Anda di halaman 1dari 9

Merokok

Merokok didapati memiliki pertalian dgn meningkatkan dampak buat mendapati


kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik & kanker kandung
kemih.Adat merokok meningkatkan efek buat terkena TB paru jumlahnya 2,2 kali.
Kepada th 1973 mengkonsumsi rokok di Indonesia per orang per th yakni 230
batang, relatif lebih rendah bersama 430 batang/orang/tahun di Sierra Leon, 480
batang/orang/tahun di Ghana & 760 batang/orang/tahun di Pakistan (Achmadi,
2005). Prevalensi merokok kepada nyaris seluruh Negeri berkembang lebih dari
50% berjalan terhadap cowok dewasa, sedangkan perempuan perokok kurang dari
5%. Bersama adanya rutinitas merokok bakal menolong utk terjadinya infeksi TB
Paru.

Kelembaban hawa atau Udara


Kelembaban hawa dalam lokasi buat mendapatkan kenyamanan, di mana
kelembaban yg optimum berkisar 60% bersama temperatur kamar 22 30C.
Kuman TB Paru dapat serta-merta mati kalau terkena sinar matahari segera, namun
bakal berkukuh hidup sewaktu sekian banyak jam di area yg gelap & lembab.

Keadaan rumah
Keadaan rumah bakal jadi salah satu aspek dampak penularan penyakit TBC. Atap,
dinding & lantai mampu jadi ruang perkembang biakan kuman.Lantai & dinding yag
susah dibersihkan bakal menyebabkan penumpukan debu, maka bakal dijadikan
juga sebagai fasilitas yg baik bagi berkembangbiaknya kuman Mycrobacterium
tuberculosis.

Kepadatan hunian kamar tidur


Luas lantai bangunan rumah sehat mesti pass buat penghuni di dalamnya, artinya
luas lantai bangunan rumah tersebut mesti disesuaikan bersama jumlah
penghuninya biar tak menyebabkan overload. Aspek ini tak sehat, dikarenakan di
samping menyebabkan kurangnya mengonsumsi oksigen serta apabila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, bakal gampang menular pada anggota
keluarga lainnya.
Persyaratan kepadatan hunian utk semua rumah rata rata dinyatakan dalam
m2/orang. Luas minimum per orang amat sangat relatif tergantung dari mutu
bangunan & sarana yg sedia. Buat rumah sederhana luasnya minimum 10

m2/orang. Utk kamar tidur dipakai luas lantai minimum 3 m2/orang. Utk mencegah
penularan penyakit pernapasan, jarak antara pinggir ruang tidur yg satu dgn yg yang
lain minimum 90 centimeter. Kamar tidur sebaiknya tak ditempati lebih dari dua
orang, kecuali buat suami istri & anak dibawah 2 th. Buat menjamin volume hawa yg
lumayan, di syaratkan serta langit-langit minimum tingginya 2,75 meter.

Tingkah Laku
Tabiat bisa terdiri dari wawasan, sikap & perbuatan. Wawasan penderita TB Paru yg
kurang berkaitan kiat penularan, bahaya & kiat pengobatan dapat berpengaruh
kepada sikap & prilaku yang merupakan orang sakit & akhinya berakibat jadi sumber
penular bagi orang disekelilingnya.

Factor Type Kelamin


Di benua Afrika tidak sedikit tuberkulosis terutama menyerang cowok. Terhadap thn
1996 jumlah penderita TB Paru cowok nyaris dua kali lipat di bandingkan jumlah
penderita TB Paru kepada perempuan, merupakan 42,34% terhadap laki laki & 28,9
prosen kepada perempuan. Antara thn 1985-1987 penderita TB paru cowok
condong meningkat sejumlah 2,5%, sedangkan penderita TB Paru kepada
perempuan menurun nol,7%. TB paru Iebih tidak sedikit berlangsung terhadap laki
laki di bandingkan dgn perempuan sebab pria sebahagian akbar memiliki adat
merokok maka memudahkan terjangkitnya TB paru.

