Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan PP No. 51 tahun 2009, Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah
lulus sebagai Apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan Apoteker. Sedangkan,
Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu Apoteker dalam menjalani
Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi,Ahli Madya Farmasi, Analis
Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker.
Masyarakat pada umumnya kurang mengenal profesi Apoteker sebagai salah satu
tenaga kefarmasian. Bahkan, tidak jarang nama Apoteker berubah menjadi penjual
obat atau penunggu apotek. Bagi masyarakat awam, penyedia obat dan segalanya
adalah Dokter. Hal ini memberi pengertian pada mereka bahwa Dokterlah yang
menyediakan segala peralatan medis dan menyediakan obat yang memberi
kesembuhan pada mereka. Apoteker mereka sebut asisten Dokter yang hanya bertugas
memberikan obat kepada pasien ataupun yang menjual obat di Apotek.
Hal itu tidak sesuai dengan PP No. 51 tahun 2009, karena di dalam peraturan
tersebut dipaparkan secara jelas ruang lingkup kefarmasian. Namun, untuk
membuktikan dan menunjukkan jati diri Apoteker yang sebenarnya pada masyarakat
tidaklah semudah yang dibayangkan. Tidak hanya berlandaskan teori namun perlu
keaktifan dari para Apoteker untuk menunjukkan perannya yang sebenarnya. Para
Apoteker harus mampu menguasai nine star pharmacy untuk dapat mengenalkan diri
kepada masyarakat, karena di dalam nine star pharmacy terdapat bagaimana
seharusnya apoteker bersikap. Oleh sebab itu, kami mengambil tema nine star
pharmacy agar apoteker trutama para calon apoteker lebih memahami perannya
sebagai apoteker dan sifar-sifat apa saja yang harus mereka kuasai.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana dampak dari kurangnya penerapan nine star pharmacy oleh para
apoteker?
C. Tujuan
Untuk mengetahui dampak dari kurangnya penerapan nine star pharmacy oleh
para apoteker.
AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

BAB II
PEMBAHASAN
1. Kurangnya penguasaan nine star pharmacy oleh apoteker
Nine star pharmacy

adalah istilah yang diungkapkan World Health

Organization (WHO), untuk menggambarkan peran seorang farmasis dalam


pelayanan kesehatan. Apoteker telah dilengkapi panduan sikap yang harus ada dalam
dirinya mulai sejak ia pertama kali menginjakkan kaki di Universitas. Namun pada
kenyataannya isu tentang tidak kompetennya beberapa lulusan kefarmasian menjadi
bukti nyata bahwa Nine Star Pharmacist tidak diaplikasikan secara baik. Isi dari
Nine Star Pharmacist diantaranya:
a.

Care Giver
Seorang farmasis merupakan profesional kesehatan pemberi pelayanan
kefarmasian kepada pasien, berinteraksi secara langsung, meliputi pelayanan
klinik, analitik, teknik, sesuai dengan peraturan pemerintah no 51 tahun 2009,
misalnya peracikan obat, pemberian konseling, konsultasi, monitoring dan lain
sebagainya.

b. Decision-Maker
Seorang farmasis merupakan seseorang yang mampu menetapkan dan
menentukan keputusan terkait dengan pekerjaan kefarmasian, contohnya
memutuskan dispening, penggantian jenis sediaan, penyesuaian dosis yang
bertujuan agar pengobatan lebih aman, efektif dan rasional.
Seorang Apoteker harus memiliki keberanian dam pikiran yang mantap untuk
menghasilkan keputusan yang baik dan efektif.
c. Communicator
Seorang farmasis haruslah mempunyai keterampilan berkomunikasi yang
baik agar pelayanan kefarmasian dan interaksi serta komunikasi antar tenaga
kesehatan berjalan dengan baik dan kompak.Sebagai contoh, melakukan
kunjungan ke bangsal, atau konsultasi obat kepada pasien.
d. Manager
AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

