambahan pantai (akresi) dan pemindahan pasir ke pantai.
Gelombang yang datang ke arah pantai menyebabkan terjadinya transport massa
air yang mengangkut sedimen. Pada waktu gelombang sampai ke pantai maka air
akan naik ke darat dan pada waktu turun air akan menyebabkan erosi di pantai dan
akan dibawa ke laut. Sedimen yang dibawa ke laut tersebut akan bertemu dengan
sedimen yang dibawa oleh transpor massa air dan akan mengendap di daerah
pertemuan sehingga membentuk gundukan.
Gelombang datang ke pantai yang menimbulkan arus menyusur pantai
(longshore current) adalah penyebab utama dari penggerakan sedimen,
sedangkan arus-arus lainnya hanya efektif pada kondisi tertentu. Sebagai
contoh, di mulut teluk arus pasang menjadi kuat dan mungkin sekali berperan
penting dalam pengangkutan sedimen pantai. Angin yang menghasilkan arus

menyusur pantai jika dikombinasikan dengan aksi gelombang akan efektif


dalam pengangkutan sedimen (Komar, 1983).
Menurut Black (1986) penentuan status utama garis pantai harus di lakukan
dalam periode waktu panjang sejak pengendapan dan pengangkutan sedimen
mulai sering terjadi pantai umumnya stabil jika gelombang kecil, tetapi dapat
berubah sangat cepat karena gelombang besar seperti tsunami dan angin ribut.

2.2.1.2 Angin
Angin merupakan penyebab terjadinya gelombang yang paling utama di
permukaan laut. Gelombang yang dibangkitkan oleh angin dipengaruhi tiga
faktor, yaitu kecepatan angin, lamanya angin bertiup dan luas daerah yang
terkena tiupan angin. Durasi bertiupnya angin merupakan salah satu faktor
penting, dimana semakin lama angin bertiup maka gelombang yang dihasilkan
semakin besar (Komar, 1983).
Angin yang berhembus di permukaan air laut yang semula tenang akan
menyebabkan gangguan pada permukaan air, sehingga timbulah gelombang
kecil, riak atau ripples, yang mempunyai gaya pengembali dominan berupa
tegangan permukaan. Dengan telah terbentuknya gelombang kecil tersebut,
maka interaksi antara angin dengan permukaan air laut menjadi lebih efektif.
Riak tersebut hanya bertahan sebentar, jika angin berhenti berhembus maka
hampir seketika itu riak hilang dari permukaan laut. Jika angin terus
berhembus, riak akan tumbuh menjadi gelombang yang lebih besar (Holtz

(1888), Jeffreys (1924), Sverdrup dan Munk (1947), dan Phillips (1957) dalam
Rahardjo, 2004).
2.2.1.3 Pasang Surut
Pasang surut laut adalah gelombang yang dibangkitkan oleh adanya interaksi
antara laut, matahari dan bulan. Puncak gelombang disebut pasang tinggi dan
lembah gelombang disebut pasang rendah. Perbedaan vertikal antara pasang
tinggi dan pasang rendah disebut rentang pasang surut. Periode pasang surut
adalah waktu antara puncak atau lembah gelombang ke puncak atau lembah
gelombang berikutnya. Panjang periode pasang surut bervariasi antara 12 jam
25 menit hingga 24 jam 50 menit (http//www.wikipedia.org/wiki/pasang_surut
diakses pada 19 Februari 2009).
Berdasarkan pola gerakan muka lautnya, pasang surut di Indonesia dapat dibagi
menjadi empat jenis yaitu pasang surut harian tunggal (diurnal tide), harian
ganda (semidiurnal tide) dan dua jenis campuran. Pada jenis harian tunggal
hanya terjadi satu kali pasang dan satu kali surut setiap hari. Pada jenis harian
ganda, tiap hari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut yang tingginya
masing-masing hampir sama. Di samping itu, dikenal pula campuran dari
keduanya, meskipun jenis tunggal atau gandanya masih menonjol. Pada
pasang surut campuran condong ke harian ganda (mixed tide, prevailing
diurnal), terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dalam sehari, tetapi berbeda
dalam tinggi dan waktunya. Dan, yang terakhir adalah jenis campuran condong
ke harian tunggal (mixed tide, prevailing diurnal). Pada jenis ini tiap hari
terjadi satu kali pasang dan satu kali surut tetapi kadang-kadang pula untuk

sementara dengan dua kali pasang dan dua kali surut, yang sangat berbeda
dalam tinggi dan waktunya (Nontji, 1993).
Pada saat pasang, energi pasang akan mendorong massa air laut ke dalam
daerah pantai sehingga sedimen akan menyebar di daerah tersebut, sedangkan
pada saat surut aliran sungai akan lebih besar sehingga mampu mendorong massa
air laut keluar dan sebagai akibatnya sedimen akan terbawa bersama dan akan
menyebar sampai ke laut yang kemudian akan terdeposit di sekitar daerah
tersebut. Pada waktu pasang, arus yang mengalir kearah laut akan mengangkut
sedimen dari pantai dalam jumlah besar. Jika material ini tidak dibawa kembali
ke pantai oleh gelombang yang datang maka pantai akan mengalami pengikisan,
sedangkan pada saat surut, aliran sungai akan lebih besar sehingga mampu
mendorong sedimen (Ross, 1970).

2.2.1.4 Proses Sedimentasi dan Erosi di Pantai


a. Proses Sedimentasi
Proses sedimentasi adalah proses yang meliputi pelapukan, transportasi, dan
pengendapan. Sedimen yang terdapat di pantai umumnya berasal dari
peluruhan dan erosi dari daratan. Sebagian besar material ini dibawa dalam
bentuk sedimen terlarut oleh sungai menuju laut. Proses sedimentasi di daerah
pantai juga dipengaruhi oleh berbagai faktor aktivitas laut, diantaranya arus,
gelombang dan pertemuan dua arus yang berbeda sifatnya (Black, 1986).
Transpor sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya. Gelombang yang
menjalar menuju pantai membawa massa air dan momentum searah

penjalarannya. Transpor massa dan momentum tersebut akan menimbulkan


arus di daerah dekat pantai. Gelombang pecah menimbulkan arus dan
turbulensi yang sangat besar yang dapat menggerakkan sedimen dasar.
Angin, erosi pantai, fluktuasi iklim dan erupsi gunung berapi juga memberikan
kontribusi terhadap pergerakan sedimen. Sebagai contoh, daerah yang
dipengaruhi angin muson, biasanya pada saat bertiup angin timur, gelombang
laut akan bersifat konstruktif yaitu membawa sedimen menuju pantai.
Demikian juga yang terjadi pada kawasan pantai saat angin tenang atau musim
panas (summertime). Sebaliknya bila bertiup angin barat, saat bertiup angin
badai (storm), ataupun saat musim dingin (wintertime), maka gelombang laut
akan bersifat merusak pantai (destruktif) karena massa air akan mengangkut
sebagian besar sedimen menuju tengah laut. Sedimen itu kemudian teronggok
di daerah surf zone membentuk bukit pasir (sand-bar)
(http://faiqun.edublogs.org/2008/05/30/pergerakan-sedimen-pantai/ diakses
pada 12 Maret 2009). Gambar 2 menunjukkan potongan melintang profil
pantai pada saat angin tenang dan angin badai.

Gambar 2. Potongan melintang profil pantai saat angin tenang (atas) dan angin
badai (bawah)

b. Proses Erosi di Pantai


Erosi pantai adalah proses terkikisnya material penyusun pantai oleh
gelombang, dan material hasil kikisan itu terangkut ke tempat lain oleh arus.
Dari sudut pandang keseimbangan interaksi antara kekuatan-kekuatan asal
darat dan kekuatan-kekuatan asal laut, erosi pantai terjadi karena kekuatankekuatan asal laut lebih kuat daripada kekuatan-kekuatan asal darat.
Aktifitas gelombang di pantai adalah faktor utama yang aktif menyebabkan
erosi pantai. Dengan demikian, tiupan angin menjadi faktor penting yang
menentukan terjadi atau tidaknya erosi pantai di tempat-tempat atau segmensegmen pantai tertentu dan pada musim-musim tertentu. Arah angin
menentukan segmen-segmen pantai yang akan tererosi, sedang kecepatan angin
dan fetch menentukan kekuatan gelombang yang terbentuk dan memukul ke
pantai.
Arus dekat pantai menentukan arah pergerakan muatan sedimen di sepanjang
pantai. Arus itu memindahkan muatan sedimen dari satu tempat ke tempat lain
di sepanjang pantai atau membawa muatan sedimen dari satu sel pantai ke sel
pantai yang lain atau membawa muatan sedimen keluar ke perairan lepas
pantai. Pola arus dekat pantai perkembangannya ditentukan oleh gelombang
yang bergerak menghampiri pantai. Dengan demikian, faktor angin juga secara

tidak langsung mempengaruhi transportasi muatan sedimen


(http://www.kepulauanindonesia.co.id/ diakses pada 19 Februari 2009).

2.2.1.5 Tsunami
2.2.1.5.1 Pengertian tsunami
Kata "tsunami" merupakan istilah dari bahasa Jepang "tsunami",
mempunyai dua suku kata, "tsu", artinya "pelabuhan" (harbor), "nami" berarti
"gelombang". Tsunami menyatakan suatu gelombang laut akibat adanya
pergerakan atau pergeseran lempeng di dasar laut yang disebut dengan gempa
bawah laut. Gempa ini diikuti oleh perubahan permukaan laut yang
mengakibatkan timbulnya penjalaran gelombang air laut secara serentak ke
seluruh penjuru mata angin, sedangkan pengertian gempa adalah pergeseran
lapisan tanah di bawah permukaan bumi. Ketika terjadi pergeseran tersebut
timbul getaran yang disebut gelombang seismik dari pusat gempa menjalar ke
segala penjuru (http://www.bmg.go.id/diakses pada 28 Desember 2007).
Dalam literatur berbahasa inggris, tsunami kadang-kadang disebut pula
sebagai Tidal Wave dan sering diterjemahkan secara harfiah sebagai
gelombang pasang. Istilah ini sebenarnya tidak tepat karena sama sekali tidak
mempunyai hubungan dengan pasang-surut air laut yang umum, yang ditentukan
oleh gaya tarik benda-benda astronomis. Tsunami juga berbeda dengan
gelombang yang ditimbulkan oleh angin (wind wave) yang hanya menggerakkan

air laut bagian teratas. Gelombang tsunami menimbulkan gerak pada seluruh
kolom air dari permukaan hingga ke dasar (Nontji, 1993).

2.2.1.5.2 Penyebab Terjadinya Tsunami


Menurut Kawata (2000), tsunami disebabkan oleh 3 hal, yaitu:
1) Apabila gempa dengan patahan vertikal, baik patahan naik maupun turun
(lebih dari beberapa meter secara mendadak dan vertikal) terjadi di laut
dengan kedalaman mencapai ribuan meter. Secara empiris, jika gempanya
berkekuatan lebih 6,5 SR, dan pusat gempa berada pada kedalaman kurang
dari 60 km dari dasar laut, maka tsunami akan terjadi.
2) Adanya longsor besar yang disebabkan oleh gempa, kegiatan gunung
berapi, atau longsor di dasar laut.
3) Letusan gunung berapi.
Gempa merupakan salah satu penyebab utama terjadinya tsunami. Selain
itu, penyebab tsunami lainnya adalah meletusnya gunung berapi yang
menyebabkan pergerakan air di laut/perairan sekitarnya menjadi sangat tinggi.
Tidak semua gempa bawah laut menimbulkan tsunami, tsunami baru terjadi
jika sampai terjadi dislokasi vertikal pada dasar laut, yang biasanya disebabkan
oleh gempa kuat yang sumbernya relatif dangkal. Bila terjadi patahan atau sesar
(fault) pada dasar laut, dan massa batuan dalam jumlah yang sangat besar amblas
tiba-tiba, maka seluruh kolom air diatasnya juga ikut tersentak jatuh. Akibatnya

permukaan laut akan melakukan gerak osilasi naik turun untuk mencari
keseimbangan baru dan timbulah gelombang tsunami yang kemudian merambat
ke segala arah dengan energi yang sangat besar (Diposaptono dan Budiman,
2005).
Gelombang tsunami merambat ke segala arah dengan kecepatan yang
bergantung pada kedalaman laut. Makin dalam laut makin tinggi kecepatan
rambatnya. Pada kedalaman 5.000 m (kedalaman rata-rata di Samudera Pasifik)
kecepatan rambat tsunami mampu mencapai 230 m/detik. Periode tsunami, yakni
jangka waktu yang diperlukan untuk tibanya dua puncak gelombang yang
berturutan dapat terjadi dalam kurun waktu yang sangat lama. Jika sumbernya
jauh, periodenya dapat mencapai lebih dari satu jam. Panjang gelombang
tsunami, yaitu jarak dari satu puncak ke puncak lainnya dapat mencapai 200 km.
Tinggi gelombang tsunami di tengah samudera biasanya relatif kecil yaitu antara
0,25-0,5 m, namun apabila telah mendekati pantai yang semakin dangkal akan
mendapat tahanan yang semakin besar dari dasar laut dan sebagai konpensasi
energinya yang besar dikonversikan kearah permukaan sehingga menimbulkan
tinggi gelombang mencapai puluhan meter. Konfigurasi dasar laut sangat
menentukan besarnya bencana yang dapat ditimbulkan. Teluk dengan bentuk
menyerupai huruf V memberikan efek corong yang dapat menyebabkan
gelombang tsunami sangat besar (Nontji, 1993).

2.2.2 Faktor Manusia

Beberapa masalah lingkungan yang secara langsung maupun tidak langsung


dipengaruhi kegiatan manusia antara lain perubahan pantai. Kegiatan manusia
yang menyebabkan perubahan daratan pantai adalah penggalian, pengerukan,
dan reklamasi (pengurugan pantai), perlindungan pantai (shore protection),
penggundulan dan penanaman hutan pantai, serta pengaturan pola aliran sungai
(Bird and Ongkosongo, 1980). Manusia sebagai penghuni pantai dapat
memanipulasi bentuk pantai secara langsung, seperti melakukan pembabatan
hutan bakau di tepi pantai, penggalian pasir di pantai dan di laut, pengerukan
lumpur laut, pembuatan pemecah gelombang (break water) dan reklamasi
pantai. Penggundulan hutan dan tata ruang yang kurang baik secara tidak
langsung menyebabkan erosi dan sedimentasi di pantai. Pengaruh tidak
langsung di pantai oleh manusia adalah perubahan perairan dan peningkatan
produksi sedimen dari sistem sungai sebagai akibat dari penggundulan hutan
ataupun perubahan tata guna lahan dalam daerah yang memberi pengaruh
(cathcment area) seperti daerah bantaran sungai, atau pembangunan waduk
untuk menampung persediaan air yang akan memotong beberapa aliran
sedimen.
Semakin padatnya populasi manusia dan penggunaan lahan yang semakin
intensif mengakibatkan berkurangnya daerah pantai akibat pengikisan.
Sementara itu sebagian pantai mundur karena arealnya digunakan sebagai
lahan pertanian kering yang semakin berkembang (Bird and Ongkosongo,
1980). Penginderaan jauh merupakan salah satu cara yang dapat digunakan
untuk melihat perubahan yang terjadi.

2.3 Penginderaan Jauh


Penginderaan jauh merupakan cara memperoleh informasi atau pengukuran
dari objek dengan menggunakan alat pencatat, tanpa ada hubungan langsung
dengan objek tersebut. Sistem ini didasarkan pada prinsip pemanfaatan
gelombang elektromagnetik yang dipantulkan dan dipancarkan oleh objek.
Alat penginderaan jauh ditempatkan pada suatu wahana yang dioperasikan
pada suatu ketinggian tertentu yang disebut sebagai platform. Ketinggian
platform tersebut dapat berupa ketinggian pesawat terbang, balon udara atau
satelit (Sutanto, 1986).
Sistem penginderaan jauh dengan menggunakan satelit sangat menguntungkan,
karena wilayah yang sangat luas dan sulit dijangkau dapat diliput. Keuntungan
ini dapat dirasakan bagi negara-negara dengan wilayah yang sangat luas seperti
Indonesia, selain itu perekaman data penginderaan jauh dari satelit dapat
berlangsung secara terus-menerus selama waktu tertentu, peliputan suatu lokasi
tertentu di permukaan bumi dapat dilakukan berulang-ulang dengan periode
tertentu. Oleh karena itu data penginderaan jauh dari satelit dapat digunakan
untuk memantau suatu daerah.
Pengamatan muka bumi, samudera, atmosfer dan interaksi ketiganya dengan
satelit berlangsung secara kontinyu, cepat dan selalu dapat diperbaharui dengan
segera. Jenis satelit pada dasarnya ada 5 yaitu satelit sumberdaya alam dan
lingkungan (contohnya LANDSAT); satelit meteorologi (contohnya
METEOSAT); satelit navigasi (contohnya NAVSTAR); satelit mata-mata
(spy) yang namanya sangat dirahasiakan, dan satelit komunikasi (contohnya
PALAPA) (Susilo dan Gaol, 2008).

