Anda di halaman 1dari 10

Sayyidul Mala Muzaqi

B 2014 / 140731604633
Studi Ilmu Kemasyarakatan

PERBANDINGAN TEORI SOSIAL

Teori dari auguste comte vs karl marx


a) Karl Max
Karl Max merupakan tokoh besar aliran klasik dalam bidang filsafat dan
ideologi politik. Ia dilahirkan dikota Trier, Jerman pada 5 Mei 1818. Ia dibesarkan dalam
keluarga borjuis dan berpendidikan. Materialisme historis merupakan istilah untuk
memahami asumsi-asumsi dasar tentang teorinya. Dalam dua buah buku karyanya, Marx
menekankan persoalan pada kebutuhan materil dan perjuangan kelas sebagian akibat
dari usaha-usaha memenuhi berbagai kebutuhan. Menurut pandangan dari Marx sendiri,
ide-ide dan kesadaran manusia tidak lain adalah refleksi yang salah tentang kondisikondisi materil. Dalam hal ini di pusatkan Marx sebagai usaha untuk meningkatkan
revolusi sosialis, sehingga kaum ploretariat dapat menikmati sebagian besar kelimpahan
material yang dihasilkan oleh industri.
Menurut Marx, suatu pemahaman ilmiah yang dapat diterima tentang gejala sosial
menurut si ilmuwan untuk mengambil sikap yang benar terhadap hakikat permasalahan
itu sendiri, penjelasan Marx terhadap materiatlistis tentang perubahan sejarahyang luas.
Penekanan materialistis tersebut berpusat pada perubahan-perubahan cara atau teknik
produksi materil sebagai sumber utama perubahan sosial budaya. Dalam The German
Ideology, Marx menunjukan bahwa manusia enciptakan sejarahnya sendiri selama
mereka berjuang menghadapi lingkungan materilnya dan terliat dalam hubunganhubungan sosial yang tebatas pada proses-proses perjuangan tersebut. Tetapi
kemampuan manusia untuk membuat sejarahnya sendiri dibatasi oleh keadaan
lingkungan materil dan keadaan sosial yang sudah ada.
Perubahan Sosial, menurut Marx, pada dasarnya adalah sebuah struktur (atau
lebih tepatnya serangkaian struktur) yang membuat batas pemisah antara seorang

individu dan proses produksi, produk yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga
memisahkan diri individu itu sendiri. Marx memusatkan perhatian pada kelas sosial,
sebagai salah satu dimensi stratifikasi ekonomi.( Nanang, 2012)
b) Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan
pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap
teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran
manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora
dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna.
Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala
menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap
aspek metodologis. Selain itu, model filsafat positivisme Auguste Comte tampak begitu
mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur kebenaran.
Sebenarnya kebenaran sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan
sepenuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk
berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan cara tertentu.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa berdasarkan hasil studi tentang
perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah, kita bisa menemukan hukum yang
mendasarinya. Hukum ini kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages ( hukum tiga
tahap), yang mana setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya.
Adapun isi hukum tersebut secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif ,
kondisi metafisika yang bersifat abstrak dan saintifik atau positif. Menurut Comte,
pikiran manusia berkembang dengan melewati tiga tahap filsafat yang berbeda dan
berlawanan. Dan tiga tahap pemikiran manusia tersebut, tahap yang pertama pastilah
menjadi titik awal pemahaman manusia dalam memahami dunia, tahap kedua merupakan
tahap transis, emudian tahap ketiga merupakan tahap akhir dan definitif dari intelektuasi
manusia.
c) Perbandingan Teori Auguste Comte dan Karl Marx
Menurut Comte, peradaban manusia terbagi atas teologis, metafisik dan
positivistik. Menurut Comte tahap awal dari pikiran manusia adalah teologi, atau

