Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Addison merupakan penyakit yang di temukan oleh Addison tahun
1855 di sebabkan oleh kerusakan jaringan adrenal. Penyakit ini biasnya bersifat
autoimun dan autoantibodi adrenal adalam plasma di temukan pada 75-80 % pasien,
namun dapat pula di sebabkan oleh hal lain. Penyakit ini muncul pertama kali sebagai
krisis Addison dengan demam, nyeri abdomen.Kolaps hipotensi, serta pigmentasi
kulit.Dan membrane mukosa akibat konsentrasi ACTH yang sangat tinggi dalam
sirkulasi.Area yang sering terkena dini adalah kulit dan bantalan kuku, jaringan parut,
dan mukosa bukal. Diagnosis di konfirmasi dengan mengukur kortisol dan ACTH.
(Grenstein, ben, 2010).
Penyakit Addison jarang dijumpai dan memiliki prevalensi 4 dari 100.000
orang; dua pertiga pasien adalah perempuan. Diagnose ditegakkan antara usia 20 - 50
tahun. Dahulu, tuberkolosis adalah penyabab utama penyakit Addison.Saat ini,
dengan kemoterapi yang lebih baik, hanya sedikit pasien tuberkolosis yang
mempunyai insufisiensi adrenal. Kerusakan korteks adrenal merupakan akibat dari
proses autoimun pada lebih dari 50% pasien penyakit Addison. Autoantibodi adrenal
ditemukan dalam titer tinggi pada sebagian pasien dengann penyakit Addison.
( Price, Sylvia. 2006)

Sindrom insufisiensi korteks adrenal terjadi akibat defisiensi sekresi kortisol dan
aldosterone.Apabila tidak diobati, maka penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Penyebab utama insufisiensi korteks adrenal adalah (1) penyakit primer korteks
adrenal atau (2) defisiensi sekresi hormone adrenokortikotropik (ACTH).defisisensi
corticotropin-realising-hormone (CRH) saja dapat meyebabkan defisiensi ACTH dan
kortisol.Tetapi penyakit ini hanya dijumpai pada penderita kronik glukookortikoid
dosis farmakologik atau setelah pengangkatan adenoma adrenokorteks penghasil
kortisol.Sedangkan krisis Adrenal (krisis addisonian) merupakan defisiensi kritis
terhadap mineralkortikoid dan glukokortikoid, umumnya mengikuti stress akut,
sepsis, trauma, pembedahan atau pengehentian teraoai steroid pada penderita
insufisiensi adrenal kronis.karena merupakan keadaan darurat medis .krisis adrenal
harus segera di tangani dengan baik (William, 2011).
Untuk tindakan yang dapat di lakukan antara lain Semua pasien dengan penyakit
Addison harus menerima penggantian hormon spesifik. Karena kelenjar adrenal
menunjukkan

kelas

hormon

umum,

diantaranya

glukokortikoid

dan

mineralokortikoid mempunyai kepentingan klinis primer, terapi penggantian harus


mengkoreksi kedua defisiensi. Kortison (atau kortisol) adalah terapi utama. Dosis
kortison bervariasi dari 12,5 sampai 50 mg/hari, dengan mayoritas pasien menerima
25 sampai 37,5 mg dalam dosis terbagi. Kortisol 30 mg/hari atau prednison 7,5
mg/hari dalam dosis terbagi juga dapat diberikan untuk terapi pengganti. Pasien
dianjurkan menerima penggantian terapi pengganti glukokortikoid dengan makanan
atau jika tidak praktis dengan susu atau antasid karena obat mungkin meningkatkan
adisitas lambung. Hal ini penting karena jika steroid secara biologis aktif seperti
kortisol, prednisolon, dan deksametason, dapat menggunakan efek lokal pada mukosa
lambung. Selain itu, proporsi dosis yang lebih besar (seperti 25 mg kortison) diminum
pada pagi hari, dan sisanya (12,5 mg kortison) diminum pada malam hari untuk
2

merangsang irama adrenal diurnal normal. Beberapa pasien memperlihatkan


insomnia, iritabilitas dan rangsangan mental setelah awal terapi, pada keadaan ini
dosis harus dikurangi. Indikasi lain untuk dosis yang lebih kecil adalah hipertensi,
diabetes mellitus atau tuberkulosis aktif. Untuk itu di perlukan penjelasan dan
penjabaran lebih lanjut untuk lebih mengerti tentang penyakit ini (Isselbacher, 2000).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaiamana fisiologi kelenjar adrenal ?
2. Bagaimana definisi tentang penyakit addison?
3

3. Bagaimnana epidemiologi penyakit addison?


4. Bagaimana etiologi penyakit addison?
5.Bagaimana klasifikasi penyakit addison?
6. Bagaimana patofisiologi penyakit addison?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang penyakit addison?
8. Bagiamana komplikasi penyakit addison?
9. Bagaimana asuhan keperawatan pada penyakit addison?
10. Bagiamana definisi krisis addisonian?
11. Bagaimana etiologi krisis addisonian?
12. Bagaimana Patofisologi krisis addisonian?
13. Bagaiamana Manifestasi krisis addisonian?
14. Bagaimana pemeriksaan diagnostik krisis addisonian?
15. Bagaimana Penatalaksanaan krisis addisonian?
16. Bagaimana asuhan keperawatan krisis addisonian?
17. Bagaimana contok kasus penyakit addison?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Supaya mahasiswa atau para pembaca mampu mengerti dan memahami


tentang konsep dan asuhan keperawatan penyakit addison serta menerapkan dari
penatalaksanaan pada saat di Rumah Sakit.
1.a.2

Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan anatomi kelenjar adrenal
b. Mahasiswa menjelaskan konsep teori addison disease dan krisis adrenal
c. Mahasiswa mampu menguasai asuhan keperawatan pada penderita yg terkena
addison.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anantomi Fisologi


5

Kelenjar adrenal adalah sepasang organ yang terletak dekat kutub atas ginjal,
terbenam dalam jaringan lemak.Kelenjar ini ada 2 buah, berwarna kekuningan serta berada
di luar (ekstra) peritoneal. Bagian yang sebelah kanan berbentuk pyramid dan membentuk
topi (melekat) pada kutub atas ginjal kanan. Sedangkan yang sebelah kiri
berbentuk seperti bulan sabit, menempel pada bagian tengahginjal mulai dari kutub atas
sampai daerah hilus ginjal kiri. Kelenjar adrenal pada manusia
panjangnya 4-6 cm, lebar 1-2 cm, dan tebal 4-6 mm.
Bersama-sama kelenjar adrenal mempunyai
Berat lebih kurang 8 g, tetapi berat dan ukurannya
bervariasi bergantung umur dan keadaan fisiologi perorangan.
Kelenjar ini dikelilingi oleh jaringan ikat padat kolagen

Gb. 2.1 Anatomi Adrenal


www.uvahealth.com

yang mengandung jaringan lemak. Selain itu masing-masing kelenjar ini dibungkus oleh
kapsul jaringan ikat yang cukup tebal dan membentuk sekat/septa ke dalam kelenjar
(Lippincott, 2011).
Kelenjar supraneralis jumlahnya ada 2, terdapat pada bagian atas dari ginjal kiri dan
kanan. Ukurannya berbeda-beda, beratnya rata-rata 5-9 gram.Fungsi kelenjar suprarenalis
terdiri dari : Mengatur keseimbangan air, elektrolit dan garam-garam, mengatur atau
mempengaruhi metabolisme lemak, hidrat arang dan protein, serta mempengaruhi aktifitas
jaringan limfoid (Lippincott, 2011).
Masing-masing kelenjar adrenal terdiri dari korteks bagian luar dan medula di bagian
dalam.
a

Korteks mensekresi hormon steroid. Korteks terbagi menjadi tiga lapisan, dari luar ke
dalam : zona glomerulosa, zona fasikulata, dan zona retikularis.

