Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PALIATIF

Aspek Teori Kubler-Ross dan Askep HIV/AIDS

Dibimbing Oleh:
1.
2.
3.
4.

Permatasari Indah Kusuma (1150014050)


Meriam Enjik
(11500140)
Vivi Puji Lestari
(11500140)
Samsul Arifin
(11500240)

PROGRAM STUDI DII KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
TAHUN AJARAN 2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
limpahan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tugas makalah ini
alhamdulillah tepat pada waktunya. Shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada
rasul yang mulia, Muhammad shallaullahu alaihi wasallam.
Penyusunan makalah ini dilakukan dengan mengambil referensi dari berbagai
sumber, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempuruna, karena
keterbatasan referensi baik dari buku, maupun dari (internet).
Untuk itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk hasil
yang lebih baik. Harapan saya semoga makalah ini bermanfaat terutama bagi penulis
dan untuk semua yang membaca.

Surabaya, 21 november 2015

Penulis

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1
2
3

Latar Belakang..................................................................................................1
Rumusan masalah..............................................................................................1
Tujuan Penulisan...............................................................................................1

BAB 2 LANDASAN TEORI


1
2
3

Definisi Berduka...............................................................................................2
Teori Kubler-Ross.............................................................................................2
Asuhan Keperawatan HIV/AIDS.....................................................................7

BAB 3 PENUTUP
1

Kesimpulan......................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................15

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kata kehilangan dan berduka telah sering kita dengar dalam kehidapan seharihari. Rasa kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap
individu selama kehidupannya. Setiap individu akan bereaksi terhadap
kehilangan ataupun mengetahui tentang kabar yang sulit untuk diterimanya.
Kehilangan yang nyata merupakan kehilangan terhadap orang atau objek yang
dapat dirasakan, dilihat, diraba, atau dialami individu. Kehilangan yang dirasakan
merupakan kehilangan yang sifatnya unik berdasarkan individu yang mengalami
kedukaan. Berduka merupakan reaksi emosional terhadap kehilangan. Masa
kehilangan dan sering dipengaruhi oleh kebudayaan atau kebiasaan. Kehilangan
kadang disetiap orang sulit untuk mengatasinya dan ada macam beberapa respon
yang diperlihatkan setelah kehilangan, entah itu dalam bentuk penolakan,
amarah,kesedihan yang mendalam dan lain sebagainya. Dan disana adalah tugas
untuk perawat melakukan tindakan perawatan paliatif pada pasien yang
mengalami

kedukaan

yang

mendalam

atau

sulitnya

untuk

menerima

sesuatu/kenyataan yang ada dengan ikhlas.


1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep respon kehilangan dalam teori Kubler-Ross?
2. Bagaimana askep pasien HIV/AIDS ?
1.3 Tujuan
1. Agar mahasiswa mengetahui tentang macam-macam bentuk respon pasien
paliatif dalam teori Kubler-Ross
2. Agar mahasiswa mengathui tentang kasus HIV/AIDS yang tergolong pasien
paliatif
3. Agar mahasiswa mengetahui cara penanganan pada pasien penderita
HIV/AIDS
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 Berduka
2.2.1 Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari berduka yaitu berduka
diantisipasi dan berduka disfungsional.Berduka diantisipasi adalah suatu
status yang merupakan pengalaman individu dalam merespon kehilangan
yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang, hubungan/kedekatan, objek
atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya kehilangan. Tipe ini
masih dalam batas normal.Berduka disfungsional adalah suatu status yang
merupakan pengalaman individu yang responnya dibesar-besarkan saat
individu kehilangan secara aktual maupun potensial, hubungan, objek dan
ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang menjurus ke tipikal,
abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
2.2 Teori Kubler-Ross

Kerangka

kerja

yang
ditawarkan

oleh

Kubler-Ross

(1969)

adalah
berorientasi

pada

perilaku dan
menyangkut

5 tahap,

yaitu sebagai berikut:

1. Denial (Penolakan)
Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak
untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti
Tidak, tidak mungkin seperti itu, atau Tidak akan terjadi pada saya!
umum dilontarkan klien.
Pada tahap ini pasien terlihat syok, tidak percaya,

mengerti atau

mengingkari kenyataan yang ada mengenai penyakit kronis yang dideritanya.


Reaksi fisik yang akan terlihat pada pasien yang melakukan respon ini
adalah letih, lemah, pucat, menangis, gelisah, gangguan pernafasan, detak
jantung cepat, mual, diare dan tidak bisa berbuat apa-apa. Pada tahap ini
pasien atau keluarga yang mengalami kedukaan akan berlangsung selama
beberapa menit bahkan hingga jangka beberapa tahun.
Hal yang akan terjadi pada tahapan denial adalah sebagai berikut:
a. Penyangkalan dari pasien mengenai diagnosa penyakit kronis
b. Muncul rasa sangat cemas terhadap penyakit kronis yang dideritanya
c. Selama tahap denial, pasien akan mencari-cari cara coping sesuai dengan
dirinya
d. Denial kemudian akan menghilang setelah beberapa waktu dan berganti
menjadi anger.
2. Anger (Marah)
Pada tahapan ini Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin
bertindak lebih pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga mudah
sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan coping individu untuk
menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari kecemasannya
menghadapi kehilangan.
Yang dimaksud adalah pada tahapan ini pasien akan menolak diagnosa yang
ada bahkan sampai menuduh para ahli medis tidak kompeten dalam
memeriksa atau adanya kesalahan dalam pemeriksaan. Perilaku pada pasien
tahapan ini mereka akan agresif, berbicara kasar, menyerang orang lain,
menyiksa diri sendiri, menolak untuk pengobatan dan respon fisik mereka
akan tampak dengan muka merah, denyut nadi yang cepat, terlihat gelisah,
susah tidur, dan tangan mengepal.
Hal yang akan terjadi pada tahapan anger adalah sebagai berikut:

a. Setelah denial, muncul anger atau kemarahan karena kecemasan yang


belum hilang
b. Pasien biasanya merasa marah dengan diagnosa yang diberikan dokter,
sehingga memutuskan untuk mencari pendapat dari dokter lain
c. Kemarahan ini muncul karena adanya keinginan seseorang untuk tetap
hidup
d. Perlu diperhatikan bahwa ekspresi marah dapat menjauhkan pasien dari
orang-orang terdekatnya, seperti keluarga dan perawat
3. Bargaining (Tawar-Menawar)
Pada tahapan ini individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara
yang halus atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, pasien
sering kali mencari pendapat orang lain.
Yang dimaksud adalah pasien lebih berupaya untuk berserah diri kepada
Tuhan dan melakukan tawar menawar atau mengucap janji kepada Tuhan agar
segera diberi kesembuhan dari penyakitnya.
Hal yang akan terjadi pada tahapan bargaining adalah sebagai berikut:
a. Penundaan kesadaran atas kenyataan terhadap diagnosa yang ada
b. Berupaya melakukan tawar menawar dengan memohon kemurahan
Tuhan.
c. Beberapa pasien akhirnya menunjukkan usaha yang rasional untuk
bertahan hidup sehingga dapat memperbesar kesempatan untuk hidup
d. Ada juga yang melakukan usaha namun usaha tersebut tidak memiliki
efek langsung terhadap penyakitnya
e. Misalnya: pasien akan mengucap janji kepada Tuhan untuk berubah
menjadi orang yang lebih baik dan akan menjalani hidup dengan
sungguh-sungguh jika diberikan kesempatan hidup lebih lama olehNya
4. Depression (Depresi)
Pada tahapan ini terjadi ketika kehilangan sesuatu yang disadari dan timbul
dampak nyata dari makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi
kesempatan untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah.
Yang dimaksud adalah pasien akan mengalami keterpurukan yang mendalam
dengan menunjukan sikap yang menarik diri, terkadang bersikap penurut,
tidak mau bicara, mneyatakan keputusasaannya terhadap penakit yang
dideritanya, merasa tidak berharga dan bahkan muncul rasa keinginan untuk

bunuh diri. Yang akan jelas terlihat adalah gejala fisik dari pasien, pasien akan
terlihat letih, susah tidur, menolak untuk makan dan libido turun
Hal yang akan terjadi pada tahapan depression adalah sebagai berikut:
a. Depresi bisa terjadi seketika ataupun beberapa lama setelah bargaining
b. Pasien yang gagal dalam berusaha menjadi depresi karena usahanya
tidak membuat mereka sembuh
c. Depresi muncul ketika pasien merasa waktu hidupnya akan segera habis
d. Merasa tidak memiliki harapan
e. Muncul penyesalan akan apa yang terjadi di masa lalu dan akan hal-hal
yang akan mereka lewati di masa mendatang
f. Depresi dapat berlangsung cukup lama dan rentang waktunya berbedabeda di setiap pasien
g. Depresi merupakan reaksi awal dari seorang pasien yang telah menyerah
tanpa berusaha terlebih dahulu
h. Pasien yang depresi tidak lagi berusaha bertahan hidup dan melewatkan
kesempatan untuk menjalani hidup sebaik mungkin

5. Acceptance (Penerimaan)
Pada tahapan ini reaksi fisiologi pasien akan menurun dan interaksi sosial
berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang
mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran
diri atau berputus asa.
Yang dimaksud adalah pada tahapan ini pasien mulai menerima kenyataan
dari diagnosa penyakit mereka yang ada dan lebih berserah diri namun tidak
berputus asa.
Hal yang akan terjadi pada tahapan acceptance adalah sebagai berikut:
a. Menerima kenyataan ketidaksempurnaan
b. Mulai memandang ke depan.
c. Apabila dapat memulai tahap ini dan menerima dengan perasaan damai
tuntas

d. Apabila kegagalan masuk ketahap penerimaan mempengaruhi dalam


mengatasi perasaan ketidaksempurnaan selanjutnya
e. Setelah depresi, pasien biasanya menerima kondisinya (acceptance) yang
akan berakhir pada kematian
f. Dalam tahap ini mereka sudah paham bahwa kematian tidak dapat
dihindari
g. Pasien berusaha menghadapi kematian dengan tenang
h. Pasien cenderung berusaha sebaik mungkin untuk memahami arti hidup
yang telah dijalani

2.3 Asuhan Keperawatan HIV/AIDS


1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
a. Riwayat kesehatan
- Riwayat Sekarang
Mengeluh demam dan diare kurang lebih 5x/hari dengan konsisten cair.
Dibawa ke dokter tapi tidak kunjung sembuh, disarankan oleh Dokter
-

untuk opname
Riwayat Dahulu
Tidak memiliki keluhan apa-apa sebelumnya
Riwayat Keluarga
Dalam anggota keluarganya tidak ada yang memiliki penyakit menular (

hepatitis, TBC ) dan penyakit menurun ( Asma ).


b. Keluhan Utama
Pasien mengatakan demam dan diare terus menerus
2. Pemeriksaan Fisik
a. Aktivitas/istirahat
Mudah lelah, berkurangnya toleransi aktivitas biasanya, malaise
b. Sirkulasi

Takikardia, perubahan TD postural, pucat dan sianosis


c. Integritas ego
Alopesia (hilangnya rambut, yang dapat mencakup semua rambut tubuh
serta rambut kulit kepala), lesi cacat, menurunnya berat badan, putus asa,
depresi, marah, menangis
d. Eliminasi
Feses encer, diare pekat yang sering, nyeri tekanan abdominal, abses
rektal.
e. Makanan/ cairan
Disfagia, bising usus, turgor kulit buruk, lesi pada rongga mulut,
kesehatan gigi/ gusi yang buruk dan edema.
f. Neurosensori
Pusing, kesemutan pada ekstremitas, konsentrasi buruk, apatis dan respon
melambat
g. Nyeri/ Kenyamanan
Sakit kepala, nyeri pada pleuritis, pembengkakakn pada sendi, penurunan
rentang gerak dan gerak otot melindungi pada bagian yang sakit.
h. Pernafasan
Batuk produkti/ non produktif, takipnea, distres pernafasan.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Mendeteksi antigen virus dengan PCR (Polimerase Chain Reaction)
b. Tes ELSA memberikan hasil positif 2-3 bulan sesudah terinfeksi
c. Hasil positif dikonfirmasikan dengan pemeriksaan western blot
d. Serologis : skrining HIV dengan ELSA, tes western blot, limfosit T
e. Pemeriksan darah rutin
f. Pemeriksaan neurologis
g. Tes fungsi paru, brokoscopi
4. Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai dengan
keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot dan
gelisah.
b. Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan dengan
gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan, penurunan nafsu
makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan untuk makan,
peradangan rongga bukal.
c. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare berat
d. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses infeksi
dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)

10

5. Intervensi dan Rasional


Dx 1 : Nyeri berhubungan dengan inflamasi/ kerusakan jaringan ditandai
dengan keluhan nyeri, perubahan denyut nadi, kejang otot, ataksia, lemah otot
dan gelisah.
Hasil yang diharapkan : keluhan hilang, menunjukkan ekspresi wajah
rileks,dapat tidur atau beristirahat secara adekuat.
Intervensi
Kaji

keluhan

lokasi,intensitas,

nyeri,

Rasional
perhatikan Mengindikasikan

frekuensi

kebutuhan

dan untuk intervensi dan juga tanda-

waktu. Tandai gejala nonverbal tanda perkembangan komplikasi.


misalnya

gelisah,

takikardia,

meringis.
Mengindikasikan kebutuhan untuk Meningkatkan

relaksasi

dan

intervensi dan juga tanda-tanda perasaan sehat.


perkembangan komplikasi.
Dorong pengungkapan perasaan

Dapat mengurangi ansietas dan


rasa sakit, sehingga persepsi akan

intensitas rasa sakit.


Berikan analgesik atau antipiretik M,emberikan

penurunan

narkotik. Gunakan ADP (analgesic nyeri/tidak nyaman, mengurangi


yang

dikontrol

pasien)

untuk demam.

memberikan analgesia 24 jam.

Obat

yang

dikontrol

pasien berdasar waktu 24 jam


dapat

mempertahankan

analgesia

tetap

stabil,

kekurangan

atau

kelebihan obat-obatan.
Lakukan tindakan paliatif misal Meningkatkan relaksasi

atau

mencegah

darah

kadar

pengubahan posisi, masase, rentang menurunkan tegangan otot.


gerak pada sendi yang sakit.

11

Dx 2 : Perubahan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh dihubungkan


dengan gangguan intestinal ditandai dengan penurunan berat badan,
penurunan nafsu makan, kejang perut, bising usus hiperaktif, keengganan
untuk makan, peradangan rongga bukal.
Hasil yang harapkan : mempertahankan berat badan atau memperlihatkan
peningkatan berat badan yang mengacu pada tujuan yang diinginkan,
mendemostrasikan keseimbangan nitrogen po;sitif, bebas dari tanda-tanda
malnutrisi dan menunjukkan perbaikan tingkat energy.
Intervensi

Rasional

Kaji kemampuan untuk mengunyah,

Lesi mulut, tenggorok dan

perasakan dan menelan.

esophagus dapat menyebabkan


disfagia,

penurunan

kemampuan
mengolah

pasien

untuk

makanan

dan

mengurangi keinginan untuk


Auskultasi bising usus.

makan.
Hopermotilitas

saluran

intestinal umum terjadi dan


dihubungkan dengan muntah
dan

diare,

yang

mempengaruhi

dapat

pilihan

diet

atau cara makan.


Rencanakan diet dengan orang terdekat, Melibatkan orang

terdekat

jika memungkinakan sarankan makanan dalam

member

rencana

dari rumah. Sediakan makanan yang perasaan control lingkungan


sedikit tapi sering berupa makanan dan

mungkin

meningkatkan

padat nutrisi, tidak bersifat asam dan pemasukan.


juga minuman dengan pilihan yang kebutuhan
disukai

pasien.

Dorong

Memenuhi
akan

makanan

konsumsi nonistitusional mungkin juga

12

makanan berkalori tinggi yang dapat meningkatkan pemasukan.


merangsang nafsu makan
Batasi makanan yang menyebabkan Rasa sakit pada mulut atau
mual

atau

muntah.

Hindari ketakutan akan mengiritasi lesi

menghidangkan makanan yang panas pada mulut mungkin


dan yang susah untuk ditelan

akan

menyebabakan pasien enggan


untuk makan. Tindakan ini
akan

berguna

meningkatakan
Tinjau

ulang

untuk
pemasukan

makanan.
pemerikasaan Mengindikasikan status nutrisi

laboratorium, misal BUN, Glukosa, dan

fungsi

fungsi hepar, elektrolit, protein, dan mengidentifikasi

organ,

dan

kebutuhan

albumin.
pengganti.
Berikan obat anti emetic misalnya Mengurangi insiden muntah
metoklopramid.

dan

meningkatkan

fungsi

gaster

Dx 3 : Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan diare


berat

13

Hasil yang diharapkan : mempertahankan hidrasi dibuktikan oleh membrane


mukosa lembab, turgor kulit baik, tanda-tanda vital baik, keluaran urine
adekuat secara pribadi.
Intervensi
Pantau

pemasukan

Rasional
oral

dan Mempertahankan

keseimbangan

pemasukan cairan sedikitnya 2.500 cairan, mengurangi rasa haus dan


ml/hari.
melembabkan membrane mukosa.
Buat cairan mudah diberikan pada Meningkatkan pemasukan cairan
pasien; gunakan cairan yang mudah tertentu

mungkin

ditoleransi oleh pasien dan yang menimbulkan


menggantikan

elektrolit

yang dikomsumsi

dibutuhkan, misalnya Gatorade.


mulut
Kaji turgor kulit, membrane Indicator
mukosa dan rasa haus.
Hilangakan

terlalu

nyeri
karena

tidak

untuk
lesi

langsung

pada
dari

status cairan.

makanan

yang Mungkin dapat mengurangi diare

potensial menyebabkan diare, yakni


yang pedas, berkadar lemak tinggi,
kacang,
kecepatan

kubis,

susu. Mengatur

atau

konsentrasi

makanan yang diberikan berselang


jika dibutuhkan
Berikan obat-obatan

anti

diare Menurunkan

jumlah

misalnya ddifenoksilat (lomotil), keenceran

feses,

loperamid Imodium, paregoric.

kejang

mengurangi

dan
mungkin

usus

dan

peristaltis.

Dx 4: Resiko tinggi pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses


infeksi dan ketidak seimbangan muskuler (melemahnya otot-otot pernafasan)
Hasil yang diharapkan : mempertahankan pola nafas efektif dan tidak
mengalami sesak nafas.

14

Intervensi
Auskultasi
daerah

bunyi

paru

penurunan,

Rasional

nafas,

yang

tandai Memperkirakan

adanya

mengalami perkembangan komplikasi atau

atau

kehilangan infeksi

pernafasan,

misalnya

ventilasi, dan munculnya bunyi pneumoni


adventisius.

Misalnya

mengi, ronki.
Catat
kecepatan
sianosis,

krekels,

pernafasan, Takipnea, sianosis, tidak dapat

peningkatan

kerja beristirahat,

pernafasan dan munculnya dispnea, nafas,


ansietas

dan

peningkatan

menuncukkan

kesulitan

pernafasan dan adanya kebutuhan


untuk meningkatkan pengawasan

atau intervensi medis


Tinggikan kepala tempat tidur. Meningkatkan fungsi pernafasan
Usahakan pasien untuk berbalik, yang optimal dan mengurangi
batuk,

menarik

nafas

kebutuhan.
Berikan tambahan

sesuai aspirasi

atau

infeksi

yang

ditimbulkan karena atelektasis.


Yng Mempertahankan
oksigenasi

O2

dilembabkan melalui cara yang efektif

untuk

mencegah

atau

sesuai misalnya kanula, masker, memperbaiki krisis pernafasan


inkubasi atau ventilasi mekanis

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Perawatan paliatif itu diperlukan termasuk bagi penderita HIV/AIDS yang
mengalami keberdukaan yang mendalam mengenai penyakit yang dideritanya,

15

dan disini adalah tugas perawat untuk mengetahui dan memahami tahapan pada
pasien yanng berduka yang tertera dalam teori Kubler-Ross.

DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall; 2001. Diagnosa Keperawatan Edisi tujuh. Jakarta, EGC
Duarsa, N. Wirya. 2003. Penyakit Menular seksual Edisi kedua Jakarta :FKUI
Nurarif ,Huda Amin & Hardi Kusuma :2015. Aplikasi Asyhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 1.
Jogjakarta,Mediaction
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia : Kehilangan,
Kematian, dan Berduka dan Proses Keperawatan. Jakarta : Sagung Seto
Hadibroto

16

Anda mungkin juga menyukai