Mata Kuliah
Kesehatan Lingkungan Bencana dan Tanggap Darurat
Dosen Pembimbing :
Prof. Dr. dr. Rachmadhi Purwana S.K.M.
Disusun oleh:
Dewi Fadlilah Firdausi/1206245374
Nisrien Mufidah/1206276556
dari sumber tunggal (point source) seperti dari air, makanan, vector dan dari manusia ke
manusia (droplet infection). Penularan penyakit disertai kematian sering terjadi di dalam
masyarakat ketika terjadi bencana dan keadaan darurat. Daerah terpencil memiliki risiko yang
lebih besar karena kelangkaan infrastruktur, kemiskinan, kelangkaan sumber daya dan
kurangnya kesiapan menghadapi bencana dan keadaan darurat.
Penyakit yang berulang kali dijumpai dalam tiap-tiap keadaan bencana (kurang sarana
dan prasarana) antara lain, diare, infeksi akut saluran pernafasan dan campak. Di daerah
endemis dapat pula berkembang penyakit malaria dan TB paru. Faktor dasar yang
memungkinkan terjadinya letupan penyakit menular adalah kehadiran populasi dalam jumlah
banyak yang serentak berada bersama di tempat yang terbatas dan terjadinya kelangkaan
kebutuhan dasar yang aman bagi kesehatan seperti air bersih, air minum, makanan, tempat
tinggal, sanitasi dan layanan kesehatan. Selain itu, kurang gizi, stress dan kelelahan juga
berkontribusi menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah ditulari penyakit.
Letupan penularan penyakit mencapai 60 kali angka kematian dasar. Dan dalam 10
tahun terakhir angka kematian tinggi di tempat-tempat kedaruratan bencana disebabkan oleh
malaria, diare, dan pneumonia (John Hopkins & IFRCRCS, 2008). Pada tahap awal setelah
bencana, 40 persen kematian di tempat pengungsian disebabkan oleh diare, 80 persen dari
kematian itu adalah anak-anak berumur kurang dari 2 tahun. Lingkungan yang buruk akan
menambah keparahan masalah kesehatan korban bencana. Pengendalian penyakit menular
dipengaruhi oleh faktor faktor seperti air, sanitasi efektif, pengendalian vector, tempat tinggal,
imunisasi serta tenaga kesehatan yang terlatih dalam diagnosis dini dan pengobatan.
Beberapa jenis penyakit yang dijumpai setelah terjadinya bencana biasanya
merupakan lanjutan dari masalah penyakit sebelum terjadinya bencana (fase prabencana),
misalnya penyakit-penyakit di tempat kumuh yang padat penduduk atau tidak saniter. Dengan
terjadinya bencana dan keadaan darurat masalah lanjutan ini diperbesar, maka dari itu
dibutuhkan persiapan menghadapai bencana berupa perluasan layanan sanitasi dan kesehatan,
peningkatan kesadaran akan bahaya kesehatan yang mengancam jika bencana terjadi,
pengorganisasia masyarakat dan mengurangi kemiskinan. Berikut merupakan contoh
penyakit pada korban bencana dan keadaan darurat yang menunjukkan bahwa faktor
kepadatan tempat permukiman menjadi faktor berjangkitnya penyakit.
Tabel 1. Penyakit-penyakit pada korban bencana dan keadaan darurat
Penyakit
Gejala
Faktor risiko
lingkungan
Bahaya kesehatan
Infeksi akut
Hygiene buruk,
saluran
kepadatan
influenza&pneumonia
pernapasan (acute
Pneumonia : disertai
, terutama kelompok
respiratory
berisiko.
infection, ARI)
Campak
Sanitasi buruk,
Bronkhopneumonia,
kepadatan
makulopapuler, bercak-
tinggi
bercak kemerahan di
kulit.
Lemah, batuk-batuk,
Penularan melalui
Paru-paru mengempis
BTA (+)
(atelectasis)
Meningitis
di udara)/kepadatan
Kepadatan
Meningococcus
pengobatan terlambat,
laboratorium dalam
gangguan nerologis
Kepadatan, hygiene
setelah sembuh
Asfiksia, kelainan
kerongkongan, demam,
buruk
jantung
TB paru
Difteri
Demam tifoid
Cholera
makanan, minuman,
anak-anak (ubun-ubun
buruk
muntah
Kontaminasi air,
kadang delirium,
makanan, minuman,
tepat berpotensi
mematikan
lambung), konstipasi
buruk
atau diare
Diare berat, agak
Kontaminasi air,
Dehidrasi cepat
demam, spasem
makanan, minuman,
terutama anak-anak
abdomen, kotoran
(ubun-ubun dan
buruk
cepat menurun
Disentri
shigellosis
mungkin tinggi
makanan, minuman,
sanitasi dan hygiene
Hepatitis virus A
buruk
Penularan manusia
ke
manusia/kepadatan,
menjadi lama
Kontaminasi air,
makanan, minuman,
sanitasi dan hygiene
perseorangan buruk
berkonsultasi
dengan
WHO)
Sumber daya setempat untuk melaksanakan program pengendalian penyakit menular
Kapasitas instansi kesehatan setempat dan lembaga swadaya masyarakat
c. Pengkajian masa pemulihan
Pada tahap pengkajian rinci perlu dipertimbangkan pendekatan jangka panjang
mengenai kesudahan bantuan kepada korban bencana, apakah bantuan juga
difasilitasikan kepada populasi lokal, yang merupakan upaya pencegahan penyakit
menular yang bersumber dari penduduk lokal (endemis). Kemungkinan lain
apakah bantuan pengendalian penularan penyakit menular hanya ditujukan kepada
populasi korban bencana semasa kedaruratan saja dalam bentuk mengisis
kekosongan dan kebutuhan pada waktu dalam keadaan darurat semata. Pemikiran
seperti ini harus dipertimbangkan masak-masak, karena karena kejadian bencana
kadang datang secara bertubi-tubi berurutan. Keadaan ini sering menimbulkan
kesempitan yang merepotkan antar-waktu fase pemulihan bencana yang satu
dengan awal bencana berikut. Di samping itu, kesulitan juga timbul ketika
menghadapi waktu yang pendek antara kesiapan menghadapi bencana dan
pemulihan bencana.
