Tahun 1971 berdiri Proyek Perintis Sekolah Pembangunan (PPSP) pada delapan
IKIP yaitu IKIP Padang, IKIP Jakarta, IKIP Bandung, IKIP Yogyakarta, IKIP Semarang,
IKIP Surabaya, IKIP Malang, dan IKIP Menado. Melalui proyek ini bimbingan dan
konseling
dikembangkan,
juga
berhasil
disusun
Pola
Dasar
Rencana
dan
Pengembangan bimbingan dan penyuluhan pada PPSP. Lahirnya Kurikulum 1975 untuk
Sekolah Menengah Atas di dalamnya memuat pedoman bimbingan dan konseling. Tahun
1978 diselenggarakan program PGSLP dan PGSLA bimbingan dan konseling di IKIP
(setingkat D2 atau D3) untuk mengisi jabatan Guru bimbingan dan konseling di sekolah
yang sampai saat itu belum ada jatah pengangkatan guru BP dari tamatan S1 Jurusan
Bimbingan dan Konseling. Pengangkatan Guru Bimbingan dan Konseling di sekolah
mulai diadakan sejak adanya PGSLP dan PGSLA Bimbingan dan Konseling.
Keberadaan Bimbingan dan Konseling secara legal formal diakui pada tahun 1989
dengan lahirnya SK Menpan No 026/Menpan/1989 tentang Angka Kredit bagi Jabatan
Guru dalam lingkungan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Perkembangan sejarah bimbingan dan konseling di Indonesia lebih banyak
dilakukan dalam kegiatan formal di sekolah. Pada awal tahun 1960 di beberapa sekolah
dilakukan program bimbingan akademis dan konseling yang terbatas. Pada tahun 1964,
lahir Kurikulum SMA Gaya Baru, dengan program bimbingan dan konseling yang saat
itu disebut Bimbingan dan Penyuluhan pada waktu itu dipandang sebagai unsur
pembaharuan dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi program ini
tidak berjalan, karena kurang persiapan prasyarat dan kekurangan tenaga pembimbing
yang profesional. Untuk mengatasinya pada dasawarsa 60-an Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan dan diteruskan oleh Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (1963)
membuka jurusan bimbingan dan konseling yang sekarang dikenal dengan Universitas
Pendidikan Indonesia (UPI) dengan nama Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan
(PPB). Secara formal bimbingan dan konseling diprogramkan di sekolah sejak
diberlakukannya kurikulum 1975 yang menyatakan bahwa bimbingan dan konseling
merupakan bagian integral pendidikan di sekolah. Petugas yang secara khusus
melaksanakan pelayanan bimbingan dan konseling pada saat itu disebut Guru Bimbingan
dan Penyuluhan (Guru BP).
Pada tahun 1975 berdiri Ikatan Petugas Bimbingan Indonseia (IPBI), dengan
memberikan pengaruh terhadap perluasan program bimbingan di sekolah yang
1
bimbingan,
melaksanakan
program
bimbingan,
evaluasi
pelaksanaan
bimbingan, analisis hasil pelaksanaan bimbingan, dan tindak lanjut dalam program
bimbingan.