Faktor Usia
Sekian Banyak aspek dampak penularan penyakit tuberkulosis di Amerika adalah
usia, type kelamin, ras, asal negeri bidang, juga infeksi AIDS. Dari hasil penelitian yg
dilaksanakan di New York terhadap Panti penampungan beberapa orang
gelandangan menunjukkan bahwa bisa jadi mendapat infeksi tuberkulosis aktif
meningkat dengan cara bermakna serasi dgn usia. Insiden paling tinggi tuberkulosis
paru umumnya berkenaan umur dewasa belia. Di Indonesia diperkirakan 75%
penderita TB Paru yakni group umur produktif yakni 15-50 th.

Tugas atau Pekerjaan


Type tugas memastikan perihal risiko apa yg mesti dihadapi tiap-tiap individu.
Apabila pekerja bekerja di lingkungan yg berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar bakal mempengaruhi terjadinya kendala kepada saluran pernafasan.

Paparan kronis hawa yg tercemar bakal meningkatkan morbiditas, terutama


terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan & kebanyakan TB Paru.
Type tugas seorang pun mempengaruhi kepada pendapatan keluarga yg dapat
memiliki resiko pada gaya hidup sehari-hari diantara mengkonsumsi makanan,
pemeliharaan kesehatan diluar itu serta dapat mempengaruhi kepada kepemilikan
rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yg memiliki pendapatan di bawah UMR
bakal mengonsumsi makanan dgn kadar gizi yg tidak searah dgn kepentingan bagi
tiap-tiap anggota keluarga maka memiliki status gizi yg kurang & bakal memudahkan
utk terkena penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam faktor kategori kontruksi
rumah bersama memiliki pendapatan yg kurang sehingga kontruksi rumah yg
dipunyai tak memenuhi syarat kesehatan maka bakal membantu terjadinya
penularan penyakit TB Paru.

Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seorang bakal mempengaruhi pada wawasan seorang
diantaranya berkenaan rumah yg memenuhi syarat kesehatan & wawasan penyakit
TB Paru, maka bersama wawasan yg pass sehingga seorang dapat coba buat
memiliki tabiat hidup bersin & sehat. diluar itu tingkat pedidikan seorang bakal
mempengaruhi pada kategori pekerjaannya.

Ventilasi
Ventilasi memiliki tidak sedikit fungsi. Fungsi mula-mula merupakan buat menjaga
supaya aliran hawa didalam rumah tersebut masihlah segar. Faktor ini berarti
keseimbangan oksigen yg dimanfaatkan oleh penghuni rumah tersebut terus terjaga.
Kurangnya ventilasi bakal menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, di
samping itu kurangnya ventilasi dapat menyebabkan kelembaban hawa di dalam
ruang naik sebab terjadinya proses penguapan cairan dari kulit & penyerapan.
Kelembaban ini dapat yaitu fasilitas yg baik utk pertumbuhan bakteri-bakteri
patogen/ bakteri penyebab penyakit, contohnya kuman TB.
Fungsi ke-2 dari ventilasi itu ialah utk membebaskan hawa area dari bakteri-bakteri,
terutama bakteri patogen, dikarenakan di situ senantiasa berjalan aliran hawa yg
tetap menerus. Bakteri yg terbawa oleh hawa bakal senantiasa mengalir. Fungsi
yang lain yaitu buat menjaga biar area kamar tidur senantiasa masih di dalam
kelembaban (humiditiy) yg optimum.

Buat sirkulasi yg baik digunakan paling sedikit luas lubang ventilasi se gede 10%
dari luas lantai. Buat luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai & luas
ventilasi insidentil (mampu di buka tutup) 5% dari luas lantai. Hawa segar serta
dimanfaatkan buat menjaga temperatur & kelembaban hawa dalam ruang. Biasanya
temperatur kamar 22 30C dari kelembaban hawa optimum kira kira 60%.