Seorang farmasis merupakan pengelola dalam berbagai aspek kefarmasian


sehingga kemampuan ini harus ditunjang dengan kemampuan manajemen yang
baik. Contoh pengelola obat seperti Pedagang Besar Farmasi (PBF), seorang
manager Quality Control (QC) di perindustrian, dan lain-lain.
e. Leader
Seorang farmasis harus mampu menjadi pemimpin dalam memastikan terapi
berjalan dengan aman, efektif dan rasional. Misalnya sebagai direktur industri
farmasi (GM), direktur marketing dan seterusnya.
f. Life_Long Learner
Seorang farmasis harus mampu memiliki semangat belajar sepanjang waktu
karena informasi/ilmu kesehatan terutama obat-obatan berkembang dengan pesat.
Para farmasis perlu memperbaharui pengetahuan dan kemampuannya setiap
waktu.
g. Teacher
Seorang farmasis dituntut juga dalam mendidik generasi selanjutnya, baik
secara real menjadi dosen ataupun sebagai seorang farmasis yang mendidik dan
menyampaikan informasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya yang
membutuhkan informasi yang dikuasai oleh seorang farmasis.
h. Research
Seorang farmasis merupakan seorang peneliti terutama dalam penemuan dan
pengembangan obat-obatan yang lebih baik. Disamping itu, farmasis juga dapat
meneliti aspek lainnya seperti data konsumsi obat, kerasionalan obat,
pengembangan formula, penemuan sediaan baru (obat, alat kesehatan dan
kosmetik).
i. Entrepreneur
Seorang

farmasis

diharapkan

terjun

menjadi

wirausaha

dalam

mengembangkan kemandirian serta membantu mensejahterakan masyarakat,

AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

misalnya dengan mendirikan perusahaan obat, kosmetik, makanan, minuman , alat


kesehatan dan lain-lain.
Itulah sikap yang harus ada dalam diri setiap Apoteker. Ketika semua hal
tersebut sudah terpenuhi maka tidak ada keragu-raguan atau rasa minder yang
menjangkit ketika Apoteker berkumpul bersama tenaga kesehatan yang lain.
2. Permasalahan terskait kurangnya penerapan nine star pharmacy oleh apoteker
Ada kondisi bahwa lulusan Apoteker kurang percaya diri ketika berinteraksi
dengan profesi kesehatan lain, misalnya dengan Dokter, ungkap Prof. Elly
Wahyudin, Apt, Ketua APTFI Periode 2011. Kenapa hal tersebut terjadi?
Karena yang bersangkutan tidak tahu apa yang harus dikuasai. Apoteker
kekuatannya adalah penguasaan akan bahan. Bila dia menguasai, maka akan percaya
diri dalam menghadapi Dokter, pasien dan orang lain, tambahnya.
Hal di atas menunjukkan bahwa sebagian Apoteker dikalahkan oleh rasa minder
yang menjangkitnya ketika harus bekerjasama dengan tenaga kesehatan yang lain
terutama dengan dokter. Selain karena kurang menguasai kekuatan pada bidang
kefarmasian, hal itu acap kali disebabkan oleh kurangnya penguasaan nine star
pharmacy oleh para apoteker dan mind set yang terbentuk dengan sendirinya pada
masyarakat bahwa dokter adalah profesi paling elite, paling berpengaruh, paling kaya,
paling dihormati dan paling bergengsi. Sadar atau pun tidak, hal itu membawa bom
bunuh diri kepada tenaga kesehatan, khususnya apoteker yang menuntut ilmu untuk
mendapatkan status sosial yang baik dan bukan bertujuan menerapkan ilmunya untuk
masyarakat. Padahal, masing-masing tenaga kesehatan memiliki bidang tertentu untuk
dikuasai. Dokter dengan diagnosanya, apoteker dengan penguasaan terhadap bahan
obat, perawat dengan skill merawat yang baik yang akhirnya akan menjadi pasangan
yang sempurna untuk membantu masyarakat.
Selain bersaing dengan komentar terkait asisten dokter, para apoteker seringkali
disebut penjual obat. Hal ini pun diakui oleh IAI (Ikatan Apoteker Indonesia) yang
secara tidak langsung IAI mengakui kekurangaktifan apoteker. Masalah demi masalah
terus di bahas terutama pada website IAI bahkan media cetak yakni majalah kesehatan
kefarmasian dan apoteker. Topik utamanya adalah disebutnya apoteker sebagai
penjual obat. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penguasaan nine star pharmacy oleh
AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

