Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS KEBIJAKAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL DAN

TERPENCIL Dl WILAYAH PERBATASAN


(STUDI KASUS PADA KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS)
Eko Sembodo
Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Respati Indonesia
Jl. Bambu Apus 1 No.3 Cipayung Jakarta Timur 13890
Email: urindo@indo.net.id

ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menganalisis dan mengembangkan suatu strategi
perencanaan pembangunan daerah yang berbasis daya saing komoditi dan sektor
unggulan di suatu daerah tertinggal dan terpencil di kawasan perbatasan dengan obyek
riset adalah Kasud Kabupaten Kepulauan Anambas. Strategi perencanaan apa yang
dikembangkan dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan Kabupaten terkait.
Penelitian ini adalah riset kualitatif dengan metode perencanaan stratejik yang non
hipotesis tetapi banyak mengarah pada sintesis hasi strategi kebijakan peningkatan daya
saing daerah di kawasan perbatasan yang merupakan daerah tertinggal. Peneltian ini
menggunakan pendekatan sistim berencana berbasis pada Analisis Hirarki Proses atau
AHP yang menguraikan permasalahan riset tentang:" Pengembangan Kebijakan berbasis
Daya Saing untuk Relisasi Pembangunan Daerah Tertinggal kasus Kab. Anamabas dilihat
dari identifikasi masalah sebagai berikut: (1) Struktur Ekonomi berbasis pangan,
Perikanan dan Pertanian dgn Produktivitas Rendah; (2) Sumbangan
MIGA yang tak
berdampak banyak pada perekonomian masyarakat setempat di Anambas; (3)
Rendahnya investasi sektor Non Migas mengingat sebagian besar daerah kepulauan jauh
dari daerah lainnya; (4) Kinerja pengeloaan Anggaran yang masih belum sempurna.
Berdasar pada kesimpulan dari hasil AHP tersebut, maka penulis juga mengembangkan
basis analisis dari tinjauan beberapa hal: bahwa potensi yang perlu dikembangkan untuk
mendukung kebijakan adalah potensi sumber daya laut yang berlimpah untuk
mengekspor hasil laut ke luar negeri yang berdampak bagi peningkatan kesejahteraan
dan menggerakkan roda perekonomian masyarakat, kemudian Potensi sektor pariwisata
bahari, serta Potensi sektor pertanian dan perkebunan. Komoditi seperti cengkeh, kelapa,
dan getah/karet telah menjadi sektor utama perekonomian masyarakat sehingga
merupakan modal untuk pengembangan selanjutnya pada sektor industri melalui
pendirian pabrik-pabrik seperti pengolahan kelapa menjadi coconut oil, dan lain
sebagainya.
Kata Kunci: AHP, daerah tertinggal, kebijakan pembangunan.

PENDAHULUAN
Kabupaten Kepulauan Anambas
adalah sebuah kabupaten di Provinsi
Kepulauan Riau, Indonesia, Ibukotanya
adalah
Terempa
Kabupaten
ini
dibentuk berdasarkan UU Nomor 33
Tahun
2008
yang
merupakan
pemekaran dari Kabupaten Natuna.
Adapun kasus Anambas seiring
Reformasi
otonomi
sistem
pemerintahan tersebut adalah hasil
trend
pemekaran
daerah.
Sejak
kebijakan desentralisasi digulirkan
pada Tahun 1999, telah terbentuk 173
daerah otonomi baru yang terdiri atas

7 provinsi, 30 kota dan 136


kabupaten1.
Dinamika masyarakat tersebut
sesuai dengan amanat UUD 452 pasal
18 yang menyatakan bahwa NKRI
dibagi atas daerah-daerah provinsi
dan daerah provinsi itu dibagi atas
kabupaten dan kota menurut asas
otonomi yang diatur dengan Undang
Undang. Undang undang Nomor 22
Tahun 1999 yang disempumakan
dengan Undang Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan

Daerah menyatakan dalam rangka


pelaksanaan
azas
desentralisasj
dibentuk dan disusun daerah provinsi,
daerah kabupaten dan daerah kota
yang
berwenang
mengatur
dan
mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri
berdasarkan
aspirasi
masyarakat.
Dengan
demikian
desentralisasi
tersebut, pemerintah memberikan
otonomi yang seluas-luasnya, kecuali
urusan pemerintah yang menjadi
urusan Pemerintah Pusat.
Pengajuan usul daerah otonom
baru, dengan berbagai alasan secara
prinsip
memerlukan
perhatian
pemerintah pusat. Sebagai dasar
pertimbangan adalah, pembentukan
daerah otonom memiliki dampak
positif dan dampak negatif. Dampak
positif
diantaranya
adalah
demokratisasi di tingkat daerah,
peningkatan peran serta masyarakat,
semakin optimalnya upaya untuk
penggalian
dan
pendayagunaan
sumber
daya
daerah
bagi
kesejahteraan masyarakat. Namun
demikian
berbagai
permasalahan
dapat muncul dengan pembentukan
daerah
otonom
baru,
seperti
terjadinya perebutan sumber daya,
sumber-sumber pendapatan daerah,
kekayaan daerah, maupun berbagai
persolan
lain
yang
dapat
menimbulkan konflik antara daerah
otonom
baru
dengan
daerah
induknya. Hal yang perlu diperhatikan
adalah bahwa pembentukan daerah
otonom
baru
pada
hakekatnya
bertujuan
untuk
mendekatkan
pelayanan kepada masyarakat yang
pada
akhirnya
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat.
Agar
tujuan pembentukan daerah otonom
baru dapat tercapai maka seharusnya
kinerja daerah otonom baru menjadi
lebih
baik
dengan
dilakukannya
pemekaran. Walaupun demikian daya
saiang daerah di Anambas perlu
menjadi
tumpuan
dalam
pengembangan
kebijakan
daerah
untuk mempercepat pertumbuhan dan
kesejasehateraan ekonomi.