kepercayaan, dimana pikiran manusia dipengaruhi oleh dogma-dogma agama, yang


hanya didasarkan pada rasa percaya, tanpa ada pembuktian, sehingga ranah dari
perkembangan pemikiran manusia hanya didasarkan pada rasa percaya terhadap
kepercayaan agama. Selanjutnya adalah metafisik, pikiran manusia telah mulai keluar
dari rasa percaya terhadap agama, mereka mulai berfikir, mengapa suatu kejadian atau
peristiwa dapat terjadi sedemikian rupa. Pemikiran manusia pada tahap ini masih
bersifat abstrak dan masih mengadai-andai, ranah pemikiran manusia dalam tahap ini
masih pada ranah ide.
Selanjutnya adalah ranah positivistik, dimana pemikiran manusia manusia
memaski tahap akhir dimana menurut Comte pada tahap ini, manusia tidak hanya
mengandalkan ide saja atau ranah metafisik namun telah mengandalkan panca indra
sebagai tolok ukur kebenaran. Sehingga menurut Comte pengetahuan yang sebenarnya
adalah yang dapat dirasakan oleh panca indra manusia. Filsafat Karl Marx, dipengaruhi
oleh filsafat Hegel dan Feurbach. Filsafat Karl Marx berdasarkan kritik atas Hegel dan
Feurbach, menjadikannya seorang filsuf materialism historis, dimana bukan kesadaran
manusa yang menentukan keadaan, melainkan keadaan sosial yang menentukan
kesadaran. Dimana menurut Marx basis dari tindakan manusia adalah ekonomi, yang
selanjutnya akan berdampak pada kehidupan sosial, politik dan spiritual masyarakat
tersebut.
Jika filsafat Comte dan Marx, perbandiingannya maka dari kedua filsafat tersebut
dapat disimpulkan adalah Manusia sebagai penggerak kehidupan di dunia, dimana dalam
proses menggerakkan dunia tersebut teradapat unsur-unsur yang mempengaruhi yakni,
faktor ekonomi, politik, agama, ideology, dan sains. Dimana unsu-unsur terebut yang
nantinya akan membentuk sebuah masyarakat, dan didalam masyarakat tersebut akan
ada nilai-nilai dan norma-norma yang mengatur manusia, yang selanjutnya akan
memunculkan hukuman dan penghargaan, kebudayaan, seni, pengorganisasian, serta
pelapisan atau kasta pada masyarakat itu sendiri..
Teori dari Emile Durkheim vs Tonnies
a) Emile Durkheim

Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsepkonsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi
social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang
melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan
interaksi

individu

mengembangkan

dalam
sosiologi

masyarakat.
dalam

Inilah

bidang

yang

social

menjadi

dasar

keagamaan

dan

Durkheim
politik.

Perhatian Durkheim yang utama adalah bagaimana masyarakat dapat mempertahankan


integritas dan koherensinya di masa modern, ketika hal-hal seperti latar belakang
keagamaan dan etnik bersama tidak ada lagi. Untuk mempelajari kehidupan sosial di
kalangan masyarakat modern, Durkheim berusaha menciptakan salah satu pendekatan
ilmiah pertama terhadap fenomena sosial. Bersama Herbert Spencer, Durkheim adalah
orang pertama yang menjelaskan keberadaan dan sifat berbagai bagian dari masyarakat
dengan mengacu kepada fungsi yang mereka lakukan dalam mempertahankan kesehatan
dan keseimbangan masyarakat - suatu posisi yang kelak dikenal sebagai fungsionalisme.
Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat lebih daripada sekadar jumlah
dari seluruh bagiannya. Ia memusatkan perhatian bukan kepada apa yang memotivasi
tindakan-tindakan dari setiap pribadi, melainkan lebih kepada penelitian terhadap faktafakta sosial, istilah yang diciptakannya untuk menggambarkan fenomena yang ada
dengan sendirinya dan yang tidak terikat kepada tindakan individu. Ia berpendapat bahwa
fakta sosial mempunyai keberadaan yang independen yang lebih besar dan lebih objektif
daripada tindakan-tindakan individu yang membentuk masyarakat dan hanya dapat
dijelaskan melalui fakta-fakta sosial lainnya daripada, misalnya, melalui adaptasi
masyarakat terhadap iklim atau situasi ekologis tertentu. Perubahan sosial dapat
dideskripsikan dengan membedakan menjadi 2 (dua) tipe solidaritas sosial yaitu
solidaritas mekanis dan solidaritas organis.
Solidaritas mekanis didasarkan pada homogenitas moral dan sosial, sehingga berciri
tradisional, non individualistik/ komunal, keadilan kolektif, properti bersifat komunal,
kehendak komunitas mendominai kehendak individu, kekerabatan, lokalisme, sakral.
Solidaritas organis, masyarakat didasarkan pada individu-individu dengan fungsi
yang berbeda yang dipersatukan oleh peran-peran komplementer. Sehingga berciri
personal, kesamaan kesempatan serta kesederajatan, regulasi kooperasi serta pertukaran,

keseimbangan tugas dan kewajiban dan, otonomi berserikat. Durkheim memandang


pabrik dalam kerangka kerjanya dengan analogi organis. Organisasi industrial adalah
bagian dari sistem sosial atau sosio-teknis (dari suatu pabrik). Sehingga hanya dengan
partisipasi pekerja individual dalam manajemen perusahaan sebuah integrasi sistematis
dapat diperoleh.