Pada masa sekarang ini pemerintah Indonesia telah memanfaatkan sistem


penginderaan jauh. Sistem ini telah banyak digunakan sebagai salah satu
sarana penelitian oleh para peneliti untuk tujuan tertentu, misalnya memantau
perkembangan suatu daerah, penentuan daerah penangkapan ikan dan lain
sebagainya.
Berdasarkan sifat sensor, citra dan aplikasinya, maka pemanfaatan
penginderaan jauh sangat membantu dalam penelitian kelautan yang mencakup
wilayah pesisir karena kenampakan dan gejala yang terjadi di kedua wilayah
tersebut terjadi dengan sangat cepat dan memerlukan pengamatan yang terus
menerus.
Penginderaan jauh dari satelit mampu menjangkau daerah yang cukup luas,
daerah-daerah terpencil serta dapat diperoleh dalam periode waktu tertentu,
sehingga data tersebut dapat digunakan untuk kebutuhan pemantauan yang
efisien dalam rangka pengelolaan sumberdaya di perairan dan lahan pantai.
Proses alami di wilayah pesisir yang dapat dikenali dari data penginderaan jauh
adalah akresi pantai, perubahan muara sungai, pendangkalan perairan,
kekeruhan air di sekitar muara sungai, erosi pantai dan pembentukan dune
(Purwadhi, 1990). Semua proses tersebut merupakan proses yang
menyebabkan perubahan daratan pantai.
Penelitian mengenai perubahan daratan pantai telah banyak dilakukan oleh
para ahli dengan beberapa metode, seperti pengukuran langsung dilapangan
atau dengan cara mengumpulkan pustaka-pustaka yang ada, sedangkan
pemanfaatan sistem penginderaan jauh masih sedikit diterapkan. Olah karena

itu, didalam penelitian ini, teknik penginderaan jauh dari satelit digunakan
untuk memantau perubahan daratan pantai di Pantai Pangandaran, Kabupaten
Ciamis, Propinsi Jawa Barat akibat Tsunami pada 17 Juli 2006 yang lalu.
Salah satu data penginderaan jauh dari satelit yang dapat digunakan untuk
melihat perubahan garis pantai adalah data penginderaan jauh satelit Landsat 7
ETM+ (Purwadhi, 1990).

2.3.1. Radiasi Gelombang Elektromagnetik


Media yang sangat penting dalam penginderaan jauh adalah gelombang
elektromagnetik. Sebagian energi gelombang elektromagnetik yang mencapai
permukaan bumi akan diserap oleh obyek dan sebagian lagi akan dipancarkan
dan dipantulkan hingga mencapai sensor yang dipasang pada satelit, pesawat
terbang, atau wahana lainnya (Sutanto, 1986). Energi elektromagnetik tidak
dapat diamati oleh mata, kecuali energi tersebut berinteraksi dengan benda
(debu, uap air, benda lain di atmosfir atau di permukaan bumi). Pada saat
mengenai obyek, energi akan mengalami interaksi-interaksi seperti
dipantulkan, diserap atau mengalami transmisi.
Dalam teknik penginderaan jauh terdapat empat komponen penting yaitu
sumber energi, obyek (target), sensor dan atmosfir. Matahari merupakan
sumber utama energi elektromagnetik. Matahari memancarkan energi
elektromagnetik ke segala arah, sebagian dari energi elektromagnetik itu

mencapai bumi dengan cara radiasi. Menurut Sutanto (1986), jumlah energi
matahari yang mencapai bumi di pengaruhi oleh waktu, lokasi dan kondisi
cuaca.
Matahari sebagai sumber energi memancarkan gelombang elektromagnetik ke
permukaan bumi. Gelombang ini akan di pengaruhi oleh lapisan atmosfir.
Sifat dari partikel-partikel yang terdapat di lapisan atmosfir akan menyerap dan
menghamburkan gelombang-gelombang tersebut pada panjang gelombang
tertentu.
Dalam mekanisme penginderaan, pantulan gelombang elektromagnetik yang
datang dari obyek diterima dan direkam oleh sensor. Sensor ini dipasang pada
ketinggian tertentu. Makin tinggi letak sensor, maka areal yang terliput akan
semakin luas tetapi data yang di peroleh kurang detail. Sebaliknya semakin
rendah letak sensor maka data yang dihasilkan menjadi lebih detail namun
cakupannya menjadi lebih sempit (Sutanto,1986).

2.3.2 Karakteristik Landsat


Satelit Landsat pada mulanya disebut ERTS (Earth Resources Technology
Satellite), kemudian namanya diubah kembali menjadi Landsat pada Tahun 1974.
Ada tujuh satelit Landsat yang diluncurkan. Landsat 1 diluncurkan tanggal 22
Juli 1972 yang dihentikan pengoperasiannya pada tanggal 6 Januari 1978.
Landsat 2 yang diluncurkan pada tanggal 22 Januari 1975, kemudian
pengoperasiannya dihentikan pada tanggal 22 Januari 1980, kemudian
dikembalikan kembali ke bumi pada tanggal 21 Juni 1980 atas dasar stabilisasi

magnetiknya; Landsat 3 diluncurkan pada tanggal 3 Maret 1978, kemudian


dikembangkan masalah di dalam sensor MSS pada bulan Agustus 1978 untuk
mengatasi masalah keterlambatan pengiriman sinyal ke bumi (Purwadhi, 2001).
Sistem Landsat generasi pertama (Landsat 1, Landsat 2, dan Landsat 3)
didesain untuk membuat pengamatan secara otomatis menggunakan satelit sistem
kamera RBV (Return Beam Vidicon) dan MSS (Multi Spektral Scanner). Sistem
RBV pada Landsat 1 dan 2 dioperasikan dengan 3 kamera pengatur cahaya yang
terpisah, masing-masing band memiliki nilai spektral berbeda dalam selang 0,480,83 m. Sistem RBV Landsat 3 telah diubah menjadi 2 kamera, Pankromatik
RBV yang dioperasikan dalam selang 0,51-0,75 m. Kamera ini menghasilkan 2
bagian citra dengan mencakup permukaan bumi kira-kira 183 x 98 km. Sistem
RBV menggunakan fokus sepanjang 25 cm didapatkan resolusi bumi kira-kira
30m.
Stasiun satelit Landsat dioperasikan dekat orbit Sun-Synchronous dekat
kutub orbit dengan ketinggian 915 km. Satelit Landsat mengelilingi bumi setiap
103 menit, mencapai 14 orbit per hari dan memperlihatkan permukaan bumi
secara keseluruhan setiap 18 hari. Orbit dari satelit telah dipilih sehingga satelit
bumi tersebut dapat mengulang peliputan wilayah di bumi pada waktu setempat
yang sama pada setiap periode 18 hari dengan jarak 37 km dari orbit sebelumnya
(Purwadhi, 2001 ).

2.3.2.1 Landsat 7 ETM+


Satelit Landsat 7 ETM+ merupakan radiometer pemindai multi spektral
yang memiliki posisi tetap, pengamatan nadir, whisk-broom, dan kemampuan

menyediakan citra beresolusi tinggi berisi informasi permukaan bumi, baik dalam
wilayah spektrum sinar tampak maupun infra merah. Landsat 7 ETM+
diluncurkan pada tanggal 15 April 1999, berada pada ketinggian 705 km dengan
periode edar 99 menit dan orbit polar Sun-synchronous yang memotong garis
khatulistiwa ke arah selatan setiap pukul 10.00 waktu setempat dengan sudut
o

inklinasi 30 . Landsat 7 ETM+ mempunyai cakupan seluas 185 km melewati


daerah yang sama setiap 16 hari (LAPAN, 2000). Karakteristik sensor satelit
Landsat 7 ETM+ yang mempunyai 8 kanal spektral dengan pengaturan gain tinggi
dan rendah secara terpisah, dapat dilihat pada Tabel 1

Tabel 1. Karakteristik Kanal Landsat 7 ETM+


Kanal

Panjang Gelombang

Resolusi

Keterangan

Spasial
1

0,45 0,52 m

30 m

Sinar tampak (biru)

0,52 0,60 m

30 m

Sinar tampak (hijau)

0,63 0,69 m

30 m

Sinar tampak (merah)

0,76 0,90 m

30 m

Infra merah (dekat)

1,55 1,75 m

30 m

Infra merah (sedang)

10,40 12,50 m

60 m

Infra merah (termal)

2,08 2,35 m

30 m

Infra merah (sedang)

0,5 0,9 m

15 m

Pankromatik

(Sumber : LAPAN, 2000)

Berikut merupakan fungsi dari kanal kanal pada Thematic mapper:


a. Kanal 1

Berfungsi untuk penetrasi tubuh perairan, pemetaan perairan pantai,


pembedaan vegetasi dan tanah.
b. Kanal 2
Berfungsi untuk mengindera puncak pantulan vegetasi pada spektrum
hijau yang terletak diantara 2 saluran spektral serapan klorofil. Kanal ini
digunakan untuk membedakan vegetasi dan tingkat kesuburan.
c. Kanal 3
Berfungsi untuk membedakan jenis vegetasi, memperkuat kontras
kenampakan vegetasi dan non-vegetasi, membedakan lahan terbuka, dan
yang bervegetasi.

d. Kanal 4
Berfungsi membantu menidentifikasi tanaman, serta memperkuat kontras
antara lahan, vegetasi, dan air.
e. Kanal 5
Berfungsi sebagai pengindikasi jenis vegetasi, kandungan kelembaban
tanah.
f. Kanal 6
Berfungsi untuk penentuan formasi batuan, klasifikasi vegetasi, analisis
gangguan vegetasi, dan gejala yang berhubungan dengan thermal.
g. Kanal 7
Berfungsi untuk pemetaan hydrothermal, tipe batuan dan mineral.

2.4 Sistem Informasi Geografis


Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System) yang
disingkat SIG adalah sistem yang berbasiskan komputer yang digunakan untuk
menyimpan dan memanipulasi informasi-informasi geografi. SIG dirancang
untuk mengumpulkan, menyimpan, dan menganalisis obyek-obyek dan fenomena
dimana lokasi geografi merupakan karakteristik yang penting atau kritis untuk
dianalisis. Dengan demikian, SIG merupakan sistem komputer yang memiliki
kemampuan dalam menangani data yang bereferensi geografi seperti (a) masukan,
(b) manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan data), (c) analisis dan
manipulasi data, (d) keluaran (Aronoff, 1989 dalam Prahasta, 2002)

Data masukan SIG dapat diperoleh dari tiga sumber, yaitu:


1. Data lapangan.
Data ini diperoleh langsung dari pengukuran lapangan secara langsung,
seperti suhu, salinitas, kecerahan, dan sebagainya.
2. Data peta.
Data peta ini merupakan informasi yang telah terekam pada kertas atau
film, dikonversikan dalam bentuk digital.
3. Data citra penginderaan jauh
Citra penginderaan jauh yang berupa foto udara dapat dinterpretasikan
terlebih dahulu sebelum dikonversi ke dalam bentuk digital, sedangkan
citra yang diperoleh dari satelit yang sudah dalam bentuk digital dapat
langsung digunakan setelah dilakukan koreksi seperlunya.

Data keruangan dapat disajikan dalam dua model, yaitu model raster, dan
model vektor. Pada model raster, semua obyek disajikan dalam bentuk sel-sel
yang disebut pixel (picture elemen), sedangkan pada model vektor, obyek
disajikan sebagai titik atau segmen-segmen garis. Metode analisis yang sering
dilakukan pada beberapa macam peta, dikenal dengan metode tumpang susun
(overlay method). Dari fungsi-fungsi analisis yang dapat digunakan oleh SIG ini,
pengguna dapat memperoleh informasi yang diinginkan.

3. METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Lokasi dari obyek penelitian adalah di sepanjang pesisir Pantai
Pangandaran, Kecamatan Pangandaran, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.
Pengambilan data lapangan dilakukan pada bulan Maret 2008. Persiapan dan
pemrosesan citra satelit di lakukan di Laboratorium Penginderaan Jauh dan SIG
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Institut Pertanian Bogor
pada bulan Januari Mei 2008 . Gambar 3 menunjukkan lokasi pesisir Pantai
Pangandaran di Kecamatan Pangandaran.

Gambar 3. Peta Lokasi Pantai Pangandaran di Kabupaten Ciamis,


Jawa Barat
(Panah hitam menunjukkan letak Pangandaran)

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat pengolahan data citra
penginderaan jauh, yaitu :
1) Satu perangkat Personal Computer (PC)
2) Software ER Mapper untuk pengolahan citra
3) Software ArcView untuk melakukan digitasi dan analisa SIG
4) Software Lakes Environment, Global Mapper dan Surfer untuk mengolah
data pendukung.
5) Flash Disk dan Compact Disk untuk menyimpan data penelitian
6) Scanner untuk menscan peta
7) Printer untuk mencetak hasil.
Dan alat yang digunakan pada survei lapangan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Alat, Bahan dan Metode Survey Lapangan


No
1

Parameter
Titik GCP

Substrat

Kemiringan
Pantai

Unit
-

Alat
GPS (Global Positioning
System)
Ekman Grab

- Meteran
- Water Pass

Metode
Mengukur titik-titik GCP
(Ground Control Point)
sebagai acuan untuk koreksi
citra yang diolah.
Mengambil sampel pada
beberapa titik tempat untuk
mengetahui tipe substrat di
perairan tersebut.
Mengukur kemiringan pantai
di beberapa titik tempat untuk
mengetahui derajat
kemiringan pantai di perairan
tersebut.

3.2.2 Bahan Penelitian


Data penelitian yang digunakan adalah data utama dan data pendukung,
yang meliputi :
1) Data Utama, data citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra
Landsat 7 ETM+ path / row 121 / 65 yang direkam pada 22 Juni 2001, 16
Mei 2005 dan 10 Oktober 2006 yang diperoleh dari BTIC - BIOTROP.
2) Data Pendukung, yaitu data kemiringan pantai, kecepatan angin, tipe
substrat, Data SRTM (The Shuttle Radar Topography Mission) dan
pasang surut yang diambil pada saat survey lapangan dan dari sumber
lainnya.

3.3 Metode Pengolahan Data


Penelitian dilakukan berdasarkan analisis penginderaan jauh dengan
metode membandingkan ketiga citra multi temporal untuk menganalisis
perubahan yang terjadi. Secara umum, penelitian ini dilakukan dalam tiga tahap
yaitu pengolahan citra awal yang meliputi penyediaan citra, pemulihan citra,
pemotongan citra dan penajaman citra; survey lapangan dan pengumpulan data
pendukung, serta pengolahan citra lanjutan yang meliputi pengklasifikasian,
pengolahan data pendukung, overlay citra dan penginterpretasian hasil penelitian.
Pengolahan data citra dilakukan dengan menggunakan Personal Computer
(PC) dengan software Er Mapper 7.0 dan ArcView 3.3. Er Mapper versi 7.0
digunakan dalam pengolahan awal dari citra Landsat 7ETM+, software ArcView
3.3 digunakan untuk overlay citra dan tampilan citra .

Tahapan-tahapan penelitian ini dijelaskan oleh bagan alir dapat dilihat


pada Gambar 4.

Gambar 4. Bagan Alir Penelitian Perubahan Daratan Pantai dan Penutupan


Lahan

Pemulihan citra adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperbaiki citra


karena citra hasil deteksi sensor satelit tidak terlepas dari gangguan radiometrik
dan gangguan geometrik. Oleh karena itu perlu dilakukan koreksi radiometrik
dan koreki geometrik (Susilo dan Gaol, 2008).
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan
radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan energi
radiasi pada elektromagnetik pada amosfer, dan kesalahan karena pengaruh sudut
elevasi matahari (Purwadhi, 2001). Radiasi elektromagnetik yang direkam oleh

sensor tidak hanya berasal dari emisi atau pantulan dari obyek. Radiasi ini
dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti elevasi sinar matahari, kondisi atmosfer
dan respon dari sensor seperti kegagalan fungsi detektor, stripping, dan drop out
baris. Untuk memperoleh informasi yang sebenarnya (pantulan/emisi dari objek)
maka fakor-faktor ini harus dikoreksi (Susilo dan Gaol, 2008).
Koreksi geometrik bertujuan untuk membetulkan (rektifikasi) atau
memulihkan (restorasi) citra agar koordinat citra sesuai dengan koordinat bumi.
Koreksi geometrik data citra Landsat 7 ETM+ meliputi penyiapan data,
pengambilan titik kontrol bumi (Ground Control Point) antara citra Landsat 7
ETM+ dengan peta. Penentuan titik kontrol dilakukan dengan sistem UTM
(Universal Transverse Mercator) karena daerah penelitian relatif kecil. Citra
hasil koreksi geometrik ini dijadikan referensi untuk melakukan registrasi citra
Landsat 7 ETM+ lainnya. Prosedur registrasi citra sama dengan koreksi
geometrik, hanya dalam pengambilan titik kontrol dilakukan antar citra.
Registrasi ini bertujuan untuk mendapatkan kesesuaian baris dan kolom antara
satu citra dengan citra lainnya, sehingga citra dapat dioverlay dengan tepat.
Untuk membatasi citra sesuai dengan lokasi yang diteliti, maka diperlukan
pemotongan citra (cropping). Pemotongan citra dilakukan pada koordinat yang
sesuai dengan wilayah kajian penelitian yaitu pada koordinat 7400.0 LS 1083730.0 BT dan 7450.0 LS - 108410.0 BT. Hasil pemotongan citra
mencakup Desa Pangandaran, Desa Pananjung, sebagian Desa Wonoharjo dan
sebagian Desa Babakan.
Pada tujuh kanal yang tersedia pada data citra Landsat 7 ETM+, setelah
pemotongan citra hanya digunakan lima kanal, yaitu kanal 1, 2, 3, 4 dan 5 dalam

pengolahan citra, setelah itu dilakukan penajaman citra (enhancement) dan


pemilihan kombinasi kanal.
Penajaman citra (image enhancement) adalah teknik untuk mendapatkan
citra baru yang lebih informatif. Penajamanan citra bertujuan untuk memperoleh
kualitas citra yang lebih baik agar dapat lebih mudah untuk melaksanakan
interpretasi dan ekstraksi citra selanjutnya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara
seperti perentangan kontras (contras streching) dan pentapisan (filter).
Kombinasi kanal dilakukan dengan pembuatan citra komposit dengan tiga
filter warna yaitu merah (red), hijau (green) dan biru (blue), sebelum dilakukan
training area untuk proses pengklasifikasian. Masing-masing warna dilakukan
untuk mengamati obyek-obyek yang terdapat pada citra dan membantu dalam
penentuan training area. Kombinasi citra yang digunakan adalah kanal 5, 4 dan 2
(RGB 542) untuk mengetahui interpretasi digital dari suatu perubahan garis
pantai.
Kanal 5 pada komposit Merah (Red ) memantulkan warna merah yang
sesuai untuk mendeteksi jenis vegetasi dan kandungan kelembaban tanah
sehingga mempu mendeteksi lahan kering. Semakin rendah kelembaban tanah
yang menunjukkan kekeringan tanah, maka tampilan citra akan berwarna semakin
merah.
Kanal 4 pada komposit Hijau (Green) berfungsi untuk mengidentifikasi
tanaman, serta memperkuat kontras antara lahan, vegetasi, dan air. Tingkat
kerapatan vegetasi ditunjukkan oleh adanya nilai pantulan dari klorofil di daratan.
Semakin tinggi nilai digital dari pantulan klorofil, kerapatan vegetasi yang
terdeteksi akan semakin rapat yang ditampilkan dengan warna hijau tua pada citra.