TINJAUAN PUSTAKA
TEORI KEBIJAKAN PUBLIK
William Dunn. 1999 (Pengantar
Analisis Kebijakan Publik) merumuskan
bahwa analisis kebijakan adalah
aktivitas intelektual dan praktis yang
ditujukan untuk menciptakan, secara
kritis
menilai,
dan
mengkomunikasikan
pengetahuan
tentang dan dalam proses kebijakan.
Analisis Kebijakan versi Dunn
adalah disiplin ilmu sosial terapan
yang menggunakan berbagai metode
pengkajian
multipel
dalam
argumentasi dan debat politik untuk
menciptakan, secara kritis menilai,
dan mengkomunikasikan pengetahuan
yang relevan dengan kebijakan.
Analisis kebijakan diletakan pada
konteks sistim kebijakan dengan
mengutip Thomas R. Dye yang mana
analisis
kebijakan
digambarkan
sebagai hubungan antara Pelaku
kebijakan-Lingkungan
Kebijakan
Kebijakan Publik.
Dunn menggambarkan bahwa
analisis kebijakan identik dengan
proses pembuatan kebijakan dimana
fase pembuatan kebijakan adalah sbb.
1.
Fase Penyusunan Agenda ; disini
para pejabat yang dipilih dan
diangkat menempatkan masalah
kebijakan pada agenda publik.
2.
Fase Formulasi Kebijakan; para
pejabat merumuskan alternatif
kebijakan
untuk
mengatasi
masalah.
3.
Adopsi
Kebijakan;
alternatif
kebijakan dipilih dan diadopsi
dengan dukungan dari mayoritas
dan konsekuensi kelembagaan.
4.
Implementasi Kebijakan; disini
kebijakan yang telah diambil
dilaksanakan
oleh
unit-unit
administrasi dengan memobilisir
sumber daya yang dimilikinya
terutama aspel finansial dan
manusia.
5.
Penilaian Kebijakan
TEORI PEMBANGUNAN
DAERAH

EKONOMI

Pembangunan
merupakan
bentuk perubahan sosial yang terarah
dan terncana melalui berbagai macam
kebijakan
yang
bertujuan
untuk
meningkatkan
taraf
kehidupan
masyarakat. Bangsa Indonesia seperti
termaktub dalam pembukaan UndangUndang
Dasar
1945
telah
mencantumkan tujuan pembangunan
nasionalnya.
Kesejahteraan
masyarakat adalah suatu keadaan
yang selalu menjadi cita-cita seluruh
bangsa di dunia ini. Berbagai teori
tentang pembangunan telah banyak
dikeluarkan oleh ahli-ahli sosial barat,
salah satunya yang juga dianut oleh
Bangsa Indonesia dalam program
pembangunannya
adalah
teori
modernisasi.
Modernisasi
merupakan
tanggapan
ilmuan
sosial
barat
terhadap tantangan yang dihadapi
oleh negara dunia kedua setelah
berakhirnya Perang Dunia II.
Modernisasi
menjadi
sebuah
model
pembangunan
yang
berkembang dengan pesat seiring
keberhasilan negara dunia kedua.
Negara dunia ketiga juga tidak luput
oleh sentuhan modernisasi ala barat
tersebut. berbagai program bantuan
dari negara maju untuk negara dunia
berkembang
dengan
mengatasnamakan
sosial
dan
kemanusiaan
semakin
meningkat
jumlahnya.
Namun
demikian
kegagalan
pembangunan
ala
modernisasi di negara dunia ketiga
menjadi sebuah pertanyaan serius
untuk dijawab. Beberapa ilmuan sosial
dengan
gencar
menyerahg
modernisasi atas kegagalannya ini.
Modernisasi dianggap tidak ubahnya
sebagai bentuk kolonialisme gaya
baru,
bahkan
Dube
(1988)
menyebutnya seolah musang berbulu
domba.
Pemikiran
Herbert
Spencer
(1820-1903), sangat dipengaruhi oleh
ahli biologi pencetus ide evolusi
sebagai proses seleksi alam, Charles
Darwin, dengan menunjukkan bahwa
perubahan sosial juga adalah proses
seleksi.
Masyarakat
berkembang