Medula, yang secara embriologik berasal dari jenis neuroektodermis sama (sel-sel krista
saraf) yang menjadi asal neuron simpatis. Sel medula sebenarnya adalahneuron
postganglionik simpatis yang bermodifikasi (Sloane, 2003).

Gb. 2.2 Anatomi Melintang Adrenal


www.wikivet.net

Kelenjar suprarenalis ini terbagi atas 2 bagian, yaitu :


1. Medula Adrenal (hormone medular)

Medula adrenal berfungsi sebagai bagian dari system saraf otonom. Stimulasi serabut
saraf simpatik pra ganglion yang berjalan langsung ke dalam sel-sel pada medulla adrenal
akan menyebabkan pelepasan hormon katekolamin yaitu epinephrine dan norepinephrine.
Katekolamin mengatur lintasan metabolic untuk meningkatkan katabolisme bahan bakar
yang tersimpan sehingga kebutuhan kalori dari sumber-sumber endogen terpenuhi.
a. Epinefrin
Epinefrin di sebut hormone flight or flight (lawan atau lari). Stress menyebabkan
pelepasan EP segera, yang mempersiapkan tubuh untuk aktovitas fisik dan mental yang
luar biasa.pembuluh darah permukaan menjadi tertutup akibat konstriksi jaringan
arterioral melalui reseptor alpha -1, sehingga mengurangi kemungkinan perlukaan;
sebaliknya pembuluh darah otot menjadi terbuka melalui aktivasi reseptor betha-2.
Dilatasi bronkiolus meningkatkan efisiensi ambilen oksigen perwaktu, dan mobilisasi
glukosa di tingkatkan melalui stimulasi pelepasan glucagon dan inhibisi pelepasan
insulin. Dilatasi otot radialis iris pada mata meningkatkan jumlah cahaya yang masuk
paad retina , dan kontrkasi kapsul limpa melepaskan sel-sel darah ke dalam sirkulasi.
Melaui reseptor betha1 pada jantung, kontrkatilitas meningkat pesat.Epinefrin juga
memacu lipolisis dan termogenesis melalui reseptor betha 3. EP juga meningkatkan
kewaspadaan , walaupun mekanisme nya belum di ketahui.
Mekanisme kerja EP .sebuah contoh tentang mekanisme kerja epinefrin adalah
mobilisasi energy dalam bentuk glukosa. Ep juga bekerja pada reseptor bethadi otot
untuk menghambat pelepasan amino sehingga mengurangi

laju proteinolisis otot.

Mekanisme ini mungkin penting dalam proses flight or flight , ketika otot akan di
gunakan sebagai cadangan energy. Walaupun hanya sedikit NE yang di lepaskan dari

medulla adrenal, namun hormone ini merupakn neurotransmitter utama system simpatis
yang teraktivasi selama proses flight or flight.(Ben Grenstein, 2010)
1. Hormon Adrenokortikal
Hormon kortikal adrenal, berlawanan dengan hormon medular, sangat penting untuk
kehidupan.
a Meniralokortikoid, disintesis dalam zona glomerulosa.
- Aldosteron, mineralokortikoid terpenting, mengatur keseimbangan air dan elektrolit
-

melalui pengendalian kadar natrium dan kalium dalam darah.


Kendali sekresi. Sekresi aldosteron diatur oleh kadar natrium darah, tetapi terutama
oleh mekanisme renin-angiotensin.
Glukokortikoid disintesis dalam zona fasikulata. Hormon ini meliputi kortikosteron,

b
1

kortisol, dan kortison. Hormon yang terpenting adalah kortisol.


Efek fisiologis
- Glukokortikoid mempengaruhi metabolisme glukosa, protein dan lemak untuk
-

membentuk cadangan molekul yang siap dimetabolisme.


Hormon ini meningkatkan sintesis glukosa dari sumber non-karbohidrat
(glukoneogenesis), simpanan glikogen di hati (glikogenesis), dan peningkatan

kadar glukosa darah.


Hormon ini juga meningkatkan penguraian lemak dan protein serta menghambat

ambilan asam amino dan sintesis protein.


Hormon ini juga menstabilisasi membran lisosom untuk mencegah kerusakan

jaringan lebih lanjut.


Kendali sekresi glukokortikoid adalah melalui kerja ACTH dalam mekanisme
umpan-balik negatif. Stimulus utama dari ACTH adalah semua jenis stress fisik dan
emosional.
- Stress misalnya trauma, infeksi, atau kerusakan jaringan, akan memmicu impuls
-

saraf ke hipotalamus.
Hipotalamus kemudian mensekresi hormon pelepas kortikotropin (CRH), yang
melewati sistem portal hipotalamus-hipofisis, menuju kelenjar pituitari anterior,
yang melepas ACTH.

ACTH bersirkulasi dalam darah menuju kelenjar adrenal dan mengeluarkan

sekresi glukokortikoid.
Glukokortikoid mengakibatkan peningkatan persediaan asam amino, lemak, dan
glukosa dalam darah untuk membantu memperbaiki kerusakan yang disebabkan
stress dan menstabilkan membran lisosom untuk mencegah kerusakan lebih

lanjut.
Gonadokortikoid (steroid kelamin), pada zona retikularis dalam jumlah yang relatif
sedikit. Steroid ini berfungsi terutama sebagai prekursor untuk pengubahan testosteron
dan estrogen oleh jaringan lain
(Sloane, 2003).

Disfungsi Kelenjar Adrenal


Disfungsi kelenjar adrenal merupakan gangguan metabolic yang menunjukkan
kelebihan / defisiensi kelenjar adrenal (Rumohorbo Hotma, 1999).Klasifikasi Disfungsi
Kelenjar Adrenal.
1. Hiperfungsi Kelenjar Adrenal
a. Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan oleh sekresi berlebihan steroid adrenokortikal, terutama
kortisol. Gejala klinis bisa juga ditemukan oleh pemberian dosis farmakologis
kortikosteroid sintetik.
b. Sindrom Adrenogenital
Penyakit yang disebabkan oleh kegagalan sebagian atau menyeluruh, satu atau beberapa
enzim yang dibutuhkan untuk sintesis steroid.
c. Hiperaldosteronisme
1) Hiperaldosteronisme primer (Sindrom Cohn)
Kelaianan yang disebabkan karena hipersekresi aldesteron autoimun
2) Aldosteronisme sekunder
Kelainan yang disebabkan karena hipersekresi rennin primer, ini disebabkan oleh
hiperplasia sel juksta glomerulus di ginjal.

10

2. Hipofungsi Kelenjar Adrenal


a. Insufisiensi Adrenogenital :
1) Insufisiensi Adrenokortikal Akut (krisis addisonian)
Kelainan yang terjadi karena defisiensi kortisol absolut atau relatif yang terjadi
mendadak sehubungan sakit / stress.
2) Insufisiensi Adrenokortikal Kronik Primer (Penyakit Addison)
Kelainan yang disebabkan karena kegagaln kerja kortikosteroid tetapi relatif lebih
penting adalah defisiensi gluko dan mineralokortikoid.
3) Insufisiensi Adreno Kortikal Sekunder
Kelainan ini merupakan bagian dari sinsrom kegagalan hipofisis anterior respon
terhadap ACTH terhambat atau menahun oleh karena atrofi adrenal.
(Smeltzer Susan C, Brenda G. Bare. 2002)

2.2 Penyakit Addison:


2.2.1 Pengertian :
a. Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks

tidak

adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasienakan hormon-hormon korteks adrenal.