Kanal 2 untuk komposit Biru (Blue) berfungsi untuk mengindera puncak


pantulan vegetasi pada spektrum hijau yang terletak diantara 2 saluran spektral
serapan klorofil. Kanal ini digunakan untuk membedakan vegetasi dan tingkat
kesuburan. Namun pada pengolahan citra ini, kanal 2 digunakan untuk
mendeteksi perairan. Warna biru menunjukkan suatu perairan yang lebih dalam,
sedangkan untuk warna biru muda menunjukkan adanya perairan yang lebih
dangkal.
Klasifikasi merupakan suatu proses pengelompokan nilai reflektansi dari
setiap obyek kedalam kelas-kelas tertentu sehingga mudah dikenali. Klasifikasi
yang digunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification) dengan
analisis maximum likelihood standard. Banyaknya kelas klasifikasi disesuaikan
dengan banyaknya pola yang timbul dari proses penajaman sesuai dengan
keinginan masing-masing. Namun untuk tahun citra tahun 2005 dan 2006
pengklasifikasian tidak hanya dilakukan dengan menggunakan klasifikasi
terbimbing, pengklasifikasian tambahan juga dilakukan pada software Arc View.
Ketiga citra satelit hasil klasifikasi dioverlay, tujuannya untuk melihat
perubahan luasan masing-masing obyek hasil klasifikasi, untuk mengetahui lebih
jelas perubahan garis pantai maka dilakukan generalisasi citra. Generalisasi citra
merupakan proses klasifikasi secara umum dengan membagi citra menjadi dua
kelas yaitu darat dan laut.
Proses selanjutnya dilakukan impor data dari citra maupun sumber lain.
Data-data yang ada dalam berbagai bentuk format diseragamkan ke dalam satu
format data yaitu format data Er Mapper 7.0. Tahap selanjutnya citra dianalisis

dengan Er Mapper yang digunakan untuk mendeteksi perubahan daratan pantai


dan perubahan luasan penutupan lahan pantai.
Pada peta hasil penelitian, daerah penelitian dibagi menjadi 13 bagian/sel.
Lebar jarak wilayah penelitian ini adalah 6,45 km sehingga jarak setiap satu sel
dapat ditentukan selebar 500 meter. Hal tersebut berdasarkan pendekatan sistem
coastal cell dimana erjadi pengelompokan wilayah yang memiliki karakeristik
substrat dan topografi yang hampir sama (Triatmodjo, 1999), selain itu juga dapat
mempermudah dalam melakukan analisis serta menentukan wilayah yang daratan
pantainya mengalami maju atau mundur.
Data pendukung yang diperoleh dari berbagai sumber dianalisis untuk
mengetahui proses perubahan daratan pantai dan penutupan lahanyang terjadi.
Data pendukung yang dianalisis antara lain:
1. Data Pasang surut
Data pasang tertinggi (High High Water/HHW) per bulan dari tahun 20012006 serta kondisi pasang surut tanggal 22 Juni 2001, 16 Mei 2005 dan 10
Oktober 2006 diplotkan ke dalam grafik. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui perubahan tinggi muka laut pada saat pemotretan citra satelit
tahun 2001, 2005 dan 2006
2. Data arah dan kecepatan angin
Dari data arah dan kecepatan angin maksimum dan minimum tahun 20012006 dibuat mawar angin atau Windrose. Tahapan pembuatan diagram
Windrose adalah sebagai berikut:

Membuat selang kecepatan angin

Membuat tabel frekuensi kejadian angin yang berhembus dengan


kecepatan dan arah tertentu.
Membuat presentasi jumlah angin kuat untuk setiap arah mata
angin.
Presentasi tersebut diplot dalam diagram Windrose yang
menggambarkan arah dan kecepatan angin.

Arah angin yang memiliki presentasi terbesar pada diagram


windrose dianggap angin dominan.

3. Data debit air sungai


Data debit air sungai tiap bulan dari sungai yang bermuara di pesisir Pantai
Pangandaran, yaitu Sungai Cikidang selama satu tahun diplot dalam
grafik. Dari grafik ini akan diketahui masukan debit air maksimal yang
mempengaruhi transport sedimen daratan ke perairan pantai.
4

Data SRTM (The Shuttle Radar Topography Mission)


Data SRTM diolah untuk mendapatkan data kontur di wilayah penelitian.
Data SRTM yang telah dicrop sesuai dengan daerah penelitian disimpan
dalam format .bln yang dapat langsung dibuka pada software Surfer. Data
yang telah berformat .bln kemudian dibuat gambar tiga dimensi yang
memperlihatkan kontur batimetri di perairan Teluk Pangandaran.

3.4 Survey Lapangan


Pada saat survey lapangan dilakukan penentuan titik GCP (Ground
Control point) di beberapa titik sebagai koreksi citra yang diambil dengan
menggunakan GPS (Global Positioning System). Selain itu, dilakukan
pengambilan sampel substrat dan kemiringan pantai sebagai data pendukung.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisis data citra


Berikut adalah gambaran visual data citra dalam warna RGB 542. Warna
RGB 542 ini menunjukkan nilai digital setiap obyek dari tiap obyek yang terekam
dalam citra.

Gambar 5. Citra Landsat 7ETM+ Path/Row 121/65 Tanggal 22 Juni 2001


(Kotak merah menunjukkan letak daerah penelitian)

Gambar 6. Citra Landsat 7ETM+ Path/Row 121/65 Tanggal 16 Mei 2005


(Kotak merah menunjukkan letak daerah penelitian)

Gambar 7. Citra Landsat 7ETM+ Path/Row 121/65 Tanggal 10 Oktober 2006


(Kotak merah menunjukkan letak daerah penelitian)

Pada ketiga citra yang ditunjukkan pada Gambar 5, 6 dan 7, walaupun


tampak pada keseluruhan citra terdapat tutupan awan cukup besar namun pada
wilayah penelitian yaitu pada koordinat 7400.0 LS - 1083730.0 BT dan
7450.0 LS - 108410.0 BT yang mencakup Desa Pangandaran, Desa
Pananjung, sebagian Desa Wonoharjo dan sebagian Desa Babakan, tutupan
awannya relatif sedikit yaitu < 20%.
Citra-citra tahun 2001, 2005 dan 2006 kemudian dilakukan pemulihan,
pemotongan citra (cropping) serta penajaman citra untuk melihat kenampakan
yang timbul pada citra agar mudah diklasifikasi. Berikut adalah kenampakan
awal citra yang telah dikomposit ke dalam RGB 542 dan telah dicrop pada
koordinat 7400.0 LS - 1083730.0 BT dan 7450.0 LS - 108410.0 BT.

Gambar 8. Peta Citra Landsat tahun 2001 dengan komposit RGB 542

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa wilayah penelitian mencakup Pantai


Barat Pangandaran, Pantai Timur Pangandaran, Cagar Alam Pangandaran,
wilayah pemukiman di Desa Pangandaran, Desa Pananjung, sebagian Desa
Babakan dan Desa Wonoharjo. Warna hijau memberikan informasi keberadaan
vegetasi. Wilayah Perairan dalam dan dangkal ditunjukkan oleh warna biru tua
dan biru muda, sedangkan pemukiman ditunjukkan oleh warna coklat kemerahan.
Wilayah Desa Pangandaran yang berada pada tanah genting didominasi oleh
pemukiman (ditunjukkan oleh bulatan berwarna kuning). Oleh karena daerah
Pantai Pangandaran merupakan daerah pariwisata, maka pemukiman yang
dimaksud adalah berupa pemukiman penduduk, hotel, motel, pertokoan, restoran
dan lain-lain. Kawasan Konservasi Sumber Daya Alam Pangandaran (Cagar
Alam), jika dilihat dari Gambar 8, merupakan wilayah berbentuk tear drops yang
didominasi tutupan lahannya oleh vegetasi.
Pada peta diatas diketahui citra diambil saat persawahan (ditunjukkan oleh
bulatan berwarna biru) di Kecamatan Pangandaran sedang dalam poses tumbuh
sehingga secara visual tidak dapat dibedakan antara lahan persawahan dengan
vegetasi umum lainnya. Hal tersebut berbeda dengan kenampakan dari citra tahun
2005 pada Gambar 9 yang menunjukkan bahwa ketika pengambilan gambar oleh
satelit, persawahan sedang musim pengairan atau kemungkinan terendam air.
Areal persawahan ini memberi pantulan visual terhadap satelit berupa perairan
dangkal atau lahan basah walaupun nilai piksel citra di wilayah tersebut tetap
menunjukkan nilai yang sama dengan nilai piksel yang menunjukkan vegetasi.

Gambar 9. Peta Citra Landsat tahun 2005 dengan komposit RGB 542

Pada Gambar 9 diketahui bahwa secara umum tidak terlalu banyak


perubahan kenampakan secara visual. Namun pada wilayah yang diberi tanda
lingkaran berwarna biru terdapat perbedaan yang mencolok bila dibandingkan
dengan citra pada Gambar 8. Berdasarkan Peta Rupa Bumi Bakosurtanal tahun
1999 dan hasil pengamatan langsung di lapangan menunjukkan bahwa daerah
pada lingkaran tersebut adalah wilayah pertanian atau persawahan.

Gambar 10. Peta Citra Landsat tahun 2006 dengan komposit RGB 542

Citra Landsat TM yang direkam pada tahun 2006 berkualitas kurang baik.
Hal tersebut ditunjukkan ketika citra dikomposit pada RGB 542 terlihat berwarna
lebih kemerahan dibandingkan citra yang direkam pada tahun 2001 dan 2005 dan
terdapat stripping pada citra sehingga mengakibatkan kesulitan ketika mengolah
citra tersebut. Citra-citra yang dihasilkan oleh Satelit Landsat setelah tahun 2003
memang banyak yang berkualitas kurang baik karena pada tahun tersebut terjadi
badai matahari (Solar Storm) yang berdampak buruk pada hasil pencitraan satelitsatelit cuaca maupun satelit-satelit telekomunikasi pada tahun-tahun sesudahnya
(www.nasa.gov diakses pada 20 Januari 2008).
Kesulitan dalam mengolah data citra Landsat tahun 2006 terutama dalam
proses pengklasifikasian citra karena wilayah yang seharusnya merupakan

pemukiman terdeteksi pada citra merupakan lahan kering (ditunjukkan bulatan


berwarna hijau), untuk itu dilakukan penyesuaian ulang pada software ArcView
berdasarkan Peta Rupa Bumi dari Bakosurtanal tahun 1999 dan hasil Ground
Check (pengecekan langsung di lapangan) pada bulan Maret 2008, terutama untuk
wilayah-wilayah pemukiman, persawahan dan perkebunan agar mengurangi
tingkat kesalahan pada pengolahan data citra.
Secara umum beberapa kenampakan obyek yang dapat dianalisis secara
visual dari Gambar 7, 8 dan 9 adalah sebagai berikut:

Vegetasi Darat, tampilan vegetasi pada citra ditunjukkan dengan warna


hijau, dimana warna hijau semakin tua maka tingkat kerapatan vegetasi di
daerah tersebut semakin tinggi.

biru

Perairan, warna perairan yang tampak pada citra bervariasi dari hitam,

kehitaman sampai biru terang. Semakin terang warna perairan,


menunjukkan air tersebut mengandung banyak bahan padatan tersuspensi
yang mengendap sehingga dapat disimpulkan perairan tersebut relatif
dangkal.

Pemukiman, pemukiman pada citra tampak berwarna merah tua atau


merah agak kecoklatan.

Lahan kering, areal lahan kering pada citra ditunjukkan dengan warna
merah muda terang dan ungu kemerahan.

Awan, warna awan pada citra adalah putih cerah.

4.1.1 Perubahan Daratan Pantai


4.1.1.1 Klasifikasi darat dan laut
Klasifikasi darat dan laut dilakukan dengan memisahkan wilayah darat
dengan wilayah laut secara garis besar melalui proses generalisasi. Proses
generalisasi berfungsi untuk mempermudah dalam analisis proses perubahan
daratan pantai pada citra saat di-overlay untuk melihat adanya akresi maupun
abrasi. Hasil klasifikasi ditunjukkan dengan adanya dua warna yang berbeda
yaitu hijau, yang menunjukkan warna darat, dan biru, yang menujukkan warna
laut. Dua kelas besar tersebut digunakan untuk memperjelas letak dari garis
pantai yang akan dilihat dalam penelitian ini. Garis pantai yang terukur
merupakan batas antara kelas darat dan kelas laut.
Hasil klasifikasi darat laut dan luasannya untuk masing-masing citra tahun
2001, 2005 dan 2006 adalah seperti pada Gambar 11, 12, dan 13.

Gambar 11. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2001

Gambar 12. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2005

Gambar 13. Peta Klasifikasi Darat Laut Pantai Pangandaran Tahun 2006

Berdasarkan Gambar 11, 12 dan 13 , wilayah penelitian diklasifikasi


menjadi 2 kelas besar yaitu darat dan laut dengan luasan sebagai berikut
Tabel 3. Luas Darat Laut Tahun 2001, 2005 dan 2006 (dalam Hektar)
Kelas

2001

2005

Darat

2052,128

2072,601

2006
(Pasca Tsunami)
2069,107

Laut

3915,953

3895,480

3898,974

Total

5968,081

5968,081

5968,081

Luas darat pada tahun 2001 adalah sebesar 2052,128 Ha atau sebesar
34,39% dari total luas wilayah penelitian sebesar 5968,081 Ha dengan luas laut
sebesar 3915,953 Ha.
Pada tahun 2005, luas darat mengalami penambahan sebesar 20,473 Ha
menjadi 2072,601 Ha dari 2052,128 Ha pada tahun 2001. Luas laut pada tahun
2005 pada wilayah penelitian adalah sebesar 3895,480 Ha. Penambahan luas
darat di tahun 2005 mengindikasikan terjadinya akresi di beberapa titik pada
wilayah penelitian yang diakibatkan oleh beberapa faktor seperti faktor alam atau
faktor manusia yang akan dijelaskan pada subbab berikutnya.
Tahun 2006 terjadi pengurangan luas darat sebesar 3,494 Ha dari luas darat
pada tahun 2005 yaitu 2072,601 Ha menjadi 2069,107 Ha di tahun 2005 dengan
luas laut 3898, 974 Ha. Pengurangan luas darat kemungkinan besar akibat dari
bencana alam tsunami yang terjadi kurang lebih tiga bulan sebelum citra ini
diambil yaitu pada tanggal 17 Juli 2006.