para apoteker. Karena apoteker tidak menguasai yang seharusnya ia terapkan ketika
bekerja, maka timbul beberapa masalah. Masalah yang paling diperdebatkan adalah
disebutnya apoteker sebagai penjual obat. Berikut adalah beberapa alasan umum yang
menyebabkan apoteker diberi label Penjual Obat :
1. Apoteker jarang berada di Apotek
Masalah di atas dibahas hampir di semua majalah atau pun website yang
membahas profesi apoteker. Kasus yang paling sering diperbincangkan adalah
lebih tahunya Asisten Apoteker tentang Apotek dibandingkan dengan Apoteker
pemiliknya. Seharusnya Apotekerlah yang paling tahu tentang hal tersebut. Bukan
berarti Asisten Apoteker tidak boleh tahu, namun masalahnya terletak pada
kepasifan Apoteker. Apoteker jarang melayani pasien.
Jarang sekali ditemukan Apotek dengan tulisan Dilayani Langsung Oleh
Apoteker. Hanya beberapa Apotek saja yang telah menerapkan pelayanan
langsung oleh Apoteker. Entah karena Apoteker sibuk dengan urusan seputar
kesehatan ataupun urusan lain. Hal inilah yang menyebabkan kurang dikenalnya
profesi Apoteker oleh masyarakat. Tidak heran jika yang dikenal secara umum
hanyalah Perawat dan Dokter.
Apotek yang sehari-hari ditunggui oleh Asisten Apoteker dan bukan
apoteker, sehingga pasien hanya bertemu dan bertatap muka dengan Asisten
Apoteker. Ketika pasien bertanya dan Asisten Apoteker tidak mampu menjawab
maka apotekerlah yang dicap kurang kompeten. Hal ini karena pasien tidak peduli
apakah yang menunggui apotek adalah Apoteker ataupun Asisten Apoteker, yang
pasien pikirkan dan tahu adalah yang menunggui apotek pastilah apoteker.
Akan menjadi hal yang berbeda jika apotekerlah yang menunggui apotek.
Apoteker akan menguasai apoteknya. Ia akan lebih tahu pasien yang datang dan ia
bias memutuskan segala hal yang berkaitan dengan apoteknya. Sebagai gambaran,
berikut adalah berita yang tersemat di dalam majalah Medisina.
Ada sebuah apotek bernama Apotek Abadi Jaya yang berada di dalam
kompleks Pasar Modern Serpong, Tangerang Selatan. Apotek akan di tutup
bila apoteker pergi walau satu menit sekalipun.
Tidak ada asisten apoteker, petugas kasir dan pegawai ituasi lainnya
yang mengurus pembelian dan keuangan. Semuanya dilaksanakan oleh
apotekernya sendiri yang merangkap pemilik sekaligus petugas kebersihan
apotek. Yang paling menarik adalah tulisan besar terpampang di depan apotek
Di layani langsung oleh apoteker. Jam buka apotek di batasi dari jam 7
hingga jam 15.30.
AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

Menurut Dedy Sumarto (pemilik apotek dan apoteker) motonya


adalah melayani kebutuhan obat yang bermutu dengan harga murah. Ada
yang menarik melihat konsumen yang datang ke Apotek Jaya Abadi yag
berada di tengah pasar tersebut. Entah karena terbawa mood membali daging
dan sayuran, rata-rata mereka menawar ketika membeli obat. Dedy Sunarto
kerap menurunkan harga memenuhi permintaan mereka suatu yang hampir
tak pernah di temukan di apotek pada umumnya.
Ada beberapa kota/ kabupaten yang mengeluarkan perda bahwa suatu
apotek harus memiliki dua apoteker dan dua asisten apoteker, hal ini dapat
menjadi ganjalan bagi apoteker yang ingin praktek mandiri seperti apoteker
Dedy Sunarto.
Itulah berita yang dikutip dari majalah Medisina. Dedy Sunarto adalah
gambaran apoteker yang menguasai secara benar keprofesiannya sebagai apoteker.
2. Apoteker jarang bersosialisai dengan masyarakat
Umumnya ketika seorang pasien datang menebus obat ke apotek, apoteker
jarang memberi penjelasan kepada pasien tentang berapa jam jarak obat diminum
agar efektif, obat diminum dengan air biasa, teh ataukah susu. Kurangnya
sosialisasi apoteker tersebut menunjukkan bahwa apoteker tidak menerapkan nine
star pharmacy nomer tiga yakni Comunicator yang mengharuskan seorang
apoteker memiliki kemampuan komunikasi yang baik.
Kerap kali apoteker juga menerangkan aturan obat secara cepat seperti Ini
diminum 3 kali sehari, sedangkan obat ini diminum dua kali sehari dan obat ini
diminum satu kali. Pasien yang tidak mengetahui aturan-aturan seperti hal itu
akan bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya. Akhirnya pasien hanya
menurut dan ketika ia lupa dengan penerangan apoteker karena apoteker tersebut
menerangkan dengan cepat maka pasien akan menerka-nerka apa yang harus
dilakukannya karena biasanya pasien enggan kembali ke apotek untuk bertanya.
Hal ini tentu saja berbahaya bagi pasien. Seperti yang diketahui, obat dapat
menyembuhkan namun juga dapat menjadi racun, seharusnya apoteker dapat
bersikap secara lebih baik untuk meminimalisasikan kesalahan yang dilakukan
oleh pasien
3. Kurangnya pengertian terhadap keprofesian apoteker
Berbagai masalah serta penyebab-penyebab permasalahan di atas menunjukkan
kurang aktifnya apoteker dalam menerapkan nine star pharmacy. Hal ini tidak boleh terus
dibiarkan, jika hal tersebut berlanjut maka profesi apoteker tidak akan dikenal dan
diapresiasi oleh masyarakat.
3. Solusi yang ditawarkan
AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

Apa yang seharusnya dilakukan Apoteker untuk menerapkan secara benar


nine star pharmacy dan membuat masyarakat mengetahui peran serta fungsinya
sebagai salah satu tenaga kesehatan, bukan sebagai asisten dokter, bukan sebagai
penjual obat dan bukan sebagai penunggu apotek? Jawabannya adalah sebagai
berikut:
1. Penguasaan nine star pharmacy harus ditingkatkan
Solusi yang paling ampuh untuk meminimalisai masalah-masalah tersebut di
atas adalah penguasaan apoteker terhadap nine star pharmacy. Karena memang
kurangnya penerapan terhadap nine star pharmacy menjadi akar dari kurang
kompetennya apoteker. Sebagai seorang apoteker tentu harus memiliki
kompetensi yang semestinya.
Nine star pharmacy

yakni care giver, decision-maker, communicator,

manager, leader, life_long learner, teacher, research dan entrepreneur harus


dikuasai oleh masing-masing apoteker.
2. Dilakukannya perubahan mendasar tentang praktik Apoteker, mulai dari
definisi, paradigm, maupun suprastruktur dan infrastruktur yang berkaitan
dengan praktik Apoteker.
Untuk memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan, baik UU No.
36 tahun 2009 mau pun Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, harus dilakukan
perubahan mendasar tentang praktek Apoteker, mulai dari definisi, paradigma,
maupun suprastruktur dan infrastruktur yang berkaitan dengan praktek Apoteker.
Salah satu yang harus dilakukan perubahan secara mendasar dan paling
menentukan arah dan pengembangan profesi Apoteker adalah pendidikan tinggi
farmasi sebagai produsen Apoteker. Hal tersebut diungkapkan oleh Nunut
Rubiyanto, S. Si, Apt dalam tulisannya Quo Vadis Pendidikan Tinggi Farmasi
Indonesia? pada Majalah Medisina.
3. Melihat Perkembangan
Ilmu itu tidak tetap. Ilmu selalu berubah. Hari ini, bias saja A itu sama
dengan B, namun belum tentu satu tahun lagi A masih sama dengan B.
Seorang Apoteker harus tetap meng-update ilmu yang dimilikinya.
Contohnya: ketika Apoteker tersebut sudah memiliki bidang spesifikasi, maka ia
harus mencari tahu hal-hal terbaru apa saja yang sedang berkembang dalam
bidangnya tersebut.
4. Mengenali diri sendiri

AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

Menurut

Elly Wahyudin, Apt, Ketua APTFI Periode 2011, untuk

kedepannya Apoteker harus mengenali diri sendiri, tentang kekuatan seorang


Apoteker.
Sudah semestinya para tenaga kesehatan mengetahui bidang dan batasan
masing-masing sehingga tidak terjadi tumpang-tindih tugas yang diemban masingmasing, khususnya bagi Apoteker.
Keunggulan Apoteker adalah menguasai bahan-bahan obat yang dapat
dijelaskannya secara detail dan rinci. Hal itu menjadi sumber kepercayaan diri
bagi

Apoteker.

Ketika

Apoteker

telah

menguasai

secara

benar

jalan

keprofesiannya, maka tidak ada ruang bagi rasa minder ketika berhadapan dengan
siapapun karena ia menguasai bidangnya, ia mengenal dirinya sendiri serta
kekuatan profesinya dan ia tahu bahwa tujuannya ada adalah agar ia dapat berguna
bagi masyarakat.
Konsep yang saat ini juga harus diubah adalah menjadikan apotek bukan sebagai toko
obat, tetapi sebagai unit usaha yang berorientasi profesi. Sehingga yang dinilai sebagai
benefit adalah aktifitas profesi yang tidak dimiliki oleh pembeli, namun dapat dirasakan
manfaatnya. Yang paling utama profesi harus dibarengi dengan penerapan nine star of
pharmacy. Hal itu karena dalam pengolahan unit usaha kefarmasian diperlukan kemampuan
managerial, inovasi, dan keativitas apoteker.
Ketika Apoteker gencar menunjukkan diri kepada masyarakat dengan segala
klasifikasi yang memenuhi, skill yang mumpuni, pengetahuan luas yang ia miliki dan
penerapan nine star pharmacy secara benar dan sungguh-sungguh maka kalimat Apoteker
Penjual Obat tidak akan terlontar dari dari masyarakat.

AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nine star pharmacy adalah istilah yang diungkapkan World Health Organization
(WHO), untuk menggambarkan peran seorang farmasis dalam pelayanan kesehatan.
Banyak permasalahan yang timbul karena apoteker kurang menerapkan nine star
pharmacy .
Permasalahan yang sering kali diperbincangkan adalah apoteker sebagai penjual
obat. Hal ini dikarenakan beberapa permasalahan, yakni :
1. Apoteker jarang berada di Apotek
2. Apoteker jarang bersosialisai dengan masyarakat
3. Kurangnya pengertian terhadap keprofesian apoteker
Permasalahan yang paling utama adalah karena apoteker kurang menguasai nine
star pharmacy .
Solusi yang ditawarkan atas-permasalahn-permasalahan tersebut adalah :
1. Penguasaan nine star pharmacy harus ditingkatkan
2. Dilakukannya perubahan mendasar tentang praktik Apoteker, mulai dari definisi,
paradigm, maupun suprastruktur dan infrastruktur yang berkaitan dengan praktik
Apoteker.
3. Melihat Perkembangan
4. Mengenali diri sendiri

B. Kritik dan Saran


Apoteker memang seharusnya menguasai kompetensi baru kemudian dapat
dikatakan apoteker sejati. Penyelenggara pendidikan farmasi juga harus memberi
perhatian khusus untuk mutu lulusan farmasi.

AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

DAFTAR PUSTAKA
1. http://ilmu-kefarmasian.blogspot.com/2013/06/9-stars-ofpharmacist.html
2. http://www.ikatanapotekerindonesia.net/articles.html
3. Majalah MEDISINA Edisi XV Maret 2012-Mei2012
4. Majalah MEDISINA Edisi XIII Juli-Agustus 2011

AJUO | Kelompok 1 Farmasi_E

Anda mungkin juga menyukai