b) Tonnies.
Teori tonnies yang paling popular adalah teori tentang tipe masyarakat menurut teori
tonnies mengartikan bahwa masyarakat bukan organisme yang dihasilkan oleh prosesproses biologis. Juga bukan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian individual yang
masing-masing berdiri sendiri, sedang mereka didorong oleh naluri-naluri spontan yang
bersifat menentukan bagi manusia. Masyarakat adalah usaha manusia untuk memelihara
relasi-relasi timbal balik yang mantap. Kemauan manusia mendasari masyarakat.
Berkenaan dengan kemauan itu, Tonnies membedakan antara Zweekwille, yaitu
kemauan rasional yang hendak mencapai tujuan dan Triebwille yaitu dorongan batin
berupa perasaan. Distingsi ini berasal dari Wilhelm Wundu. Berbicara tentang
Zweekwille, apabila orang hendak mencapai suatu tujuan tertentu dan mengambil
tindakan rasional ke arah itu. Triebwille meliputi sejumlah langkah atau tindakan yang
tidak selalu berasal dari akal budi, melainkan dari watak, hati atau jiwa seseorang yang
bersangkutan. Triebwille bersumber pada selera, perasaan, kecenderungan psikis,
kebutuhan biotis, tradisi, atau keyakinan seseorang. Triebwille paling menonjol di
kalangan petani, orang seniman, rakyat sederhana, khususnya wanita dan generasi muda.
Zweekwille lebih menonjol di kalangan pedagang, ilmuan dan pejabat-pejabat serta
generasi tua.
Dengan mengingat manusia adalah makhluk dwi-tunggal yang menyatukan dalam
dirinya baik individualitas maupun sosialitas, maka kita dapat mengatakan bahwa
masyarakatnya selalu akan bercorak entah kurang individualis maupun kurang
kolektivistis, tetapi tidak pernah individualis melulu juga kolektivistis melulu. Perbedaan
logis anatara dua pola dasar tidak berarti bahwa kenyataan dua tipe masyarakat muncul
juga murni dan secara ekstrem.
c) Perbandingan Teori Durkheim dan Tonnies

Dalam teori yang dikemukakan oleh dua tokoh ini yaitu Durkehiem dan Tonnies
sama-sama memiliki keterkaitan didalamnya. Pemikiran Tonnies dan Durkheim jika kita
pahami secara saksama adalah sama. Terlihat dari Tonnies menyebut dua tipe sekelompok
manusia yang hidup dalam persekutuan yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft yang pada
pemikiran Durkheim disebut sebagai tipe solidaritas mekanis dan organis. Dimana dua tipe
solidaritas ini terdapat pada dua tipe persekutuan masyarakat yang telah dijelaskan oleh
Tonnies. Dari masing-masing teori dari dua tokoh tersebut memiliki kesamaan, pada
Durkheim tentang Gemeinscfatf yang sama dengan teori dari Tonnies yaitu solidaritas
mekanik, pada kedua teori ini lebih menekankan hubungan manusia atas dasar hati nurani
dan persaudaraan, adanya kedekatan rasa sehingga terjalin rasa yang kuat antar para
anggota masyarakat. Kemudian yang kedua adalah teori dari Durkheim yaitu Geselscaft
dan dari Tonnies yaitu Solidaritas organic, pada kedua teori ini memberikan gambaran
bahwa hubungan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya lebih kearah
masyarakat modernisasi, ikatan yang ada didalam mereka hanya bersifat sementara.