4.1.1.2 Overlay citra untuk perubahan daratan pantai.


Untuk melihat perubahan pantai secara jelas baik akresi maupun abrasi, hasil
klasifikasi daratlaut tahun 2001, 2005 dan 2006 di-overlay (tumpang tindih).
Hasil overlay yang ditunjukkan oleh Gambar 15 dan 17 menunjukkan bagian
pantai mana yang mengalami akresi atau abrasi. Hasil overlay juga menghasilkan
empat kelas baru dengan matriks 2 x 2, yaitu LautLaut, yaitu hasil overlay
dimana polygon laut tidak mengalami perubahan; DaratDarat, yaitu hasil
overlay dimana polygon darat tidak mengalami perubahan; LautDarat, yaitu
hasil overlay dimana polygon laut berubah menjadi polygon darat yang
mengindikasikan terjadinya akresi; dan DaratLaut, yaitu hasil overlay dimana
polygon darat berubah menjadi polygon laut yang mengindikasikan terjadinya
abrasi.
Hasil overlay yang menghasilkan empat kelas baru ditandai dengan warna
yang berbeda. Polygon berwarna biru menunjukkan kelas LautLaut. Polygon
berwarna hijau menunjukkan kelas DaratDarat. Polygon berwarna merah
menunjukkan kelas LautDarat. Polygon berwarna kuning menunjukkan kelas
DaratLaut.
Untuk memudahkan dalam menganalisis dan menentukan wilayah yang
daratan pantainya mengalami maju atau mundur maka wilayah penelitian dibagi
menjadi 13 bagian. Lebar jarak wilayah penelitian ini adalah 6,45 km sehingga
jarak setiap satu sel dapat ditentukan selebar 500 meter. Pada penelitian ini ada
beberapa sel yang menunjukkan dua pantai dengan substrat dan topografi yang
berbeda, sehingga untuk selsel tersebut dipilih lokasi pantai yang paling besar
perubahannya.

4.1.1.2.1 Overlay citra untuk perubahan daratan pantai tahun 2001-2005


Hasil overlay citra tahun 2001 dan 2005 menunjukkan adanya perubahan
daratan pantai dalam kurun waktu empat tahun pada daerah Pantai Pangandaran di
selatan Kabupaten Ciamis. Berikut adalah peta hasil overlay citra tahun 2001 dan
tahun 2005.

Gambar 14. Peta Hasil Overlay DaratLaut tahun 2001-2005

Berdasarkan Gambar 14, secara umum terlihat bahwa peristiwa akresi lebih
dominan terjadi di wilayah Pantai Pangandaran bila dibandingkan dengan abrasi.
Daerah yang mengalami akresi meliputi Pantai Barat Pangandaran (Desa
Penanjung sebelah selatan), Pantai Timur sebelah utara (Desa Pangandaran
sebelah timur), Pantai Pasir Putih (Tg. Batu Mandi), Tg. Cimanggu, Tg.
Kalapaendep, dan muara Sungai Cikidang. Sedangkan wilayah yang mengalami

abrasi adalah Pantai Timur sebelah selatan (Dekat Cagar Alam), sebagian kecil
Pantai Barat, sebagian muara Sungai Cikidang, dan beberapa bagian dari pantai di
sekitar Cagar Alam. Daerah yang mengalami perubahan luasan dapat dilihat pada
Tabel 4.
Tabel 4. Perubahan Luas Darat Laut Tahun 2001-2005
Kelas

Luasan (Ha)

Persentase (%)

Laut Laut

3879,575

65,00

Darat Darat

2037,597

34,14

Laut Darat

36,403

0,006

Darat Laut

14,505

0,0024

Total

5968,081

100,00

Berdasarkan hasil overlay tahun 2001 dan 2005, luas laut yang tidak
mengalami perubahan mencapai 65% dari total luas wilayah penelitian. Luas
darat yang tidak mengalami perubahan sebesar 2037,597 Ha atau 34,14% dari
total luas wilayah penelitian. Daerah yang mengalami akresi atau perubahan laut
menjadi darat mencapai 36,403 Ha dan daerah yang mengalami abrasi atau
perubahan darat menjadi laut sebesar 14,505 Ha.
Pembagian daerah penelitian menjadi 13 sel menunjukkan peristiwa akresi
dan abrasi secara lebih spesifik. Secara umum peristiwa akresi di wilayah
penelitian mengakibatkan majunya daratan pantai sedangkan peristiwa abrasi
menunjukkan kemunduran daratan pantai.
Peristiwa akresi dan abrasi di Pantai Pangandaran secara keseluruhan dalam
kurun waktu 4 tahun (2001-2005) mengakibatkan daratan pantai maju rata-rata

sebesar 23,03 m, sedangkan pengurangan garis pantai mundur rata-rata sekitar 1,4
m
Sel 13 yang menunjukkan letak Muara Sungai Cikidang memiliki garis
pantai maju rata-rata tertinggi yaitu 56,32 m. Daerah yang merupakan muara dari
sungai yang cukup besar ini menjadi perangkap sedimen yang dibawa oleh aliran
sungai.
Sel 7 dan sel 8 merupakan wilayah yang mengalami abrasi rata-rata sebesar
1,7 dan 1,1 meter. Sel-sel tersebut menunjukkan letak Cagar Alam dan sebagian
kecil Pantai Barat dan Pantai Timur Pangandaran. Wilayah Cagar Alam menjorok
ke laut berhadapan langsung dengan Samudera Hindia melindungi daerah tanah
genting yang menghubungkan Pantai Barat dengan Pantai Timur. Gelombang
dari samudera yang besar mempengaruhi abrasi di wilayah tersebut.
Gambar 15 adalah histogram yang menunjukkan penambahan atau
pengurangan rata-rata daratan pantai tiap sel.

Gambar 15. Grafik perubahan daratan pantai dalam kurun waktu 4 tahun
(2001-2005) menurut pembagian wilayah per sel

Tabel 5 . Rata-rata Perubahan Daratan Pantai Selama 4 Tahun (2001-2005)


dari Setiap Sel (m).
Sel 1
2
3
4
5
6
Tot 19, 23, 6,3 19, 48,2 12,
al
9
9
3
91 8
72

7
8
1,7 1,

9
5,
6

1
1
1
1
0 27,3
1
2
3
9,1
24,2
56,3
5
7
4
2

4.1.1.2.2 Overlay citra untuk perubahan daratan pantai tahun 2005-2006


Hasil overlay citra tahun 2005 dan 2006 menunjukkan adanya perubahan
daratan pantai dalam kurun waktu satu tahun dengan tujuan untuk melihat adanya
perubahan yang diakibatkan oleh bencana alam tsunami yang terjadi pada tanggal
17 Juli 2006. Gambar 16 dan Tabel 6 adalah peta yang menunjukkan hasil
overlay citra tahun 2005 - tahun 2006 dan tabel luas perubahannya.

Gambar 16. Peta Hasil Overlay DaratLaut tahun 2005-2006

Tabel 6. Perubahan Luas Darat-Laut Dalam Periode 1 Tahun (2005-2006)


Kelas

Luasan (Ha)

Persentase (%)

Laut Laut

3894,680

65,02

Darat Darat

2038,136

34,15

Laut Darat

28,562

0,48

Darat Laut

20,702

0,34

Total

5968,081

100

Pada hasil overlay citra tahun 2005 dan 2006, terlihat bahwa peristiwa
abrasi di Pantai Pangandaran terjadi cukup besar di beberapa titik pada wilayah
penelitian. Daerah yang mengalami abrasi paling besar adalah di Pantai Barat
Pangandaran dengan adanya garis pantai mundur 14,8 meter. Jika dilihat dari
hasil penelitian lapangan di wilayah tersebut, Pantai Barat Pangandaran memang
wilayah yang paling parah terkena tsunami. Hal tersebut dikarenakan topografi
pantai dan batimetri perairan Pantai Barat Pangandaran mendukung untuk
terjadinya gelombang tsunami yang besar di daerah tersebut. Namun demikian,
luas daerah yang mengalami perubahan laut menjadi darat (akresi) sedikit lebih
besar dibandingkan dengan wilayah yang mengalami perubahan darat menjadi
laut (abrasi) yaitu sekitar 8 Ha. Hal tersebut diakibatkan oleh pengendapan
sedimen yang terbawa oleh tsunami di beberapa tempat.
Pada pembagian wilayah penelitian yang dibagi menjadi 13 sel, 6 sel yang
sebagian besar menunjukkan lokasi Pantai Barat Pangandaran mengalami daratan
pantai mundur rata-rata sebesar 7,2 m, sedangkan 7 sel lainnya yang sebagian
besar menunjukkan lokasi Pantai Timur dan Muara Sungai Cikidang mengalami

daratan pantai maju rata-rata sebesar 4,5 m. Gambar 17 dan Tabel 7 adalah grafik
dan tabel yang menunjukkan panjang rata-rata perubahan daratan pantai pada

Panjang (m)

setiap sel di Pantai Pangandaran.


15
10
5
0
-5
-10

2 3

9 10 11 12 13

Daratan Pantai

-15
-20
Sel

Gambar 17. Grafik Perubahan Garis Pantai Dalam Kurun Waktu 1 Tahun
(2005-2006) Menurut Pembagian Wilayah Per Sel
Tabel 7 . Rata-rata Perubahan Garis Pantai Selama 1 Tahun (2005-2006)
dari Setiap Sel (m).

Se
1
2
3
4
5
l
Total 5.3 -6.6 5.8 5.1
14.

6
7
8
9
0.9 9.3 0.
6,3 3

1
1
1
1
0
1
2
3
6.9 8.7 -4.6 4.
1

4.1.2 Perubahan penutupan lahan


4.2.1.1 Klasifikasi penutupan lahan
Ketiga citra untuk analisis penutupan lahan diklasifikasi menjadi 6 kelas
yaitu perairan, pemukiman, vegetasi, persawahan, lahan basah (perkebunan), dan
lahan kering. Proses klasifikasi dilakukan dengan dua cara yaitu metode
klasifikasi terbimbing dengan analisis maximum likelihood standard dan
klasifikasi secara manual pada program Arc View. Hal tersebut dilakukan karena
pada proses pengklasifikasian terbimbing terkadang ada sebuah lokasi yang

kurang sesuai dengan kenyataan di lapang. Selain itu, pada citra tahun 2006,
terdapat kerusakan citra yang berdampak pada proses klasifikasi secara
terbimbing. Oleh karena itu, pengklasifikasian secara manual diperlukan untuk
keakuratan hasil pengolahan citra.
Pada penelitian ini, vegetasi dan persawahan diklasifikasi secara terpisah.
Mengingat luas daerah penelitian yang relatif kecil, maka dapat dibedakan
wilayah yang tertutupi persawahan ataupun vegetasi pada umumnya. Kelas lahan
basah pada penelitian ini juga dapat mewakili perkebunan, tegalan/ladang maupun
rawa-rawa.

4.1.2.1.1 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2001


Penutupan awan pada citra Landsat 7 ETM+ tanggal 22 Juni 2001 sangat
kecil yaitu < 5% saja sehingga citra ini dapat dioptimalkan dalam analisis
klasifikasi penutupan lahan pantai.
Berdasarkan Gambar 18, Daerah pemukiman terpusat di Desa Pangandaran
dan sebagian Desa Cikembulan. Pantai Pangandaran merupakan daerah wisata
yang cukup terkenal di Nusantara. Oleh karena itu, pemukiman yang terdeteksi
ini berupa pemukiman penduduk lokal, hotel-hotel, motel dan tempat usaha
lainnya. Luas daerah pemukiman pada wilayah penelitian adalah sebesar 228,945
Ha atau sebesar 3,8% dari total luas daerah penelitian. Peta klasifikasi perubahan
lahan ditunjukkan pada Gambar 18.

Gambar 18. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2001
Vegetasi pada penelitian ini diidentifikasikan sebagai tanaman-tanaman serta
pohon-pohon pada umumnya yang bukan merupakan tanaman perkebunan
ataupun persawahan. Luas vegetasi pada penelitian ini adalah sebesar 747,474 Ha
yang terpusat di daerah timur penelitian dan pada daerah Cagar Alam Pananjung
yang merupakan hutan lindung. Wilayah lahan basah pada penelitian ini dapat
diidentifikasikan sebagai lahan perkebunan ataupun rawa-rawa. Luas wilayah
lahan basah pada penelitian ini adalah 691,721 Ha. Luas daerah peneltian yang
ditutupi persawahan meliputi 5,82% dari total keseluruhan wilayah penelitian
yaitu sebesar 347, 823 Ha. Luas wilayah lahan kering adalah sebesar 47,247 Ha
atau sebesar 0,79% dari total wilayah penelitian. Lahan kering ini meliputi lahan
kosong dan lahan berpasir. Luas perairan merupakan luasan paling dominan

dalam wilayah penelitian ini. Luas perairan mencakup lebih dari separuh luas
wilayah peneltian atau sebsar 65,42%. Total luas perairan adalah 3904,869 Ha.
Luasan kelas penutupan lahan citra tahun 2001 terlihat dalam Tabel 8
sedangkan presentase zonasi penutupan lahan pantai dideskripsikan dengan
diagram pada Gambar 19.
Tabel 8. Luas Penutupan Lahan Tahun 2001
Kelas

Luas (Ha)

Persentase (%)

Perairan

3904,869

65,42

Pemukiman

228,945

3,83

Vegetasi

747,474

12.52

Persawahan

347,823

5,82

Lahan Basah

691,721

11,58

Lahan Kering

47,247

0,79

5968,081

100

Total

6%

12%

1%

13%
4%

Perairan
Persawahan

64%

Pemukiman
Lahan Basah

Vegetasi
Lahan Kering

Gambar 19. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2001

4.1.2.1.2 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2005


Pada citra tahun 2005, tutupan awan cenderung lebih banyak bila
dibandingkan dengan citra tahun 2001. Pengolahan data dalam klasifikasi
penutupan lahan cukup mengalami kesulitan dikarenakan selain tutupan awan
citra juga mengalami sedikit kerusakan (Stripping). Untuk itu dilakukan
penyesuaian terhadap hasil klasifikasi terbimbing dengan hasil Ground Check dan
peta rupa bumi Bakosurtanal tahun 1998. Namun demikian, pengaruh penutupan
awan dan Stripping pada citra sangat kecil terhadap luasan penutupan lahan total
pada citra tahun 2005. Gambar 20 menunjukkan citra hasil klasifikasi penutupan
lahan citra Landsat 7 ETM+ tanggal 16 Mei 2005.

Gambar 20. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2005

Pertambahan penduduk dan geliat perekonomian serta pariwisata yang


semakin meningkat menyebabkan wilayah pemukiman di Pantai Pangandaran
bertambah. Jika pada tahun 2001 luas wilayah pemukiman di daerah penelitian
adalah 228,945 Ha, maka pada tahun 2005 luas wilayah pemukiman di Pantai
Pangandaran adalah sebesar 231,241 Ha atau bertambah sekitar 2,296 Ha. .
Pertambahan pada luas pemukiman berdampak pada berkurangnya luasan wilayah
lainnya seperti wilayah persawahan dan wilayah lahan kering. Pertambahan
luasan vegetasi antara tahun 2001 dan 2005 cukup signifikan yaitu dari 747,474
Ha menjadi 829,489 Ha atau mengalami penambahan sekitar 82,015 Ha.
Beberapa wilayah seperti Cagar Alam maupun hutan-hutan yang berada di
kawasan perbukitan kadang-kadang memiliki kesamaan visual dengan wilayah
sekitarnya sehingga mengakibatkan kekeliruan dalam menginterpretasikan warna
pada citra ketika melakukan pengolahan data.
Pertambahan luasan pemukiman tampak pada sepanjang pesisir Pantai
Barat Pangandaran dan daerah utara wilayah penelitian. Sedangkan vegetasi
terkonsentrasi di wilayah cagar alam Pananjung dan daerah perbukitan di utara.
Pada citra tahun 2005 dapat dilihat pada sebagian kecil wilayah di Cagar alam
terdapat lahan kosong. Daerah tersebut merupakan penangkaran banteng dan
binatang-binatang lainnya. Persawahan dengan luas areal 227,099 Ha terdapat di
bagian sebelah utara wilayah penelitian. Lahan basah yang diidentifikasi dengan
perkebunan banyak terdapat di bagian barat wilayah penelitian dengan luas
718,728 Ha. Berikut adalah luasan penutupan lahan tahun 2005 yang ditunjukkan
pada Tabel 9 dan persentase zonasi penutupan lahan pantai pada Gambar 21.

Tabel 9. Luas Penutupan Lahan Tahun 2005


Kelas

Luas (Ha)

Persentase (%)

Perairan

3936,016

65,31

Pemukiman

231,241

4,15

Vegetasi

829,489

14,71

Persawahan

227,099

5,07

Lahan Basah

718,428

10,38

Lahan Kering

25,808

0,36

5968,081

100

Total

5%

10%

0%

15%
66%

4%

Perairan
Persawahan

Pemukiman
Lahan Basah

Vegetasi
Lahan Kering

Gambar 21. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2005

4.1.2.1.3 Klasifikasi penutupan lahan tahun 2006


Citra Landsat 7 ETM+ tanggal 10 Oktober 2006 memiliki tingkat kerusakan
citra yang cukup tinggi sehingga agak sulit dalam melakukan pengkelasan.
Kerusakan tersebut mempengaruhi warna citra dalam setiap pengkompositan
sehingga pengklasifkasian harus dibantu secara manual pada program ArcView.

Stripping citra terjadi di wilayah perairan. Namun demikian, citra tersebut cukup
informatif dalam hasil pengklasifikasian penutupan lahan. Gambar 22
menunjukkan citra hasil klasifikasi penutupan lahan citra Landsat 7 ETM+
tanggal 10 Oktober 2006.