Pencahayaan
Utk mendapatkan cahaya pass kepada siang hri, digunakan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai. Bila peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa
sehingga akan dipasang genteng kaca. Cahaya ini amat sangat utama dikarenakan
sanggup membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, contohnya basil TB,
sebab itu rumah yg sehat mesti memiliki jalan masuk cahaya yg lumayan.
Intensitas pencahayaan minimum yg dimanfaatkan 10 kali lilin atau kira kira 60 lux.,
kecuali utk kamar tidur digunakan cahaya yg lebih redup.
Seluruh tipe cahaya akan mematikan kuman cuma tidak sama dari sudut lamanya
proses mematikan kuman buat tiap-tiap jenisnya..Cahaya yg sama kalau
dipancarkan lewat kaca tak berwarna bakal membunuh kuman dalam tempo yg lebih
langsung dari terhadap yg lewat kaca berwama Penularan kuman TB Paru relatif tak
tahan terhadap sinar matahari. Seandainya sinar matahari akan masuk dalam rumah
juga sirkulasi hawa diatur sehingga dampak penularan antar penghuni dapat teramat
menyusut.

Kondisi Sosial Ekonomi


Kondisi sosial ekonomi berkenaan erat bersama pendidikan, kondisi sanitasi
lingkungan, gizi & akses pada layanan kesehatan. Penurunan pendapatan akan
menyebabkan kurangnya kekuatan daya beli dalam memenuhi mengonsumsi
makanan maka bakal berpengaruh kepada status gizi. Bila status gizi tidak baik
sehingga bakal menyebabkan kekebalan badan yg menurun maka memudahkan
terkena infeksi TB Paru.

Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang bersama status gizi kurang memiliki
dampak 3,7 kali utk menderita TB Paru berat di bandingkan dgn orang yg status

gizinya lumayan atau lebih. Kekurangan gizi kepada satu orang bakal berpengaruh
kepada kebolehan daya tahan badan & respon immunologik kepada penyakit.
IRMAN , 2015 Faktor Resiko Terkena Penyakit TBC
gejalapenyakit.obatherbaltbckelenjar.com/faktor-resiko-terkena/
Faktor Resiko TBC
Dalam tulisan saya yang sebelumnya, sudah dibahas mengenai pengertian Tuberkulosis
(TB), klasifikasi dan gejala TBC, serta diagnosis TBC, maka dalam tulisan ini saya
mencoba membahas mengenai faktor resiko TBC
1. Faktor Umur.
Beberapa faktor resiko penularan penyakit tuberkulosis di Amerika yaitu umur,
jenis kelamin, ras, asal negara bagian, serta infeksi AIDS.Dari hasil penelitian yang
dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-orang gelandangan
menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis aktif meningkat
secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis paru biasanya
mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB Paru
adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
2. Faktor Jenis Kelamin.
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun
1996 jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada
wanita. Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat
sebanyak 2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB
paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena lakilaki sebagian besar mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan
terjangkitnya TB paru.
3. Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap pengetahuan
seseorang diantaranya mengenai rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan
pengetahuan penyakit TB Paru, sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersin dan sehat.
Selain itu tingkat pedidikan seseorang akan mempengaruhi terhadap jenis
pekerjaannya.
4. Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap individu.
Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah
terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.
Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama
terjadinya gejala penyakit saluran pernafasan dan umumnya TB Paru.
Jenis pekerjaan seseorang juga mempengaruhi terhadap pendapatan keluarga
yang akan mempunyai dampak terhadap pola hidup sehari-hari diantara konsumsi
makanan, pemeliharaan kesehatan selain itu juga akan mempengaruhi terhadap
kepemilikan rumah (kontruksi rumah). Kepala keluarga yang mempunyai
pendapatan dibawah UMR akan mengkonsumsi makanan dengan kadar gizi yang
tidak sesuai dengan kebutuhan bagi setiap anggota keluarga sehingga
mempunyai status gizi yang kurang dan akan memudahkan untuk terkena
penyakit infeksi diantaranya TB Paru. Dalam hal jenis kontruksi rumah dengan