(Soediman, 1996)
b. Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau
atrofik,biasanya autoimun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
c. Penyakit Addison adalah ketidakadekuatan sekresi kortikosteroid dari cortex
adrenal, yang diakibatkan kerusakan cortex adrenal (Digiulio, 2007)

11

d. Addison disease adalah ketidakmampuan adrenal karena atrofi dan kerusakan

2.2.2

kelenjar itu sendiri karena proses autoimun atau penyakit lainnya.


(Henberg, 2009).
Epidemiologi
Penyakit Adison merupakan penyakit yang jarang terjadi di dunia. Di
Amerika Serikat tercatat 0,4 per 100.000 populasi. Frekuensi pada laki-laki dan
wanita hampir sama. laki-laki 56% dan wanita 44% penyakit Addison dapat
dijumpai pada semua umur, tetapi lebih banyak ter- dapat pada umur 30 50
tahun . 50% pasien dengan penyakit addison, kerusakan korteks adrenalnya
merupakan manifestasi dari proses atoimun.
Di Amerika Serikat, penyakit addison terjadi pada 40-60 kasus per satu juta
penduduk.Secara global, penyakit addison jarang terjadi. Bahkan hanya negaranegara tertentu yang memiliki data prevalensi dari penyakit ini.Prevalensi di Inggris
Raya adalah 39 kasus per satu juta populasi dan di Denmark mencapai 60 kasus per
satu juta populasi.
Mortalitas/morbiditas terkait dengan penyakit addison biasanya karena
kegagalan atau keterlambatan dalam penegakkan diagnosis atau kegagalan untuk
melakukan terapi pengganti glukokortikoid dan mineralokortikoid yang adekuat.Jika
tidak tertangani dengan cepat, krisis addison akut dapat mengakibatkan kematian. Ini
mungkin terprovokasi baik secara de novo, seperti oleh perdarahan kelenjar adrenal,
maupun keadaan yang menjadi penyerta pada insufisiensi adenokortikal kronis atau
yang tidak terobati secara adekuat.
Penyakit addison predileksinya tidak berkaitan dengan ras tertentu.
Sedangkan penyakit addison idiopatik autoimun cenderung lebih sering pada wanita
dan anak-anak.Usia paling sering pada penderita addison disease adalah orang
dewasa antara 30-50 tahun. Tapi, penyakit ini tidak dapat timbul lebih awal pada

12

pasien dengan sindroma polyglanduler autoimun, congenital adrenal hyperplasia


(CAH), atau jika onset karena kelainan metabolisme rantai panjang asam lemak.
Etiologi (Corwin. 2005)
a. Proses autoimun
Penyakit Addison karena proses autoimun didapatkan pada 75% dari penderita.

2.2.3

Secara histologik tidak didapatkan 3 lapisan korteks adrenal, tampak bercakbercak

fibrosis dan infiltrasi limfosit korteks adrenal. Pada serum penderita

didapatkan

antibodi adrenal yang dapat diperiksa dengan caraCoonstest,ANA

test, sertaterdapat peningkatan imunoglobulin G.


b. Tuberkulosis (Penyebaran hematogen infeksi tuberculosis sistemik)
Kerusakan kelenjar Adrenal akibat tuberkulosis didapatkan pada 21% dari
penderita . Tampak daerah nekrosis yang dikelilingi oleh jaringan ikat dengan
serbukan sel-sel limfosit, kadang kadang dapat dijumpai tuberkel serta kalsifikasi
Seringkali didapatkan proses tuberkulosis yang aktif pada organ-organ lain,
misalnya tuberkulosis paru, tuberkulosis genito-urinari, tuberkulosis vertebrata
c.

(Pott s disease), hati, limpa serta kelenjar limpa.


Infeksi lain
Penyebab kerusakan kelenjar adrenal karena infeksi yang lebih jarang ialah
karena : histoplasmosis, koksidioid omikosis, serta septikemi karena kuman

d.

stafilokok atau meningokok yang sering menyebabkan perdarahan dan nekrosis.


Bahan-bahan kimia
Obat-obatan yang dapat menyebabkan hipofungsi kelenjar adrenal dengan
menghalangi biosintesis yaitu metirapon; sedang yang membloking enzim

e.

f.

misalnya amfenon, amino- glutetimid dll.


Iskemia
Embolisasi dan trombosis dapat menyebabkan iskemia korteks adrenal, walaupun
hal ini jarang terjadi.
Infiltrasi

13

Hipofungsi korteks adrenal akibat infiltrasi misalnya metastasis tumor,


sarkoidosis, penyakit amiloid dan hemokromatosis.
g.

Perdarahan
Perdarahan korteks adrenal dapat terjadi pada penderita yang mendapat

pengobatan dengan antikoagulan, pasca operasi tumor adrenal.


Lain-lain
Akibat pengobatan radiasi, adrenalektomi bilateral dan kelainan kongenital.
Klasifikasi
Klasifikasi Addison desease di antarany menurut (Patrick davey, 2006)
a. Kegagalan adrenal primer
Jarang terjadi, kerusakan ini terjadi akibta sistem autoimun.Untuk alasan yang

h.
2.2.4

tidak diketahui, sistem kekebalan tubuh memandang korteks adrenal sebagai


asing.Penyebab lain kegagalan kelenjar adrenal mungkin termasuk : Tuberkulosis,
infeksi lain dari kelenjar adrenal, penyebaran kanker ke kelenjar adrenal,
perdarahan ke kelenjar adrenal.
b. Kegagalan adrenal sekunder
Sering terjadi, terapi streroid jangka panjang men ekan kadar ACTH yang
menyebabkan atrofi korteks adrenal-stress fisik atau pengehentian terapi steroid
yang terlalu cepat kemudian akan memicu terjadinya kegagalan adrenal.
c. Addisonian crisis
Jika Addisons disease tidak diobati, krisis addisonian dapat terjadi karena stres
fisik, seperti cedera, infeksi atau penyakit.

2.2.5

Manifestasi klinis
Menurut Elizabeth Corwin, 2009; www.dinkes.sumbarprov.go.id.
manifestasi klinis yaitu :
Penyakit Addison ditandai oleh
14

a.

Gejala yang berhubungan dengan kekurangan kortisol


korteks adrenal mempengaruhi insufisiensi kortisol yang menyebabkan hilangnya
glukoneogenesis, glikogen hati menurun akan berakibat: Lemah badan, cepat
lelah, anoreksia, mual, muntah, diare, hipoglikemi, hipertensi ortostatik ringan,

b.

hiponatremi, eosinophilia.
Gejala yang berhubungan dengan kekurangan aldosterone
Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium
melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal kekurangan garam
dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume sehingga mengakibatkan

c.
d.