Gambar 22. Peta klasifikasi penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2006
Dibandingkan dengan tahun 2005, luas daerah pemukiman pada tahun 2006
bertambah 65,963 Ha dari sekitar 231,241 Ha pada tahun 2005 menjadi 297,204
Ha pada tahun 2006. Sama halnya dengan citra-citra tahun 2001 dan 2005,
wilayah vegetasi terpusat di daerah Cagar Alam Pananjung dan di bagian utara
wilayah penelitian. Luasan vegetasi ini berkurang cukup signifikan yaitu sekitar
107,117 Ha akibat bukaan lahan untuk daerah pemukiman, perkebunan dan
persawahan. Seiring dengan berkurangnya luasan vegetasi, luasan lahan basah

justru bertambah 4,286 Ha menjadi 723,014 Ha pada tahun 2006. Luas wilayah
lahan kering pada tahun 2006 adalah 24,208 Ha yang tersebar di beberapa tempat
terutama di sekitar muara Sungai Cikidang. Luas daerah persawahan bertambah
20,576 Ha pada tahun 2006. Luas penutupan lahan tahun 2006 dapat dilihat pada
Tabel 10 dengan persentase penutupan lahan dideskripsikan dengan diagram pada
Gambar 23.
Tabel 10. Luas Penutupan Lahan Tahun 2006
Kelas

Luas (Ha)

Persentase (%)

Perairan

3953,608

66,24

Pemukiman

297,204

4,97

Vegetasi

722,372

12,10

Persawahan

247,675

4,14

Lahan Basah

723,014

12,11

Lahan Kering

24,208

0.4

5968,081

100

Total

4%

12%

0%

12%
5%

Perairan
Persawahan

67%

Pemukiman
Lahan Basah

Vegetasi
Lahan Kering

Gambar 23. Persentase Zonasi Penutupan Lahan Citra Landsat Tahun 2006
4.1.2.2 Overlay citra penutupan lahan tahun 2001-2005

Kedua citra hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2001 dan tahun 2005 dioverlay untuk melihat perubahan yang terjadi. Gambar 24 menunjukkan citra
hasil overlay tersebut citra baru terdiri dari 36 klasifikasi hasil kali matriks 6 kelas
penutupan lahan tahun 2001 dan 6 kelas penutupan lahan 2005. Perbandingan
luasan kelas penutupan lahan tahun 2001 dan tahun 2005 dapat dilihat pada tabel
11.
Tabel 11. Perubahan luasan masing-masing kelas penutupan lahan
periode tahun 2001-2005
Kelas

Tahun 2001
(Ha)

Tahun 2005
(Ha)

Perubahan
(%)

3936,016

Luas
perubahan
(Ha)
31,147

Perairan

3904,869

Pemukiman

228,945

231,241

2.296

0,5

Vegetasi

747,474

829,489

82,015

Persawahan

347,823

227,099

-120,724

-20,99

Lahan Basah

691,721

718,428

26,705

1,89

Lahan Kering

47,247

25,808

-21,439

-29,34

0,4

Berdasarkan tabel 11, perubahan luasan lahan kering dari tahun 2001 sampai
tahun 2005 merupakan yang terbesar. Dengan perubahan yang mencapai 29,34%,
lahan kering pada tahun 2005 mengalami perubahan fungsi menjadi pemukiman,
terutama daerah yang terletak di pesisir Pantai Barat Pangandaran. Tabel 12
menunjukkan luas konversi penutupan lahan hasil overlay citra tahun 2001 dan
2005 di Pantai Pangandaran.

Tabel 12. Luas konversi penutupan lahan tahun 2001-2005 di Pantai

Pangandaran
No

2001

2005
Perairan

Luas Perubahan
(Ha)
3877,953

Persentase
(%)
64,97

Perairan

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Perairan
Perairan
Perairan
Perairan
Perairan
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering

Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Total

2,765
13,633
0,326
3,864
5,204
23,669
578,874
14,215
7,100
120,299
3,199
0,724
7,743
123,263
0,644
89,951
6,607
0,000
144,543
7,865
116,642
77,890
0,000
11,761
92,483
60,341
102,020
421,304
3,222
19,399
3,094
11,789
0,197
5,045
7,735
5968,081

0,046
0,23
0,0054
0,065
0,087
0,39
9,69
0,24
0,12
2,02
0,053
0,012
0,13
2,07
0,01
1,51
0,11
0,00
2,43
0,13
1,95
1,31
0,00
0,19
1,55
1,01
1,71
7,06
0,054
0,33
0,052
0,197
0,003
0,084
0,13
100

Gambar 24. Peta overlay penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2001 dan tahun 2005

Pertambahan daerah pemukiman yang diiringi dengan berkurangnya daerah


persawahan mengindikasikan pengalihan fungsi persawahan menjadi lahan
pemukiman penduduk sebesar 7,865 Ha. Sedangkan perubahan-perubahan yang
terjadi antara vegetasi-lahan basah-persawahan adalah diakibatkan oleh kekurang
akuratan dalam menginterpretasi suatu wilayah dengan nilai piksel yang sama.
Perubahan yang terjadi pada masing-masing kelas dapat dijadikan acuan dalam
menentukan kebijakan arah pembangunan di daerah wisata Pangandaran

4.1.2.3 Overlay citra penutupan lahan tahun 2005-2006


Kedua citra hasil klasifikasi penutupan lahan tahun 2005 dan 2006 dioverlay untuk melihat perubahan yang terjadi. Seperti pada hasil overlay tahun
2001 dan 2005, citra hasil overlay tahun 2005 dan 2006 juga memiliki 36 kelas
hasil perkalian matriks dari 6 kelas penutupan lahan pada masing-masing citra.
Gambar 25 menunjukkan citra hasil overlay tahun 2005-2006.
Perbandingan luasan kelas penutupan lahan yang ditunjukkan pada Tabel 13
menunjukkan terjadinya penambahan luas wilayah pada empat kelas dan
pengurangan luas wilayah pada dua kelas. Perubahan terbesar terjadi pada kelas
pemukiman. Kelas pemukiman mengalami penambahan luas wilayah sebesar
12,48 % atau sebesar 65,936 Ha dari total wilayah penelitian. Hal ini disebabkan
oleh pertambahan jumlah penduduk yang diiringi pula dengan pertambahan
jumlah luasan area yang terkonversi menjadi pemukiman. Pertambahan
pemukiman jika dilihat dari Gambar 24 bertambah padat di sepanjang pesisir
Pantai Barat Pangandaran. Bencana alam tsunami yang terjadi 3 bulan sebelum
pemotretan citra tidak berpengaruh banyak terhadap pengurangan luasan

pemukiman. Pemukiman yang mengalami perubahan fungsi akibat terkena


bencana tsunami hanya pemukiman yang berada di sebagian kecil Pantai Barat
Pangandaran di daerah Cikembulan.
Pertambahan luasan pemukiman juga berpengaruh terhadap luasan vegetasi
yang mengalami penurunan luasan sebesar 6,9%. Luasan lahan kering juga
mengalami penyusutan sebesar 1,6 Ha atau sebesar 3,1 %. Sedangkan, luas
persawahan dan lahan basar mengalami kenaikan masing-masing 4,3% dan
0,3%.
Tabel 13. Perubahan luasan masing-masing kelas penutupan lahan tahun
2005-2006
Kelas

Perubahan
(%)

3953,608

Luas
perubahan
(Ha)
17,592

231,241

297,204

65,963

12,48

Vegetasi

829,489

722,372

-107,117

-6,9

Persawahan

227,099

247,675

20,576

4,3

Lahan Basah

718,428

723,014

4,586

0,3

Lahan Kering

25,808

24,208

-1,6

-3,19

Tahun 2005
(Ha)

Tahun 2006
(Ha)

Perairan

3936,016

Pemukiman

0,2

Tabel 13 menunjukkan luas konversi penutupan lahan tahun 2005 hingga


tahun 2006 di Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis, dimana banyak terjadi
perubahan di masing-masing kelas. Vegetasi darat mengalami perubahan paling
besar yaitu beralih fungsi menjadi pemukiman sebesar 9,422 Ha, menjadi lahan
basah sebesar 166,033 Ha dan menjadi persawahan 2,987 Ha. Tabel 14
menunjukkan luasan konversi penutupan lahan tshun 2005 dan 2006

Tabel 14. Luas konversi penutupan lahan tahun 2005-2006 di Pantai


Pangandaran
No

2005

2006
Perairan

Luas Perubahan
(Ha)
3893,709

Persentase
(%)
65.242

Perairan

2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36

Perairan
Perairan
Perairan
Perairan
Perairan
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Vegetasi
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Pemukiman
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Basah
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering
Lahan Kering

Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Perairan
Vegetasi
Pemukiman
Persawahan
Lahan Basah
Lahan Kering
Total

21,395
7,894
0,000
3,343
2,543
13,260
642,048
9,422
7,027
166,003
5,122
15,559
9,117
135,702
2,984
67,238
0,367
0,365
0,680
6,344
153,505
62,036
0,016
7,774
61,297
129,369
83,234
428,470
4,378
3,680
1,355
7,547
0,000
2,481
10,748
5869,081

0.358
0.132
0.000
0.056
0.043
0.222
10.758
0.158
0.118
2.782
0.086
0.261
0.153
2.274
0.050
1.127
0.006
0.006
0.011
0.106
2.572
1.039
0.0003
0.1303
1.027
2.168
1.395
7.179
0.073
0.062
0.023
0.126
0.000
0.042
0.180
100

Gambar 25. Peta overlay penutupan lahan Pantai Pangandaran tahun 2005 dan tahun 2006

4.2 Analisis perubahan daratan pantai dan penutupan lahan


4.2.1. Analisis perubahan daratan pantai
Perubahan daratan pantai yang terjadi di sepanjang Pantai Pangandaran
diakibatkan oleh dua peristiwa penting yaitu akresi dan abrasi. Akresi dan abrasi
yang terjadi disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Secara umum
faktor alam yang mempengaruhi daratan pantai adalah angin, arus, gelombang,
pasang surut, bencana alam seperti tsunami, dan faktor lingkungan lainnya,
sedangkan faktor manusia yang mempengaruhi perubahan daratan pantai
contohnya adalah pertambahan pemukiman, penanaman hutan pantai, reklamasi
pantai dan penambangan pasir di sekitar pantai.

4.2.1.1 Angin, arus dan gelombang


Angin dapat mempengaruhi perubahan daratan pantai baik secara
langsung, seperti abrasi, pengangkutan material dan pengendapan sedimen;
maupun tidak langsung, seperti angin sebagai pembangkit gelombang dan penentu
arah arus permukaan. Kekuatan gelombang tergantung dari kekuatan angin yang
membangkitkannya. Semakin besar energi angin yang bertiup di atas permukaan
air laut maka semakin besar gelombang yang ditimbulkannya.
Data mengenai arah dan kecepatan angin maksimum dan minimum di Pantai
Pangandaran dalam kurun waktu 6 tahun dari tahun 2001 2006 dibuat dalam
diagram Windrose seperti pada Gambar 26 dan 27.

Gambar 26. Diagram Windrose data angin maksimum 2001-2006

Gambar 27. Diagram Windrose data angin minimum 2001-2006

Kekuatan angin maksimum di Pantai Pangandaran datang dari arah barat


laut dan timur laut dengan kecepatan rata-rata antara 17 21 knots. Namun ratarata angin bertiup di Pantai Pangandaran hanya berkisar antara 11 17 knots.
Data mengenai arah dan kecepatan angin rata-rata bulanan diambil dari
www.remss.com/quikscat untuk melihat pola arah dan kecepatan angin pada
setiap musim yang ditunjukkan pada Gambar 28 dan Gambar 29.

12.00
10.00

Kecepatan Angin (m/s)

Gambar 28. Pola angin rata-rata bulanan di daerah penelitian


Dalam kurun waktu 6 tahun (2001-2006).

8.00
6.00
4.00
2.00
-

r A
J
M J
Me
OktNove
uAgu
Dese
p
Septe
e u
stus
a t
obe
Bulan
mber
l mber
mber
n
r
i
r
i
i
i
l
Kecepatan angin
rata-rata bulanan di daerah penelitian

JanFebr
uaruari
i

Gambar 29.

Dalam kurun waktu 6 tahun (2001-2006).


Berdasarkan gambar 28, pada musim barat (DesemberMaret) angin
cenderung bergerak dari arah barat menuju timur, kecepatan berkisar antara 79
m/s dengan bulan Desember pergerakan angin terjadi dari arah selatan-barat daya
ke arah timur. Musim peralihan I (AprilMei) arah angin bergerak dari tenggara
dengan kecepatan rata-rata 710 m/s ke arah barat laut. Musim timur (Juni
September), pola angin terbentuk dari arah tenggara-timur menuju barat-barat laut
dengan kecepatan rata-rata berkisar antara 9 14 m/s. Musim peralihan II

(Oktober November) angin rata-rata mengalami pergerakan bergeser dari arah


timur-tenggara ke barat-barat daya kemudian bertiup dari arah selatan ke utara
dengan kecepatan angin berkisar antara 710 m/s.
Kondisi angin rata-rata pada musim barat, peralihan I, dan peralihan II
hanya berkisar antara 6-10 m/s seperti pada penjalasan sebelumnya membuat arus
permukaan dan gelombang yang terbentuk di sekitar Pantai Pangandaran tidak
terlalu besar sehingga dapat digolongkan aman untuk kegiatan pariwisata dan
budidaya perikanan. Hal tersebut berdasarkan Skala Angin Beaufort untuk Laut
yang menyatakan bahwa kecepatan angin dalam selang 5,5-10,7 m/s termasuk
dalam kategori angin sepoi-sepoi sedang dan angin sejuk segar dimana keadaan
permukaan laut memiliki gelombang pendek sampai sedang dengan bentuk
memanjang, dan sedikit terdapat buih-buih putih (Harvey, 1976 dalam Wijaya,
2006) dengan arus permukaan yang tidak begitu kuat, terutama di wilayah wilayah yang didukung dengan batimetri yang landai sehingga Pantai
Pangandaran aman untuk dijadikan tempat wisata. Pada musim timur, kecepatan
angin rata-rata di Pantai Pangandaran berkisar 10-14 m/s atau termasuk dalam
kategori angin kencang berdasarkan Skala Angin Beufort untuk Laut. Pemerintah
setempat memanfaatkan kondisi angin pada musim timur ini untuk
menyelenggarakan Festival Layang-Layang yang diadakan setiap tahunnya
(http://smkn1-cms.sch.id 28 Desember 2007).
Tipe pecah gelombang di perairan Pantai Pangandaran adalah Plunging,
dimana pada perairan Pantai Pangandaran pecah gelombangnya mempunyai
bentuk cembung ke arah belakang tetapi puncak gelombang melengkung ke depan
berbentuk cekung ke arah muka.

Secara visual, gelombang di perairan pantai Pangandaran memiliki


karakteristik yang beragam. Pantai Timur Pangandaran memiliki ombak yang
kecil dengan ketinggian berkisar antara 0.1 0.5 meter. Hal tersebut dikarenakan
adanya pemecah gelombang buatan yang memungkinkan Pantai Timur
Pangandaran menjadi tempat pendaratan ikan. Pantai Barat Pangandaran dekat
Cagar Alam memiliki tinggi gelombang berkisar antara 0.5 1 meter. Hal
tersebut membuat pantai ini dikategorikan sebagai kawasan aman berenang oleh
petugas setempat. Pantai Barat Pangandaran yang berdekatan dengan daerah
Cikembulan memiliki tinggi gelombang 1.5 3 meter, sehingga wilayah ini ramai
oleh wisatawan yang berolahraga surfing. Perbedaan tinggi gelombang di Pantai
Barat Pangandaran diakibatkan oleh perbedaan bathymetri di sepanjang perairan
tersebut. Gambar 30 adalah gambar yang menjelaskan batimetri di perairan Teluk
Pangandaran.

Gambar 30. Batimetri perairan Teluk Pangandaran

Data mengenai angin, arus dan gelombang di Pantai Pangandaran


menunjukkan adanya pergerakan sedimen di sekitar pesisir Pantai Pangandaran.
Angin yang cukup kuat dari arah timur membuat daerah di sekitar Pantai Barat
Pangandaran mengalami akresi akibat pola gelombang dan arus berperan dalam
pengangkutan sedimen mengarah ke Pantai Barat Pangandaran. Namun demikian,
Pantai Barat Pangandaran yang terletak lebih dekat dengan Cagar Alam
Pangandaran terlindung secara topografis oleh Cagar alam itu sendiri, sehingga
daerah tersebut cenderung stabil dengan daerah yang mengalami akresi maupun
abrasi relaif sedikit. Daerah Pantai Timur Pangandaran yang berada dekat dengan
Cagar alam Pangandaran juga cenderung stabil. Namun kestabilan pesisir di
Pantai Timur ini diakibatkan oleh pembuatan tanggul permanen di sepanjang
pantainya dalam rangka menjadikan tempat tersebut sebagai Tempat Pendaratan
Ikan Sementara sehingga akresi maupun abrasi di tempat tersebut diakibatkan
oleh faktor manusia.

4.2.1.2 Pasang Surut


Perubahan daratan pantai juga dipengaruhi oleh peristiwa pasang surut air
laut. Pasang surut air laut mempengaruhi dinamika air di sekitar pantai dan
bentuk pantai itu sendiri. Pasang surut tidak hanya mempengaruhi lapisan bagian
permukaan saja, melainkan seluruh massa air dan memiliki energi yang sangat
besar.
Pada waktu pasang maksimum, air laut yang membawa sedimen dan
material lain masuk ke darat dengan jarak yang cukup jauh. Pada waktu surut, air
laut mengendapkan sedimen dan meterial tersebut di daerah pantai. Apabila

peristiwa ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama, maka bentuk
pantai akan mengalami perubahan akibat dari penumpukan sedimen dan material
lainnya di pantai. Data mengenai pasang surut maksimum dan minimum serta
pengaruhnya terhadap perubahan daratan pantai dalam kurun waktu 5 tahun dapat
dilihat pada Gambar 31 dan 32.
Grafik Pasang Surut Max 2001-2006

Tinggi (m)

1.6
2001

1.5

2002

1.4

2003

1.3

2004

1.2

2005
2006

1.1
1
1

10 11 12

Bulan

Gambar 31. Fluktuasi Bulanan Ketinggian Maksimum Muka Laut Selama


Periode 2001-2006
Berdasarkan Gambar 31, kecenderungan pasang tertinggi tahun 2001 sampai
dengan tahun 2006 berkisar antara 1,22 m 1,52 m. Pasang maksimal terjadi pada
bulan Agustus dengan rata-rata pasang tertinggi 1,49 m.
Grafik Pasang Surut Minimum yang diukur di Stasiun Cilacap pada tahun
2001 2006 dapat dilihat pada Gambar 32.

Grafik Pasang Surut Min 2001-2006


Tinggi (m)

0.3
Tahun 2001

0.25

Tahun 2002

0.2

Tahun 2003

0.15

Tahun 2004

0.1

Tahun 2005

0.05
0

Tahun 2006
1

10

11

12

Bulan

Gambar 32. Grafik Surut Minimum Pasang Surut 2001 2006


Pasang maksimum dan surut minimum berpengaruh terhadap perubahan
daratan pantai. Pasang maksimum menyebabkan proses abrasi pantai karena air
laut pada waktu pasang masuk ke daerah daratan dengan jarak yang cukup jauh
yang menyebabkan pengikisan di daerah pantai, sebaliknya pada saat surut
minimum adalah waktu yang paling memungkinkan proses akresi pantai terjadi
karena air laut pada waktu surut mengendapkan sedimen dan mineral lain yang
dibawa pada saat pasang, sehingga daratan bertambah dan menyebabkan daratan
pantai bertambah maju.
Grafik pasang maksimum dan surut minimum menggunakan data pasang
surut setiap bulan dari tahun 2001 hingga tahun 2006 yang diambil dari Stasiun
Pasang Surut Cilacap. Setelah dihitung menggunakan bilangan Formzahl
berdasarkan konstanta pasang surut dapat disimpulkan bahwa tipe pasang surut di
perairan Teluk Pangandaran adalah tipe campuran dominan semidiurnal atau tipe
campuran dominan ganda, dimana terjadi dua kali pasang dan satu kali surut
dengan amplitudo yang berbeda dalam kurun waktu 24 jam.

4.2.1.3 Faktor lingkungan lainnya


Perubahan daratan pantai dapat dipengaruhi oleh faktor lingkungan lainnya
selain hal-hal yang telah dibahas sebelumnya. Faktor lingkungan tersebut
diantaranya bentuk pantai. Pantai Pangandaran memiliki bentuk pantai yang unik.
Pangandaran terletak pada semenanjung yang masuk ke Samudera Indonesia
dengan cagar alam yang berbentuk air mata (teardrop).
Pantai Pangandaran terletak di sebelah dalam sebuah teluk besar di selatan
jawa, namun demikian Pantai Pangandaran berikut Cagar Alamnya itu sendiri
berhadapan langsung dengan Samudera Indonesia tanpa terhalang daratan sama
sekali, hal tersebut menyebabkan beberapa wilayah Pantai Pangandaran seperti
Pantai Barat dekat Cikembulan memiliki gelombang yang cukup besar dan ketika
terjadi tsunami merupakan wilayah yang mengalami kerusakan terparah. Namun
beberapa wilayah pantai yang terhalang oleh Cagar Alam, seperti pantai barat dan
pantai timur dekat cagar alam memiliki gelombang yang cukup kecil sehingga
aman dijadikan sebagai tempat wisata.
Berdasarkan hasil analisis, daerah yang mengalami akresi yang meliputi
Pantai Barat Pangandaran (Desa Penanjung sebelah selatan), Pantai Timur sebelah
utara (Desa Pangandaran sebelah timur), Pantai Pasir Putih (Tg. Batu Mandi), Tg.
Cimanggu, Tg. Kalapaendep, dan muara Sungai Cikidang lebih dominan terjadi
daripada proses abrasi yang terjadi di wilayah Pantai Timur sebelah selatan
(Dekat Cagar Alam), sebagian kecil Pantai Barat, sebagian Muara sungai
Cikidang, dan beberapa bagian dari pantai di sekitar Cagar Alam.
Daerah penelitian dialiri oleh sebuah sungai yang cukup besar yang
bermuara di Pantai Pangandaran sebelah timur. Sungai tersebut adalah sungai

Cikidang. Hasil analisis citra menunjukkan sedimentasi yang banyak terjadi di


sekitar muara sungai tersebut. Besarnya debit air sungai tiap bulan dapat dilihat

Debit (Liter/detik)

pada Gambar 33.

25
20
15

Debit air

10
5
0
1

9 10 11 12

Bulan

Gambar 33. Grafik Rata-rata Debit Air Sungai Cikidang Tiap Bulan
Tabel 15. Besar Rata-rata Debit Air Sungai Cikidang Tiap Bulan

Jan

Feb

Mar

Apr Mei

Jun Jul

12. 22.1 23.7 21.1 15.3 8.1


741 47
45
20 38
95

Agt Sep Okt Nov Des

6.1 2.1 5.44 9.1 14.8 14.1


18 03 3
73 57
96

Sungai Cikidang sepanjang 16 km dengan luas DAS 64 km memiliki


debit air rata-rata tiap tahunnya sebesar 12,93133 m/detik. Debit air maksimal
terjadi pada bulan Maret yaitu sebesar 23,745 m/detik dimana pada bulan
tersebut merupakan puncak musim penghujan. Pada saat musim kemarau yang
puncaknya terjadi pada bulan Agustus, debit air Sungai Cikidang hanya 2,103
m/detik.
Pada muara Sungai Cikidang dominan terjadi peristiwa akresi dibandingkan
dengan peristiwa abrasi terutama di wilayah sebelah timur dari muara sungai. Hal

Rat
a12.9
31

tersebut menunjukkan bahwa di sepanjang Pantai Pangandaran pengaruh laut


lebih dominan dibandingkan pengaruh daratan. Sedimen yang terbawa sungai
selama banjir atau pada kondisi surut tidak diendapkan di muara sungai, tetapi
disebarkan oleh arus dan gelombang dalam arah menyusur pantai dan tegak lurus
pantai. Walaupun demikian, delta sungai tetap terbentuk walaupun dalam skala
kecil yang menunjukkan banyaknya sedimen yang terangkut oleh aliran sungai
dari hulu menuju muara sungai. Sedimen yang dibawa oleh sungai dari hulu
menuju muara berasal dari run off vegetasi di tepi sungai, limbah dari pemukiman
di sekitar sungai, dan pengikisan material di sepanjang aliran sungai.

4.2.1.4 Faktor Manusia


Selain faktor alam, faktor manusia juga mempengaruhi perubahan daratan
pantai. Faktor manusia yang paling umum dalam perubahan daratan pantai di
Pantai Pangandaran adalah kegiatan reklamasi pantai.
Kegiatan reklamasi pantai di Pantai Barat Pangandaran terpusat untuk
kegiatan pariwisata. Pantai Barat sering digunakan untuk kegiatankegiatan besar
baik berskala nasional maupun internasional, seperti festival layang-layang
internasional. Oleh karena itu, perluasan pantai ditujukan untuk keamanan
pariwisata.
Di Pantai Timur Pangandaran, kegiatan reklamasi pantai dipusatkan pada
kegiatan perikanan. Pembuatan tanggul di sepanjang pesisir pantai dan pemecah
gelombang membuat masyarakat nelayan lebih mudah dalam melakukan
pendaratan ikan hasil tangkapan. Di Pantai Timur ini juga terdapat menara Early
Warning System untuk mendeteksi tsunami.

Pasca tsunami 2006, pemerintah setempat melakukan penanaman pohon


bakau di sepanjang pesisir Pantai Barat Pangandaran. Hal tersebut untuk
mengantisipasi jika terjadi bencana serupa di kemudian hari. Pembangunan
menara-menara pandang dan monumen untuk memperingati bencana tsunami juga
dilakukan di Pantai Barat Pangandaran.

4.2.2. Analisis perubahan penutupan lahan


Pantai Pangandaran, Kabupaten Ciamis Jawa Barat termasuk wilayah yang
padat penduduknya dengan infrastruktur, bangunan hiburan dan pariwisata yang
cukup maju dikarenakan daya tarik wisata alam Pangandaran. Sebagian besar
warga bermata pencaharian berdagang dan jasa wisata, kecuali di Kecamatan
Pangandaran sebelah utara, mayoritas penduduknya adalah petani.
Berdasarkan data statistik kependudukan BPS Kabupaten Ciamis, jumlah
penduduk Kecamatan Pangandaran tahun 2003 sebesar 44.790 jiwa dengan
pertumbuhan penduduk rata-rata 1% per tahun menyebabkan diperlukannya lahan
baru untuk pemukiman. Pembangunan sarana fisik seperti tempat wisata, tempat
ibadah, TPI Sementara, pompa bensin dan lain sebagainya dapat menambah
luasan areal pemukiman. Dengan rencana BAPPEDA Jawa Barat yang akan
melakukan pemekaran wilayah Pangandaran menjadi sebuah Kabupaten maka
perubahan yang terjadi dari masing-masing tutupan lahan dapat dijadikan acuan
dalam menentukan kebijakan arah pembangunan di pesisir Pantai Pangandaran.
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan rencana menjadikan Pantai
Pangandaran sebagai objek wisata internasional, sebaiknya pembangunan
diarahkan pada lahan-lahan yang cocok untuk pemukiman dengan memperhatikan

daerah-daerah khusus konservasi alam seperti Cagar Alam Penanjung. Hal itu
sangat penting untuk menjaga kelestarian ekologis wilayah Pantai Pangandaran.

4.2.3 Analisis Perubahan Daratan Pantai dan Penutupan Lahan akibat


Bencana Alam Tsunami
Gempa bumi yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 pukul 15:19:24 WIB
merupakan gempa bumi subduksi yaitu gempa yang terjadi akibat penunjaman
lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia di selatan Jawa Barat.
0

Menurut informasi dari BMG pusat gempa bumi terletak pada koordinat 9, 46 LS
0

dan 107,19 BT, kedalaman 33 km di bawah dasar laut, dan magnitudo gempa 6,8
SR.

Gambar 34. Episenter gempa utama menurut BMG, USGS, dan GEOFON
(Pribadi, Sugeng et al., 2006 dalam BMG, 2006)

Gempa ini mempunyai magnitudo besar (7,7 Mw) dan mekanisme


sumbernya adalah sesar naik yang mengakibatkan tsunami di sepanjang pantai
selatan Pulau Jawa, khususnya dari Pantai Pameungpeuk-Garut, Pantai
Pangandaran-Ciamis, Pantai Cilacap, Pantai Kebumen, dan sampai ke Pantai
Parangtritis-Bantul (Pribadi, Sugeng et al, 2006 dalam BMG, 2006).
Run-up tsunami atau gelombang laut yang naik ke daratan merupakan faktor
paling utama yang menyebabkan terjadinya perubahan daratan pantai maupun
perubahan penutupan lahan. Berikut adalah gambar yang menunjukkan run-up
tsunami yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006 di pesisir pantai yang mengalami
bencana alam tsunami.

Gambar 35. Peta run-up tsunami untuk wilayah Pangandaran hasil survey
BMG tanggal 18-22 Juli 2006 (Sumber: Pribadi, Sugeng et.al dalam BMG, 2006)

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan BMG-Korea-Jepang pada tanggal


18-22 Juli 2006 diketahui bahwa run-up tertinggi di daerah Pantai Barat
Pangandaran yaitu setinggi 7 meter sedangkan di daerah Pantai Timur
Pangandaran setinggi 3,10 meter.
Tsunami yang menerjang Pantai Pangandaran memberikan dampak yang
cukup besar terhadap perubahan daratan pantai terutama di Pantai Barat
Pangandaran. Dari 13 sel pembagian wilayah pada kajian penelitian, 6 sel
diantaranya mengalami abrasi rata-rata antara 4 sampai 14 meter dan 4 sel
diantaranya menunjukkan lokasi Pantai Barat Pangandaran (nilai rata-rata
perubahan garis pantai ditunjukkan pada Tabel 7). Nilai rata-rata maksimum
terjadi di sel 5 dengan panjang daratan pantai mundur mencapai 14,8 meter. Sel 5
menunjukkan daerah Pantai Barat Pangandaran yang bersebelahan dengan daerah
Cikembulan, wilayah terparah akibat tsunami di sepanjang Teluk Pangandaran.
Daerah tersebut mengalami run-up maksimal setinggi 7 meter dengan arah
orientasi Tsunami mengarah ke daratan 62 dari North dan inundasi mencapai 500
meter dari MSL (Mean Sea Level) (Pribadi, Sugeng et.al dalam BMG, 2006 ).
Menurut warga setempat hasil wawancara langsung pada tanggal 30 Maret 2008,
pecah gelombang terjadi di jalan raya yang berada tepat di tepi pantai pada jarak
80 meter dari garis pantai. Pecah gelombang terparah terjadi di depan Hotel Bumi
Nusantara Pangandaran.
Tsunami tidak hanya memberikan dampak abrasi pada pantai. Sel 7 pada
kajian penelitian menunjukkan adanya proses akresi setelah terjadinya tsunami.
Sel 7 menunjukkan lokasi tanah genting yang berada di Tanjung Pangandaran
penghubung antara daratan Pangandaran dengan Cagar Alam Pananjung. Di

daerah yang menghubungkan Pantai Barat dan Pantai Timur sejauh 300 meter
tersebut terjadi titik temu dua arus tsunami tepatnya pada koordinat 7:42:17S
108:39:48 BT (Pribadi, Sugeng et al, 2006 dalam BMG, 2006). Run-up tsunami
di daerah tersebut mencapai 4 meter dan daerah tersebut terendam cukup lama
oleh air laut akibat dari pertemuan dua arus tsunami sehingga mengakibatkan
terjadinya pengendapan sedimen atau meterial lainnya yang dibawa oleh arus
tsunami. Pada sel tersebut rata-rata penambahan daratan pantai maju sebesar 9,29
meter.
Pantai Timur Pangandaran yang diwakili oleh sel 8 dan 9 juga mengalami
abrasi akibat tsunami. Bila dibandingkan dengan kerusakan material maupun
abrasi yang terjadi di Pantai Barat Pangandaran, Pantai Timur tidak terlalu parah
dengan run-up rata-rata 3,4 meter dan inundasi mencapai 50 meter dari MSL
(Mean Sea Level). Hal tersebut dikarenakan posisi pantai yang terlindung oleh
Cagar Alam dan Taman Laut sehingga gelombang yang datang tidak sebesar yang
terjadi di Pantai Barat pangandaran. Pada sel 8 dan 9 garis pantai mundur ratarata 6,34 dan 0,36 meter. Gambar 36 menggambarkan inundasi air laut yang
masuk kedaratan dihitung dari Mean Sea Level.

Gambar 36. Inundasi tsunami di Pantai Pangandaran berkisar antara 30-500 m.


(Pribadi, Sugeng et.al dalam BMG, 2006).

Tsunami juga memberikan dampak yang besar terhadap perubahan


penutupan lahan di pesisir Pantai Pangandaran. Di Pantai Barat Pangandaran,
tsunami dengan run-up setinggi 7 meter dengan inundasi sejauh 500 meter
mengakibatkan 842 rumah hancur, 91 rumah rusak, 66 hotel/penginapan dan
kantor hancur (Pribadi, Sugeng et al dalam BMG, 2006). Di Pantai Timur
Pangandaran dengan run-up setinggi 3,10 meter dengan inundasi sejauh 304 meter
hanya mengakibatkan beberapa rumah rusak tetapi tidak separah di Pantai Barat
Pangandaran.
Tsunami hanya berpegaruh terhadap penutupan lahan yang berada di
pesisir Pantai Pangandaran. Tutupan lahan yang berada cukup jauh dari Pantai
tidak mengalami perubahan secara langsung. Bahkan, walaupun tutupan lahan

yang berupa pemukiman di daerah pesisir berganti fungsi, namun jumlah


pemukiman yang terdeteksi dalam citra justru bertambah. Hal tersebut
dikarenakan pembangunan yang berada cukup jauh dari pantai tetap berlanjut.
Penggunaan citra Landsat 7ETM+ yang memiliki resolusi sedang, dan
luasan area yang dikaji seperti pada penelitian ini akan mempengaruhi keakuratan
data hasil penelitian, termasuk data hasil luasan area. Akan tetapi, data ini
menggambarkan keadaan yang sebenarnya setelah dilakukan kajian atau survey
lapangan dimana di Pantai Pangandaran terjadi suatu perubahan pantai yang
terjadi baik akibat faktor manusia maupun faktor alam, termasuk bencana alam
Tsunami yang terjadi pada tanggal 17 Juli 2006.
Perubahan pantai, secara umum berjalan lambat di setiap tahunnya. Faktorfaktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah angin yang membangkitkan
gelombang, lokasi yang berhadapan langsung dengan lepas pantai, dan terjadinya
tsunami dapat mengakibatkan terjadinya abrasi pantai. Sebaliknya, faktor-faktor
seperti kegiatan pembangunan manusia, sedimentasi oleh sungai, reklamasi
pantai, dan pembuatan tempat pendaratan ikan dapat mengakibatkan terjadinya
akresi pantai.