mempunyai pendapatan yang kurang maka kontruksi rumah yang dimiliki tidak
memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah terjadinya penularan
penyakit TB Paru.
5. Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan resiko untuk
mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik dan
kanker kandung kemih.Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB
paru sebanyak 2,2 kali. Pada tahun 1973 konsumsi rokok di Indonesia per orang
per tahun adalah 230 batang, relatif lebih rendah dengan 430 batang/orang/tahun
di Sierra Leon, 480 batang/orang/tahun di Ghana dan 760 batang/orang/tahun di
Pakistan (Achmadi, 2005). Prevalensi merokok pada hampir semua Negara
berkembang lebih dari 50% terjadi pada laki-laki dewasa, sedangkan wanita
perokok kurang dari 5%. Dengan adanya kebiasaan merokok akan mempermudah
untuk terjadinya infeksi TB Paru.
6. Kepadatan hunian kamar tidur
Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya,
artinya luas lantai bangunan rumah tersebut harus disesuaikan dengan jumlah
penghuninya agar tidak menyebabkan overload.Hal ini tidak sehat, sebab
disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen juga bila salah satu
anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota
keluarga yang lain.
Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan dalam
m2/orang.Luas minimum per orang sangat relatif tergantung dari kualitas
bangunan dan fasilitas yang tersedia.Untuk rumah sederhana luasnya minimum
10 m2/orang.Untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m 2/orang. Untuk
mencegah penularan penyakit pernapasan, jarak antara tepi tempat tidur yang
satu dengan yang lainnya minimum 90 cm. Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni
lebih dari dua orang, kecuali untuk suami istri dan anak di bawah 2 tahun. Untuk
menjamin volume udara yang cukup, di syaratkan juga langit-langit minimum
tingginya 2,75 m.
7. Pencahayaan
Untuk memperoleh cahaya cukup pada siang hari, diperlukan luas jendela kaca
minimum 20% luas lantai.Jika peletakan jendela kurang baik atau kurang leluasa
maka dapat dipasang genteng kaca.Cahaya ini sangat penting karena dapat
membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam rumah, misalnya basil TB, karena itu
rumah yang sehat harus mempunyai jalan masuk cahaya yang cukup.
Intensitas pencahayaan minimum yang diperlukan 10 kali lilin atau kurang lebih
60 lux., kecuali untuk kamar tidur diperlukan cahaya yang lebih redup.
Semua jenis cahaya dapat mematikan kuman hanya berbeda dari segi lamanya
proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya..Cahaya yang sama apabila
dipancarkan melalui kaca tidak berwarna dapat membunuh kuman dalam waktu
yang lebih cepat dari pada yang melalui kaca berwama Penularan kuman TB Paru
relatif tidak tahan pada sinar matahari. Bila sinar matahari dapat masuk dalam
rumah serta sirkulasi udara diatur maka resiko penularan antar penghuni akan
sangat berkurang.
8. Ventilasi
Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah untuk menjaga agar
aliran udara didalam rumah tersebut tetap segar. Hal ini berarti keseimbangan
oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tersebut tetap terjaga. Kurangnya
ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen di dalam rumah, disamping itu
kurangnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik

karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan.