Hipertensi ortostatik, hiperkalemia, hiponatremia


Gejala yang berhubungan dengan kekurangan androgen
Kehilangan bulu bulu axilla dan pubis
Gejala yang berhubungan dengan kelebihan ACTH
Insufisiensi kortisol mengakibatkan ACTH dan sehingga merangsang sekresi
melanin meningkat sehingga timbul MSH hiperpigmentasikortikotropin juga
merangsang produksi melanin, sehingga pada kulit dan mukosa penderita sering
terbentuk pigmentasi yang gelap (hiperpigmentasi). Kulit yang lebih gelap
mungkin nampak seperti akibat sinar matahari, tetapi terdapat pada area yang
tidak merata.Hiperpigmentasi paling jelas terlihat pada jaringan parut kulit,
lipatan-lipatan kulit, tempat-tempat yang sering mendapat penekanan, seperti siku,

2.2.6

lutut, ibu jari, bibir, dan membran mukosa.


Patofisiologi
Hipofungsi adrenokortikal menghasilkan penurunan level mineralokortikoid
(aldosteron), glukokortikoid (cortisol), dan androgen.
Penurunan aldosteron menyebabkan kebanyakan cairan dan ketidakseimbangan
elektrolit.Secara normal, aldosteron mendorong penyerapan Sodium (Na +) dan
mengeluarkan potassium (K+). Penurunan aldosteron menyebabkan peningkatan
ekskresi sodium, sehingga hasil dari rantai dari peristiwa tersebut antara lain:
15

ekskresi air meningkat, volume ekstraseluler menjadi habis (dehidrasi), hipotensi,


penurunan kardiak output, dan jantung menjadi mengecil sebagai hasil berkurangnya
beban kerja. Akhirnya, hipotensi menjadi memberat dan aktivitas kardiovaskular
melemah, mengawali kolaps sirkulasi, shock, dan kematian. Meskipun tubuh
mengeluarkan

sodium

berlebih,

dan

menyebabkan

penurunan

natrium,

mempertahankan kelebihan potassium dan menyebabkan peningkatan kalium. Level


potassium lebih dari 7 mEq/L hasil pada aritmia, memungkinkan terjadinya kardiak
arrest.
Penurunan

glukokortikoid

menyebabkan

meluasnya

gangguan

metabolic.Ingat bahwa glukokortikoid memicu glukoneogenesis dan memiliki efek


anti-insulin.Sehingga, ketika glukokortikoid menurun, glukoneogenesis menurun,
sehingga hasilnya hipoglikemia dan penurunan glikogen hati.Klien menjadi lemah,
lelah, anorexia, penurunan BB, mual, dan muntah.Gangguan emosional dapat terjadi,
mulai dari gejala neurosis ringan hingga depresi berat.Di samping itu, penurunan
glukokortikoid mengurangi resistensi terhadap stress.Pembedahan, kehamilan, luka,
infeksi, atau kehilangan garam karena diaphoresis berlebih dapat menyebabkan krisi
Addison (insufisiensi adrenal akut).Akhirnya, penurunan kortisol menghasilkan
kegagalan unruk menghambat sekresi ACTH dari pituitary anterior.
MSH menstimulasi melanosit epidermal, yang menghasilkan melanin,
pigmen warna gelap.Penurunan sekresi ACTH menyebabkan peningkatan pigmentasi
kulit dan membrane mukosa.Sehingga klien dengan penyakit Addison memiliki
peningkatan level ACTH dan warna keperakan atau kecokelatan pun muncul.
Defisiensi androgen gagal untuk menghasilkan beberapa macam gejala pada laki-laki
karena testes meningkatan produksi jumlah hormone seksual. Namun, pada

16

perempuan tergantung pada korteks adrenal untuk mensekresi androgen secara


adekuat.Hormone-hormon tersebut disekresi oleh korteks adrenal yang penting bagi
kehidupan. Orang dengan penyakit Addison yang tidak diobati akan berakhir fatal.
Penyakit addison, atau insufisiensi adrenokortikal, terjadi bila fungsi korteks adrenal
tidak adekuat untuk memenuhi kebutuhan pasien akan hormon-hormon korteks
adrenal. Atrofi otoimun atau idiopatik pada kelenjar adrenal merupakan penyebab
pada

75%

pengangkatan

kasus
kedua

penyakit
kelenjar

Addison.Penyebab
adrenal

atau

lainnya

infeksi

mencakup

pada

kedua

operasi
kelenjar

tersebut.Tuberkolosis(TB) dan histoplamosis merupakan infeksi yang paling sering


ditemukan dan menyebabkan kerusakan pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun
kerusakan adrenal akibat proses otoimun telah menggantikan tuberkolosis sebagai
penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens tuberkolosis yang terjadi
akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman penyakit infeksi ini ke dalam
daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipopisis juga akan
menimbulkan insufiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala Addison dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan
stres dan mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian
kortikosteroid setiap hari selama 2 hingga 4 minggu dapat menekan fungsi korteks
adrenal, oleh sebab itu kemungkinan penyakit Addison harus diantifasi pada pasien
2.2.7

yang mendapat pengobatan kostikosteroid.(Wicaksono, 2013)


Pemeriksaann penunjang
Diagnosis dari penyakit Addison tergantung terutama pada tes darah dan urin. Tes
diagnostic fungsi adrenalkortikal (Doenges, 2000)meliputi:

17

a.

Uji ACTH: meningkat secara mencolok (primer) atau menurun (sekunder). Tes
skrining ini paling akurat untuk penyakit Addison. Prosedurnya sebagai berikut:
batas dasar plasma cortisol ditarik (waktu 0). Kortisol plasma merespon
ACTH secara intravena, 45 menit kemudian sampel darah diambil. Konsentrasi

kortisol seharusnya lebih besar dari pada 20 g/dl.


b. Plasma ACTH: jika gagal menggunakan tes skrining, plasma ACTH dengan
akurat akan mengkategorisasikan dengan insufisiensi adrenal primer (tinggi),
atau sekunder (normal atau rendah).
c. Serum elektrolit: serum sodium biasanya menurun, sementara potassium dan
kalsium biasanya meningkat. Walau pun demikian, natrium dan kalium yang
abnormal dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya aldosteron dan kekurangan
kortisol.
d. ADH meningkat, aldosteron menurun, kortisol plasma menurun dengan tanpa
e.
f.
g.
h.

respons pada pemberian ACTH secara IM (primer) atau secara IV.


Glukosa: hipoglikemia
Ureum/ kreatinin: mungkin meningkat (karena terjadi penurunan perfusi ginjal).
Analisa gas darah: asidosis metabolic.
Sel darah merah (eritrosit): normositik, anemia normokromik (mungkin tidak
nyata/ terselubung dengan penurunan volume cairan) dan hematokrit (Ht)
meningkat (karena hemokonsentrasi). Jumlah limfosit mungkin rendah, eosinofil

meningkat.
i. Urine (24 jam): 17- ketosteroid, 17-hidroksikortikoid, dan 17-ketogenik steroid
menurun. Kadar kortisol bebas menurun. Kegagalan dalam pencapaian atau
peningkatan kadar steroid urin setelah pemeriksaan dengan pemberian ACTH
merupakan indikasi dari penyakit Addison primer (atrofi kelenjar adrenal yang
permanen), walaupun peningkatan kadar ACTH memberikan kesan penyebab
supresi hormone sekunder. Natrium urin meningkat.

18

j. Sinar X: jantung kecil, kalsifikasi kelenjar adrenal, atau TB (paru, ginjal)


mungkin akan ditemukan.
k. CT Scan: Detektor klasifikasi adrenal dan pembesaran yang sensitive
hubungannya dengan insufisiensi pada tuberculosis, infeksi, jamur, penyakit
infiltrasi malignan dan non malignan dan hemoragik adrenal.
l. Gambaran EKG: Tegangan rendah aksis QRS vertical dan gelombang ST non
spesifik abnormal sekunder akibat adanya abnormalitas elektrolik.

