Anda di halaman 1dari 9

Sejarah Kabupaten Pasuruan

PASURUAN adalah Bandar Kuno. Pada jaman Kerajaan


Airlangga, Pasuruan sudah dikenal dengan sebutan
Paravan .
Pada masa lalu, daerah ini merupakan pelabuhan yang sangat
ramai. Letak geografisnya yang strategis menjadikan Pasuruan
sebagai pelabuhan transit dan pasar perdagangan antar pulau
serta antar negara.
Banyak bangsawan dan saudagar kaya yang menetap di Pasuruan
untuk melakukan perdagangan.
Hal ini membuat kemajemukan bangsa dan suku bangsa di
Pasuruan terjalin dengan baik dan damai.
Pasuruan yang dahulu disebut Gembong merupakan
daerah yang cukup lama dikuasai oleh raja-raja Jawa
Timur yang beragama Hindu.
Pada dasa warsa pertama abad XVI yang menjadi raja di Gamda
(Pasuruan) adalah Pate Supetak, yang dalam babad Pasuruan
disebutkan sebagai pendiri ibukota Pasuruan.
Menurut kronik Jawa tentang penaklukan oleh Sultan
Trenggono dari Demak, Pasuruan berhasil ditaklukan pada
tahun 1545. Sejak saat itu Pasuruan menjadi kekuatan Islam
yang penting di ujung timur Jawa.
Pada tahun-tahun berikutnya terjadi perang dengan kerajaan
Blambangan yang masih beragama Hindu-Budha.
Pada tahun 1601 ibukota Blambangan dapat direbut oleh
Pasuruan.Pada tahun 1617-1645 yang berkuasa di Pasuruan
adalah seorang Tumenggung dari Kapulungan yakni Kiai Gede
Kapoeloengan yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho I.
Berikutnya Pasuruan mendapat serangan dari Kertosuro sehingga
Pasuruan jatuh dan Kiai Gedee Kapoeloengan melarikan diri ke
Surabaya hingga meninggal dunia dan dimakamkan di
Pemakaman Bibis (Surabaya).
Selanjutnya yang menjadi raja adalah putra Kiai Gedee
Dermoyudho I yang bergelar Kiai Gedee Dermoyudho II
(1645-1657).
Pada tahun 1657 Kiai Gedee Dermoyudho II mendapat serangan
dari Mas Pekik (Surabaya), sehingga Kiai Gedee Dermoyudho II
meninggal dan dimakamkan di Kampung Dermoyudho,

Kelurahan Purworejo Kota Pasuruan. Mas Pekik memerintah


dengan gelar Kiai Dermoyudho (III) himgga meninggal dunia pada
tahun 1671 dan diganti oleh putranya, Kiai Onggojoyo dari
Surabaya (1671-1686).
Kiai Onggojoyo kemudian harus menyerahkan
kekuasaanya kepada Untung Suropati. Untung Suropati
adalah seorang budak belian yang berjuang menentang Belanda,
pada saat itu Untung Suropati sedang berada di Mataram setelah
berhasil membunuh Kapten Tack.
Untuk menghindari kecurigaan Belanda, pada tanggal 8 Februari
1686 Pangeran Nerangkusuma yang telah mendapat restu dari
Amangkurat I (Mataram) memerintahkan Untung Suropati
berangkat ke Pasuruan untuk menjadi adipati (raja) dengan
menguasai daerah Pasuruan dan sekitarnya.

Untung Suropati menjadi raja di Pasuruan dengan gelar


Raden Adipati Wironegoro. Selama 20 tahun pemerintahan
Suropati (1686-1706) dipenuhi dengan pertempuranpertempuran melawan tentara Kompeni Belanda.
Namun demikian dia masih sempat menjalankan pemerintahan
dengan baik serta senantiasa membangkitkan semangat juang
pada rakyatnya.
Pemerintah Belanda terus berusaha menumpas perjuangan
Untung Suropati, setelah beberapa kali mengalami kegagalan.
Belanda kemudian bekerja sama dengan putra Kiai Onggojoyo
yang juga bernama Onggojoyo untuk menyerang Untung
Suropati. Mendapat serangan dari Onggojoyo yang dibantu oleh
tentara Belanda,
Untung Suropati terdesak dan mengalami luka berat hingga
meninggal dunia (1706). Belum diketahui secara pasti dimana
letak makam Untung Suropati, namun dapat ditemui sebuah
petilasan berupa gua tempat persembunyiannya pada saat