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Citra Landsat 7 ETM+ Pasca tsunami menunjukkan terjadinya perubahan
daratan maju ataupun mundur di beberapa tempat pada wilayah penelitian bila
dibandingkan dengan citra Landsat 7 ETM+ Pra tsunami.
Pada citra pra tsunami, daratan pantai yang mengalami akresi tersebar di
berbagai tempat dengan daratan maju rata-rata sebesar 23,03 m terutama di daerah
muara Sungai Cikidang dan sebagian Pantai Barat, sedangkan daratan yang
mengalami abrasi adalah daerah sekitar Pantai Timur, sebagian kecil pantai barat
dan beberapa pantai di sekitar Cagar Alam dengan daratan pantai mundur rata-rata
1,4 m.
Dalam kurun waktu 1 tahun antara tahun 2005 dan 2006 peristiwa abrasi
terjadi di beberapa tempat dengan daratan mundur rata-rata 7,2 m. Pada bencana
alam tsunami tahun 2006, Pantai Barat Pangandaran mengalami Run-Up Tsunami
maksimum setinggi 7 meter sehingga pada citra terlihat garis pantai mundur yang
terjadi di wilayah tersebut rata-rata 14 meter. Sedangkan di Pantai Timur Pantai
Pangandaran sebelah utara Cagar Alam Penanjung terjadi peristiwa akresi akibat
penggenangan air laut ketika terjadi tsunami pada tahun 2006 dengan daratan
pantai maju rata-rata 4,5 m. Penggenangan sementara tersebut meninggalkan
material-material pasir sehingga mengakibatkan akresi di beberapa bagian
wilayah tersebut.
Perubahan penutupan lahan di pesisir Pantai Pangandaran sangat
dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Pembangunan terjadi seiring dengat

meningkatnya jumlah penduduk dan rencana pemerintah untuk mengembangkan


wilayah Pangandaran menjadi wilayah pariwisata yang maju. Bencana alam
tsunami hanya berpengaruh di pesisir pantai yang terjangkau oleh inundasi
tsunami, sedangkan di daerah yang cukup jauh dari garis pantai, pembangunan
terus terjadi seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pengembangan
Pantai pangandaran menjadi sektor pariwisata yang lebih baik.

5.2 Saran
Perlu adanya penelitian dengan menggunakan citra beresolusi lebih tinggi
seperti citra Ikonos atau Quickbird untuk memberikan informasi dan data yang
lebih akurat.

DAFTAR PUSTAKA
Aronoff, S. 1989. Geographic Information System: A management perspective.
WDL Publications. Ottawa. Canada.
Bakosurtanal. 1999. Peta Rupa Bumi. Bakosurtanal : Cibinong
Bird, E.C.F. 1985. Coastline changes, a global review. A Wiley Interscience
Publication Page Bos Ltd. Norwich. In Nontji, A. 1993. Laut Nusantara.
Penerbit Djambatan. Jakarta.
Bird, E.C.F. dan O.S.R Ongkosongo. 1980. Environmental Changes on The Coast
of Indonesia. The United of University. Japan.
Black, J.A. 1986. Ocean and Coasts an Introduction to Oceanography. Wm, C,
Brown Publisher. Iowa.
Diposaptono, S. dan Budiman. 2005. Tsunami. Penerbit Buku Ilmiah Populer.
Jakarta. 222 h.
Kawata, Y. 2000. Tsunami generation mechanism. Disaster Prevention Research
Institute Kyoto University. Jepang.
Komar, P.D. 1983. CRC Handbook of Coastal Processes and Erosion. CRC Press.
Inc Boca Raton : Florida
Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). 2000. Proyek Rancang
Bangun dan Rekayasa Teknologi Penginderaan Jauh. Studi kebijakan
Kelautan/Kedirgantaraan Kajian Satelit Masa Depan Landsat 7. Bidang
Pengolahan Data Pusat Teknologi Penginderaan jauh. Jakarta.
Lillesand, T.M, dan Kiefer F.W. 1979. Remote Sensing and Image Interpretation.
John Willey & Sons Inc. Minnesota. 725 h.
Nontji, A. 1993. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan. Jakarta
Pribadi, S., Fakhrizal., Gunawan, I., Tsuji, Y. 2006. Laporan Gempa Bumi dan
Tsunami Selatan Jawa Barat 17 Juli 2006.
http://www.bmg.go.id/ diakses tanggal 28 Desember 2007
Prahasta, E. 2002. Konsep-konsep dasar sistem informasi geografis. Penerbit
informatika. Bandung. 334 h.
Purwadhi, S.H. 1990. Penginderaan jauh dan aplikasinya. Diktat kuliah
penginderaan jauh di Jurusan Geografi-MIPA Universitas Indonesia
(tidak dipublikasikan). Depok.

. 2001. Interpretasi citra digital. Grasindo. Jakarta. 360 h.


Rahardjo, S. 2004. Seri Oseanografi Umum: Gelombang. Ed I. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 40 h.
Ross, D. A. 1970. Introduction to Oceanography. Appleton-Century-Crofts. New
York.
Susilo, S.B. 2000. Penginderaan jauh kelautan terapan. Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 h.
Susilo, S.B. dan J.L. Gaol. 2008. Dasar-dasar penginderaan jauh kelautan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertania Bogor. Bogor.
Sutanto. 1986. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
Triatmodjo, B. 1999. Teknik Pantai. Beta Ofset. Yogyakarta
Wijaya, A. 2006. Aplikasi Data Landsat TM Terhadap Perubahan Garis Pantai
dan Penutupan Lahan Pantai Di Kabupaten Rembang Bagian Timur.
Skripsi (tidak dipublikasikan). Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan
FPIK, Institut Pertanian Bogor.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Ciamis diakses pada 19 Februari 2009
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasang_surut diakses pada 19 Februari 2009
http://www.bmg.go.id diakses pada 28 Desember 2007
http://www.budpar.go.id/page.php?ic=511&id=1385 diakses pada 28 Desember
2007
http://www.indonesia.com diakses pada 28 Desember 2007
http://www.kepulauanindonesia.co.id diakses pada 19 Februari 2009
http://www.nasa.gov diakses pada 20 Januari 2008
http://www.remss.com/quickscat diakses pada 20 Januari 2008
http://smkn1-cms.sch.id diakses pada 28 Desember 2007
http://faiqun.edublogs.org/pergerakan-sedimen-pantai/ diakses pada 12 Maret
2009

LAMPIRAN

1. Pasang Surut Bulan Juni 2001 di Stasiun Cilacap


Jam
/Tgl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

1
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7
0.8
1
1.1
1.2
1.3
1.3
1.4
1.3
1.3
1.2
1.1
1
0.8
0.7
0.7
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.6
1.6
1.5
1.4

2
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.6
0.8
0.9
1
1.1
1.2
1.3
1.3
1.4
1.3
1.3
1.1
1
0.8
0.7
0.6
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.6
1.5

3
1.5
1.3
1.2
1
0.8
0.7
0.6
0.6
0.7
0.8
1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.4
1.4
1.3
1.2
1
0.8
0.6
0.6
0.6
0.7
0.9
1.2
1.4
1.6
1.6

4
1.5
1.5
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.7
0.7
0.7
0.8
0.9
1.1
1.2
1.3
1.4
1.5
1.5
1.4
1.3
1.1
0.8
0.6
0.5
0.6
0.7
0.9
1.2
1.4
1.6

5
1.5
1.6
1.6
1.6
1.4
1.2
1
0.9
0.8
0.7
0.8
0.8
0.9
1.1
1.2
1.4
1.5
1.6
1.6
1.6
1.4
1.2
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7
0.9
1.2
1.5

6
1.4
1.6
1.7
1.8
1.7
1.6
1.4
1.2
1
0.9
0.8
0.8
0.9
1
1.1
1.3
1.5
1.7
1.8
1.8
1.7
1.5
1.3
1
0.7
0.6
0.6
0.8
1
1.3

7
1.2
1.5
1.7
1.9
1.9
1.9
1.7
1.5
1.3
1.2
1
0.9
0.9
0.9
1
1.2
1.4
1.6
1.8
1.9
1.9
1.9
1.6
1.4
1.1
0.8
0.7
0.7
0.8
1.1

8
1
1.3
1.6
1.8
2
2
2
1.8
1.7
1.5
1.3
1.1
1
1
1
1.1
1.2
1.4
1.7
1.9
2
2.1
2
1.7
1.4
1.1
0.9
0.7
0.7
0.9

9
0.9
1.1
1.3
1.6
1.8
2
2.1
2
1.9
1.7
1.5
1.3
1.2
1.1
1
1
1.1
1.2
1.4
1.7
1.9
2.1
2.1
2
1.8
1.5
1.2
0.9
0.8
0.8

10
0.8
0.8
1
1.3
1.5
1.8
2
2
2
1.9
1.7
1.5
1.4
1.2
1
0.9
0.9
1
1.2
1.4
1.7
1.9
2.1
2.1
2
1.8
1.5
1.1
0.9
0.7

11
0.8
0.7
0.7
0.9
1.2
1.4
1.7
1.9
1.9
1.9
1.8
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.8
0.8
0.9
1
1.3
1.6
1.9
2
2.1
1.9
1.7
1.4
1.1
0.8

12
0.9
0.7
0.6
0.6
0.8
1
1.3
1.5
1.7
1.8
1.8
1.7
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.7
0.6
0.7
0.9
1.2
1.5
1.7
1.9
1.9
1.8
1.6
1.3
0.9

13
1.1
0.7
0.5
0.4
0.4
0.6
0.8
1.1
1.3
1.5
1.6
1.6
1.5
1.4
1.3
1.1
0.8
0.6
0.5
0.5
0.5
0.7
1
1.3
1.6
1.7
1.8
1.7
1.4
1.1

14
1.2
0.9
0.6
0.4
0.3
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
1.4
1.4
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
0.4
0.6
0.8
1.1
1.4
1.6
1.6
1.5
1.3

15
1.3
1.1
0.8
0.5
0.3
0.2
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.1
1.2
1.3
1.3
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0.2
0.2
0.4
0.7
1
1.3
1.4
1.5
1.3

16
1.4
1.3
1
0.7
0.5
0.3
0.2
0.2
0.3
0.5
0.7
0.9
1
1.1
1.2
1.2
1.1
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0.1
0.2
0.4
0.6
0.9
1.2
1.3
1.4

17
1.4
1.4
1.3
1
0.7
0.5
0.3
0.2
0.2
0.3
0.5
0.7
0.8
1
1.1
1.2
1.2
1.1
1
0.8
0.6
0.4
0.2
0.1
0.2
0.3
0.6
0.9
1.1
1.3

18
1.3
1.4
1.4
1.3
1.1
0.8
0.6
0.4
0.3
0.3
0.4
0.5
0.7
0.8
1
1.1
1.2
1.2
1.2
1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.2
0.2
0.4
0.6
0.9
1.1

19
1.1
1.4
1.5
1.5
1.4
1.2
0.9
0.7
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.7
0.9
1
1.1
1.3
1.3
1.3
1.2
1
0.8
0.6
0.4
0.3
0.3
0.5
0.7
1

20
0.9
1.2
1.4
1.5
1.5
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.7
0.6
0.7
0.7
0.8
0.9
1
1.2
1.3
1.4
1.4
1.3
1.2
1
0.7
0.5
0.4
0.5
0.6
0.8

21
0.8
1
1.2
1.4
1.5
1.6
1.5
1.3
1.2
1
0.9
0.8
0.8
0.8
0.8
0.8
0.9
1.1
1.2
1.4
1.5
1.5
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7

22
0.7
0.8
1
1.2
1.4
1.5
1.5
1.5
1.4
1.3
1.1
1
0.9
0.9
0.8
0.8
0.8
0.9
1.1
1.2
1.4
1.5
1.6
1.6
1.4
1.2
1
0.8
0.7
0.7

23
0.6
0.7
0.8
1
1.2
1.3
1.5
1.5
1.5
1.4
1.3
1.2
1.1
1
0.9
0.9
0.8
0.8
0.9
1
1.2
1.4
1.5
1.6
1.6
1.5
1.3
1.1
0.9
0.8

24
0.7
0.6
0.6
0.7
0.9
1.1
1.2
1.3
1.4
1.4
1.4
1.3
1.2
1.2
1.1
1
0.8
0.8
0.8
0.8
0.9
1.1
1.3
1.5
1.6
1.6
1.5
1.3
1.1
0.9

1. Pasang Surut Bulan Mei 2005 di Stasiun Cilacap


Jam
/Tgl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

1
1.3
1.2
1.0
0.8
0.7
0.5
0.5
0.6
0.7
0.9
1.0
1.1
1.2
1.2
1.2
1.2
1.1
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.7
0.7
0.9
1.1
1.3
1.4
1.4
1.4

2
1.3
1.3
1.2
1.0
0.8
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.8
0.9
1.0
1.1
1.1
1.2
1.2
1.1
1.1
1.0
0.9
0.8
0.6
0.6
0.6
0.7
0.8
1.0
1.2
1.4
1.4

3
1.1
1.2
1.3
1.2
1.0
0.8
0.7
0.6
0.5
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.2
1.2
1.2
1.1
0.9
0.8
0.6
0.5
0.5
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4

4
1.0
1.1
1.3
1.3
1.3
1.1
1.0
0.8
0.7
0.6
0.6
0.6
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.3
1.3
1.2
1.1
0.9
0.7
0.6
0.5
0.6
0.8
1.0
1.3

5
0.8
1.0
1.3
1.4
1.5
1.4
1.3
1.1
1.0
0.8
0.8
0.7
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.4
1.5
1.5
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8
0.6
0.6
0.7
0.9
1.1

6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.7
1.6
1.5
1.4
1.2
1.0
0.9
0.9
0.9
0.9
1.0
1.1
1.2
1.4
1.5
1.7
1.7
1.7
1.6
1.4
1.1
0.9
0.7
0.7
0.8
1.0

7
0.8
0.9
1.1
1.4
1.6
1.8
1.9
1.8
1.7
1.6
1.4
1.3
1.1
1.0
1.0
1.0
1.1
1.2
1.3
1.5
1.7
1.9
1.9
1.9
1.8
1.6
1.3
1.0
0.8
0.8
0.9

8
0.9
0.9
1.0
1.2
1.5
1.7
1.9
2.0
2.0
1.9
1.8
1.6
1.4
1.3
1.2
1.1
1.1
1.1
1.2
1.4
1.6
1.8
2.0
2.1
2.1
1.9
1.7
1.4
1.1
0.9
0.8

9
1.1
1.0
1.0
1.1
1.3
1.5
1.8
2.0
2.1
2.1
2.0
1.9
1.7
1.5
1.4
1.2
1.1
1.1
1.1
1.2
1.4
1.6
1.9
2.1
2.2
2.1
2.0
1.7
1.4
1.1
0.9

10
1.4
1.1
1.0
0.9
1.0
1.2
1.5
1.7
1.9
2.1
2.1
2.0
1.9
1.7
1.5
1.3
1.2
1.1
1.0
1.0
1.1
1.4
1.6
1.9
2.1
1.3
2.1
2.0
1.7
1.4
1.1

11
1.6
1.3
1.0
0.8
0.8
0.9
1.1
1.4
1.6
1.8
2.0
2.0
1.9
1.8
1.6
1.4
1.2
1.1
0.9
0.9
0.9
1.0
1.2
1.5
1.8
2.0
2.1
2.0
1.9
1.6
1.2

12
1.7
1.4
1.1
0.8
0.7
0.6
0.7
0.9
1.2
1.4
1.7
1.8
1.8
1.8
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.7
0.7
0.8
1.1
1.3
1.6
1.9
2.0
1.9
1.7
1.4

13
1.8
1.5
1.2
0.9
0.6
0.5
0.4
0.5
0.7
1.0
1.2
1.4
1.6
1.6
1.6
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
0.5
0.5
0.6
0.9
1.2
1.5
1.7
1.8
1.7
1.5

14
1.7
1.6
1.4
1.1
0.7
0.5
0.3
0.3
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.4
1.4
1.3
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.3
0.3
0.5
0.7
1.0
1.3
1.5
1.6
1.6

15
1.5
1.5
1.4
1.2
0.9
0.6
0.4
0.2
0.2
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.2
1.3
1.3
1.2
1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.2
0.2
0.3
0.6
0.9
1.2
1.4
1.5

16
1.2
1.4
1.5
1.4
1.2
0.9
0.6
0.3
0.2
0.2
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.2
1.3
1.2
1.1
0.9
0.7
0.4
0.2
0.1
0.1
0.3
0.5
0.8
1.1
1.3