2.2.8

Penatalaksanaan
1. Terapi darurat ditujukan untuk mengatasi syok, memulihkan sirkulasi,memberikan
caiaran, pergantian kortikosteroid.

2. Pantau tanda-tanda vital.

19

3. Menempatkan klien pada posisi stengah duduk dengan kedua tungkai ditinggikan.
4. Hidrokortison disuntikan IV, kemudian IVFD D5% dalam larutan normal saline.
Antibiotic dapat di berikan jika infeksi memicu krisis adrenal paada penderita insufisiensi
kronis adrenal.
1.

Kaji stress/keadaan sakit yang menimbulkan serangan akut.


Pengkajian kondisi pasien harus di lakukan dengan ketatuntuk mengenali faktorfaktor lain.

2.

Bila asupan oral (+), IVFD perlahan dikurangi


Asupan peroral dapat di mulai segera setelah pasien dapat menerimanya.secara
perlahan-lahan pemberian infus di kurangi ketika asupan cairan per oral sudah
adekuat,untuk mencegah terjadinya hipovolemia.
3. Bila Kelenjar adrenal tidak berfungsi lagi, perlu dilakukan terapi penggantian
preparat kortikosteroid dan mineralokortikoid seumur hidup.
Penggantian preparat kortilosteroid dan mineralokortikoid bertujuan untuk
mencegah timbulnya kembali insufisiensi adrenal serta krisis addisonian pada
keadaan stress atau sakit.
4. Suplemen penambah garam untuk menghindari kehilangan cairan dari
salurancerna akibat muntah dan diare ( Sudart, 2000 )
2.2.9

Komplikasi
Pasien dengan insufisiensi adrenal berisko tinggi menjadi krisis Addison, dimana
keadaan ini mengancam jiwa karena insufisiensi hormone adrenokortikol atau
penurunan mendadak hormone ini (Camera,2011).
20

1.

2.

3.

Stress
Contohnya seperti infeksi, pembedahan, trauma, perdarahan, atau distress
psikologi.
Penggantian mendadak terapi hormone kortikosteroid
Dimana sering sekali terjadi pada pasien yang kurang pengetahuan tentang
penggantrian terapi.
Kerusakan kelenjar pitiutari
Terjadinya krisis adrenal, gejala dari penurunan glukokortikoid dan mineral
kortikoid hipotensi, takikardi, dehidrasi, hiponatremi, hiperkalemia, hipoglikemia,
demam, kelemahan, kebingungan.Hipotensi bisa menyabakan syok.Kolaps
berhubungan dengan insufisiensi adrenal sering terjadi karena tidak ada respon
dari penggantian pengobatan (vasopresan dan penggantian cairan).Gejala dari
saluran pencernaan bisanya terjadi muntah, diare, nyeri abdomen. Nyeri mungkin
juga terjadi di punggung bawah atau kaki (Camera,2011).
Krisis adrenal sering terjadi pada keadaan klinis seperti tercantum. Seperti
telah disinggung pada pasien ddengan insufisiensi adrenokoterks kronis dapat
mengalamai krisis akut setelah stress apapun yang menguras cadangan fisiologik
mereka

yang

terbatas.

Pasien

yang

mendapatkan

terapi

pemeliharaan

kortikosteroid eksopgen, penghen tian mendadak kortikosteroid atau kegagalan


meningkat dosis steroid sebagai respon terhadap suatu stres akut dapat memicu
krisis adrenal serupa karena ketidakmampuan adrenal yang atrofik untuk
menghasilkan hormone glukokortikoid (Kumar, 2007).
Perdarahan adrenal massif dapat menghancurkan korteks adrenal
sedemikian banyak sehingga terjadi insufisiensi adrenal korteks akut.Keadaan ini
dapat terjadi pada pasien yang mendapat terapi pemeliharaan antikoagulan, pada

21

pasien pasca operasi yang mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, selama


kehamilan, dan pada pasien yang menderita sepsis berat (syndrome waterhousefriderichsen).syndrome waterhouse- friderichsen adalah perdarahan adrenal hebat
dengan sepsis berat yang mengakibatkan Krisis adrenal. Pathogenesis syndrome
ini belum jelas tetapi kemungkinan berkaitan denngan cedera vaskuler akibat
endotoksin disertai koagulasi intravaskuler diseminata (Kumar, 2007).
Syndorm katastrortik ini secara klasik dikaitkan dengan septicemia
neurameningitis, tetapi juga dapat disebakan oleh organism lain, termasuk sepsis
psedomnonas, pneumokokus, dan hemofilis influenza (Camera,2011).
1

Hiponatremia
Hiponatremia (natrium dalam serum rendah) merupakan akibat logis dari
gangguan reabsorbsi natrium dalam tubulus ginjal (Guyton & hall. 2008). Pada
penyakit Addison kelenjar adrenal, hiponatremia diakibatkan oleh hilangnya
natrium ke dalam urin (akibat defisiensi aldosteron) dan gerakan menuju
kompartemen intraseluler (Isselbacher, 2000).

Hiperkalemia
Hiperkalemia diakibatkan oleh kombinasi defisiensi aldosteron, gangguan
filtrasi glomeruler, dan asidosis (Isselbacher, 2000). Kelenjar adrenal tidak
dapat menghasilkan hormon yang merangsang pembuangan kalium oleh ginjal
dalam jumlah cukup sehingga sering menyebabkan hiperkalemia (Guyton &
hall. 2008).

22

Diabetes mellitus
Terapi glukokortikoid yang lama dapat menunjukkan atau memperburuk
diabetes mellitus.Adanya diabetes mellitus atau gangguan toleransi glukosa
dapat mempengaruhi keputusan untuk memberikan terapi hormon adrenal
(Isselbacher, 2000).

Syok hipovolemik
Defisiensi aldosteron dimanifestasikan dengan peningkatan kehilangan natrium
melalui ginjal dan peningkatan reabsorpsi kalium oleh ginjal, kekurangan
garam dapat dikaitkan dengan kekurangan air dan volume, sehingga hal
tersebut dapat mengakibatkan syok hipovolemik (Guyton & hall. 2008).

2.2.10Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Identitas
Usia : berdasarkan angka kejadian usia penderita biasanya 20-50 tahun
Jenis kelamin: untuk jenis kelamin tidak berpengaruh, penyakit ini bisa
menyerang laki-laki maupun perempuan.
b) Keluhan Utama

23

Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.


c) Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca
paru, payudara dan limpoma
d) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala
awal : kelemahan, fatigue, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan
hipoglikemi,

astenia

(gejala

cardinal).

Pasien

lemah

yang

berlebih,

hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila berkurang pada perempuan, hipotensi


arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
e) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang
sama / penyakit autoimun yang lain.
f) Pemeriksaan Fisik
1)

B1:Dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu


pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung, Resonan,terdapat
suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

2) B2 : Ictus Cordis tidak tampak, ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula
line sinistra, redup, suara jantung melemah, Peningkatan denyut jantung /
denyut nadi pada aktivitas yang minimal.
3)

B3 : Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan, kesemutan terjadi disorientasi


waktu, tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan
mental, peka rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
24

4) B4 : Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin


5)

B5 : Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering, bisung usus
, Nyeri tekan karena ada kram abdomen,

6)

B6 : Penurunan tonus otot, Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi


perburukan setiap hari), tidak mampu beraktivitas / bekerja. penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi.

