I.
DEFINISI
Multipel sklerosis adalah suatu peradangan yang terjadi di otak dan
sumsum tulang belakang yang menyerang daerah substansia alba dan
merupakan penyebab utama kecacatan pada dewasa muda. Penyebabnya
dapat disebabkan oleh banyak faktor, terutama proses autoimun. Multipel
sklerosis dapat mengakibatkan terjadinya inflamasi, kerusakan pada myelin
(demielinisasi), neuroaxonal injury, astrogliosis, dan proses degeneratif.6
Substansi lemak yang dikenal sebagai mielin (mengelilingi dan
membungkus serat saraf dan sebagai fasilitator konduksi dari transmisi
impuls saraf) mengalami kerusakan secara intermiten (demielinisasi).
Demielinisasi menyebabkan scar dan mengerasnya (sclerotik=skleros)
serat saraf pada otak, medulla spinalis, batang otak, dan nervus optikus,
yang menyebabkan hantaran impuls saraf menjadi lambat dan akibatnya
terjadi kelemahan, gangguan sensorik, nyeri dan gangguan penglihatan.6
II.
EPIDEMIOLOGI
Multipel sklerosis adalah salah satu gangguan neurologis yang paling
sering menyerang orang muda. Di Amerika Serikat diperkirakan 250.000
hingga 350.000 orang yang terinfeksi (1 dari 1000 - Reingold, 2000).
Perempuan terinfeksi dua kali lipat dari pada laki-laki. Gejala jarang muncul
sebelum usia 15 tahun atau setelah 60 tahun. Usia rata-rata timbulnya gejala
adalah 30 tahun, dengan kisaran antara 18 tahun hingga 40 tahun pada
sebagian besar pasien.7
Penyakit ini lebih sering terjadi pada perempuan dari pada laki-laki
(1,5:1). Penyakit ini dapat terjadi pada segala umur, walaupun onset pertama
jarang terjadi pada anak-anak dan orang usia lanjut. Biasanya usia
munculnya
gejala antara
kondisi
ini
dengan
gen
spesifik
pada
kompleks
oleh
IV.
KLASIFIKASI
Klasifikasi ini digunakan dalam memperkirakan prognosis pasien dan
sebagai pedoman dalam pemberian terapi.
1. Relaps-Remisi (Relapsing Remitting)
Merupakan periode perburukan neurologi yang akut dari multipel
sklerosis (relaps, serangan, atau eksaserbasi) yang diikuti oleh periode
MANIFESTASI KLINIS
1. Gangguan penglihatan
Sebagian besar pasien menderita gangguan penglihatan sebagai
gejala-gejala awal. Dapat terjadi kekaburan penglihatan, lapang
pandang yang abnormal dengan bintik buta (skotoma) baik pada satu
maupun pada kedua mata. Salah satu mata mungkin mengalami
kebutaan total selama beberapa jam sampai beberapa hari. Gangguangangguan visual ini mungkin diakibatkan oleh neuritis saraf optikus.
Selain itu, juga ditemukan diplopia akibat lesi pada batang otak yang
menyerang nukleus atau serabut-serabut traktus dari otot-otot
ekstraokular dan nistagmus.
Neuritis Optika adalah gangguan penglihatan yang paling sering
terjadi (14-23% kasus) dan 50%, biasanya muncul secara akut atau
subakut dan unilateral dengan diikuti rasa nyeri pada mata terutama
dengan adanya gerakan bola mata. Neuritis Optika bilateral jarang
terjadi, bila ditemukan biasanya asimetris dan lebih berat pada satu
mata. Neuritis optika bilateral biasanya terjadi pada anak dan ras Asia.
2. Gangguan sensorik
Banyak
penderita
multipel
sklerosis
meninggalkan
Gangguan
motorik
terjadi
akibat
terlibatnya
traktus
sisi,
refleks
patologis
selalu
bilateral.
Spastisitas
dapat
ataupun
pada
temperatur
panas
maupun
kelelahan/kelambatan mental.
6. Gangguan Cerebelum
VI.
PATOGENESIS
Penyebab multipel sklerosis belum diketahui, saat ini seluruh dunia
masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit
multipel sklerosis. Kerusakan myelin pada multipel sklerosis mungkin
terjadi akibat respon abnormal dari sistem kekebalan tubuh terutama focal
lymphocytic infiltration (sel T secara terus-menerus bermigrasi menuju
lokasi dan melakukan penyerangan seperti yang layak terjadi pada setiap
infeksi). Sitem kekebalan tubuh ini seharusnya melindungi tubuh dari
terjadinya kerusakan myelin (plak atau lesi) tampak seperti area (parut/luka)
yang mengeras: pada multipel sklerosis, parut-parut/luka-luka ini tampak
pada otak dan tulang belakang.12
Penyebab lain multipel sklerosis belum diketahui, saat ini seluruh
dunia masih melakukan penelitian untuk mencari penyebab pasti penyakit
multipel sklerosis. Masih dipertanyakan apakah meningkatnya kasus pada
keluarga diakibatkan oleh predisposisi genetik (tidak terdapat pola herediter)
atau disebabkan karena sering kontak dengan agen infeksi (mungkin virus)
pads masa kanak-kanak yang entah dapat menyebabkan multipel sklerosis
pads waktu mulai menginjak masa dewasa muda.12
Penyelidikan migrasi menunjukkan bahwa jika orang dewasa pindah
dari tempat dengan risiko tinggi ke tempat dengan risiko rendah, mereka
tetap mempunyai risiko tinggi untuk menderita multipel sklerosis. Tetapi
jika migrasi terjadi sebelum mencapai usia 15 tahun, maka individu tersebut
mempunyai risiko yang rendah sesuai dengan tempat tinggalnya yang baru.
Data-data Ini sesuai dengan teori yang menyatakan virus mungkin
merupakan penyebabnya dengan periode laten yang panjang antara paparan
awal dengan awitan (onset penyakit). Mekanisme kerjanya mungkin
merupakan reaksi autoimun yang menyerang mielin.12,13
Penyelidikan lain mengajukan kemungkinan adanya faktor-faktor
genetik sehingga ada orang-orang yang lebih rentan terhadap serangan
berbagai virus yang bereaksi lambat pada Sistem saraf pusat. Virus lambat
ini mempunyai masa inkubasi yang lama dan mungkin hanya berkembang
dalam kaitannya dengan status imun yang abnormal atau terganggu.10
Sklerosis ditandai dengan adanya bercak kerusakan mielin yang
tersebar diikuti dengan gliosis dan substansia alba sistem persarafan.
Bercak-bercak berwarna kekuning-kuningan dan keras yang ditemukan pada
otopsi dipakai sebagai sumber nama penyakit ini. Sifat perjalanan penyakit
merupakan serangkaian serangan pada berbagai bagian sistem saraf pusat.
10
VII. DIAGNOSIS
Kriteria diagnostik yang umum dipakai adalah kriteria McDonald
yang merupakan kriteria multipel sklerosis dengan konsep asli tahun 2001
dan revisi terakhir tahun 2010. Kriteria McDonald menekankan adanya
pemisahan menurut waktu atau disseminated in time (dua serangan atau
lebih) dan pemisahan oleh ruang atau disseminated in space (dua atau lebih
diagnosa topis yang berbeda). Seseorang dinyatakan definite menderita
multipel sklerosis bila terjadi pemisahan waktu dan ruang yang dibuktikan
secara klinis atau bila bukti secara klinis tidak lengkap tetapi didukung oleh
pemeriksaan penunjang (MRI, LCS atau VEP).2
Pemisahan secara waktu maksudnya adalah terjadinya dua serangan
atau lebih dimana jarak antara dua serangan minimal 30 hari dan satu
episode serangan minimal berlangsung 24 jam. Sedangkan pemisahan oleh
ruang adalah terdapatnya dua atau lebih gejala neurologis obyektif yang
mencerminkan dua lesi yang diagnosis topiknya berbeda.
Kriteria definite (disseminated in space) MRI harus meliputi 3 dari 4:
1. Adanya 1 lesi yang besar atau minimal 9 lesi yang kecil
2. Minimal 1 lesi infratentorial
3. Minimal 1 lesi juxtakortikal
4. Minimal 3 lesi periventrikel.
Selain itu pada MRI dapat terlihat gambaran atrofi korteks yang
didahului oleh pembesaran ventrikel.
Gambar 2. Plak atau lesi yang tampak pada pemeriksaan MRI (panah
putih)
MRI konvensional memperlihatkan perubahan kadar air pada jaringan
dan dinamika proton eksitasi, sehingga memungkinkan visualisasi dari
edema, inflamasi, demielinasi dan kerusakan axon pada lesi MS. Tehnik
MRI konvensional diantaranya T2-weighted, fast fluid-attenuated inversion
recovery (FLAIR), dan T1-weighted dengan atau tanpa gadolinium (Gd).
11
Dalam evaluasi rutin pasien yang diduga atau diketahui MS, gambar yang
paling berguna dalam protokol klinis cMRI adalah axial dual spin-echo atau
single late echo T2-weighted, FLAIR axial dan sagital, juga pre dan post
gadolinium (Gd) axial spin echo T1-weighted. Pada gambaran cMRI, lesi
MS terlihat hiperintens pada gambar T2-weight, hipointens pada gambar
T1-weighted, dan fokus Gd pada gambar post kontras.15
1. Lesi MS pada T2-weighted
Tipe lesi biasanya kecil, berbentuk bulat atau oval dan di bagian
sistem saraf pusat yang terdapat selubung myelin. Lesi-lesi ini lebih
banyak terjadi di area periventrikular, area lainnya pada juxtakortikal
dan infratentorial. Meskipun MS menyerang bagian substansia alba, 510% lesi dapat melibatkan bagian substansia grisea juga termasuk
korteks serebri dan ganglia basal.16
Lesi pada substansia grisea biasanya kecil dengan tingkat intensitas
menengah dan inflamasi yang rendah, sehingga mengaburkan gambaran
lesi di substansia grisea jika dibandingkan dengan lesi pada substansia
alba. Lesi MS cenderung memiliki konfigurasi oval dengan sumbu
utama perpendikularis ke arah corpus callosum (Dawsons fingers).17
12
inversion
recovery
(FLAIR)
memperlihatkan
(a)
(b)
13
(c)
(d)
lubang
hitam).
Lesi
hipointens
T1
akut
cenderung
(a)
(b)
14
injeksi
Gadolinium
sebagai
kontras
akan
(a)
(b)
VEP
(visual
evoked
potential)
merupakan
15
PENATALAKSANAAN
Managemen dan tatalaksana multiple sklerosis mengikuti Clinical
Guideline 8 Multiple Sclerosis National Institute for Clinical Excellence
tahun 2003.
Tabel 1. Pola klasifikasi menggunakan tingkatan rekomendasi.
Grade
A
B
C
D
DS
HSC
Keterangan
Kategori I
Kategori II atau dengan penambahan kategori I
Kategori III atau dengan penambahan kategori I atau II
Kategori IV atau dengan penambahan kategori I, II atau III
Berdasarkan bukti diagnostic
Berdasarkan pelayanan kesehatan 2002/2004
Kondisi
Setiap yang mengalami episode akut (termasuk neuritis optik)
Grade
A
D
D
D
Plasma exchange
Intermiten
(4-bulan)
pendek
(1-9
hari)
program
Siklofosfamid
Cladribine
Hiperbarik oksigen
Linomide
17
dan
Tolterodine
efektif
untuk
kegagalan
dalam
18
relaps
kortikosteroid
akut
belum
dan
bisa
mempercepat
meningkatkan
pemulihan.
pemulihan
Namun,
secara
keseluruhan MS.
Jika seorang pasien menjadi cacat setalah mendapat serangan akut,
dokter harus mempertimbangkan pengobatan dengan intravena
metilprednisolon selama tiga hingga lima hari (atau kortikosteroid
yang setara) dalam dosis 1 g diberikan secara intravena dalam 100 mL
normal salin selama 60 menit sekali sehari di pagi hari.
2. Perawatan lainnya. Pada pasien dengan MS, fisoterapi harus selalu
dilakukan untuk meningkatkan fungsi dan kualitas hidup dari
ketergantungan obat therapy. Perawatan pendukung berupa konseling,
terapi okupasi, saran dari sosial, masukan dari perawat, dan partisipasi
dalam patient support group merupakan bagian dari perawatan
kesehatan dengan pendekatan tim dalam pengelolaan MS.
19
mengurangi
kekambuhan
sekitar
sepertiga
dan
antibodi
dengan
dosis
subkutan
juga
harus
dipertimbangkan.
20
sebesar
67
persen
dan
memperlambat
perkembangan.
21
22
sehingga
koreksi
vitamin
pada
keadaan
PROGNOSIS
Prognosis untuk seseorang dengan multipel sklerosis tergantung pada
subtipe penyakit; jenis kelamin individu, ras, umur, gejala awal, dan derajat
kerusakan. Harapan hidup dari penderita multipel sklerosis, untuk tahuntahun awal, saat ini hampir sama halnya dari pada orang normal. Hal ini
disebabkan terutama karena peningkatkan metoda dari pencegahan progresif
penyakit, seperti fisioterapi dan terapi bicara, bersama-sama dengan
penanganan yang menangani komplikasi umum, seperti radang paru-paru
dan infeksi saluran kemih. Meskipun demikian, setengah kematian dari
pasien dengan multipel sklerosis adalah secara langsung berhubungan
dengan komplikasi dari penyakit, sementara 15% lebih berhubungan dengan
bunuh diri.
Secara umum sangatlah sulit untuk meramalkan prognosis multipel
sklerosis. Setiap individu memiliki variasi kelainan, tetapi sebagian besar
pasien dengan multipel sklerosis bisa mengharapkan 95% harapan hidup
normal. Beberapa penelitian telah menunjukankan pasien yang mempunyai
sedikit serangan di tahun pertama setelah diagnosis, interval yang lama antar
serangan, pemulihan sempurna dari serangan, dan serangan yang
berhubungan dengan saraf sensoris (misalnya., baal atau perasaan geli)
cenderung untuk memiliki prognosis yang lebih baik. Pasien yang sejak
awal memiliki gejala tremor, kesukaran dalam berjalan, atau yang
mempunyai serangan sering dengan pemulihan yang tidak sempurna, atau
lebih banyak lesi yang terlihat oleh MRI scan sejak dini, cenderung untuk
mempunyai suatu tingkat penyakit yang lebih progresif.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Rolak LA, Fleming JO. The differential diagnosis of multiple sclerosis.
Neurologist 2007;13:5772
2. Ferguson B, Matyszak,
14. Ormerod IE, Miller DH, McDonald WI, du Boulay EP, Rudge P, Kendall
BE, et al. The role of NMR imaging in the assessment of multiple sclerosis
and
isolated
neurological
lesions.
quantitative
study.
Brain
1987;110:1579616
15. B L, Vedeler CA, Nyland H, Trapp BD, Mrk SJ, et al. Intracortical
multiple sclerosislesions are not associated with increased lymphocytic
infiltration. Mult Scler 2003;9:231323
16. Zhao GJ, Koopmans RA, Li DK, Bedell L, Paty DW. Effect of interferon
beta-1b in MS: assessment of annual accumulation of PD/T2 activity on
MRI. UBC MS/MRI Analysis Group and the MS Study Group. Neurology
2000;11:2006
17. Bitsch A, Bruck W. MRI-pathological correlates in MS. Int MSJ 2002;8:89
95
25