B 2014 / 140731604633
Studi Ilmu Kemasyarakatan
individu dan proses produksi, produk yang diproses dan orang lain, dan akhirnya juga
memisahkan diri individu itu sendiri. Marx memusatkan perhatian pada kelas sosial,
sebagai salah satu dimensi stratifikasi ekonomi.( Nanang, 2012)
b) Positivisme Auguste Comte mengemukakan tiga tahap perkembangan peradaban dan
pemikiran manusia ke dalam tahap teologis, metafisik, dan positivistik. Pada tahap
teologis pemikiran manusia dikuasai oleh dogma agama, pada tahap metafisik pemikiran
manusia dikuasai oleh filsafat, sedangkan pada tahap positivistik manusia sudah dikuasai
oleh ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada tahap ketiga itulah aspek humaniora
dikerdilkan ke dalam pemahaman positivistik yang bercorak eksak, terukur, dan berguna.
Ilmu-ilmu humaniora baru dapat dikatakan sejajar dengan ilmu-ilmu eksak manakala
menerapkan metode positivistik. Di sini mulai terjadi metodolatri, pendewaan terhadap
aspek metodologis. Selain itu, model filsafat positivisme Auguste Comte tampak begitu
mengagungkan akal dan panca indera manusia sebagai tolok ukur kebenaran.
Sebenarnya kebenaran sebagai masalah pokok pengetahuan manusia adalah bukan
sepenuhnya milik manusia. Akan tetapi hanya merupakan kewajiban manusia untuk
berusaha menghampiri dan mendekatinya dengan cara tertentu.
Dalam karya besarnya, Comte mengklaim bahwa berdasarkan hasil studi tentang
perkembangan intelektual manusia sepanjang sejarah, kita bisa menemukan hukum yang
mendasarinya. Hukum ini kemudian dikenal sebagai Law of Three Stages ( hukum tiga
tahap), yang mana setiap konsepsi dan pengetahuan manusiawi pasti melewatinya.
Adapun isi hukum tersebut secara berurutan adalah kondisi teologi yang bercorak fiktif ,
kondisi metafisika yang bersifat abstrak dan saintifik atau positif. Menurut Comte,
pikiran manusia berkembang dengan melewati tiga tahap filsafat yang berbeda dan
berlawanan. Dan tiga tahap pemikiran manusia tersebut, tahap yang pertama pastilah
menjadi titik awal pemahaman manusia dalam memahami dunia, tahap kedua merupakan
tahap transis, emudian tahap ketiga merupakan tahap akhir dan definitif dari intelektuasi
manusia.
c) Perbandingan Teori Auguste Comte dan Karl Marx
Menurut Comte, peradaban manusia terbagi atas teologis, metafisik dan
positivistik. Menurut Comte tahap awal dari pikiran manusia adalah teologi, atau
Pemikiran Durkheim secara umum memberikan landasan dasar bagi konsepkonsep sosiologi melalui kajian-kajiannya terhadap elemen-elemen pembentuk kohesi
social, pembagian kerja dalam masyarakat, implikasi dari formasi social baru yang
melahirkan gejala anomie, dan nilai-nilai kolekltif, termasuk juga tentang aksi dan
interaksi
individu
mengembangkan
dalam
sosiologi
masyarakat.
dalam
Inilah
bidang
yang
social
menjadi
dasar
keagamaan
dan
Durkheim
politik.
b) Tonnies.
Teori tonnies yang paling popular adalah teori tentang tipe masyarakat menurut teori
tonnies mengartikan bahwa masyarakat bukan organisme yang dihasilkan oleh prosesproses biologis. Juga bukan mekanisme yang terdiri dari bagian-bagian individual yang
masing-masing berdiri sendiri, sedang mereka didorong oleh naluri-naluri spontan yang
bersifat menentukan bagi manusia. Masyarakat adalah usaha manusia untuk memelihara
relasi-relasi timbal balik yang mantap. Kemauan manusia mendasari masyarakat.
Berkenaan dengan kemauan itu, Tonnies membedakan antara Zweekwille, yaitu
kemauan rasional yang hendak mencapai tujuan dan Triebwille yaitu dorongan batin
berupa perasaan. Distingsi ini berasal dari Wilhelm Wundu. Berbicara tentang
Zweekwille, apabila orang hendak mencapai suatu tujuan tertentu dan mengambil
tindakan rasional ke arah itu. Triebwille meliputi sejumlah langkah atau tindakan yang
tidak selalu berasal dari akal budi, melainkan dari watak, hati atau jiwa seseorang yang
bersangkutan. Triebwille bersumber pada selera, perasaan, kecenderungan psikis,
kebutuhan biotis, tradisi, atau keyakinan seseorang. Triebwille paling menonjol di
kalangan petani, orang seniman, rakyat sederhana, khususnya wanita dan generasi muda.
Zweekwille lebih menonjol di kalangan pedagang, ilmuan dan pejabat-pejabat serta
generasi tua.
Dengan mengingat manusia adalah makhluk dwi-tunggal yang menyatukan dalam
dirinya baik individualitas maupun sosialitas, maka kita dapat mengatakan bahwa
masyarakatnya selalu akan bercorak entah kurang individualis maupun kurang
kolektivistis, tetapi tidak pernah individualis melulu juga kolektivistis melulu. Perbedaan
logis anatara dua pola dasar tidak berarti bahwa kenyataan dua tipe masyarakat muncul
juga murni dan secara ekstrem.
c) Perbandingan Teori Durkheim dan Tonnies
Dalam teori yang dikemukakan oleh dua tokoh ini yaitu Durkehiem dan Tonnies
sama-sama memiliki keterkaitan didalamnya. Pemikiran Tonnies dan Durkheim jika kita
pahami secara saksama adalah sama. Terlihat dari Tonnies menyebut dua tipe sekelompok
manusia yang hidup dalam persekutuan yaitu Gemeinschaft dan Gesellschaft yang pada
pemikiran Durkheim disebut sebagai tipe solidaritas mekanis dan organis. Dimana dua tipe
solidaritas ini terdapat pada dua tipe persekutuan masyarakat yang telah dijelaskan oleh
Tonnies. Dari masing-masing teori dari dua tokoh tersebut memiliki kesamaan, pada
Durkheim tentang Gemeinscfatf yang sama dengan teori dari Tonnies yaitu solidaritas
mekanik, pada kedua teori ini lebih menekankan hubungan manusia atas dasar hati nurani
dan persaudaraan, adanya kedekatan rasa sehingga terjalin rasa yang kuat antar para
anggota masyarakat. Kemudian yang kedua adalah teori dari Durkheim yaitu Geselscaft
dan dari Tonnies yaitu Solidaritas organic, pada kedua teori ini memberikan gambaran
bahwa hubungan antara masyarakat yang satu dengan yang lainnya lebih kearah
masyarakat modernisasi, ikatan yang ada didalam mereka hanya bersifat sementara.
yang
spesifik
dan
yang
umum
dalam
upayanya
untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengkaji hakikat kehidupan sosial yang begitu
kompleks.
Pelaku individual mengarahkan kelakuannya kepada penetapan atau harapanharapan tertentu yang berupa kebiasaan umum atau dituntut dengan tegas atau bahkan
dari luar
inside-story, dan
karena itu
mengesampingkan pengarahan diri oleh individu, tidak menjangkau unsur utama dan
pokok dari kehidupan sosial itu. Sosiologi sendiri haruslah berusaha menjelaskan dan
menerangkan kelakuan manusia dengan menyelami dan memahami seluruh arti sistem
subyektif
b) Talcot Parsons.
Tallcot parson mempunyai teori yang mengemukakan tentang social cybernatic
yang awalnya di kemukakan oleh Durkheim. Menurut talcot parson, masyarakat bukan
persamaan
tetapi
dapat
dikatakan
sebagai
masyarakat
jika
mereka
dapat
yang biasa disebut dengan Cyber. Parson sebagai sistem sosial. Esensi sistem sosial
menurut Tallcot Parson disebut dengan Cybernatic.
Menurut Tallcot Parson, walaupun kita mempunyai sebuah konflik tetapi tetap
mempunyai apa yang telah menjadi tujuan awal yang telah di lakukan dengan jelas.
Menurut pendapat dari Tallcot Parson, masyarakat itu saling keterkaitan dalam
menjalankan suatu hubungan atau interaksi, sehingga kondisi satu merupakan prasyarat
dalam kehidupan. Esensi masyarakat itu berawal dari yang kecil menuju yang lebih
besar kemudian menjadi prasyarat. Terdapat proses-proses yang ditandai dalam 4 fungsi,
yaitu sumber ekonomi atau fungsi adaptasi, yang mendorong fungsi adaptasi adalah
menyesuaikan dengan kemampuan. Fungsi adaptasi ini dijalankan oleh sistem ekonomi.
Jika individu mau berkorban maka suatu integrasi membutuhkan sumber daya. Yang
kedua adalah pencapaian tujuan. Didalam pencapaian tujuan terdapat beberapa suatu
tujuan yang harus dijalankan misalnya menentukan tujuan bersama dari suatu kelompok.
Mencari persamaan visi dan misi didalam suatu kelompok.
c) Perbandingan Teori Parson dan Weber .
Dalam teori yang telah dikembangka oleh Parson dan Weber kita dapat
mengetahui tentang peran teori mereka didalam lingkungan sosial. Dari pemikiran
Weber dan Parsons kita bisa melihat bahwa Weber lebih menekankan masyarakat dalam
sebuah struktur birokrasi, sedangkan Parsons hampir sama dengan Weber bahwa dalam
suatu masyarakat untuk menjaga pola dalam masyarakat itu tetap stabil harus ada suatu
aturan masyarakat yang tidak lain itu bisa dikeluarkan oleh struktur dalm birokrasi
seperti pendapat Weber. Jadi pemikiran dua tokoh ini sangat berhubungan satu dengan
yang lain. Pada dasarnya teori dari Parson dan Weber membahas tentang proses,
tindakan dan gejala interaksi sosial yang ada didalam masayarakat. Proses keterkaitan
antara teori dari dua ilmuwan tersebut memberikan asumsi mengenai tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat sebagai tindakan yang berkaitan langsung dengan segala
bentuk interaksi dan sosialisasi didalam kegiatan masyarakat. Seperti teori dari
Parson ,masyarakat bukan persamaan tetapi dapat dikatakan sebagai masyarakat jika
mereka dapat mengintegrasikan suatu perbedaan-perbedaan.
yang ada, akan tetapi demi tercapainya suatu tujuan awal didalam masayarakat sendiri
sangat memerlukan adanya adabtasi, pentingnya suatu adabtasi karena kita sebagai
makhluk sosial tidak dapat hidup sendri tanpa adanya individu lainnya.
Sumber Rujukan :
Maartono Nanang. 2012. Sosiologi Perubahan Sosial. Raja Grafindo Persada. Jakarta
Soekanto Soerjono. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Pers. Jakarta.