(Monica Ester, Skp. 2009)


2.2.11 Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord
c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan
cairan elektrolit dan glukosa
d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
e) Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

2.2.12 RencanaKeperawatan
a)

Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output


Kriteria hasil :

25

Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)


TTV dbn N : 80 100 x/menit S : 36 37oC TD : 120/80 mmHg
Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
Turgor kulit elastis
Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
Membran mukosa lembab
Warna kulit tidak pucat
Rasa haus tidak ada
BB ideal (TB 100) 10% (TB 100) H
Hasil lab
Ht :
-

Wanita = 37 47 %
Pria = 42 52 %
Ureum = 15 40 mg/dl
Natrium = 135 145 mEq/L
Calium = 3,3 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 1,2 mg/dl

Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer

26

R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon


aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol
2) Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan
pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan
natrium yang berhubungan dengan pengobatan strois
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya.
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume
pengganti.
4) Periksa adanya status mental dan sensori
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama
jaringan otak
5) Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan
diare.
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit
dan mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
6)Berikan perawatan mulut secara teratur
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan
mempertahankan kerusakan membrane mukosa.
7) Berikan cairan oral 1500 cc 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan klien

27

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral.

Kolaborasi
8) Berikan cairan, antara lain :
Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl
0,9% melalui IV 500 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang
sudah terjadi larutan glukosa.
9 )Berikan obat sesuai dosis
Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi
natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah
jantung
Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 30 mg/hr per oral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah
mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan
darah dan gangguan elektrolit.
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun
lambung, berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah

11) Pantau hasil laboratorium


Hematokrit ( Ht)

28

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi


yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan
katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air
sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual mutah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Hb :
- Wanita : 12 14 gr/dl
- Pria : 13 16 gr/dl

Ht :
-

Wanita : 37 47 %
Pria : 42 52 %
29

Albumin : 3,5 4,7 g/dl


Glebulin : 2,4 3,7 g/dl
Bising Usus : 5 12 x/menit
- Nyeri kepala
- Kesadaran kompos mentis
- TTV dalam batas normal
(S : 36 372 oC)
(RR : 16 20 x/menit)
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi
pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian
glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap
makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi

4) Berikan atau bantu perawatan mulut


R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

30

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak
sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7) Berikan Glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan
merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu
penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi
cairan sehubungan dengan glukokortikoid.
c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme,
ketidak seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :
- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
- TTV N : 80 100 x/menit RR : 16 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien

31

R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan
natrium kalium
2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung
berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan
aktivitas
R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung
4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri
selama melakukan aktivitas
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi
pengeluaran tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan
karakteristik tubuh
Kriteria hasil :
- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya
- Dapat beradaptasi dengan orang lain
- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

32

1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal :


perubahan penampilan dan peran
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :
- Teknik relaksasi
- Visualisasi
- Imaginasi
R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri
sendiri
R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan
pigmentasi kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan
harga diri pasien.
5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol
dan gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan
6) Kolaborasi
Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg
R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien
untuk memelihara tingkah laku pasien.
2.3 Krisis addisonian
2.3.1 Pengertian :
33

Suatu keadaan gawat darurat yang berhubungan dengan menurunnya


ataukekurangan hormon yang relatif dan terjadinya kolaps sistem
kardiovaskuler dan biasanya gejala gejalanya non spesifik, seperti muntah dan

2.3.2

nyeri abdomen. (Huetter, 2005)


Habisnya penyimpanan glukokortikoid pada penderita hipofungsi adrenal akibta
trauma, pembedahan, atau stress fisiologis lainnya. (Lippincott, 2011)
Etiologi :
Menurut Kummar, dkk (2007), penyebab terjadinya insufisiensi akut ini

a.

dikarenakakn beberapa hal, antara lain :


Sindrom Waterhouse-Friderichsen
Perdarahan adrenal massif dapat menghancurkan korteks adrenal sedemikian
banyak sehingga terjadi insufisiensi adrenal korteks akut.Keadaan ini dapat terjadi
pada pasien yang mendapat terapi pemeliharaan antikoagulan, pada pasien pasca
operasi yang mengalami koagulasi intravaskuler diseminata, selama kehamilan,
dan pada pasien yang menderita sepsis berat (syndrome waterhousefriderichsen).syndrome waterhouse- friderichsen adalah perdarahan adrenal hebat
dengan sepsis berat yang mengakibatkan Krisis adrenal. Pathogenesis syndrome
ini belum jelas tetapi kemungkinan berkaitan denngan cedera vaskuler akibat
endotoksin disertai koagulasi intravaskuler diseminata (Kumar, 2007).

b.

Penghentian mendadak terapi kortikosteroid jangka panjang


Pasien yang mendapatkan terapi pemeliharaan kortikosteroid eksopgen, penghen
tian mendadak kortikosteroid atau kegagalan meningkat dosis steroid sebagai
respon terhadap suatu stres akut dapat memicu krisis adrenal serupa karena
34

ketidakmampuan

adrenal

yang

atrofik

untuk

menghasilkan

hormone

glukokortikoid (Kumar, 2007)


c.

Stres pada pasien yang sudah mengidap insufisiensi adrenal kronis


Krisis adrenal sering terjadi pada keadaan klinis seperti tercantum. Seperti telah
disinggung pada pasien ddengan insufisiensi adrenokoterks kronis dapat
mengalamai krisis akut setelah stress apapun yang menguras cadangan fisiologik
mereka yang terbatas. (Kumar, 2007)
Pemicu Krisis Addison menurut Camer (2011) adalah :

Stress (infeksi, pembedahan, trauma, perdarahan, atau distress psikologi)


Penggantian mendadak terapi hormone kortikosteroid
2 Dimana sering sekali terjadi pada pasien yang kurang pengetahuan tentang

penggantrian terapi.
3 Setelah pembedahan adrenal
4 Kerusakan kelenjar pitiutari
2.3.3 Patofisiologi
Korteks adrenal memproduksi 3 hormon streroid yaitu hormon
glukokortikoid

(kortisol),

mineralkortikoid

(aldosteron,

11

deoxycoticosterone) dan androgen (dehydroepiandosterone). Hormon


utama yang penting dalam kejadian suatu krisis adrenal adalah produksi dari
kortisol dan adrenal aldolteron yang sangat sedikit.
Kortisol meningkatkan glukoneogenesis dan menyediakan zat - zat
melalui proteolisis, penghambat sintesis protein, mobilisasi asam lemak,dan
meningkatkan pengambilan asam amino di hati. Kortisol secara tidak langsung
meningkatkan sekresii n s u l i n u n t u k m e n g i m b a n g i h p e r g l i k e m i t e t a p i
j u g a m e n u r u n k a n s e n s i t i v i t a s d a r i insulin.Kortisol juga mempunyai
efek anti inflamasi untuk mestabilkan lisosom, menurunkan respon leukositik
dan menghambat produksi sitokin. Aktivitas fagositik dipertahankan tetapi
35

sel mediated imunityhilang pada keadaan kekurangan kortisol dan mensupresi


sintesis adrenokortikotropik hormon ( ACTH).
Aldosteron di keluarkan sebagai respon terhadap stimulasi dari angiotensin
IImelalui

system

renin

angiotensin,

hiperkalemi,

hiponatremi

dan

antagonis dopamin.Efek nya pada target organ primer.Ginjal meningkatkan


reabsorpsi dari natrium dansekresi dari kalium dan hidrogen. Mekanismenya masih
belum jelas, peningkatan darinatrium dan kalium mengaktivasi enzim
adenosine triphosphatase ( Na/K ATPase)yang bertangung jawab untuk
trasportasi

natrium

dan

juga

meningkatkan

aktivitas daricarbonic

anhidraseefek nya adalah meningkatkan volume intravaskuler. Sistem rennin tidak di


pengaruhi oleh glukokortikoid eksogen dan kurangnya ACTH mempunyai efek yang
sangat kecil untuk kadar aldostreron atau kekurangan hormon adrenokortikal
menyebabkan efek yang menyebabkan gejala klinin yang di temukan pada penyakit
adrenal. (Mc phe Sj, 2003)