Kelembaban ini akan merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteribakteri patogen/ bakteri penyebab penyakit, misalnya kuman TB.
Fungsi kedua dari ventilasi itu adalah untuk membebaskan udara ruangan dari
bakteri-bakteri, terutama bakteri patogen, karena di situ selalu terjadi aliran
udara yang terus menerus. Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir.
Fungsi lainnya adalah untuk menjaga agar ruangan kamar tidur selalu tetap di
dalam kelembaban (humiditiy) yang optimum.
Untuk sirkulasi yang baik diperlukan paling sedikit luas lubang ventilasi sebesar
10% dari luas lantai. Untuk luas ventilasi permanen minimal 5% dari luas lantai
dan luas ventilasi insidentil (dapat dibuka tutup) 5% dari luas lantai. Udara segar
juga diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam
ruangan. Umumnya temperatur kamar 22 30C dari kelembaban udara
optimum kurang lebih 60%.
9. Kondisi rumah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor resiko penularan penyakit TBC.
Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan kuman.Lantai
dan dinding yag sulit dibersihkan akan menyebabkan penumpukan debu,
sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi berkembangbiaknya
kuman Mycrobacterium tuberculosis.
10. Kelembaban udara
Kelembaban udara dalam ruangan untuk memperoleh kenyamanan, dimana
kelembaban yang optimum berkisar 60% dengan temperatur kamar 22 30C.
Kuman TB Paru akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung, tetapi
dapat bertahan hidup selama beberapa jam di tempat yang gelap dan lembab.
11. Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang dengan status gizi kurang mempunyai
resiko 3,7 kali untuk menderita TB Paru berat dibandingkan dengan orang yang
status gizinya cukup atau lebih. Kekurangan gizi pada seseorang akan
berpengaruh terhadap kekuatan daya tahan tubuh dan respon immunologik
terhadap penyakit.
12. Keadaan Sosial Ekonomi
Keadaan sosial ekonomi berkaitan erat dengan pendidikan, keadaan sanitasi
lingkungan, gizi dan akses terhadap pelayanan kesehatan. Penurunan pendapatan
dapat menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli dalam memenuhi
konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status gizi. Apabila
status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang menurun
sehingga memudahkan terkena infeksi TB Paru.
13. Perilaku
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan
penderita TB Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara
pengobatan akan berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit
dan akhinya berakibat menjadi sumber penular bagi orang disekelilingnya.
Faktor-Faktor Resiko Tuberkulosis (TB Paru - TBC)
A. USIA
Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di New York pada Panti penampungan orang-

orang gelandangan menunjukkan bahwa kemungkinan mendapat infeksi tuberkulosis


aktif meningkat secara bermakna sesuai dengan umur. Insiden tertinggi tuberkulosis
paru biasanya mengenai usia dewasa muda. Di Indonesia diperkirakan 75% penderita TB
Paru adalah kelompok usia produktif yaitu 15-50 tahun.
B. JENIS KELAMIN
Di benua Afrika banyak tuberkulosis terutama menyerang laki-laki. Pada tahun 1996
jumlah penderita TB Paru laki-laki hampir dua kali lipat dibandingkan jumlah
penderita TB Paru pada wanita, yaitu 42,34% pada laki-laki dan 28,9 % pada wanita.
Antara tahun 1985-1987 penderita TB paru laki-laki cenderung meningkat sebanyak
2,5%, sedangkan penderita TB Paru pada wanita menurun 0,7%. TB paru lebih banyak
terjadi pada laki-laki dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar
mempunyai kebiasaan merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB paru dimana
Kebiasaan merokok meningkatkan resiko untuk terkena TB paru sebanyak 2,2 kali.
C. PENYAKIT PENYERTA
Umumnya penderita TB dalam keadaan malnutrisi dengan berat badan sekitar 30-50 kg
atau indeks masa tubuh kurang dari 18,5 pada orang dewasa. Sementara berat badan
yang lebih kecil 85% dari berat badan ideal kemungkinan mendapat TB adalah 14 kali
lebih besar dibandingkan dengan berat badan normal. Ini yang menjadi pemikiran bahwa
malnutrisi atau penurunan berat badan telah menjadi faktor utama peningkatan resiko
TB menjadi aktif. Pola makan orang Indonesia yang hampir 70% karbohidrat dan hanya
10% protein yang pada penyakit kronis selalu disertai dengan tidak selera makan, tidak
mau makan, tidak bisa makan atau tidak mampu membeli makanan yang mempunyai
kandungan gizi baik (kurang protein), sehingga penderita ini mempunyai status gizi yang
buruk.
Selain faktor gizi, penyakit seperti Diabetes Mellitus (DM) dan infeksi HIV merupakan
salah satu faktor risiko yang tidak berketergantungan untuk berkembangnya infeksi
saluran napas bagian bawah.Prevalensi TB paru pada DM meningkat 20 kali dibanding
non DM dan aktivitas kuman tuberkulosis meningkat 3 kali pada DM berat dibanding DM
ringan.
Penderita Tuberkulosis menular (dengan sputum BTA positif) yang juga mengidap HIV
merupakan penularan kuman tuberkulosis tertinggi.Tuberkulosis diketahui merupakan
infeksi oportunistik yang paling sering ditemukan pada pasien dengan reaksi seropositif.
Apabila seseorang dengan seropositif tertular kuman ini maka karena kekebalannya
rendah, besar sekali kemungkinannya akan langsung menderita Tuberkulosis. Hal ini
berbeda sekali dengan orang normal atau mereka dengan seronegatif, karena kuman ini
yang masuk akan dihambat oleh reaksi imunitas yang ada dalam tubuhnya. Disamping
itu penyakit tuberkulosis pada mereka dengan seropositif cepat berkembang kearah
perburukan.
D. KEPADATAN HUNIAN DAN KONDISI RUMAH
Kepadatan penghuni merupakan suatu proses penularan penyakit. Semakin padat maka
perpindahan penyakit, khususnya penyakit menular melalui udara akan semakin mudah
dan cepat, apalagi terdapat anggota keluarga yang menderita TB dengan BTA positif.
Kepadatan hunian ditempat tinggal penderita TB paru paling banyak adalah tingkat
kepadatan rendah.Suhu didalam ruangan erat kaitannya dengan kepadatan hunian dan
ventilasi rumah. Kondisi kepadatan hunian perumahan atau tempat tinggal lainnya
seperti penginapan, panti-panti tempat penampungan akan besar pengaruhnya terhadap
risiko penularan. Di daerah perkotaan (urban) yang lebih padat penderita TB lebih besar.
Sebaliknya di daerah rural akan lebih kecil kemungkinannya.
Ventilasi cukup menjaga agar aliran udara di dalam rumah tetap segar, sehingga
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni rumah tetap terjaga. Ventilasi

yang baik juga menjaga dalam kelembaban (humidity) yang optimum.Kelembaban yang
optimal (sehat) adalah sekitar 4070%. Kelembaban yang lebih Dari 70% akan
berpengaruh terhadap kesehatan penghuni rumah. Kelembaban udara di dalam ruangan
naik karena terjadinya proses penguapan cairan dari kulit dan penyerapan. Kelembaban
Ills merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri patogen (penyebab penyakit).
Cahaya matahari cukup, tidak lebih dan tidak kurang, dimana cahaya matahari ini dapat
diperoleh dari ventilasi maupun jendela/genting kaca.Suhu udara yang ideal dalam
rumah antara 18-30C.Suhu optimal pertumbuhan bakteri sangat bervariasi,
Mycobacterium tuberculosis tumbuh optimal pada suhu 37C.Paparan sinar matahari
selama 5 menit dapat membunuh Mycobacterium tuberculosis.Bakteri tahan hidup pada
tempat gelap, sehingga perkembangbiakan bakteri lebih banyak di rumah yang gelap.
E. STATUS SOSIAL EKONOMI KELUARGA
WHO tahun 2007 menyebutkan 90% penderita TB di dunia menyerang kelompok sosial
ekonomi lemah atau miskin dan menurut Enarson TB merupakan penyakit terbanyak
yang menyerang negara dengan penduduk berpenghasilan rendah. Sosial ekonomi yang
rendah akan menyebabkan kondisi kepadatan hunian yang tinggi dan buruknya
lingkungan, selain itu masalah kurang gizi dan rendahnya kemampuan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak juga menjadi problem bagi golongan
sosial ekonomi rendah.
F. PERILAKU
Perilaku dapat terdiri dari pengetahuan, sikap dan tindakan. Pengetahuan penderita TB
Paru yang kurang tentang cara penularan, bahaya dan cara pengobatan akan
berpengaruh terhadap sikap dan prilaku sebagai orang sakit dan akhinya berakibat
menjadi sumber penular bagi orang di sekelilingnya.

Anda mungkin juga menyukai