Sejak diberlakukannya kurikulum 1994, sebutan untuk Guru BP berubah menjadi
Guru Pembimbing, sebutan resmi ini diperkuat dengan Surat Keputusan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 84 Tahun 1995 tentang Jabatan Fungsional
Guru dan Angka Kreditnya, serta Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
No.025/0/1995 tentang Petunjuk Teknis Ketentuan Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru
dan Angka Kreditnya antara lain mengandung arahan dan ketentuan pelaksanaan
pelayanan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah oleh guru kelas di SD dan
guru pembimbing di SLTP dan SLTA. Walaupun kedua aturan tersebut mengandung halhal yang berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling, tetapi tugas itu
dinyatakan sebagai tugas guru (dengan sebutan guru pembimbing) dan tidak secara
eksplisit dinyatakan sebagai tugas konselor. Hal ini dapat dipahami karena sebutan
konselor belum ada dalam perundangan. Penggunaan sebutan guru, sangat merancukan
konteks tugas guru yang mengajar dan konteks tugas konselor sebagai penyelenggara
pelayanan ahli bimbingan dan konseling. Guru pembimbing yang pada saat ini ada di
lapangan pada hakikatnya melaksanakan tugas sebagai konselor, tetapi sering
diperlakukan dan diberi tugas layaknya guru mata pelajaran. Bimbingan dan konseling
bukanlah kegiatan pembelajaran dalam konteks adegan belajar mengajar di kelas yang
layaknya dilakukan guru sebagai pembelajaran bidang studi, melainkan pelayanan ahli
dalam konteks memandirikan peserta didik. (ABKIN: 2007).
2) Konseling sebagai ilmu dan profesi harus mampu memberikan sumbangan bagi
dunia pendidikan nasional serta kehidupan masyarakat dan bangsa pada
umumnya.
3) Profesi bantuan pelayanan konseling diabdikan bagi peningkatan harkat dan
martabat kemanusiaan.
4) Konseling tidak lagi hanya dipelajari sebagai seperangkat teknik, melainkan
sebagai kerangka berpikir dan bertindak yang bernuansa kemanusiaan dan
keindividualan.
5) Orientasi pelayanan konseling bergeser dari supply-side ke demand-side yang
menuntut upaya proaktif dalam melayani warga masyarakat yang menjadi target
pelayanan.
6) Profesi konseling senantiasa terbuka untuk berkembang selaras dengan
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni serta tuntutan lingkungan
akademis dan profesional, sehingga mampu memberikan kontribusi yang
disignifkan bagi dunia pendidikan.
b. Misi
1) Misi Pendidikan, yaitu mendidik peserta didik dan warga masyarakat melalui
pengembangan perilaku efektif-normatif dalam kehidupan keseharian dan yang
terkait dengan kehidupan masa depan.
2) Misi pengembangan, yaitu memfasilitasi perkembangan individu di dalam satuan
pendidikan formal dan nonformal, keluarga, instansi, dunia usaha dan industri,
serta kelembagaan.
3) Misi pengentasan masalah, yaitu membantu dan memfasilitasi pengentasan
masalah individu yang mengacu kepada kehidupan sehari-hari yang efektif.
(Prayitno. 2015; 72-74).
Konselor Bimbingan Indonesia masih mengungguli sekarang di sekolah meskipun
banyak konselor lain bekerja di ranah lain pada organisasi perencanaan keluarga,
pelayanan sosial, dan organisasi non pemerintahan. Semua posisi masih berafflisasi
dengan kode etik sebagai dipublikasikan oleh Asosiasi Bimbingan dan Konseling
Indonesia. Etik mempertimbangkan berarti unifikansi profesional. Pada kondisinya,
identitas kondisi bisa diartikan pada istilah dari kebiasaan etik sejak etik profesional
dilayani sebagai aturan untuk konselor sekarang sebagai seorang profesional (Hendricks,
2008). Sayangnya, etik konselor Indonesia tidak semata-mata diselenggarakan diikuti
konselor bimbingan atau konselor-konselor lain. Sekarang pada ranah penyembuhan
4
DAFTAR RUJUKAN
Andri. 2010. Implementasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di Tingkat Sekolah Dasar.
Diakses [Online] http://www.kompasiana.com/ tanggal 18 September 2016
Hariyanto. 2010. Sejarah Lahirnya Bimbingan dan Konseling.
http://belajarpsikologi.com/ tanggal 18 September 2016.
Diakses
[Online]
Martin, dkk. 2014. Program Bimbingan Dan Konseling (Bk) Berbasis Tugastugas Perkembangan
Di Taman Kanak-Kanak (Tk). Jurnal Bimbingan Konseling 3 (1) (2014)
Nanang