Teori dari Max Weber Vs Talcot Parsons


a) Max Weber.
Weber merupakan generasi pertama ilmuwan yang memiliki data yang dapat
diandalkan tentang fenomena sejarah dari berbagai belahan dunia. Meskipun
membawanya pada sejumlah pandangan penting, hal ini pun menciptakan masalah serius
dalam memahami karyanya. Seringkali ia terlibat begitu mendalam pada detail histories
sehingga alasan dasarnya dalam melakukan studi sejarah jadi tidak kelihatan.
Weber percaya bahwa sejarah terdiri dari bentangan fenomena spesifik yang tiada
habisnya. Tugas sosiologi adalah mengembangkan konsep-konsep ini, yang digunakan
sejarah dalam analisis kausal tentang fenomena histories spesifik. Weber berusaha
mengombinasikan

yang

spesifik

dan

yang

umum

dalam

upayanya

untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat kehidupan sosial yang begitu
kompleks.
Pelaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan atau harapanharapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan

dibekukan dengan undang-undang. Menurut Weber, tidak semua tindakan yang


dilakukan merupakan tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan yang dilakukan
dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada orang lain.
Contohnya adalah seseorang yang bernyanyi-nyanyi kecil untuk menghibur dirinya
sendiri bukan merupakan tindakan sosial. Namun jika tujuannya untuk menarik
perhatian orang lain, maka itu merukan tindakan sosial.
Contoh lain adalah orang yang dimotivir untuk membalas atas suatu penghinaan
di masa lampau, mengorientasikan tindakannya kepada orang lain. Menurut Weber
Kelakuan sosial juga berakar dalam kesadaran individual dan bertolak dari situ. Tingkah
laku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis, bukan keluarga, negara, partai, dll.
Weber berpendapat bahwa studi kehidupan sosial yang mempelajari pranata dan struktur
sosial

dari luar

saja, seakan-akan tidak ada

inside-story, dan

karena itu

mengesampingkan pengarahan diri oleh individu, tidak menjangkau unsur utama dan
pokok dari kehidupan sosial itu. Sosiologi sendiri haruslah berusaha menjelaskan dan
menerangkan kelakuan manusia dengan menyelami dan memahami seluruh arti sistem
subyektif
b) Talcot Parsons.
Tallcot parson mempunyai teori yang mengemukakan tentang social cybernatic
yang awalnya di kemukakan oleh Durkheim. Menurut talcot parson, masyarakat bukan
persamaan

tetapi

dapat

dikatakan

sebagai

masyarakat

jika

mereka

dapat

mengintegrasikan suatu perbedaan-perbedaan. Didalam integrasi itu terdapat suatu


proses-proses dalam perbedaan. Masyarakat ada jika sudah terbentuk suatu sistem.
Manusia menciptakan suatu hubungan yang bertujuan menciptakan hal-hal yang terdapat
didalam benak kita yang biasa dikatakan dengan super ego. Tallcot parson mengadakan
suatu penelitian yaitu tentang perkembangan masyarakat Eropa. Dalam hal adanya
kekuasaan terhadap gereja. Didalam kekuasaan gereja kelompok yang satu
menghancurkan yang lain. Kekuasaan gereja itu muncul satu mekanisme yang terdapat
dalam hukum dan hukum tersebut telah diterapkan dalam negara tersebut. Tallcot parson
juga berbicara tentang kondisi prasyarat yang artinya menggambarkan masyarakat
melalui proses-proses. Kondisi prasyarat merupakan gambaran yang berjaring-jaring