2. Penentuan prioritas program
Kemudahan
1=sukar
3=mudah
Ketersediaan
Tenaga
1=sedikit
3=banyak
Biaya
1=tinggi
3=rendah
Kapasitas
1=rendah
3=tinggi
peringkat
12
13
masalah
1=kecil
3=besar
Jumlah
Penyediaan air
bersih
(perlindungan
sumber air dan
pengolahan air)
Permukiman dan
tempat bernaung
Pembuangan
sampah padat
Rehidrasi oral
11
15
Pengendalian TB
Paru dengan
metode DOTS
(Directly Observed
Therapy Short
Course)
3. Penentuan pencapaian, objektif, dan strategi pengendalian penyakit menular
Sasaran pencapaian terakhir adalah mengidentifikasi risiko dan mencegah
mortalitas berlebih di kalangan korban bencana dengan cara mencegah dan mengelola
letupan penyakit menular. Langkah-langkah preventif yang dilakukan mungkin dapat
mencegah hampir seluruh mortalitas melalui penurunan insidens penyakit, namun
belum tentu berhasil mencegah terjadinya letupan penyakit.
Contoh :
Pencapaian
Mencegah morbiditas dan mortalitas berlebih akibat penyakit menular
Mengurangi morbiditas, mortalitas, dan transmisi penyakit menular.
Objektif
Segera mencapai angka kasar kematian (crude mortality rate) kurang dari
4/1000/tahun (angka kasar kematian nasional, Riskesdas 2008) dan angka
kematian anak balita kurang dari 2/10.000
Menurunkan angka kasar kematian menjadi angka kematian sebelum bencana
Objektif program pengendalian penyakit dibuat sesuai dengan keadaan dan
fase bencana (darurat dan pasca darurat). Pada fase darurat objektif ditujukan pada
penyakit yang mudah menyebar atau tingkat kematiannya tinggi. Sebagai contoh
dibuat pernyataan :
Objektif fase darurat
Cakupan imunisasi campak 90% lebih pada semua anak dalam kelompok
target
Menurunkan insidens diarae dalam 1 bulan sampai mencapai angka seperti
sebelum bencana
Objektif fase pasca darurat :
Pengobatan berhasil menyembuhakn 85% penderita TB-paru yang terdeteksi
di antara para pengungsi
Pengetahuan mengenai penularan HIV dikuasai 100% remaja korban bencana
pendidikan
kesehatanmenyampaikan
kebiasaan
hidup
sehat,
Ketika letupan sudah terjadi, pencegahan difokuskan agar letupan tidak meluas.
Langkah-langkah yang dapat diambil tergantung pada jenis penyakitnya. Berikut adalah
beberapa contoh kesiagaan.
a. Meningkatkan pengendalian vektor nyamuk dengan pengasapan
b. Meluaskan Hazard Analysis and Critical Control Points (HACCP) pada makanan
c. Meluaskan program imunisasi
d. Memberikan pengobatan profilaksis (misal: malaria)
2. Pengendalian dan Pengelolaan Kasus
Setelah letupan penyakit terjadi, upaya pengendalian dan pengelolaan kasus lebih
ditingkatkan dengan mengembangkan hal-hal berikut:
a. Rencana kedaruratan
b. Alur tindakan diagnostik dan pengobatan. Contohnya Manajemen Terpadu Balita
Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood Illness (IMCI). Manajemen
Terpadu Balita Sakit merupakan standar pelayanan bagi balita sakit dan dinilai cost
effective serta berkontribusi sangat besar untuk menurunkan angka kematian neonatus,
bayi dan balita bila dilaksanakan secara luas, baik, dan benar (Direktorat Bina
Kesehatan Anak, 2011).
c. Pengadaan laboratorium lapangan (pemeriksaan darah malaria, pewarnaan gram,
pemeriksaan BTA sputum dan lain-lain yang diperlukan)
d. Pengadaan obat esensiil pada tiap tingkat sarana layanan kesehatan
3. Surveilens
Kegiatan surveilens saat letupan terjadi diantaranya dengan memantau:
a. Morbiditas dan mortalitas (terutama) penyakit yang sering muncul seperti ISPA, diare,
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
Daftar Pustaka
Direktorat Bina Kesehatan Anak Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2011,
Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) atau Integrated Management of Childhood