17
1.0
1.2
1.4
1.5
1.4
1.2
0.9
0.6
0.4
0.2
0.2
0.3
0.4
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.3
1.2
1.1
0.9
0.7
0.5
0.3
0.2
0.2
0.3
0.6
0.8
1.1

18
0.7
1.0
1.3
1.5
1.5
1.4
1.2
1.0
0.7
0.5
0.4
0.3
0.4
0.5
0.7
0.9
1.0
1.2
1.3
1.3
1.3
1.2
1.0
0.8
0.6
0.4
0.3
0.3
0.4
0.6
0.9

19
0.6
0.8
1.1
1.4
1.6
1.6
1.5
1.3
1.1
0.8
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.8
0.9
1.1
1.2
1.3
1.4
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.4
0.5
0.7

20
0.6
0.7
1.0
1.2
1.5
1.6
1.7
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.7
0.7
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.3
1.4
1.5
1.5
1.4
1.3
1.0
0.8
06
0.5
0.5
0.6

21
0.6
0.6
0.8
1.0
1.3
1.5
1.6
1.7
1.6
1.4
1.3
1.1
0.9
0.8
0.8
0.8
0.8
0.9
1.0
1.1
1.3
1.4
1.5
1.5
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6

22
0.8
0.7
0.7
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.6
1.6
1.4
1.3
1.1
1.0
0.9
0.9
0.8
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.4
1.5
1.5
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8
0.7

23
0.9
0.8
0.6
0.7
0.8
0.9
1.2
1.3
1.5
1.5
1.5
1.4
1.3
1.1
1.0
1.0
0.9
0.8
0.8
0.8
0.9
1.0
1.1
1.3
1.4
1.5
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8

24
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7
0.8
1.0
1.2
1.3
1.4
1.3
1.3
1.2
1.1
1.0
1.0
0.9
0.8
0.7
0.7
0.8
0.9
1.0
1.2
1.4
1.4
1.5
1.4
1.2
1.0

1. Pasang Surut Bulan Oktober 2006 di Stasiun Cilacap


Jam
/Tgl
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31

1
1.8
1.6
1.3
1.0
0.8
0.6
0.5
0.6
0.9
1.2
1.5
1.7
1.8
1.8
1.7
1.5
1.3
1.0
0.8
0.7
0.6
0.7
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.7
1.8
1.7
1.5

2
1.7
1.6
1.4
1.1
0.8
0.5
0.4
0.3
0.4
0.7
1.0
1.3
1.5
1.6
1.6
1.5
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.4
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.6
1.6

3
1.5
1.5
1.5
1.3
1.0
0.7
0.4
0.2
0.2
0.3
0.5
0.8
1.1
1.3
1.5
1.5
1.4
1.2
1.0
0.7
0.5
0.4
0.3
0.3
0.4
0.5
0.7
1.0
1.2
1.4
1.5

4
1.3
1.4
1.5
1.4
1.2
0.9
0.6
0.3
0.1
0.1
0.2
0.4
0.7
1.0
1.2
1.4
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
0.2
0.3
0.4
0.6
0.9
1.2
1.3

5
1.0
1.3
1.4
1.5
1.4
1.2
0.9
0.6
0.3
0.1
0.1
0.2
0.5
0.8
1.0
1.2
1.4
1.4
1.3
1.1
0.9
0.8
0.6
0.4
0.3
0.3
0.3
0.4
0.7
0.9
1.2

6
0.8
1.1
1.3
1.5
1.6
1.5
1.3
1.0
0.7
0.4
0.3
0.2
0.4
0.6
0.8
1.1
1.3
1.4
1.4
1.4
1.2
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.4
0.4
0.5
0.7
1.0

7
0.7
1.0
1.2
1.5
1.6
1.7
1.6
1.4
1.1
0.8
0.6
0.4
0.4
0.5
0.7
1.0
1.2
1.4
1.5
1.5
1.5
1.3
1.2
1.0
0.9
0.7
0.6
0.5
0.5
0.6
0.8

8
0.7
0.8
1.1
1.3
1.6
1.8
1.8
1.7
1.5
1.2
1.0
0.7
0.6
0.6
0.7
0.9
1.1
1.3
1.4
1.5
1.6
1.5
1.5
1.3
1.2
1.0
0.8
0.7
0.6
0.6
0.7

9
0.7
0.8
0.9
1.1
1.4
1.6
1.8
1.9
1.8
1.6
1.3
1.1
0.8
0.7
0.7
0.8
1.0
1.1
1.3
1.5
1.6
1.6
1.6
1.5
1.4
1.3
1.1
1.0
0.8
0.7
0.7

10
0.9
0.8
0.8
0.9
1.1
1.4
1.6
1.8
1.8
1.8
1.6
1.3
1.1
0.9
0.8
0.8
0.8
1.0
1.1
1.3
1.4
1.5
1.5
1.6
1.5
1.5
1.3
1.2
1.0
0.8
0.7

11
1.0
0.8
0.7
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.7
1.7
1.7
1.5
1.3
1.1
0.9
0.8
0.8
0.8
0.9
1.0
1.2
1.3
1.4
1.4
1.5
1.5
1.4
1.3
1.2
1.0
0.8

12
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.6
1.5
1.4
1.2
1.0
0.8
0.7
0.7
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.3
1.4
1.4
1.3
1.1
1.0

13
1.1
1.0
0.8
0.6
0.5
0.5
0.6
0.7
0.9
1.1
1.3
1.4
1.3
1.2
1.1
0.9
0.8
0.7
0.6
0.6
0.7
0.7
0.8
0.9
1.0
1.1
1.2
1.3
1.3
1.2
1.1

14
1.1
1.0
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
0.4
0.6
0.8
1.0
1.1
1.2
1.2
1.1
1.0
0.8
0.7
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.6
0.7
0.8
1.0
1.1
1.2
1.2
1.2

15
1.1
1.1
1.0
0.8
0.7
0.5
0.3
0.3
0.3
0.5
0.7
0.8
1.0
1.1
1.1
1.0
1.0
0.8
0.8
0.7
0.6
0.6
0.5
0.5
0.5
0.6
0.7
0.9
1.0
1.2
1.2

16
1.0
1.1
1.1
1.0
0.9
0.7
0.5
0.4
0.3
0.3
0.5
0.6
0.8
1.0
1.1
1.1
1.1
1.0
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.6
0.5
0.5
0.6
0.7
0.9
1.1
1.3

17
0.9
1.1
1.2
1.2
1.2
1.1
0.9
0.7
0.5
0.4
0.4
0.5
0.7
0.9
1.0
1.1
1.2
1.2
1.2
1.1
1.1
1.0
0.9
0.8
0.7
0.6
0.6
0.7
0.8
1.0
1.2

18
0.8
1.0
1.2
1.4
1.5
1.4
1.3
1.1
0.9
0.7
0.6
0.6
0.7
0.8
1.0
1.1
1.3
1.4
1.4
1.4
1.4
1.3
1.3
1.1
1.0
0.8
0.7
0.7
0.8
0.9
1.1

19
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
1.7
1.7
1.6
1.4
1.2
1.0
0.8
0.8
0.9
1.0
1.1
1.3
1.4
1.5
1.6
1.7
1.7
1.6
1.5
1.4
1.2
1.0
0.9
0.8
0.9
1.1

20
0.9
1.0
1.2
1.4
1.6
1.8
1.9
1.9
1.8
1.6
1.4
1.2
1.1
1.0
1.0
1.1
1.3
1.4
1.6
1.7
1.8
1.9
1.9
1.8
1.7
1.6
1.4
1.1
1.0
0.9
1.0

21
1.0
1.0
1.1
1.3
1.5
1.8
2.0
2.1
2.1
2.0
1.8
1.5
1.3
1.2
1.1
1.1
1.2
1.3
1.5
1.6
1.8
1.9
2.0
2.0
2.0
1.9
1.7
1.4
1.2
1.0
1.0

22
1.2
1.1
1.0
1.1
1.3
1.6
1.8
2.1
2.2
2.2
2.0
1.8
1.6
1.4
1.2
1.1
1.1
1.2
1.3
1.4
1.6
1.8
1.9
2.1
2.1
2.1
1.9
1.7
1.4
1.2
1.0

23
1.4
1.1
1.0
0.9
1.0
1.2
1.5
1.8
2.0
2.1
2.1
2.0
1.8
1.6
1.3
1.2
1.1
1.0
1.1
1.2
1.3
1.5
1.7
1.9
2.0
2.1
2.0
1.9
1.6
1.3
1.1

24
1.5
1.2
1.0
0.8
0.7
0.8
1.1
1.4
1.6
1.9
2.0
2.0
1.9
1.7
1.4
1.2
1.0
0.9
0.9
0.9
1.0
1.1
1.3
1.5
1.7
1.9
1.9
1.9
1.7
1.5
1.2

Lampiran 2. Nilai Pasang Surut Maksimum dan Minimum Di Stasiun Cilacap


Tabel Nilai Pasang Surut Maksimum Tiap Bulan Pada Tahun 2001-2006
(dalam meter)
Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

jun

jul

Agt

Sep

Okt

Nov

Des

2001

1.44

1.43

1.36

1.23

1.26

1.38

1.45

1.45

1.33

1.22

1.31

1.42

2002

1.46

1.45

1.37

1.25

1.3

1.42

1.47

1.47

1.4

1.24

1.29

1.44

2003

1.48

1.47

1.38

1.26

1.34

1.45

1.5

1.49

1.41

1.29

1.33

1.45

2004

1.49

1.47

1.4

1.27

1.36

1.46

1.52

1.5

1.43

1.29

1.35

1.46

2005

1.5

1.49

1.41

1.28

1.33

1.37

1.41

1.52

1.32

1.28

1.37

1.48

2006
Ratarata

1.5

1.5

1.42

1.29

1.28

1.38

1.42

1.51

1.42

1.3

1.4

1.5

1.48

1.47

1.39

1.26

1.31

1.41

1.46

1.49

1.39

1.27

1.34

1.46

Tabel Nilai Pasang Surut Minimum Tiap Bulan Pada Tahun 2001-2006
(dalam meter)
Tahun

Jan

Feb

Mar

Apr

Mei

Jun

Jul

Agt

Sept

Okt

Nov

Des

2001

0.12

0.15

0.22

0.25

0.2

0.16

0.12

0.1

0.22

0.27

0.25

0.11

2002

0.11

0.12

0.21

0.22

0.18

0.14

0.12

0.09

0.19

0.24

0.23

0.12

2003

0.1

0.12

0.2

0.2

0.17

0.12

0.1

0.09

0.17

0.22

0.19

0.1

2004

0.07

0.09

0.17

0.15

0.15

0.1

0.09

0.08

0.15

0.19

0.18

0.09

2005

0.07

0.08

0.14

0.12

0.13

0.1

0.07

0.07

0.13

0.15

0.13

0.08

2006
Ratarata

0.06

0.04

0.12

0.1

0.12

0.07

0.05

0.05

0.1

0.14

0.12

0.06

0.09

0.1

0.18

0.17

0.16

0.12

0.09

0.08

0.16

0.20

0.18

0.09

Sumber: DIHISDROS TNI AL, 2007

Lampiran 3. Arah dan Kecepatan Angin di Stasiun Cilacap (Sumber: BMG, 2006)
2001
Kec
Bulan
Angin Arah () (Knots)
Min
315
2
Max
315
16
Januari
Min
0
6
Max
315
16
Februari
Min
45
4
Max
315
11
Maret
Min
45
3
Max
45
9
April
Min
90
5
Max
45
11
Mei
Min
90
5
Max
135
10
Juni
Min
135
5
Max
90
11
Juli
Min
90
6
Max
135
12
Agustus
Min
90
5
90
10
September Max
Min
45
5
Max
135
11
Oktober
Min
0
5
315
14
November Max
Min
0
5
315
17
Desember Max

Kec
(m/s)
Arah ()
1.07991
0
8.63931
315
3.23974
270
8.63931
315
2.15983
0
5.93952
0
1.61987
45
4.85961
0
2.69978
0
5.93952
45
2.69978
90
5.39957
45
2.69978
45
5.93952
45
3.23974
90
6.47948
135
2.69978
0
5.39957
45
2.69978
135
5.93952
0
2.69978
270
7.5594
270
2.69978
315
9.17927
315

2002
Kec
(Knots)
6
19
5
19
5
20
4
15
6
15
5
15
4
18
6
17
5
15
4
13
3
17
6
19

Kec
(m/s)
Arah ()
1.07991
270
8.63931
315
3.23974
0
8.63931
315
2.15983
45
5.93952
90
1.61987
0
4.85961
0
2.69978
90
5.93952
90
2.69978
180
5.39957
180
2.69978
45
5.93952
0
3.23974
90
6.47948
135
2.69978
150
5.39957
35
2.69978
180
5.93952
90
2.69978
0
7.5594
315
2.69978
315
9.17927
45

2003
Kec
(Knots) Kec (m/s)
5 2.69978
18 9.71922
2 1.07911
19 10.2592
6 3.23974
18 9.71922
5 2.69978
14
7.5594
5 2.69978
15 8.69935
6 3.23974
17 9.17927
3 1.61987
16 8.63931
3 1.61987
18 19.71922
2 1.07991
15 8.09935
2 1.07991
14
7.5594
3 1.61987
13 7.01944
5 2.69978
13 7.01944

2004
Kec
Bulan
Angin Arah () (Knots)
Min
270
6
Max
315
14
Januari
Min
45
5
315
12
Februari Max
Min
45
5
Max
180
16
Maret
Min
0
5
Max
0
9
April
Min
45
2
Max
45
9
Mei
Min
90
3
Max
270
9
Juni
Min
45
4
Max
270
10
Juli
Min
180
5
Max
270
10
Agustus
Min
45
3
0
12
September Max
Min
0
3
Max
45
14
Oktober
Min
270
2
315
11
November Max
Min
315
2
180
10
Desember Max

Kec
(m/s)
Arah ()
3.23974
270
7.5594
315
2.69978
45
6.47948
315
2.69978
0
8.63931
135
2.69978
0
4.85961
45
1.07991
90
4.85961
135
1.61987
45
4.85961
180
2.15983
270
5.39957
270
2.69978
270
5.39957
45
1.61987
315
6.47948
315
1.61987
90
7.5594
0
1.07991
0
5.93952
45
1.07991
180
5.39957
180

2005
Kec
(Knots)
4
10
2
13
3
14
3
15
2
12
2
10
2
11
3
12
4
12
5
12
3
12
5
9

Kec
(m/s)
Arah ()
2.15983
270
5.39957
315
1.07991
315
7.01944
270
1.61987
180
7.5594
315
1.61987
45
8.09935
45
1.07991
45
6.47948
90
1.07991
180
5.39957
315
1.07991
45
5.93952
45
1.61987
180
6.47948
180
2.15983
180
6.47948
270
2.69978
270
6.47948
45
1.61987
315
6.47948
45
2.69978
0
4.85961
45

2006
Kec
(Knots)
4
10
5
14
2
16
3
12
3
10
4
12
3
20
2
11
2
13
3
14
3
12
2
10

Kec
(m/s)
2.15983
5.39957
2.69978
7.5594
1.07991
8.63931
1.61987
6.47948
1.61987
5.39957
2.15983
6.47948
1.61987
10.7991
1.07991
5.93952
1.07991
7.01944
1.61987
7.5594
1.61987
6.47948
1.07991
5.39957

a. Menara Early Warning System di Pantai Timur Pangandaran.

c. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami (Pemukiman di Utara Cagar Alam)

c. Kerusakan yang ditimbulkan oleh tsunami (Pemukiman yang terletak 300 m


dari bibir Pantai Barat Pangandaran)

e. Usaha pemerintah dalam mitigasi bencana alam tsunami

f. Peta model tsunami selatan Jawa Barat 17 Juli 2006 (Pribadi, Sugeng et.al.
2006)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 11 Juni


1985, anak dari pasangan Bapak Edi Amin (alm) dan Ibu
Lies Kurniati. Penulis adalah anak kedua dari tiga
bersaudara.
Tahun 1991-1997 penulis menempuh pendidikan
dasar SD Negeri Sentral IV Bandung, kemudian melanjutkan sekolah menengah
pertama di SMP Negeri 22 Bandung, kemudian menyelesaikan pendidikannya di
SMA BPI 2 Bandung pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Program studi Ilmu
Kelautan melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama kuliah di IPB, penulis pernah aktif sebagai anggota UKM Gentra
Kaheman pada tahun 2003-2004, anggota Kelompok Pecinta Alam AMAZON
pada tahun 2003-2007. Penulis juga pernah berperan sebagai panitia dalam
Fieldtrip M.K Biologi Laut Pulau Tidung tahun 2005, Fieldtrip Ekologi Laut Tropis
Pulau Pari 2005, dan Musyawarah Nasional HIMITEKINDO 2005. Penulis juga
pernah ikut terlibat sebagai penari dalam acara IPB ART 2004, Pembukaan
acara Dies Natalis IPB di Gymnasium 2004, Acara Kunjungan Mahasiswa
Malaysia di FAPERTA 2004, Acara Temu Alumni ITK IPB 2005 dan Perpisahan
Guru Besar FPIK Bpk.Widodo, Auditorium FPIK 2006.

Bogor, April 2009

Yunita Sulistriani

Anda mungkin juga menyukai