dengan paradigma Darwinian: ada


proses seleksi di dalam masyarakat
kita atas individu-individunya. Spencer
menganalogikan masyarakat sebagai
layaknya
perkembangan
mahkluk
hidup. Manusia dan masyarakat
termasuk didalamnya kebudayaan
mengalami
perkembangan
secara
bertahap. Mula-mula berasal dari
bentuk yang sederhana kemudian
berkembang dalam bentuk yang lebih
kompleks menuju tahap akhir yang
sempurna.
Menurut
Spencer,
suatu
organisme akan bertambah sempurna
apabila bertambah kompleks dan
terjadi
diferensiasi
antar
organorgannya. Kesempurnaan organisme
dicirikan
oleh
kompleksitas,
differensiasi
dan
integrasi.
Perkembangan
masyarakat
pada
dasarnya
berarti
pertambahan
diferensiasi dan integrasi, pembagian
kerja dan perubahan dari keadaan
homogen menjadi heterogen. Spencer
berusaha
meyakinkan
bahwa
masyarakat tanpa diferensiasi pada
tahap pra industri secara intern justru
tidak stabil yang disebabkan oleh
pertentangan
di
antara
mereka
sendiri. Pada masyarakat industri yang
telah terdiferensiasi dengan mantap
akan terjadi suatu stabilitas menuju
kehidupan yang damai. Masyarakat
industri
ditandai
dengan
meningkatnya perlindungan atas hak
individu, berkurangnya kekuasaan
pemerintah, berakhirnya peperangan
antar negara, terhapusnya batasbatas
negara
dan
terwujudnya
masyarakat global.
Pemikiran
Spencer
dapat
dikatakan sebagai dasar dalam teori
modernisasi,
walaupun
Webster
(1984) tidak memasukkan nama
Spencer sebagai dasar pemikiran teori
modernisasi. Teorinya tentang evolusi
masyarakat
dari
masyarakat
tradisional
menuju
masyarakat
industri yang harus dilalui melalui
perubahan struktur dan fungsi serta
kompleksitas
organisasi
senada
dengan
asumsi
dasar
konsep
modernisasi yang disampaikan oleh

Schoorl (1980) dan Dube (1988).


Asumsi modernisasi yang disampaikan
oleh Schoorl melihat modernisasi
sebagai suatu proses transformasi,
suatu perubahan masyarakat dalam
segala
aspek-aspeknya.
Dibidang
ekonomi,
modernisasi
berarti
tumbuhnya kompleks industri dengan
pertumbuhan ekonomi sebagai akses
utama.
Berhubung
dengan
perkembangan ekonomi, sebagian
penduduk tempat tinggalnya tergeser
ke lingkungan kota-kota. Masyarakat
modern telah tumbuh tipe kepribadian
tertentu
yang
dominan.
Tipe
kepribadian seperti itu menyebabkan
orang dapat hidup di dalam dan
memelihara masyarakat modern.
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Analisis Hirarki Proses
Konsep AHP
Metode ini juga menggabungkan
kekuatan dari perasaan dan logika
yang bersangkutan pada berbagai
persoalan, lalu mensintesis berbagai
pertimbangan yang beragam menjadi
hasil yang cocok dengan perkiraan
kita secara intuitif sebagaimana yang
dipresentasikan pada pertimbangan
yang telah dibuat (Saaty, 1993).
Menyusun Hirarki
Menurut
Saaty,
ada
tiga
prinsip
dalam
memecahkan
persoalan dengan AHP, yaitu prinsip
menyusun hirarki (Decomposition),
prinsip
menentukan
prioritas
(Comparative Judgement), dan prinsip
konsistensi logis (Logical Consistency).
Hirarki yang dimaksud adalah hirarki
dari
permasalahan
yang
akan
dipecahkan untuk mempertimbangkan
kriteria-kriteria
atau
komponenkomponen
yang
mendukung
pencapaian tujuan. Dalam proses
menentukan tujuan dan hirarki tujuan,
perlu diperhatikan apakah kumpulan
tujuan beserta kriteria-kriteria yang
bersangkutan tepat untuk persoalan
yang
dihadapi.
Dalam
memilih
kriteria-kriteria pada setiap masalah
pengambilan
keputusan
perlu

memperhatikan
kriteria-kriteria
sebagai berikut:
a. Lengkap
Kriteria harus lengkap sehingga
mencakup semua aspek yang
penting, yang digunakan dalam
mengambil
keputusan
untuk
pencapaian tujuan.
b. Operasional
Operasional dalam artian bahwa
setiap
kriteria
ini
harus
mempunyai arti bagi pengambil
keputusan, sehingga benar-benar
dapat
menghayati
terhadap
alternatif yang ada, disamping
terhadap sarana untuk membantu
penjelasan
alat
untuk
berkomunikasi.
c. Tidak berlebihan
Menghindari adanya kriteria yang
pada
dasarnya
mengandung
pengertian yang sama.
d. Minimum
Diusahakan agar jumlah kriteria
seminimal
mungktn
untuk
mempermudah
pemahaman
terhadap
persoalan,
serta
menyederhanakan
persoalan
dalam analisis.
Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan
maka perlu dilakukan decomposition,
yaitu memecah persoalan yang utuh
menjadi unsur-unsurnya. Jika ingin
mendapatkan hasil yang akurat,
pemecahan juga dilakukan terhadap
unsur-unsurnya sehingga didapatkan
beberapa tingkatan dari persoalan
tadi. Karena alasan ini maka proses
analisis ini dinamai hirarki (Hierarchy).
Pembuatan hirarki tersebut tidak
memerlukan pedoman yang pasti
berapa banyak hirarki tersebut dibuat,
tergantung dari pengambil keputusanlah
yang
menentukan
dengan
memperhatikan
keuntungan
dan
kerugian yang diperoleh jika keadaan
tersebut diperinci lebih lanjut. Ada dua
jenis hirarki, yaitu hirarki lengkap dan
hirarki tidak lengkap. Dalam hirarki
lengkap, semua elemen pada semua
tingkat memiliki semua elemen yang
ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak

demikian maka dinamakan hirarki


tidak lengkap.
Comparatif Judgement
Prinsip ini berarti membuat
penilaian tentang kepentingan relatif
dua elemen pada suatu tingkat
tertentu dalam kaitannya dengan
tingkat yang diatasnya. Penilaian ini
merupakan inti dari AHP, karena akan
berpengaruh
terhadap
prioritas
elemen-elemen. Hasil dari penilaian
ini akanditempatkan dalam bentuk
matriks yang dinamakan matriks
pairwise
comparison.
Dalam
melakukan
penilaian
terhadap
elemen-elemen yang diperbandingkan
terdapat tahapan-tahapan, yakni:
a. Elemen
mana
yang
lebih
(penting/disukai/berpengaruh/lain
nya)
b. Berapa
kali
sering
(penting/disukai/berpengaruh/lain
nya)
Agar
diperoleh
skala
yang
bermanfaat ketika membandingkan
dua elemen, perlu dipahami tujuan
yang diambil secara umum. Dalam
penyusunan skala kepentingan, Saat
menggunakan patokan pada tabel
berikut.
Dalam penilaian kepentingan
relative dua elemen berlaku aksioma
reciprocal, artinya jika elemen i dinilai
3 kali lebih penting dibanding j, maka
elemen j harus sama dengan 1/3 kali
pentingnya
dibanding
elemen
i.
Disamping itu, perbandingan dua
elemen
yang
sama
akan
menghasilkan angka 1, artinya sama
penting. Dua elemen yang berlainan
dapat saja dinilai sama penting. Jika
-terdapat m elemen, maka akan
diperoleh matriks pairwise comparison
berukuran m x n. Banyaknya penilaian
yang diperlukan dalam menyusun
matriks ini adalah n(n-1)/2 karena
matriks reciprocal dan elemen-elemen
diagonalnya sama dengan 1.
Synthesis of Priority
Dari setiap matriks pairwise
comparison kemudian dicari nilai
eigen vecfomya untuk mendapatkan
local priority. Karena matriks-matriks
pairwise comparison terdapat pada

setiaptingkat,
maka
untuk
mendapatkan global priority harus
dilakukan sintesis antara local priority.
Pengurutan elemen-elemen menurut
kepentingan relatif melalui prosedur
sintesis dinamakan priority setting.
Logical Consistency
Konsistensi memiliki dua makna,
pertama adalah objek-objek yang
serupa dapat dikelompokkan sesuai
dengan keseragaman dan relevansi.
Arti kedua adalah menyangkut tingkat
hubungan antara objek-objek yang
didasarkan pada kriteria tertentu.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hirarki
Pengembangan
Kebijakan
Daya
Saing
dan
Realisasi
Pembangunan
Daerah
Tertinggal
kasus
Kab. Anamabas.
Sesuai
pengolahan
criterium
decisions software dengan penilaian
para expert yang mewakili 3 kelompok
stakeholder
Expert dari Pihak pemerintah
pusat yang
terkait langsung
dengan perumusan dan aksi, serta
mengetahui hasil dan mengamati
dampak kebijakan serta kinerja
Anggaran di wilayah studi kasus
Anambas missal KPDT, BPK dan
Bappenas;
Expert dari Pihak pemerintah
daerah atau fungsional tenaga ahli
Bappenas yang terkait dengan
kewenangan perencanaan dan
implementasi kebijakan tertentu di
wilayah studi;
Expert Para akademisi atau tenaga
ahli dari kalangan universitas yang
menguasai
permasalahan
kebijakan dalam konteks global,
nasional,
serta
mengikuti
perkembangan di tingkat lokal
serta mendalami metode riset dan
teori pengembangan wilayah studi
berbasiskan
potensi
unggulan
lokal.
Hasil Akhir per Faktor
Penyusunan Solusi

dalam

Berdasarkan Hasil AHP sesuai dalam

Sub
Maasalah
D2.
Yaitu
Hirarki, maka secara terperinci, hasil
masalah Aparatur Pemda masih
bobot per factor sub masalah adalah
belum mampu dim pengeloaan
dicermikan dalam Tabel sbb :
dan
Pereancanaan
Anggaran
secara optimal.
Bobod
Rating Set
Sedangkan
dalam
Goal Level
Masalah
Bobot
Rating
Set
dalam Tabel 5.3,
Prioriti
Priorities
Sub Masalah
menjelaskan
es
A.Struktur
0.667
A.1 SDM
bobot masalah
0.472
A.Struktur
Ekonomi
Iemah
yang
menjadi
Ekonomi
prioritas.
0.333
A.
2
Pangan
Penguasaan
Perikanan
Laut oieh
dan
Pengemban
Asing
gan
0.256 B.Sumbang
Bobot
B.Sumbangan
0.333
B.1. Bagi Hasil Tabel
Kebijakan
an Migas
Prioritas
MigasC.Rendahn
pendapatan
berbasis
0.164
Masalah
bagi
dari Pusat
Kinerja dan
ya
Solusi
0.667
B.2. CSR
Real!
Investasi
Kebijakan
Non Migas
C. Rendahnya
0.667
C.1
0.108
Investasi
D.Kinerja
Non
Infrastruktur
MigasPengelolaa
blm memadai
Berdasarkan
n
0.333
C2. Promosi
tabel di atas,
Anggaran
Daerah belum
Bobot
Faktor
Diolah dari Crrterium Cessions
optimal
Kriteria
Masalah
untuk AHP
D.Kinerja
0.667
D.1 Tim Kerja
Struktur Ekonomi
Tabel
Pengelolaan
blm dibentuk
berbasis pangan,
Bobot
Anggaran
Perikanan
dan
Masalah
0.333
D.2 Aparatur
Pertanian
dgn
atas sub
belum mampu
Produktivitas
Masalah
Diolah dari Crrterium Cessions untuk AHP
Rendah sebesar
47,2% merupakan bobot tertinggi
terkait Sub Masalah SDM di Kabupaten
Bila ditinjau bobot sub masalah
Anambas
serta
sub
masalah
mengacu per faktor masalah, maka
Penguasaan
usaha
perikanan
tangkap
yang menjadi acuan yang harus
masih
dikuasai
oleh
pihak
asing .
diperhatikan oleh penentu kebijakan
Sedangkan
faktor
Kriteria
Masalah
sebagai basis sasaran kebijakan
Sumbangan
MIGAS
yang
tak
adalah yang berbobot 67,7% yaitu :
berdampak
banyak
pada

Sub Masasalah A.1 SDM yang


perekonomian masyarakat setempat
lemah dalam mendukung Struktur
di Anambas sebesar 25,6%, terkait
ekonomi
berbasis
pangan,
Persoalan Migas yang masih pada
pertanian dan perikanan.
basis
kebijakan
Pusat
termasuk

Sub
Masalah
B.2
yaitu
kebijakan bagi hasil pendapatan Migas
pengelolaan CSR oleh perusahaan
serta "Perusahaan KKS Migas" dari
Migas yang belum optimal unyuk
pihak Asing di Anambas belum
peningkatan kegiatan ekonomi
sepenuhnya menerapkan CSR.
rakyat.
Bobot faktor Kriteria Masalah

Sub
Masalah
C1.
Terkait
Rendahnya investasi sektor Non Migas
Infrastruktur yang belum memadai
sebesar 16,4% , hal ini mengingat
dalam tercapainya Investasi Non
sebagian besar daerah kepulauan jauh
Migas
untuk
mencapai
dari daerah lainnya yang terkait dari
sasaran;dan
sub masalah Infrastruktur Belum
memadai serta Promosi daerah yang

belum optimal. Faktor Kriteria Masalah


: Kinerja pengeloaan Anggaran yang
masih belum sempurna berbobot
10.8% merupakan boboit terbawah
karena factor ini belum banyak
menentukan peningkatan daya saing
mengingant
Kabupaten
Anambas
masih baru sehingga sub masalah
:SDM Tim Kerja Penyusunan Format
Akuntansi Pemda blm dibentuk serta
sub masalah Aparatur Pemda masih
belum mampu dim pengeloaan dan
Pereancanaan
Anggaran
secara
optimal, perlu masih ditingkatkan lagi.
PEMBAHASAN
Pembahasan
Kebijakan
Pembangunan Daerah Anambas
sesuai Konsep Daya Saing
Hasil
analisis
menunjukkan
bahwa
ketidakberhasilan
pengembangan daya saing ekonomi
lokal di studi kasus Kabupaten
Anambas
dalam
mengangkat
masyarakat dari kemiskinan selain
kapasitas pengelolaan anggran public
tapi juga pemberdayaan komunitas
yang belum sepenuhnya terbangun
juga kelompok usaha seperti nelayan
dan
tani
yang
menjadi
motor
penggerak program ekonomi lokal
juga keterlibatan keluarga miskin
dalam
kegiatan
pengembangan
komoditi
unggulan.
Berdasarkan
temuan hasil penelitian Bappenas,
2007, umumnya pemerintah daerah
dan pusat belum optimal melibatkan
pengusaha,
kelompok
tani,
dan
keluarga miskin secara holistik agar
dapat berperan secara proaktif dalam
mencapai
target
pengembagan
ekonomi lokal dalam peningkatan
daya saing ekonomi melalui:
-

Pengembangan
komoditas
unggulan
daerah
(agribisnis,
perikanan laut, wisata alam bahari

dan budaya ) yang berdaya saing


baik nasional dan global.
Perlindungan
usaha
dengan
kepastian
hukum
yang
jelas
termasuk mengutamakan kearifan
lokal yang mendukun ekonomi
kreatif bagi masyarakat Anambas.
Pemberdayaan
UKMK
dan
masyarakat pedesaan nelayan
yang
berptensi
wirausaha
termasuk penguatan kelembagaan
koperasi.

Adapun kegiatan perlindungan


sosial
dengan
kepastian
hukum
sebagai kriteria terpenting dalam
PENGEMBANGAN EKONOMI DAERAH di
Kabupaten Anambas dalam konteks
penguatan daya saing ekonomi lokal
dengan seiring peningkatan kapasitas
daerah otonom umumnya kurang
menyangkut aspek sbb:
l
egalitas pada property penduduk
miskin bagi kebutuhan akses
modal kerja usaha
P
erlindungan pada peluang dan
potensi
ekonomi
kreatif
masyarakat lokal yang punya daya
saing global perikanan melalui
upaya perbantuan hukum proses
hak patent.
P
enguatan
kelompok
masyakat
lokal
dim
organisasi
secara
modern
yang
menguntungkan
masyarakat tertinggal dan miskin.
Dalam
Tabel
berikut
ini,
hasil
penelitian terdahulu oleh Bappenas
dan analisis dari Hasil AHP sesuai FGD
dikembangkan dengan konsep Daya
Saing di Anambas dijelaskan secara
terperinci
bagi
pengembangan
kebijhakan daerah yang berpola
komoditas unggulan perikanan dan
industry wisata bahari berikut ini.

Tabel Analisis Kebijakan yang terkait Pengembangan Ekonomi


Daerah sesuai Potensi Komoditas Unggulan dan Daya Saing Daerah
di Kepulauan Anambas
No Kelompok
Kriteria

Keterangan
Dimensi penguatan ekonomi
Dimensi peran kapasitas

pendukung
kebijakan
Daya saing
Penyediaan
factor
produksi dan
input
bagi
perikanan

Penyediaan
Permodalan
bagi
UKM
bidang
agribisnis
dan
perikanan

Sarana
pendukung
usaha
dan
teknologi
produksi
perikanan
sertawisata
bahari
Promosi
produk serta
pemasaran
perikanan
dan
wisata
bahari
Peningkatan
kualitas
produk
perikanan
budidaya

Penanaman
modal
dan
kemitraan
usaha

lokal
Pemerintah
harus
membangun dunia bisnis
dan masyarakat yang telah
aktif dan mempunyai akses
dalam
mancari
serta
mengupayakan
factor
produksi secara mandiri
bidang perikanan
Bagaimana masyarakat dan
dunia bisnis serta
pemerintah harus kerjasama
dalam koordinasi
penyediaan modal serta
saling memberikan
kemudahan melalui forum
forum yang terbangun lintas
sektora dan pemangku
kepentingan
Bagaimana peran semua
pemangku kepentingan
saling koordinasi dalam
mengupayakan optimalitas
sarana pendukung usaha di
daerah secara kontinu
dengan teknologi tepat dan
murah
Peran aktif para pemangku
kepentinganuntuk
kerjasama dalam upaya
sosialisasi daerah dan
keunggulannya dalam pasar
nasional dan global
Kebijakan tingkat daerah
dalam meningkatkan
kualitas komoditas unggulan
serta produktivitas usaha
perikanan budidaya

Keterbukaan masyarakat
untuk menerima pola
kemitraan usaha dan
investasi luar dalam
mendukung skala usaha
daerah dan akses pasar
yang mendunia di wilayah
Laut China Selatan
Kelembagaan Pengaturan perekonomian
dan
secara lembaga guna
kepastian
mendukung upaya basis

pemeriksaan daerah
otomatis
Keberpihakan
dan
dukungan
pemda
atas
penyediaan input dalam
proses
produksi
dan
pengembangan
sumber
dayak hususnya BBM bagi
Nelayan UKM
Peran pemda dan
dukungan pusat dalam
menyediakan dana bagi
usaha mikro dan UKM yang
berpotensi dalam
menguatkan ekonomi
daerah

Bagaimana infrastruktur
terkait jalan, pelabuhan
ikan, listruk, telekomunikasi
telah terus diupayakan
maskimal bagi
pengembangan ekonomi
daerah oleh/pemda
Sejauh mana peran pemda
dalam menukung upaya
promosi komoditas
unggulannya sehingga
membantu UKM daerah
berkembang
Bagaimana masyarakat
terberdaya dan sadar untuk
terus mengembangkan
produktivitas yang
mendukung kualitas
komoditas yang semakin
berdaya saing ikan
budidaya
Dukungan pemda serta
akses yang diberikan untuk
memudahkan investasi
masuk ke daerah tapi
sekaligus mendukung
peningkatan usaha
berbasis kandungan local
Anambas
Pemda perlu membangun
Penguatan organisasi
masyarakat yang berbasis

hukum

UKM berkembang dengan


kegiatan ekonomi rakyat
tetap mengacu pada pasar
secara modern dan
yang terkontrol oleh sector
perlindungan usaha dan
public melalui sistim
komoditas lokal oleh peran
kelembagaan yag tepat di
pemda
daerah
Diolah dari hasil FGD di Anambas dan Bappenas.
Adapun kebijakan diatas sesuai solusi
mengatasi isu strategis yang timbul
KESIMPULAN DAN SARAN
dalam
mendukung
kegiatan
KESIMPULAN
peningkatan kinerja anggaran yang
Ditinjau
dari
Pengembangan
berbasis pada realisasi pembangunan
Kebijakan berbasis Daya Saing dan
daerah yang optimal, yaitu meliputi :
Realisasi
Pembangunan
Daerah
1.
Potensi laut
Tertinggal kasus Kab. Anamabas,
yang
berlimpah
untuk
maka
Permaslaahan
Kabupaten
mengekspor hasil laut ke luar
Kepulauan Anambas yang masih
negeri yang dapat berdampak
berstatus daerah tertinggal dan
bagi peningkatan kesejahteraan
terletak di wilayah perbatasan ,hasil
dan
menggerakkan
roda
pemekaran khususnya Pemerintah
perekonomian masyarakat.
Kabupaten membangun kebijakan
2.
Potensi
percepatan
pembagunan
daerah
sektor
pariwisata.
Anambas
mengacu dari potensi yang ada
melalui
pengembangan
adatah sbb :
pariwisata,
maka
sangat
1) Struktur Ekonomi berbasis
berpotensi
bagi
perwujudan
pangan,
Perikanan
dan
kemandirian ekonomi Kabupaten
Pertanian
dgn
Produktivitas
Kepualauan Anambas. Dengan
Rendah
demikian dapat meningkatkan
2) Sumbangan MIGAS yang tak
kesejahteraan
masyarakat
berdampak
banyak
pada
setempat
dan
berpeluang
perekonomian
masyarakat
menjadi kawasan berdaya saing
setempat di Anambas
ekonomi serta memiliki nilai
3) Rendahnya investasi sektor
strategis secara nasional.
Non Migas mengingat sebagian
3.
Potensi
besar daerah kepulauan jauh dari
sektor pertanian dan perkebunan.
daerah lainnya
Beberapa
komoditi
seperti
4) Kinerja pengeloaan Anggaran
cengkeh, kelapa, dan getah/karet
yang masih belum sempurna
telah menjadi sector utama
Karena itu, Kabupaten Anambas
perekonomian
masyarakat
harus
memperhatikan
arahan
sehingga merupakan modal untuk
stakeholder sesuai hasil AHP dengan
pengembangan selanjutnya pada
mengutamakan kebijakan :
sektor industri melalui pendirian
pabrik-pabrik seperti pengolahan
1) Kebijakan
Anggaran
berbasis
kelapa menjadi coconut oil, dan
Daya Saing Sektor Non Migas
lain sebagainya.
yang menggerakan sector rill
4.
Potensi
terutama
usaha
kerakyatan
sumber daya alam minyak yang
sebagai yang utama
memiliki
cadangan
hampir
2) Kebijakan
Perbaikan
Kinerja
ratusan triliun rupiah. dengan
Pemda mengelola Anggaran guna
dikembangkan prinsip CSR agar
meningkatkan
pengelolaan
keberadaan
perusahaan
alokasi anggaran pembangunan
konsorsium
yang
mengelola
yang optimal sebagai kebijakan
energi di daerah setempat dapat
kedua

memberikan
manfaat
bagi
peningkatan kesejahteraan.
5.
Potensi
pemanfaatan
lahan
untuk
pertanian,
perkebunan,
peternakan dan industri serta
pengolahan, karena ketersediaan
lahan yang cukup luas serta
didukung
oleh
potensi
sumberdaya tenaga kerja yang
besar.
6.
Pengemban
gan
sarana
dan
prasarana
Infrastruktur wilayah sampai ke
tingkat desa dan terpencil untuk
optimalisasi
percepatan
dan
pengembagan
kawasan
perekonomian di perbatasan serta
penurunan
terjadinya
ilegal
fishing diperairan laut kabupaten
Anambas.
Selain itu berdasarkan masalah
pengelolaan
anggran
berbasis
kinerja bagi peningkatan realisasi
pembangunan
daerah,
maka
disimpulkan :
1. Program-program
RKP
2009
khususnya pembangunan wilayah
tertinggal dan pengembangan
daerah
perbatasan
kegiatankegiatan
pokoknya secara
umum telah diimplementasikan
oleh
kementerian/
lembaga
terkait.
2. Dampak belum adanya acuan
yang menyeluruh mengakibatkan
beberapa
kementerian
teknis
melaksanakan pembangunan di
daerah tertinggal dan perbatasan
masih berjalan sendiri-sendiri.
3. Hasil pemantauan di beberapa
daerah tertinggal dan perbatasan
seperti Anambas , sebenarnya
memiliki potensi sumber daya
alam yang dapat menjadi pemicu
kemandirian
daerah.
Namun
karena keterbatasan sarana dan
prasarana mengakibatkan potensi
tersebut belum dapat dikelola
dengan baik. Database potensi
lokal
daerah
tertinggal
dan
perbatasan
yang
dituangkan
dalam Strada, Stranas, dan RAN
seharusnya mampu menjawab

strategi
untuk
mengatasi
permasalahan
pengembangan
potensi lokal tersebut.
Hasil pembobotan AHP bagi
tercapainya sasaran Pengembangan
Kebijakan berbasis Daya Saing dan
Realisasi
Pembangunan
Daerah
Tertinggal kasus Kab. Anamabas
maka prioritas pada solusi kebijakan
Penyusunan
Kebijakan
Anggaran
berbasis Kinerja alokasi anggaran dim
peningkatan Daya Saing Sektor Non
Migas yang menggerakan sector rill
terutama
usaha
kerakyatan
dibandingkan Kebijakan Perbaikan
Kinerja
SDM
yang
mengelola
Anggaran
guna
meningkatkan
pengelolaan
alokasi
anggaran
pembangunan yang optimal. Adapun
masalah utama yang ditinjau adalah:
Struktur Ekonomi berbasis pangan,
Perikanan
dan
Pertanian
dgn
Produktivitas
Rendah
sebagai
masalah terbesar di Anambas yang
ditentukan belum siapnya SDM yang
ada.
SARAN
Berdasar
pada
hasil
perencanaan
dan
pelaksanaan
program-program yang dilaksanakan
oleh Pusat dan daerah terkait seperti
tersebut diatas, maka yang perlu
ditindaklanjuti
agar
tujuan
dan
sasaran dapat dicapai adalah:
1. Pemerintah Pusat meningkatkan
pelaksanaan
pemantauan
implementasi
program
pembangunan wilayah tertinggal
dan
pengembangan
daerah
perbatasan
baik
terhadap
kegiatan-kegiatan pokok yang
sedang
dijalankan
khususnya
untuk mengetahui kesesuaian
target
dan
tujuan,
maupun
kegiatan-kegiatan pokok yang
belum diimplementasikan.
2. Pusat akan mendorong agar
Kementerian
Pembangunan
Daerah Tertinggal, Ditjem PUM,
Depdagri,
dan
Kementerian
Hankam mengoptimalkan peran
koordinasi lintas sektor berbasis
masalah dan potensi lokal.

3. Bappenas bekerja sama dengan


Kementerian
Pembangunan
Daerah
Tertinggal,
Direktur
Jenderal Pemerintahan Umum,
Depdagri,
dan
Kementerian
Hankam membangun data base
berbasis masalah dan potensi
lokal.
4. BPK
Kepualau
Riau
harus
melakukan
pembinaan
dan
kegiatan pemeriksaan Anggaran
di Kabupaten Anambas secata
tepat
dan
akurat
uhtuk
mendukung
tercapainya
Pengembangan
Kebijakan
berbasis Kinerja dan Realisasi
Pembangunan Daerah Tertinggal
kasus Kab. Anamabas.
DAFTAR PUSTAKA
[1]
AHP
Approach
Saaty,
http://www.rfptemplates.com/search/for/AHPApproach-Saaty.html, diakses
tanggal 4 Agustus 2008, pukul
11.00 WIB.
[2] Analytical
Hierarchy Process
(AHP). dalam http://www.rfptemplates.com/AnalvticalHierarchv-Process-(AHP).html.
Diakses tanggal 31 Juli 2008
pukul 12.15 WIB.
[3] Bappeda, Anambas dalam Angka.
2010. Bappenas, dan P4W FP
IPB, 2002. Kajian Penyusunan
Arahan
Strategi
Pengembangan Inter-Regional
Berimbang. Jakarta : Bappenas.
[4] Boar, Bernhard. 1993. The Art of
Strategic Plan for Information
Technology, Grafting Strategy
for The 90's. New York : John
Wiley & Sons Inc. New York.
[5] Dove, Michael R (ecf). 1985.
Peranan
Kebudayaan
Tradisional Indonesia dalam
Modernisasi.
Yayasan
Obor
Indonesia, Jakarta.

[6] Dube, S.C. 1988. Modernization


and Development: The Search
for Alternative Paradigms. Zed
Books Ltd, London.
[7] Hasil Pemeriksaan BPK 2009.
[8]

Marimin.
2004. Teknik dan
Aplikasi
Pengambilan
Keputusan Kriteria Majemuk,
Grassindo, Jakarta.

[9]

Marimin.
2005. Teknik dan
Aplikasi Sistem Pakar dalam
Teknologi Manajerial, IPB Press,
Bogor.

[10] Marimin. 2006. H. Tanjung dan H.


Prabowo.
Sistem
Informasi
Manajemen
Sumberdaya
Manusia. Grassindo, Jakarta.
[11] Saaty, Thomas. 1993. Decisions
Policy
for
the
Manager,
Pitsburgh Uni.vPres.
[12] Sajogyo.
1982. Modernization
Without
Development.
The
Journal
of
Social
Studies.
Bacca, Bangladesh.90.
[13] Schoorl, J.W. 1980. Modernises!:
Pengantar
Sosiologi
Pembangunan Negara-Negara
Sedang
Berkembang.
PT.
Gramedia, Jakarta.
[14] Soekarwati, DR. 1990. Prinsip
Dasar
Perencanaan
Pembangunan. Jakarta.
[15]

Turban, E. 2005. Decision


Support
Systems
and
Intelligent Systems (Sistem
pendukung
keputusan
dan
system cerdas) Jilid 1, Andi
Offset, Yogyakarta.

[16]

Turban,
E. 2001. Decision
Support System and Intelligent
System, Prentice Hall, New
Jersey.

Anda mungkin juga menyukai