36

Gambar 1 , Dikutip dari Adddison crisis pathway, Widebertha`s MESSAGE BOARD; available at :
http://pages.zdnet.com/nana200 3/id129,html

37

2.3.4

Manifestasi klinis
Gejala klinis yang mendukung suatu diagnosis krisis adrenal adalah sebagai berikut :
a . S yo k y a n g s u l i t d i j e l a s k a n e t i o l o g i n y a b i a s a n y a t i d a k a d a p e n g a r u h
d e n g a n pemberian resusitasi cairan atau vasopresor.
b. Hipotermia atau hipertermia
Yang berhubungan dengan kekurangan kortisol yaitu cepat lelah, lemah
badan,anoreksia, mual mual dan muntah , diare, hipoglikemi, hipotensi,
hiponatremi
c. Yang berhubungan dengan kekurangan hormon aldosteron yaitu hiperkalemia
danhipotensi berat yang menetap
d. Lain lain tergantung dari penyebab, mungkin didapatkan panas
b a d a n , n y e r i abdomen dan pinggang yang berhubungan dengan perdarahan
kelenjar adrenal (Cooper MS,Stewart PM, 2003)
2.3.5 Pemeriksaan diagnostik
a. Data laboratorium memperlihatkan kadar glukosa darah
y a n g r e n d a h . Biasanya kadar natrium plasma juga rendah tetapi jarang
dibawah 120 meq/L dank a d a r
jarang diatas

7 meq.L.

valium darah

meningkat, tetapi

P e n d e r i t a b i a s a n y a mengalami asidosis

dengan kadar bikarbonat plasma antara 15-20 meq /L. Kadar u r e u m


juga meningkat. Kemungkinan diagnosa juga dapat di lihat dari
a d a n y a eosinofilia dan limpositosis pada SADT, dan adanya gangguan kadar
serum tiroid.
b. Diagnosa paling spesifik yaitu dengan memeriksa kadar ACTH dan
kortisol, jika terdapat banyak waktu. Serum kotisol biasanya kadarnya kurang dari
20 mcg/dltetapi kita dapat menunggu untuk melakukan pemeriksaan ini bila pasien
sudah dapatdistabilkan. Jika akan dilakukan test untuk menstimulasi ACTH setelah

38

memulai

Stessdose

steroid pastikanlah

steroid

sudah

diganti

ke

dexametason karena tidak akanmempengaruhi test.


c. Cara melakukan ACTH test adalah pertama tetapkan kadar kortisol
plasma baseline, kemudian berikan ACTH 250 mcg intavena yang diberi tekanan
kemudian pantau serum kortisol 30-60 menit setelah diberikan ACTH. Kenaikan
kurang dari 9mcg dapat dipikirkan sebagai insuficiensi adrenal.
d. Pada foto thorax harus di cari dan di beri tanda tuberculosis, histoplasmosis,
kegaanasan, sarkoid dan lymphoma.
e. Pada pemeriksaan CT scan abdomen menggmabarkan kelenjar adrenal mengalami
perdaran atropi, gangguan infiltrasi, penyakit metabolic. Perdrahan adrenal terlihat
sebagai bayangan hiperdens, dan terdapat pembesaran kelenjar yang bilateral.
f. Pada pemeriksaan EKG mempelihatkan adanya pemanjangan dari interval QTyang
dapat mengakibatkan ventikular aritmia, gelombang t inverted yang dalam
dapatterjadi pada akut adrenal krisis.
g. Pemeriksaan histologis tergantung dari penyebab kegagalan adrenal . Pada
kegagalan adrenokortikal yang primer, terlihat gambaran infeksi dan penyakit
infiltrative. Pada kegagalan adrenokortikal yang sekunder dapt menyababkan atrofi
kelenjar adreanal. Gmabaran dari perdarahan adrenal bilateral amungkin akan di
2.3.6

temukan gambaran drah saja ( Cooper MS,Stewart PM, 2003).


Penatalakasanaan
Tujuan immediate terapi adalahuntuk mengelolatehhormonyang diperlukandan
mengembalikankeseimbangan cairan danelektrolit. Hidrokortison, 100mgintravena,
diberikansegera, diikuti oleh100 mg setiap 6 sampai 8 jam. Resusitasi cairan juga
segera dengan normal saline dan larutan dekstrosa 5%. Tingkat penggantian cairan
dan elektrolit oleh tingkat deplesi volume, kadar elektrolitserum, dan respon klinis
terhadap terapi (Morton, et al, 2009).

39

Masalah medis atau bedah yang terkait dapat mengindikasikan kebutuhan


untuk tekanan darah invasif dan pemantauan hemodinamik. Tujuan manajemen lain
adalah

untuk

mencegah

komplikasi.

Ini

termasuk

tanda

dan

gejala

ketidakseimbangan elektrolit (hiponatremi dan hiperkalsemi).Monitor pernafasan


dan fungsi kardiovaskuler. Perawat mencari perubahan tekanan darah, denyut jantung
dan irama, warna kulit dan temprature, CRT, dan CVP.Ini adalah risiko hipotensi
ortostatik, bradikardia, dan dysrthmias.Perawat juga memantau tanda neuromuskuler,
seperti kelemahan, berkedut, neuromuskuler, dan parasthesia (Morton, et al, 2009).
Dukungan emosional, penjelasan sederhana, danlingkungan yang
cukupefektifdalam membantu pasien secara emosional melalui krisis fisiologis.
Setelah krisis akut berakhir, pendidikan pasiena dalah tujuan perawatan.Pasien
pendidikan sangat diperlukan karena prognosis akhir tergantung padakemampuan
pasienuntuk memahami dan menindaklanjuti dengan perawatan diri. Perawatan diri
termasuk mengetahui rejimen pengobatan, faktorstres dan efeknya pada penyakit,
dan tanda-tandakrisis yang akan datang, mengenakan tanda medis atau gelang, atau
membawa kartu dompet, dan minum obatyang diresepkan (Morton, et al, 2009).
Krisis adrenal , pasien membutuhkan suntikan langsung dari hidrokortison
melalui pembuluh darah ( intravena ) atau otot ( intramuskular ) . Anda mungkin
menerima cairan infus jika Anda memiliki tekanan darah rendah . Anda akan perlu
pergi ke rumah sakit untuk perawatan dan pemantauan . Jika infeksi yang disebabkan
krisis , Anda mungkin perlu terapi antibiotik(ULCA).
2.4 Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a) Identitas

40

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki laki maupun perempuan yang
mengalami krisis adrenal
b) Keluhan Utama
Pada umumnya pasien mengalami dehidrasi, hipotensi, mengeluh kelemahan,
fatique, nausea dan muntah
2.4.1 Pemeriksaan Fisik
a) Sistem Pernapasan
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu
pernapasan (dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Terdapat pergesekan dada tinggi
P : Resonan
A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi
b) Sistem Cardiovaskuler
I : Ictus Cordis tidak tampak
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
A : Suara jantung melemah
c) Sistem Pencernaan
Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering
Abdomen : I : Bentuk simetris
A: Bising usus meningkat
P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen
P : Timpani
d) Sistem muskuluskeletal dan integumen
Ekstremitas atas : terdapat nyeri
Ekstremitas bawah : terdapat nyeri
Penurunan tonus otot
e) Sistem Endokrin

41

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik
ACTH meningkat
Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin,
cyanosis, pucat, terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku
buku pad ajari, siku dan mebran mukosa.
f) Sistem Eliminasi Urin
Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin
Eliminasi Alvi
Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen
g) Sistem Neurosensori
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu,
tempat, ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka
rangsangan, cemas, koma ( dalam keadaan krisis)
h) Nyeri / kenyamanan
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen,
ekstremitas
i)

Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang
diikuti hipotermi (keadaan krisis)
j) Aktivitas / Istirahat
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu
beraktivitas / bekerja.Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas
yang minimal, penurunan kekuatan dan rentang gerak sendi.
k) Seksualitas

42

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda tanda seks


sekunder (berkurang rambut rambut pada tubuh terutama pada wanita)
hilangnya libido.

l) Integritas Ego
Adanya riwayat riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik
atau pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
(Doenges, 2000; Internasional, Nanda. 2010;)
2.4.2 Diagnosa Keperawatan:
1)
Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
2)
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d defisiensi glukokortikoid.
3) Resiko terhadap penurunan curah jantung b.d menurunnya aliran darah
vena/volume sirkulasi; berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung
2.4.3

(akibat ketidakseimbangan elektrolit).


Intervensi
a. Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output
Kriteria hasil :
Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)
TTV dbn N : 80 100 x/menit S : 36 37oC TD : 120/80 mmHg
Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
Turgor kulit elastis
Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
Membran mukosa lembab
Warna kulit tidak pucat
43

Rasa haus tidak ada


BB ideal (TB 100) 10% (TB 100) H

Hasil lab
Ht :
- Wanita = 37 47 %
- Pria = 42 52 %
Ureum = 15 40 mg/dl
Natrium = 135 145 mEq/L
Calium = 3,3 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer
R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon
aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol
2) Ukur dan timbang BB klien
R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan
pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium
yang berhubungan dengan pengobatan strois
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya.
R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti

44

4) Periksa adanya status mental dan sensori


R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan
otak.

5)

Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan
mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6) Berikan perawatan mulut secara teratur


R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa.
7) Berikan cairan oral 1500 cc 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan kemampuan
klien
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral.

Kolaborasi
8) Berikan cairan, antara lain :
Cairan Na Cl 0,9 %
R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9
% melalui IV 500 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah
terjadi larutan glukosa
R/ dapat menghilangkan hipovolemia
9 )Berikan obat sesuai dosis
Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam

45

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi


natrium sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah
jantung
Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 30 mg/hr per oral
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah
mengakbatkan retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan
darah dan gangguan elektrolit.
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung,
berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
11) Pantau hasil laboratorium
Hematokrit ( Ht)
R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi
yang akan kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh
Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya
kerusakan tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
Natrium
R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan
katena gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal
Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air
sementara itu kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

46

b. nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah, anoreksia)
defisiensi glukortikoid
Kriteria hasil :
- Tidak ada mual mutah
- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Hb :
Wanita : 12 14 gr/dl
Pria : 13 16 gr/dl
Ht :
Wanita : 37 47 %
Pria : 42 52 %
Albumin : 3,5 4,7 g/dl
Glebulin : 2,4 3,7 g/dl
Bising Usus : 5 12 x/menit
- Nyeri kepala
- Kesadaran kompos mentis
- TTV dalam batas normal
(S : 36 372 oC)
(RR : 16 20 x/menit)
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

47

R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi


pencernaan dan absorpsi makanan
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian
glukosa dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari
R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap
makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi
4) Berikan atau bantu perawatan mulut
R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak
sedap, tidak terlalu ramai
R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan
6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi
R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak
7) Berikan Glukosa intravena dan obat obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan
merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu
penyimpanan glukosa sebagai glikogen
8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi
cairan sehubungan dengan glukokortikoid.

48

2. Resiko terhadap penurunan curah jantung b.d menurunnya aliran darah vena/volume
sirkulasi; berubahnya kecepatan, irama dan konduksi jantung (akibat ketidakseimbangan
elektrolit).
Intervensi :
1 Auskultasi TD.Bandingkan kedua tangan dan ukur dengan posisi tidur, duduk, dan
berdiri bila bisa.
R/ Hipotensi ortostatik terjadi karena status cairan sedikit akibat defisiensi aldosteron
2 Evaluasi kualitas dan kesamaan nadi.
R/ Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan/kekuatan nadi.
Ketidakteraturan diduga disritmia, yang memerlukan evaluasi lanjut.
3 Catat terjadinya S3, S4.
R/ S3 biasanya dihubungkan GJK
4 Auskultasi bunyi napas.
R/ Krekels menunjukkan kongesti paru mungkin terjadi karena penurunan fungsi
miokardia
5 Pantau frekuensi jantung dan irama. Catat disritmia.
R/ Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan
terjadinya komplikasi/disritmia yang mempengaruhi fungsi jantung atau meningkatkan
kerusakan iskemik.
6 Kolaborasi berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ Kelebihan latihan meningkatkan konsumsi / kebutuhan oksigen. Meningkatkan
jumlah sediaan oksigen untuk menurunkan disritmia lanjut.
7 Observasi ulang seri EKG.
R/ Memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan, keseimbangan
elektrolit dan efek teraphi obat
8 Pantau data laboratorium : contoh GDA, elektrolit.
R/ Adanya hipoksia menunjukkan kebutuhan tambahan oksigen. Keseimbangan
elektrolit, misal : hiperkalemia sangat besar berpengaruh pada jantung.

49

Daftar Pustaka

Brunner,dkk. 2000. Keperawatan medikal Bedah Edisi 8. Jakarta : EGC


Camera, Ian. M. 2011. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems. Elsevier : Missouri
Davey, Patrick. 2006. At a glace medicine.jakarta: erlangga
Doenges, Marilynn E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC
Greenstein, ben.2010. at glance system endokrin. Jakarta: Erlangga
Guyton & hall. 2008. Kalium dalam cairan ekstraselular. Jakarta : EGC
Huetther SE. Disorders of Adrenal Gland, Alteration of Hormonal Regulatin.In:Mc
Cance KL, Huether SE. The biologic basis for diseases in adult and children. 5thEdition; 2005:
720-728

50

Internasional, Nanda. 2010. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011.


Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
Isselbacher, Kurt J. 2000. Harrison : Prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam.
Jakarta : EGC
Kumar, R, et al. 2007. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC
McPhee SJ. Disorders of the Adrenal Cortex. In: McPhee
S J , L i n g g a p a VR,Ganong WF.eds. Pathophisiology of Diseases. 4th Edition .New York:
McGraw-Hill; 2003 : 597-61
Monica Ester, Skp. 2009. Klien Gangguan Endokrin : Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Price, Sylvia A.2001.Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Ed 4 Buku
2.Jakarta:EGC
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawtan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8.
Vol. 2. Jakarta : EGC.
Sloane, Ethel. (2003). Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Jakarta : EGC
William, Lippincot, 2010, Nursing the series of clinical exelence.Jakarta:
Indeks

51

Anda mungkin juga menyukai