Anda di halaman 1dari 4

Nama

: Amanda Jenica

NIM

: 04011381621189

Kelas

: GAMMA 2016

Prodi

: PSPD

Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia


Setiap bangsa memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita yang berfungsi sebagai
penentu mencapai tujuan. Maka dari itu, suatu bangsa memerlukan ideologi yang kuat dan
jelas guna tujuan yang selaras dalam menjaga ketahanan nasional. Ideologi yang dimaksud
ialah ideologi Pancasila yang merupakan identitas Bangsa Indonesia sendiri sepanjang masa.
Pancasila telah menjadi dasar dan ideologi Negara Indonesia yang kuat dan mengakar dalam
jiwa bangsa yang menjadikan Pancasila terus berjaya sepanjang masa.
Lamanya penjajahan di bumi pertiwi menyebabkan bangsa Indonesia hilang arah
dalam menentukan dasar negaranya. Saat Dr. Radjiman Wediodiningrat selaku Ketua
BPUPKI meminta kepada sidang untuk mengemukakan dasar negara Indonesia, namun
permintaan tersebut menimbulkan anamnesis yang memutar kembali ingatan para pendiri
bangsa ke belakang. Pada sidang pertama BPUPKI, berturut-turut pada tanggal 29 Mei
sampai 1 Juni 1945 disampaikan usulan mengenai dasar negara Indonesia. Muhammad
Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia yaitu: 1.) Peri Kebangsaan, 2.)
Peri Kemanusiaan, 3.) Peri Ketuhanan, 4.) Peri Kerakyatan, dan 5.) Kesejahteraan Rakyat.
Kemudian pada hari selanjutnya, Prof. Dr. Soepomo mengemukakan teori-teori negara yaitu:
1.) Teori negara perseorangan (individualis), 2.) Paham negara kelas, dan 3.) Paham negara
integralistik. Pada tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara ygn
terdiri dari: 1.) Nasionalisme (kebangsaan Indonesia), 2.) Internasionalisme (peri
kemanusiaan), 3.) Mufakat (demokrasi), 4.) Kesejahteraan sosial, dan 5.) Ketuhanan Yang
Maha Esa (Berkebudayaan).
Pancasila merupakan khasanah budaya Indonesia karena nilai-nilainya hidup dalam
sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa kerajaan yang ada di Indonesia. Contohnya
pada perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin disebut sebagai Negara
Indonesia Pertama dengan dasar kesatuan, itu dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila material
yang paling berkaitan satu sama lain, seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan
nilai ke-Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan. Selain itu pada masa
kerajaan Majapahit, istilah Pancasila dikenali dalam buku Negarakertagama karangan Empu
Tantular dimana Pancasila mempunyai arti berbatu sendi yang lima juga pelaksanaan
kesusilaan yang lima. Kedua zaman tersebut dijadikan tonggak sejarah karena pada waktu
itu bangsa telah memenuhi syarat-syarat sebagai bangsa yang mempunyai negara.
Selain zaman kerajaan, yang menjadi salah satu tonggak sejarah yang merefleksikan
dinamika kehidupan kebangsaan yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasi
dalam Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Pancasila sebagai jati diri bangsa
ditemukan kembali pada sidang pertama BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 29 Mei

sampai 1 Juni 1945. Ir. Soekarno menyebutkan kelima dasar bagi Indonesia merdeka pada
tanggal 1 Juni 1945. Namun ada beberapa yang tidak menyukai bilangan lima dan cara beliau
menunjukkan dasar dari segala dasar kelima sila tersebut. Alternatifnya kelima sila tersebut
dapat diperas menjadi Tri Sila atau Eka Sila, namun yang lahir pada tanggal 1 Juni itu adalah
nama Pancasila. Ir. Soekarno terbukti sebagai penggali Pancasila yang merupakan dasar
negara Republik Indonesia diakhir sejarah.
Namun setelah sidang pertama BPUPKI dilaksanakan, terjadi perselisihan sengit yang
disebabkan perbedaan pendapat. Elit Nasionalis Muslim di BPUPKI mengusulkan Islam
sebagai dasar negara, namun dengan kesadaran yang dalam akhirnya terjadi kompromi politik
antara Nasionalis netral agama dengan Nasionalis Muslim untuk menyepakati Piagam Jakarta
agar beberapa kata diganti menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari hal tersebut berarti elit
Muslim sendiri tidak ingin republik yang dibentuk ini merupakan negara berbasis agama
tertentu.
Saat Indonesia akan memproklamasikan kemerdekaanya, pada tanggal 16 Agustus
1945 telah terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan
teks proklamasi. Teks proklamasi disusu oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad
Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda. Salah satu anggota dari golongan
muda yaitu Sukarni mengusulkan agar teks proklamasi ditandatangani oleh Ir. Soekarno dan
Moh. Hatta atas nama Bangsa Indonesia yang kemudian teks tersebut diketik oleh Sayuti
Melik. Isi teks Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat
yang tertuang dalam Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Pada awal dekade tahun
1950-an muncul inisiatif untuk interpretasi ulang Pancasila dan perbedaan perspektif yang
dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh memandang Pancasila tidak hanya
kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial. Kedua, beberapa tokoh menempatkan
Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan
kompromi politik di antara golongan nasionalis netral agama dan nasionalis Islam mengenai
dasar negara.
Dekrit presiden muncul karena adanya pengaruh dua pandangan besar terhadap dasar
negara. Kedua pandangan tersebut berupa mereka yang memenuhi anjuran presiden untuk
kembali ke UUD 1945 dengan Pancasila sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta
sebagai dasar negara, di pihak lainnya menyetujui kembali ke Undang-Undang Dasar Tahun
1945 yang berarti dengan Pancasila seperti yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD yang
disahkan PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Namun kedua usulan tersebut tidak mencapai
kuorum keputusan sidang konstituante.Yang kemudian menyebabkan Presiden Soekarno
mengeluarkan sebuah Dekrit Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959 yang
kemudian dirumuskan secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 di depan Istana
Merdeka. Dekrit Presiden tersebut berisi; 1.) Pembubaran Konstituante, 2.) UUD 1945
kembali berlaku, dan 3.) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Materi pokok dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959, manifesto politik
merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh D.N. Aidit yang disetujui DPA
pada tanggal 30 September 1959 sebagai haluan negara. Oleh karena itu, mereka yang

berseberangan paham memilih taktik gerilya dalam kekuasaan Ir. Soekarno dengan agenda
berbeda. Kepentingan politik mereka berbeda, namun kedua arus tersebut sama-sama
menggunakan Pancasila sebagai justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara
beragam golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu payung besar bernama
Pancasila. Dengan adanya pertentangan yang sangat kuat ditambah carut marutnya
perpolitikan saat itu, maka Ir. Soekarno dilengserkan sebagai Presiden Indonesia melalui
sidang MPRS.
Setelah Ir. Soekarno turun dari jabatan presiden, selanjutntya Jenderal Soeharto
memegang kendali terhadap negara Indonesia yang menyebabkan arah pemahaman terhadap
Pancasila pun mulai diperbaiki. Pancasila dijadikan sebagai political force di samping
sebagai kekuatan ritual. Pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden
Nomor 12 Tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar
negara yaitu: 1.) Ketuhanan Yang Maha Esa, 2.) Kemanusiaan yang adil dan beradab, 3.)
Persatuan Indonesia, 4.) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan atau perwakilan, 5.) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Instruksi tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada tanggal 22 Maret 1978
ditetapkan ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa). Dalam Pedoman Penghayatan dan
Pengalaman Pancasila tersebut terdapat 36 butir nilai dan norma-norma yang terkandung,
yang kemudian pada tahun 1994 dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4.
Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah dengan
menyatakan bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila. Orba tidak akan mengubah
Pancasila dan UUD 1945 melainkan keduanya diperkuat sebagai comparatist ideology.
Kemudian, Pemerintahan Orde Baru menjalankan Azas Tunggal yaitu pengakuan terhadap
Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasila
sebagai pemersatu bangsa. Dikarenakan semakin terbukanya informasi dunia, pengaruh luar
masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan
oleh pemeritah Orde Baru. Kondisi ini bertahan sampai dengan turunnya Presiden Soeharto
pada tanggal 21 Mei 1998.
Pancasila yang merupakan dasar, nilai, dan moral negara Indonesia dalam
kenyataannya digunakan sebagai alat legitimasi politik. Hal tersebut ditandai dengan
hancurnya ekonomi nasional yang menimbulkan berbagai gerakan masyarakat yang
dipelopori oleh mahasiswa cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan moral politik yang
menuntut adanya reformasi di segala bidang politik, ekonomi, dan hukum. Saat Orde Baru
tumbang, Pancasila sebagai dasar negara untuk sementara waktu seolah dilupakan dan
berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Dalam
kehidupan sosial, terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan pada
akhirnya melemahkan persatuan dan kesatuan bangsa negara Indonesia. Di bidang budaya,
kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa mulai berkurang yang mengakibatkan
terjadinya disorientasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi
muda. Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor
diperparah dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia. Terjadi

disorientasi politik kebangsaan dan seluruh aktivitas politik hanya tertuju pada kepentingan
kelompok dan golongan.
Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa Pancasila
sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 adalah dasar
negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam
kehidupan bernegara. Walaupun Indonesia akan menghadapi Amandemen Undang-Undang
Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945, ketetapan tersebut terus
dipertahankan. Selain sebagai dasar negara, pancasila juga menjadi sumber hukum yang
ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang berintikan
Pancasila sebagai sumber hukum dasar nasional.
Pada tahun 2004, Azyumardi Azra menggagaskan bahwa perlunya rejuvenasi
Pancasila sebagai faktor integratif dan salah satu fundamen identitas nasional. Hal tersebut
dikarenakan Pancasila yang semakin pudar di kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Seruan tersebut tampak signifikan karena proses amandemen UUD 1945 saat itu
sempat memunculkan gagasan menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Selain keadaan
tersebut, banyak keadaan lain yang berdampak negatif terjadi yang menyebabkan kegelisahan
publik selama reformasi yang mempertanyakan arah gerakan reformasi dan demokratisasi.
Pada tahun 2009 Dirjen Dikti juga membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi.
Selain TAP MPR, berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali Pancasila
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, contohnya kegiatan yang
diadakan di beberapa perguruan tinggi seperti Kongres Pancasila di Universitas Gajah Mada
dan Simposium Nasional Pancasila & Wawasan Kebangsaan di Universitas Pendidikan
Indonesia. Secara tegas juga disebutkan penempatan Pancasila sebagai sumber segala sumber
hukum negara, sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara dalam
pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan.
Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan
diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Kesadaran tersebut mulai tumbuh kembali
sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian
sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Dari kajian historis Pancasila tersebut kita dituntut untuk
selalu menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Maka dari itu Pancasila harus
secara imperatif kategoris dihayati dan dilaksanakan sebagai dasar negara maupun sebagai
pandangan hidup bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan tidak lupa juga
Pembukaan Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Selain itu kita juga harus konsisten untuk
selalu menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Anda mungkin juga menyukai