dikejar oleh tentara Belanda di Pedukuhan Mancilan Kota


Pasuruan.
Sepeninggal Untung Suropati kendali kerajaan dilanjutkan oleh
putranya yang bernama Rakhmad yang meneruskan perjuangan
sampai ke timur dan akhirnya gugur di medan pertempuran
(1707).
Onggojoyo yang bergelar Dermoyudho (IV) kemudian
menjadi Adipati Pasuruan (1707).
Setelah beberapa kali berganti pimpinan pada tahun 1743
Pasuruan dikuasai oleh Raden Ario Wironegoro.
Pada saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan
yang menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.Pada
saat Raden Ario Wironegoro menjadi Adipati di Pasuruan yang
menjadi patihnya adalah Kiai Ngabai Wongsonegoro.
Suatu ketika Belanda berhasil membujuk Patih Kiai Ngabai
Wongsonegoro untuk menggulingkan pemerintahan Raden Ario
Wironegoro. Raden Ario dapat meloloskan diri dan melarikan diri
ke Malang.
Sejak saat itu seluruh kekuasaan di Pasuruan dipegang oleh
Belanda. Belanda menganggap Pasuruan sebagai kota bandar
yang cukup penting sehingga menjadikannya sebagai ibukota
karesidenan dengan wilayah: Kabupaten Malang, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Bangil.
Karena jasanya terhadap Belanda, Kiai Ngabai Wongsonegoro
diangkat menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Tumenggung
Nitinegoro. Kiai Ngabai Wongsonegoro juga diberi hadiah seorang
putri dari selir Kanjeng Susuhunan Pakubuono II dari Kertosuro
yang bernama Raden Ayu Berie yang merupakan keturunan dari
Sunan Ampel Surabaya.
Pada saat dihadiahkan Raden Ayu Berie dalam keadaan hamil, dia
kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang bernama Raden
Groedo.
Saat Kiai Ngabai Wongsonegoro meninggal dunia, Raden Groedo
yang masih berusia 11 tahun menggantikan kedudukannya
menjadi Bupati Pasuruan dengan gelar Kiai Adipati Nitiadiningrat
(Berdasarkan Resolusi tanggal 27 Juli 1751).
Adipati Nitiadiningrat menjadi Bupati di Pasuruan selama
48 tahun (hingga 8 November 1799). Adipati
Nitiadiningrat (I) dikenal sebagai Bupati yang cakap, teguh

pendirian, setia kepada rakyatnya, namun pandai mengambil hati


Pemerintah Belanda. Karya besarnya antara lain mendirikan
Masjid Agung Al Anwar bersama-sama Kiai Hasan Sanusi
(Mbah Slagah).
Raden Beji Notokoesoemo menjadi bupati menggantikan ayahnya
sesuai Besluit tanggal 28 Februari 1800 dengan gelar
Toemenggoeng Nitiadiningrat II. Pada tahun 1809 Toemenggoeng
Nitiadiningrat II digantikan oleh putranya yakni Raden Pandjie
Brongtokoesoemo dengan gelar Raden Adipati Nitiadiningrat III.
Raden Adipati Nitiadiningrat III meninggal pada tanggal 30 Januari
1833 dimakamkan di belakang Masjid Al Anwar.
Penggantinya adalah Raden Amoen Raden Tumenggung Ario
Notokoesoemo dengan gelar Raden Tumenggung Ario
Nitiadiningrat IVyang meninggal dunia tanggal 20 Juli 1887. Kiai
Nitiadiningrat I sampai Kiai Nitiadiningrat IV lebih dikenal oleh
masyarakat Pasuruan dengan sebutan Mbah Surga-Surgi.
Pemerintahan Pasuruan sudah ada sejak Kiai Dermoyudho I
hingga dibentuknya Residensi Pasuruan pada tanggal 1 Januari
1901. Sedangkan Kotapraja (Gementee) Pasuruan terbentuk
berdasarkan Staatblat 1918 No.320 dengan nama Stads
Gemeente Van Pasoeroean pada tanggal 20 Juni 1918.
Sejak tanggal 14 Agustus 1950 dinyatakan Kotamadya Pasuruan
sebagai daerah otonom yang terdiri dari desa dalam 1
kecamatan. Pada tanggal 21 Desember 1982 Kotamadya
Pasuruan diperluas menjadi 3 kecamatan dengan 19 kelurahan
dan 15 desa.
Pada tanggal 12 Januari 2002 terjadi perubahan status desa
menjadi kelurahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 10
tahun 2002, dengan demikian wilayah Kota Pasuruan terbagi
menjadi 34 kelurahan.
Berdasarkan UU no.22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
terjadi perubahan nama dari kotamadya menjadi kota maka
Kotamadya Pasuruan berubah menjadi Kota Pasuruan.
Nama-nama walikota
No
Nama
Masa Jabatan
1
2
3

Astamoen
Wijono
Badroes Sapari

1949-1950
1950-1950
1950-1955

4
5
6
7
8
9
10
11
12

Soetimboel K
1955-1958
R.I. Abdurachim
1958-1961
Achadoen
1961-1965
RM. Soekiswo
1965-1967
Soejono
1967-1969
A. Hudan Dardiri
1969-1975
Drs. Harjono
1975-1985
Drs. Suhartono
1985-1990
Drs. H. Irwan
1990-1995
Masrur
13
H. Ambjah, SH.
1995-2000
M.Si
14
H. Aminurokhman,
2000-2005
SE. MM
Gambaran Umum
LETAK GEOGRAFIS
Kabupaten Pasuruan terletak diantara 112 33, 55 sampai
dengan 113 05 37 Bujur Timur dan 7 32, 34 sampai dengan 7 57, 20
Lintang Selatan.
. STRUKTUR PENGGUNAAN LAHAN
Kabupaten Pasuruan memiliki Luas Wilayah 1.473,57 Km2
yang terdiri dari :
1. Permukiman : 155,71 Km2
2. Persawahan : 443,11 Km2
3. Tegal : 426,65 Km2
4. Kebun campur : 49,88 Km2
5. Perkebunan : 34,89 Km2
6. Hutan : 282,09 Km2
7. Rawa/danau : 3,08 Km2
8. Tambak/kolam : 31,13 Km2
9. Padang Rumput : 0,14 Km2
10. Tanah tandus/rusak : 22,92 Km2
11. Lain-lain : 23,97 Km2
Berbicara tentang Asal-usul Desa Tosari dak bisa lepas dari sejarah/legenda Tengger,
karena memang pada dasarnya Desa Tosari Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan
berada di daerah Pegunungan Tengger.

Pada zaman dahulu ada sebuah hutan yang ada di Daerah Tengger, hutan tersebut
sangat lebat, kemudian ada di salah seorang (Maaf namanya sudah tidak diketahui lagi)
yang ingin membuka atau membabat hutan tersebut dengan tujuan untuk ditanami dan
dijadikan kebun kopi (pada zaman sesudah V.O.C). Kemudian penduduk daerah
setempat mengetahui ada sebuah mata air (sungai) yang sangat jernih, yang tentunya
sungai tersebut sangat berguna bagi penduduk di sekitarnya untuk pertanian.
Akhirnya dengan keadaan yang demikian, tempat itu oleh penduduk disebut dengan
istilah TOYOKOYO yang artinya air yang dapat menghasilkan kekayaan, karena
nama tersebut dirasa kurang sesuai kemudian dirubah menjadi TOYOSARI yang
maksudnya : Air yang mempunyai nilai yang sangat tinggi. Kemudian nama
TOYOSARI diubah menjadi Tosari.
Itulah kejadian atau sejarah/legenda singkat tentang terjadinya nama Tosari
Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan penduduk Desa Tosari yang
semula dihuni oleh beberapa orang, semakain hari semakin bertambah penghuninya
dan akhirnya terbentuklah suatu kemunitas/masyarakat, sehingga muncul ide-ide
bahwa dengan semakin banyaknya masyarakat perlu adanya pemimpin (Kepolo) atau
pengurus (Pemerintahan) yang bisa mengatur dan mengendalikan masyarakat tersebut
agar dapat mencapai kehidupan yang layak dan aman.
Hari berganti hari bulan berganti bulan dan tahun pun berganti tahun Desa Tosari
Tokoh-Tokoh yang pernah menjabat sebagai Pimpinan/Kepala Desa adalah
sebagai berikut :
1. Bapak Brahim menjabat pada tahun 1920 s/d 1924
2. Bapak Kerto Sastro Pani menjabat pada tahun 1925 s/d 1927
3. Bapak Joyodiwiryo menjabat pada tahun 1928 s/d 1932
4. Bapak Kadar menjabat pada tahun 1933 s/d 1934
5. Bapak Prastowo menjabat pada tahun 1935 s/d 1940
6. Bapak Pingik menjabat pada tahun 1941 s/d 1942
7. Bapak Katarik menjabat pada tahun 1943 s/d 1944
8. Dijabat oleh Sekretaris Desa (Carik).. pada tahun 1945 s/d 1949.
9. Bapak Katarik diangkat kembali pada tahun 1950 s/d 1975
10. Bapak Sugiharto menjabat pada tahun 1976 s/d 1979

11. Bapak Marsikan Atmorejo (Marsikan Atmosarirejo) menjabat pada tahun 1980
s/d 1999
12. Bapak Achmad Subur S.H menjabat pada tahun 2000 s/d 2003
13. Bapak H. Iskandar menjabat pada tahun 2004 s/d Sekarang.
Kepala Desa dalam mengatur dan mengendalikan Pemerintahanya dibantu oleh
Pamong Desa (Perangkat Desa) dan Tokoh-Tokoh masyarakat disamping anggota
masyarakat itu sendiri serta Peran serta juga partisipasi mesyarakat Desa Tosari yang
sangat besar dalam pembangunan di segala bidang maka Desa Tosari tampak makmur,
aman, rukun dan tentram.
ASAL MULA NAMA PASURUAN
Oleh: Imron Rosidi

Dahulu kala, lahirlah seorang anak yang bernama Untung Suropati. Dia dilahirkan dari seorang ibu
yang telah ditinggal mati oleh suaminya. Nama Untung Suropati merupakan nama pemberian neneknya. Nama
itu

memiliki

maksud

agar

putranya

selalu

beruntung

selama

hidupnya.

Sejak Untung Suropati berumur 15 tahun, ibunya meninggal dunia dan dia menjadi anak angkat
Belanda. Meskipun begitu, Untung Suropati sangat membenci Belanda, tetapi dia tidak mengungkapkan secara
langsung

kepada

orang

tua

angkatnya.

Waktu terus berjalan. Untung mulai berani melawan Belanda beserta pasukannya. Atas keberanian
tersebut, Untung Suropati harus masuk penjara di Batavia (yang sekarang menjadi Jakarta). Selama Untung
Suropati berada dalam penjara, kebenciannya terhadap Belanda meluap-luap. Oleh sebab itu, Untung selalu
berusaha menyadarkan rakyat Indonesia yang sama-sama berada di penjara untuk bersatu melawan Belanda.
Ternyata,

seluruh

penghuni

penjara

sepakat

untuk

mendukung

keinginan

Untung

Suropati.

Untung Suropati beserta kawan-kawannya yang berada di penjara setiap hari memikirkan dan mengatur
strategi agar bisa keluar dari penjara. Setelah semua diatur sebaik mungkin, Untung mulai beraksi. Untung dan
semua pengikutnya bersiap melarikan diri dari penjara.
Bagaimana keadaan di luar? bisik Untung kepada penghuni penjara yang dekat pintu keluar.
Aman, jawab salah seorang tahanan lainnya
Untung menggedor-gedor pintu penjara. Penghuni penjara lainnya mengikuti sehingga suasana gaduh.
Dua sipir penjara bergegas membuka pintu penjara tempat Untung berada. Pada saat itulah dua sipir berhasil
dilumpuhkan. Diambilnya kunci penjara yang berada di pinggang sipir. Setiap orang Belanda yang dijumpai
dilumpuhkannya. Untung Suropati dan semua penghuni penjara melarikan diri ke Mataram yang letaknya
cukup jauh dari penjara itu. Selama dalam perjalanan menuju ke Mataram, mereka terus memikirkan apa yang

akan

dilakukan

selanjutnya

untuk

melawan

Belanda.

Mengetahui Untung sudah melarikan diri bersama-sama penghuni penjara lainnya, Komandan pasukan
Belanda sangat marah. Semua pasukan dikerahkan untuk mengejar Untung Suropati dan kawan-kawannya.
Tangkap

Untung

hidup

atau

mati,

perintah

komandan

pasukan

Belanda

Semua pasukan Belanda ditugaskan untuk mencari tahu keberadaan Untung Suropati. Untung Suropati dan
kawan-kawannya merasa di Mataram bukan tempat yang cocok untuk melarika diri. Untung beserta
pengikutnya terus bergerak, yang sampai akhirnya menemukan sebuah daerah yang selama ini mereka cari. Di
daerah ini banyak orang yang mendukung sepak terjang Untung Suropati. Mereka mendirikan tempat
persembunyian yang kokoh dan kuat sebagai tempat tinggal Untung Suropati dan kawan-kawannya. Benteng
itu berpagar hutan bambu yang lebat bahkan sukar ditembus oleh manusia sekali pun. Dari situlah Untung
Suropati menyusun kekuatan dan strategi melawan Belanda. Mereka mulai mengumpulkan semua peralatan
perang, seperti senjata, pedang, keris, dan tombak yang dipersiapkan untuk melawan Belanda.
Belanda terus berusaha mencari tempat persembunyian Untung Suropati. Tentara dan mata-mata
Belanda disebar ke seluruh pelosok untuk mencari dan menemukan tempat persembunyian Untung. Akhirnya
tercium juga tempat persembunyian Untung Suropati. Belanda mengerahkan semua pasukannya menuju ke
daerah Timur untuk menggempur Untung Suropati dan kawan-kawannya. Setelah menempuh perjalanan yang
cukup lama dan melelahkan, sampailah pasukan Belanda di dekat tempat persembunyian Untung Suropati dan
kawan-kawannya. Hanya saja, Belanda merasa kesulitan untuk mendekati tempat persembunyian Untung.
Belanda

tidak

sanggup

menembus

hutan

bambu

yang

lebat.

Belanda dan pasukannya bertambah kebingungan. Setiap ditanya, tak satu pun orang yang mau
menjawab tentang tempat persembunyian Untung Suropati. Mereka selalu diam kalau ditanya. Mereka lebih
memilih menghindar dari pasukan Belanda. Kalaupun mereka mau membantu, itu pun karena mereka diancam
hendak dibunuh. Bahkan, ibu-ibu tua pun yang tidak mengerti apa-apa harus dibunuh karena tidak mau
menunjukkan

persembunyian

Untung.

Belanda kehabisan akal. Sudah berbulan-bulan berada di daerah itu, tetapi sia-sia. Pimpinan pasukan
Belanda memutuskan untuk menyebarkan uang logam di hutan bambu untuk menemukan Untung Suropati.
Disiapkanlah

berkarung-karung

keping

uang

logam.

Belanda mengumumkan kepada seluruh rakyat bahwa di hutan bambu itu akan disebar berkarungkarung keping uang logam. Ternyata Belanda benar-benar melakukannya. Pada hari yang telah ditentukan oleh
Belanda, semua rakyat mulai berbondong-bondong menuju ke tempat yang sudah ditentukan oleh Belanda.
Beribu-ribu keping uang logam ditaburkan di seluruh hutan bambu itu. Di setiap sudut mata memandang, di
situ

terlihat

keping

uang

logam

yang

memancarkan

cahaya

terkena

sinar

mentari.

Masyarakat belum berani mengambil uang logam itu. Mereka takut dengan pasukan Belanda yang
berjaga-jaga. Hutan yang penuh dengan keping uang logam itu mulai menjadi bahan pembicaraan. Di sudutsudut desa, di warung-warung, semua membicarakan tempat yang mirip pasar uang itu. Mereka belum tahu
maksud

Belanda

menyebarkan

beribu-ribu

keping

uang

logam

di

hutan

itu.

Beberapa masyarakat mulai timbul niat untuk bisa memiliki uang logam itu. Salah seorang
memberanikan diri bertanya kepada salah satu prajurit Belanda.
Maaf Menir, bolehkah saya mengambil uang logam itu, tanya Pak Tua yang terlihat gemetaran.
Apa
Anu,

katamu?kata
Menir.

prajurit
Uang

itu

berpura-pura
itu

aku

tidak

mendengar

ambil

ya?

Hem , ya, silakan. Tapi, kamu babat dulu hutan bambu itu, kata prajurit itu dengan suara lantang.
Tanpa berpikir panjang, Pak tua mengambil sabit di rumahnya. Masyarakat berbondong-bondong
mengikuti langkah Pak Tua. Mereka berebut menebang hutan bambu untuk mendapatkan uang logam yang
telah disebar Belanda. Mereka dengan mudah mendapatkan uang logam itu. Sampai akhirnya, tempat
persembunyian Untung Suropati ditemukan pasukan Belanda. Untung beserta pasukannya tertangkap. Orangorang yang mengambil uang logam dan membabat hutan juga ikut ditangkap.
Tempat yang dikenal sebagai pasar uang itu akhirnya terus dikenang warga. Sejalan dengan perjalanan
waktu, bekas hutan bambu tersebut selanjutnya berubah nama menjadi Pasuruan yang sekarang menjadi
salah satu nama kota di Jawa Timur, sedangkan nama Untung Suropati menjadi nama jalan dan sebuah sekolah
yang ada di Pasuruan.

Anda mungkin juga menyukai