yang biasa disebut dengan Cyber. Parson sebagai sistem sosial. Esensi sistem sosial
menurut Tallcot Parson disebut dengan Cybernatic.
Menurut Tallcot Parson, walaupun kita mempunyai sebuah konflik tetapi tetap
mempunyai apa yang telah menjadi tujuan awal yang telah di lakukan dengan jelas.
Menurut pendapat dari Tallcot Parson, masyarakat itu saling keterkaitan dalam
menjalankan suatu hubungan atau interaksi, sehingga kondisi satu merupakan prasyarat
dalam kehidupan. Esensi masyarakat itu berawal dari yang kecil menuju yang lebih
besar kemudian menjadi prasyarat. Terdapat proses-proses yang ditandai dalam 4 fungsi,
yaitu sumber ekonomi atau fungsi adaptasi, yang mendorong fungsi adaptasi adalah
menyesuaikan dengan kemampuan. Fungsi adaptasi ini dijalankan oleh sistem ekonomi.
Jika individu mau berkorban maka suatu integrasi membutuhkan sumber daya. Yang
kedua adalah pencapaian tujuan. Didalam pencapaian tujuan terdapat beberapa suatu
tujuan yang harus dijalankan misalnya menentukan tujuan bersama dari suatu kelompok.
Mencari persamaan visi dan misi didalam suatu kelompok.
c) Perbandingan Teori Parson dan Weber .
Dalam teori yang telah dikembangka oleh Parson dan Weber kita dapat
mengetahui tentang peran teori mereka didalam lingkungan sosial. Dari pemikiran
Weber dan Parsons kita bisa melihat bahwa Weber lebih menekankan masyarakat dalam
sebuah struktur birokrasi, sedangkan Parsons hampir sama dengan Weber bahwa dalam
suatu masyarakat untuk menjaga pola dalam masyarakat itu tetap stabil harus ada suatu
aturan masyarakat yang tidak lain itu bisa dikeluarkan oleh struktur dalm birokrasi
seperti pendapat Weber. Jadi pemikiran dua tokoh ini sangat berhubungan satu dengan
yang lain. Pada dasarnya teori dari Parson dan Weber membahas tentang proses,
tindakan dan gejala interaksi sosial yang ada didalam masayarakat. Proses keterkaitan
antara teori dari dua ilmuwan tersebut memberikan asumsi mengenai tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai tindakan yang berkaitan langsung dengan segala
bentuk interaksi dan sosialisasi didalam kegiatan masyarakat. Seperti teori dari
Parson ,masyarakat bukan persamaan tetapi dapat dikatakan sebagai masyarakat jika
mereka dapat mengintegrasikan suatu perbedaan-perbedaan.

Didalam integrasi itu terdapat suatu proses-proses dalam perbedaan.


Masyarakat ada jika sudah terbentuk suatu sistem. Manusia menciptakan suatu
hubungan yang bertujuan menciptakan hal-hal yang terdapat didalam benak kita yang
biasa dikatakan dengan super ego. Kemudian teori dari Weber sendiri ialah , tidak semua
tindakan yang dilakukan merupakan tindakan sosial. Tindakan sosial adalah tindakan
yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada
orang lain. Kelakuan sosial juga berakar dalam kesadaran individual dan bertolak dari
situ. Tingkah laku individu merupakan kesatuan analisis sosiologis, bukan keluarga,
negara, partai, dll. Weber berpendapat bahwa studi kehidupan sosial yang mempelajari
pranata dan struktur sosial dari luar saja.
Keterkaitan antara dua teori diatas dari Parson dan Weber memberikan gambaran
terutama didalam tatanan sosial didalam bermasayarakat, dalam hal ini terdapat berbagai
keterkaitan antara satu dengan yang lainnya. Kehidupan yang ada didalam masyarakat
merupakan kehidupan yang perlu adanya perilaku dan tindakan sosial. Seseorang bisa
dikatakaan masyarakat apabila sudah menjalankan berbagai perbedaan yang ada, serta
sudah menjalankan berbagai macam tindakan sosial yang ada didalam struktur
masyarakat dan sudah adanya suatu sistem didalamnya, interaksi merupakan hal
terpenting didalam masyarakat. Interaksi sendiri dapat dilakukan antar Individu dengan
individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok. Didalam
inetrakisi terdapat perbedaan-perbedaan yang ada antara individu yang satu dengan
individu yang lainnya.
Perbedaan tersebut menurut Parson harus dapat di Integrasikan didalam
masayarakat, karena kita dapat mengetahui sendiri setiap individu memiliki tujuan yang
berbeda-beda akan tetapi dengan perbedaab tersbut harus tetap mencapai suatu tujuan
yang sama didalam masyarakat. Tidak semua kegiatan masyarakat disebut sebagai
tindakan sosial, bisa disebut tindakan sosial apabila tindakan yang dilakukan dengan
mempertimbangkan perilaku orang lain dan berorientasi pada orang lain dan tindaka
tersebut dapat menarik perhatian dari masayarakat yang lainnya. Didalam proses
tindakan sosial seperti interaksi dengan individu lain memerlukan suatu adabtasi
didalamnya, adabtasi tersebut dijalankan bertujuan untuk mencapai suatu maksud dari
tujuan yang ingin dicapai meskipun dalam proses adabtasi tersebut terjadi perbedaan

yang ada, akan tetapi demi tercapainya suatu tujuan awal didalam masayarakat sendiri
sangat memerlukan adanya adabtasi, pentingnya suatu adabtasi karena kita sebagai
makhluk sosial tidak dapat hidup sendri tanpa adanya individu lainnya.

Sumber Rujukan :
Maartono Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Soekanto Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai