Anda di halaman 1dari 16

TUGAS PAPER

Universitas Negeri Jakarta


2014

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................................................................................... 2


BAB I ...................................................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN .................................................................................................................................................. 3
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................................................................. 3
B. Identifikasi Masalah ..................................................................................................................................... 4
C. Batasan Masalah .......................................................................................................................................... 4
D. Rumusan Masalah ........................................................................................................................................ 4
BAB II..................................................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ..................................................................................................................................................... 5
A. Pengertian Otonomi Daerah ......................................................................................................................... 5
B. Kebijakan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup .......................................................................... 6
C. Kebijakan Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan .......................................................................... 7
D. Potret Lingkungan Hidup Di Daerah ........................................................................................................... 8
E. Permasalahan Dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah ..................................................... 10
F.

Dampak Otonomi Daerah Pada SDA ........................................................................................................ 13

BAB III ................................................................................................................................................................. 15


KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................................. 15
Kesimpulan........................................................................................................................................................ 15
Saran .................................................................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................................... 16

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Otonomi Daerah adalah kewenangan Daerah Otonom untuk mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan (pasal 1 huruf (h) UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah).Daerah Otonom, selanjutnya disebut Daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat
setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (pasal 1 huruf (i) UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah).
Tampilan Otonomi Daerah yang begitu paradoks tidak dapat dilepaskan dari pendekatan politik
kekuasaan dalam penyusunan Undang-Undang. Pemerintahan Daerah baik UU 22 tahun 1999 maupun
UU 32 tahun 2004, yang motovasi utamanya untuk menghindarkan diri dari disintegrasi, sementara
semangat untuk membangun demokrasi di tingkat lokal tidak mendapatkan porsi yang memadai.
Penyelenggaraan pemerintah daerah , sesuai dengan UUD 1945, yang mengatur dan mengurus sendiri
urusan pemerintahan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraaan masyarakat melalui peningkatan,
pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing daerah. Otonomi
daerah merupakan realisasi dari ide desentralisasi (Imawan, 2005). Daerah otonom merupakan wujud
nyata dan dianutnya asas devolusi dan dekonsentrasi sebagai makna dari desentralisasi sendiri. Dalam
konteks ini, otonomi harus dipahami secara fungsional. Maksudnya, orientasi otonomi seharusnya pada
upaya pemaksimalan fungsi pemerintahan (pelayanan, pengaturan, dan pemberdayaan) agar dapat
dilakukan secepat, sedekat, dan setepat mungkin dengan kebutuhan masyarakat.
Pada hakekatnya, otonomi merupakan wujud nyata desentralisasi. Dalam bahasa yang sederhana
otonomi adalah suatu keadaan yang tidak tergantung pada siapa pun. Dalam bahasa yang lebih politis,
dalam konteks hubungan pusat-daerah, otonomi merupakan sebuah kewenangan yang dimiliki oleh
daerah untuk mengatur sistem administrasi birokrasi, keuangan, kebijakan publik, dan hal-hal lain,
dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama. Penerapan desentralisasi dan
otonomi daerah di Indonesia, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika kita, yang terdiri dari ribuan pulau,
ratusan kultur dan subkultur yang menyebar di seluruh nusantara. Dengan berdasarkan pada variasi
lokalitas yang sangat beragam itu, maka sangat tepat untuk menerapkan otonomi daerah. Hal ini akan
memberi peluang seluas luasnya bagi tiap daerah untuk berkembang sesuai potensi alam dan sumber
daya manusia yang ada di masing masing daerah dan kemudian akan menciptakan suasana kompetisi
antar daerah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi rakyatnya. Konstruksi yuridis UU 22 tahun 1999
maupun UU 32 tahun 2004 hanya menggeser pusat kekuasaan dari elit politik pusat kepada elit politik
daerah sebagai bentuk akomodasi politik kekuasaan terhadap usaha memisahkan diri dari NKRI yang
sebagiannya dikomandani oleh elit politik daerah, sementara konstruksi yang mampu menciptakan
tatanan yang cheks and balance antara masyarakat dan pemerintahan daerah dilupakan oleh UU ini.
Dalam hal hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah bisa kita sebut telah ada
desentralisasi namun dalam hubungan antara pemerintah daerah dengan masyarakat tetap
mempertahankan sentralisasi. Padahal sentralisasi dengan beragam bentuknya terbukti telah
3

menyengsarakan bangsa Indonesia selama kurang lebih 60 tahun, namun nampaknya kita tidak mau
belajar dari pengalaman masa lalu dan ingin masuk pada jurang yang sama. Motivasi untuk
menghindarkan diri dari disintegrasi bukannya tidak penting, namun harus diletakkan dalam bingkai
yang lebih strategis dan jangka panjang, yaitu demokratisasi di tingkat lokal yang mensyaratkan adanya
kesimbangan peran antara elit politik lokal dengan masyarakat. Masyarakat secara yuridis harus
diletakkan sebagai subyek, sebagai sumber hukum dari kebijakan yang akan diambil, sementara
Pemerintah dan DPRD sebagai fasilitator untuk mengartikulasikan kebutuhan dan aspirasi rakyat, relasi
yang demikian tidak bisa hanya diletakkan dalam aras teori atau aras filosofis dari UU Pemerintahan
Daerah, namun harus dikonstruksi secara yuridis agar relasi yang seimbang tersebut mendapatkan
perlindungan hukum yang memadai. Sumber penyimpangan yang terjadi di daerah amat tekait dengan
kelemahan yuridis UU Pemerintahan Daerah yang tidak meletakkan peran Pemerintah Daerah, DPRD
dan masyarakat secara seimbang namun tersentral pada Pemerintah Daerah dan DPRD, sehingga
kebijakan yang diproduk hanya untuk melayani kepentingan dan ambisi pribadi atas nama Pemerintah
daerah dan DPRD sementara kepentingan masyarakat yang seharusnya diprioritaskan diabaikan bagai
angin lalu saja. UU Pemerintahan Daerah merupakan karya DPR dan Pemerintah sehingga mereka tidak
dapat begitu saja melepas tanggungjawab atas bopengnya wajah Pemerintah Daerah kita.

B. Identifikasi Masalah
Saat berbicara mengenai otonomi daerah, erat kaitannya dengan kebijakan-kebijakan yang
diambil daerah untuk menjalankan kekuasaan dan tanggung jawabnya terhadap daerah otonom yang
dikuasainya. Kebijakan-kebijakan tersebut pasti menimbulkan suatu permasalahan dalam berbagai
bidang kehidupan, terutama dalam bidang lingkungan. Permasalahan ini tidak bisa diabaikan begitu saja,
mengingat bahwa lingkungan memberikan kontribusi begitu besar bagi keberlangsungan kehidupan
manusia.
Permasalahan-permasalahan yang timbul akibat kebijakan otonomi daerah tadi membutuhkan
solusi atau upaya agar lingkungan tidak semakin kritis. Selain itu, kebijakan-kebijakan otonomi daerah
juga menimbulkan dampak bagi lingkungan, terutama jika dilihat dari segi sumber daya alam.

C. Batasan Masalah
Dalam paper ini, agar pembahasan masalah tidak terlalu luas sehingga dapat mengaburkan masalah
yang sebenarnya, maka perlu dibuat batasan masalah. Adapun pembatasan masalah yang akan dibahas
antara lain :
1. Kebijakan daerah dalam pengelolaan lingkungan hidup.
2. Penerapan kebijakan daerah dan permasalahan yang ditimbulkannya serta upaya yang dapat
dilakukan.
3. Dampak dari kebijakan daerah terhadap lingkungan, terutama dari segi sumber daya alam.

D. Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.

Dalam paper ini, kami akan membahas :


Apa saja kebijakan pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan oleh daerah?
Bagaimana potret lingkungan hidup di daerah?
Apa saja permasalahan lingkungan yang timbul akibat dari penerapan kebijakan yang dibuat oleh
daerah? Dan apa upaya yang dilakukan?
Apa saja dampak yang ditimbulkan terhadap sumber daya alam?
4

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Otonomi Daerah

Otonomi berasal dari 2 kata yaitu, auto berarti sendiri dan nomos berarti rumah tangga atau
urusan pemerintahan. Dengan demikian otonomi berarti mengurus rumah tangga sendiri. Dengan
mendampingkan kata otonomi dengan kata daerah, maka istilah mengurus rumah tangga sendiri
mengandung makna memperoleh kekuasaan dari pusat dan mengatur atau menyelenggarakan rumah
tangga pemerintahan daerah sendiri.
Pengertian yang berdasarkan pada aturan yang ditetapkan oleh Pemerintahan Daerah. Pengertian
yang memliki kaitan dan hubungan dengan otonomi daerah yang terdapat didalam Undang-Undang,
yaitu sebagai berikut :
1. Pemerintah daerah yaitu penyelenggaraan urusan di dalam suatu daerah.
2. Penyelenggaran urusan pemerintah daerah tersebut harus menurut asas otonomi seluas-luasya dalam
prinsip dan sistem NKRI sebagaimana yang dimaksudkan di dalam UUD 1945.
3. Pemerintah Daerah itu meliputi bupati atau walikota, perangkat daerah seperti lurah, camat serta
gubernur sebagai pemimpin pemerintahan daerah tertinggi.
4. DPRD adalah lembaga pemerintahan daerah di mana di dalam DPRD duduk para wakil rakyat yang
menjadi penyalur aspirasi rakyat. Selain itu DPRD adalah suatu unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
5. Otonomi daerah adalah wewenang, hak, dan kewajiban suatu daerah otonom untuk mengurus dan
mengatur sendiri urusan pemerintahan dan mengurus berbagai kepentingan masyarakat yang berada
dan menetap di dalam daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
6. Daerah otonom adalah suatu kesatuan masyarakat yang berada di dalam batas-batas wilayah dan
wewenang dari pemerintahan daerah di mana pengaturannya berdasarkan prakarsa sendiri namun
sesuai dengan sistem NKRI.
7. Di dalam otonomi daerah di jelaskan bahwa pemerintah pusat adalah Presiden Republik Indonesia
sebagaimana tertulis di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

B. Kebijakan Daerah dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup

Sesuai dengan Undang-undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan PP No. 25
Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, dalam
bidang lingkungan hidup memberikan pengakuan politis melalui transfer otoritas dari pemerintah pusat
kepada daerah, yaitu:
a. Meletakkan daerah pada posisi penting dalam pengelolaan lingkungan hidup.
b. Memerlukan prakarsa lokal dalam mendesain kebijakan.
c. Membangun hubungan interdependensi antar daerah.
d. Menetapkan pendekatan kewilayahan.
Dapat dikatakan bahwa konsekuensi pelaksanaan UU No. 32 Tahun 2004 dengan PP No. 25
Tahun 2000, Pengelolaan Lingkungan Hidup titik tekannya ada di Daerah, maka kebijakan nasional
dalam bidang lingkungan hidup secara eksplisit PROPENAS merumuskan program yang disebut
sebagai pembangunan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Program itu mencakup :
1. Program Pengembangaan dan Peningkatan Akses Informasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk memperoleh dan menyebarluaskan informasi yang lengkap
mengenai potensi dan produktivitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup melalui inventarisasi
dan evaluasi, serta penguatan sistem informasi. Sasaran yang ingin dicapai melalui program ini
adalah tersedia dan teraksesnya informasi sumber daya alam dan lingkungan hidup, baik berupa
infrastruktur data spasial, nilai dan neraca sumber daya alam dan lingkungan hidup oleh masyarakat
luas di setiap daerah.
2. Program Peningkatan Efektifitas Pengelolaan, Konservasi dan Rehabilitasi Sumber Daya
Alam
Tujuan dari program ini adalah menjaga keseimbangan pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya
alam dan lingkungan hidup hutan, laut, air udara dan mineral. Sasaran yang akan dicapai dalam
program ini adalah termanfaatkannya, sumber daya alam untuk mendukung kebutuhan bahan baku
industri secara efisien dan berkelanjutan. Sasaran lain di program adalah terlindunginya kawasankawasan konservasi dari kerusakan akibat pemanfaatan sumberdaya alam yang tidak terkendali dan
eksploitatif.
3. Program Pencegahan dan Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup
Tujuan program ini adalah meningkatkan kualitas lingkungan hidup dalam upaya mencegah
kerusakan dan/atau pencemaran lingkungan dan pemulihan kualitas lingkungan yang rusak akibat
pemanfaatan sumber daya alam yang berlebihan, serta kegiatan industri dan transportasi. Sasaran
6

program ini adalah tercapainya kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat adalah tercapainya
kualitas lingkungan hidup yang bersih dan sehat sesuai dengan baku mutu lingkungan yang
ditetapkan.
4. Program Penataan Kelembagaan dan Penegakan Hukum, Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Pelestarian Lingkungan Hidup
Program ini bertujuan untuk mengembangkan kelembagaan, menata sistem hukum, perangkat
hukum dan kebijakan, serta menegakkan hukum untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian lingkungan hidup yang efektif dan berkeadilan. Sasaran program ini adalah
tersedianya kelembagaan bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup yang kuat dengan
didukung oleh perangkat hukum dan perundangan serta terlaksananya upaya penegakan hukum
secara adil dan konsisten.
5. Program Peningkatan Peranan Masyarakat dalam Pengelolaan Sumber Daya alam dan
Pelestarian fungsi Lingkungan Hidup
Tujuan dari program ini adalah untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan sumberdaya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Sasaran program ini adalah tersedianya sarana bagi masyarakat dalam pengelolaan sumberdaya alam
dan pelestarian fungsi lingkungan hidup sejak proses perumusan kebijakan dan pengambilan
keputusan, perencanaan, pelaksanaan sampai pengawasan.

C. Kebijakan Daerah dalam Penegakan Hukum Lingkungan

Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah
penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan
penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan yang
tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah yang menonjol antara lain
adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan
aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha
dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga
menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan
Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan
kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan
penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah
7

dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan
hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :
Regulasi Perda tentang Lingkungan.
Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan
hidup.
Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders
Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan
kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.
Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan
hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan,
pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah
kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan
perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk
hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan
kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan
pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial
maupun konflik lingkungan. Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum
perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun
1982. Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan
hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang
Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan
yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti
dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur
lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat
dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan perundangundangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan
keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai
dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001
tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan
Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan
Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

D. Potret Lingkungan Hidup Di Daerah


Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas
sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu
pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling
tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Di dalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak,
serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.
8

Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum
yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup
dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat
diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta di
lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya
kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat
diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi
daerah antara lain sebagai berikut.
o Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian
kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik.
Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup,
demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlaping antar
sektor yang satu dengan sektor yang lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan
menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup)
terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain.
o Pandanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan
mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik.
Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan
sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk
program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang
dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
o Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup
selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya
manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan
pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara
baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
o Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi.
Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan
masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya
menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya
banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan
lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
o Lemahnya implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan
lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa
pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari
kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
o Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan
implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan
perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan
lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
o Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya
lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya

masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan
yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
o Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan
dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi
ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan.
Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.
Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah
menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak
masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin
untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat pembangunan di daerah yang
pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta
di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan
lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu ke
waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi
bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan
bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada
yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu
sendiri.

E. Permasalahan Dan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup Di Daerah


Semenjak pemerintah mencanangkan REPELITA pertama tahun 1969/1970 hingga terjadinya krisis
ekonomi pada pertengahan tahun 1997 telah banyak kegiatan-kegiatan baik di sector pertanian, industry,
dan sumber daya alam yang menghasilkan nilai tambah bagi masyarakat. Pembangunan di sektor
industry misalnya disatu pihak telah menghasilkan barang yang sangat bermanfaat bagi kesejahteraan,
namun dilain pihak industry tersebut menghasilkan produk samping berupa limbah. Akibat dari
akumulasi limbah tersebut akan dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup, disamping itu dengan
berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi telah memberi makna bagi peningkatan kualitas hidup,
namun dorongan terhadap kebutuhan yang berlebihan telah mengakibatkan terjadinya eksploitasi
sumber daya alam yang melampaui daya pemulihan serta penataannya kembali. Sumber daya alam,
seperti : mineral, energi, tanah, dan air serta sumber daya alam hayati mengalami penurunan kualitas dan
kuantitas, sebagai dampak dari penerapan teknologi eksploitasi yang kurang mengindahkan kaidah
kelestarian fungsi lingkungan. Permasalahan yang terjadi di lingkungan daerah, seperti :
1. Pencemaran Kualitas Udara
Kegiatan pemanfaatan energy mulai dari ekstraksi bahan bakai sampai dengan proses
pembakaran berpotensi menurunkan kualitas udara. Pemanfaatan energi atau konsumsi energi seperti
pada pembangkit tenaga listrik, tungku-tungku industri, mesin kendaraan dan tungku masak
merupakan sumber bahan pencemar udara utama yang dilepaskan ke udara ambien seperti : COx,
CO, NOx, Sox, VHC, SPM (suspended particulate matter), serta berbagai logam berat. Kegiatan
yang berdampak terhadap pencemaran udara antara lain :
a. Peningkatan pemanfaatan energy batubara untuk pembangkit tenaga listrik, kegiatan ini
berdampak negatif pada kualitas udara. Upaya yang telah dilakukan meliputi : keharusan
melakukan analisis dampak lingkungan dan upaya pengelolaannya, penggunaan batubara dengan
kadar belerang rendah, pembuatan standar emisi dan ambient, serta peningkatan efisiensi
produksi.
10

b. Kegiatan transportasi, terutama di kota-kota besar merupakan penyumbang utama terjadinya


pencemaran udara, selain kegiatan industri dan rumah tangga. Upaya yang ditempuh adalah
peningkatan efisiensi atau penghematan energi, penghapusan secara bertahap bahan bakar
bertimbal, melalui program langit biru.
c. Kebakaran hutan sebagai akibat dari pembukaan lahan dan faktor alamiah telah menimbulkan
pencemaran asap di Indonesia bahkan sampai ke negara tetangga, sehingga menjadi isu negatif
dimata internasional. Upaya yang dilakukan pemerintah antara lain mengeluarkan peraturan yang
melarang penggunaan api dalam melakukan pembukaan lahan, melakukan dan meningkatkan
jaringan pemantauan dini, pembentukan tim koordinasi nasional kebakaran lahan dan hutan.
2. Akumulasi Limbah
Masalah limbah padat, terutama sampah kota telah menjadi masalah besar bagi pemerintah kota,
problem tersebut diperparah dengan maraknya urbanisasi penduduk yang berpengaruh terhadap
semakin meningkatnya jumlah penduduk di perkotaan, sebagai dampak ikutan jumlah sampah
diperkotaan akan semakin meningkat.
Upaya yang dilakukan dengan cara menumpuk di tempat pembuangan akhir (TPA) kemudian
dibakar, atau bagi pemerintah daerah yang mampu mengolah sampah, akan sampah tersebut akan
diolah menjadi kompos (pupuk organik).
Buangan limbah tinja (kotoran manusia) dilakukan dengan membuat septik tank, namun demikian
penggunaan sanitasi individual tersebut sudah tidak memadai lagi terutama untuk lokasi dengan
kepadatan penduduk yang tinggi, sehingga perlu pendekatan regional. Dampak berupa limbah cair
atau padat akibat kegiatan industry yang dominan antara lain industry tekstil, tapioca, pulp dan
kertas, penyamakan kulit, industry kelapa sawit. Upaya yang dilakukan untuk menagani dampak
lingkungan berupa limbah padat antara lain dengan cara :
a. Daur ulang dan pengomposan untuk mengurangi timbunan sampah.
b. Peningkatan sarana pembuangan dan pengolahan limbah seperti TPA, minimisasi limbah yaitu
dengan mengurangi limbah yang harus dikumpulkan, diolah, dan didaur ulang serta mengurangi
pemakaian bahan baku, energi, dan air, yang lebih dikenal dengan konsep produksi bersih.
3. Eksploitasi Sumber Daya Alam
Kegiatan pembangunan yang menggunakan sumber daya alam selama ini telah menurunkan
jumlah dan mutu sumber daya alam, akibat karena kurang bijaksana dalam pemanfaatannya.
a. Sumber Daya Alam Hayati
Selama ini hutan tropis Indonesia telah dieksploitasi secara berlebihan untuk menghasilkan
devisa. Akibat dari proses penebangan serta pembakaran hutan akan mengakibatkan punahnya
spesies seperti burung, mamalia, reptilian, ikan air tawar, dan berbagai jenis tumbuhan. Upaya
untuk menangani dampak ini, antara lain :
- Mengembangkan dan memelihara hutan secara terpadu dan berkelanjutan.
- Meningkatkan regenerasi, rehabilitasi, dan perlindungan hutan.
- Penegakan hukum dan peraturan bagi pengelolaan hutan berkelanjutan.
- Mempertahankan dan meningkatkan peran serta masyarakat.
b. Sumber Daya Alam Kelautan dan Pantai
Akibat adanya penangkapan ikan dengan bahan peledak dan bahan beracun, pengambilan
batu karang, atau karena endapan erosi, maka sebagian terumbu karang telah rusak. Hutan

11

mangrove sebagai tempat berkembangbiaknya jenis ikan yang nilai jualnya tinggi telah
mengalami kerusakan. Upaya pengelolaan yang dilakukan antara lain :
- Menyusun rencana dan pengembangan sumber daya terpadu di wilayah pesisir.
- Pemantauan dan perlindungan wilayah pesisir dan lautan.
- Pemberdayaan masyarakat pesisir.
- Pembangunan kepulauan kecil yang berkelanjutan.
- Pemeliharaan keamanan zona ekonomi eksklusif.
- Pengelolaan dampak perubahan iklim dan tsunami.
c. Sumber Daya Alam Mineral
Dengan kekayaan yang dimiliki berupa emas, tembaga, perak, nikel, timah, dan batubara,
Indonesia merupakan salah satu negara produsen sumber daya alam mineral terpenting di dunia.
Aktifitas eksploitasi tersebut berdampak lingkungan yang sangat berarti, yaitu : merubah bentang
alam, merusak dan menghilangkan vegetasi yang ada diatasnya, mengeluarkan limbah yang
cukup besar dalam bentuk tailing maupun batuan limbah. Upaya pengelolaan antara lain :
- Reklamasi lahan paska penambangan.
- Remidiasi kualitas lahan (secara kimia dan biologi).
d. Sumber Daya Air
Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dan pertumbuhan ekonomi yang
terus dipacu, menjadikan permintaan sumber daya air semakin meningkat, baik dari sisi kuantitas
maupun kualitas. Hal ini menjadikan sumber daya air menjadi barang yang langka. Terjadinya
pencemaran terhadap sumber air, penggundulan hutan yang mengakibatkan erosi tanah serta
terganggunya fungsi resapan air, kegiatan pertanian yang tidak mengindahkan kaidah
lingkungan, berubahnya fungsi daerah tangkapan air, serta distribusi air yang tidak merata,
menunjukkan bahwa perhatian terhadap sumber daya air mutlak diperlukan. Upaya yang
dilakukan antara lain :
- Melaksanakan program kali bersih (PROKASIH).
- Melakukan pendekatan one management for one watershed dalam pengelolaan DAS bagian
hulu sampai hilir.
- Pengaturan dengan lebih efisien pengadaan air bagi penduduk kota dan desa, pertanian,
industry, dan pariwisata.
4. Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Kegiatan industry secara keseluruhan mengakibatkan tingginya beban pencemaran, hal ini
dikarenakan oleh kurangnya pengelolaan dengan baik terhadap limbah yang dihasilkan. Bahan
pencemar berbahaya dan beracun yang dihasilkan oleh industri umumnya adalah logam berat,
sianida, pestisida, cat, zat warna, minyak, dan zat pelarut. Selain itu masalah yang dihadapi limbah
B3 adalah adanya bisnis pembuangan limbah antar negara. Ekspor limbah B3 dari negara maju ke
negara berkembang terus berlangsung, hal ini dapat terjadi kaena penerapan peraturan yang ketat di
negara asal terhadap penanganan limbah. Upaya pengelolaannya antara lain :
- Diterbitkannya peraturan perundangan tentang pengaturan limbah B3.
- Ratifikasi Konvensi Basel tentang pengaturan ekspor dan imporserta pembuangan limbah
B3.
- Pengembangan dan peningkatan pengelolaan limbah B3 dengan prioritas minimisasi limbah.
- Peningkatan dan penguatan kemampuan kelembagaan dalam pengelolaan limbah B3.
12

F. Dampak Otonomi Daerah Pada SDA


Penyelenggaraan pemerintah daerah , sesuai dengan UUD 1945, yang mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraaan masyarakat melalui
peningkatan, pelayanan, pemberdayaan, dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing
daerah. Otonomi daerah merupakan realisasi dari ide desentralisasi (Imawan, 2005). Daerah otonom
merupakan wujud nyata dan dianutnya asas devolusi dan dekonsentrasi sebagai makna dari
desentralisasi sendiri. Dalam konteks ini, otonomi harus dipahami secara fungsional. Maksudnya,
orientasi otonomi seharusnya pada upaya pemaksimalan fungsi pemerintahan (pelayanan, pengaturan,
dan pemberdayaan) agar dapat dilakukan secepat, sedekat, dan setepat mungkin dengan kebutuhan
masyarakat.
Pada hakekatnya, otonomi merupakan wujud nyata desentralisasi. Dalam bahasa yang sederhana
otonomi adalah suatu keadaan yang tidak tergantung pada siapa pun. Dalam bahasa yang lebih politis,
dalam konteks hubungan pusat-daerah, otonomi merupakan sebuah kewenangan yang dimiliki oleh
daerah untuk mengatur sistem administrasi birokrasi, keuangan, kebijakan publik, dan hal-hal lain,
dalam batasan-batasan yang telah ditetapkan dan disepakati bersama.
Penerapan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia, sesuai dengan Bhineka Tunggal Ika
kita, yang terdiri dari ribuan pulau, ratusan kultur dan subkultur yang menyebar di seluruh nusantara.
Dengan berdasarkan pada variasi lokalitas yang sangat beragam itu, maka sangat tepat untuk
menerapkan otonomi daerah. Hal ini akan memberi peluang seluas luasnya bagi tiap daerah untuk
berkembang sesuai potensi alam dan sumber daya manusia yang ada di masing masing daerah dan
kemudian akan menciptakan suasana kompetisi antar daerah dalam mewujudkan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
Sumber daya alam menurut Undang-undang 32 tahun 2009, Sumber daya alam adalah unsur
lingkungan hidup yang terdiri atas sumber daya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan
membentuk kesatuan ekosistem.Prinsip otonomi daerah menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya.
Pasal 10 UU No.32 Tahun 2004, pemerintah daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh UU ini ditentukan menjadi urusan
pemerintah. Dalam penguasaan SDA yang ada di Kaltim, prinsip otonomi yang seluas-luasnya memberi
konseweksi pada perubahan dalam pengelolaan SDA di daerah. Sebagai contoh di Kaltim untuk bidang
pertambangan. Untuk izin IUP Kaltim sampai tahun 2011 mencapai 1275, tidak termasuk ijin HPH,
Perkebunan dan lain-lain. Dampak yang dirasakan, secara postif dengan adanya peningkatan PAD,
Terbukanya kawasan, investasi, tenagakerja, Namun penguasaan SDA di Kaltim, sejak diberlakukan UU
No.22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004, telah membawa dampak negative terhadap lingkungan
hidup, ekspoiltasi SDA sekarang telah melebihi daya dukung dan daya tampung lingkungan. Eksploitasi
ini membawa pada kerusakan dan menurunnya kualitas lingkungan hidup di Kaltim. Penguasaan SDA
juga bermasalah terhadap bagi hasil pada daerah Propinsi Kaltim terhadap peimbangan keuangan antara
pusat dan daerah.
Hal lain yang membuat penguasaan SDA hancur, karena pimpin didaerah, berlaku sebagai rajaraja kecil didaerah yang punyi otoritas kekuasan dan kewenangan untuk melakukan perubahan dalam
membuat kebijakan yang berhubungan dengan SDA. Kesempatan inilah yang dibuat untuk mengubah
semua kebijakan dalam pengelolaan SDA, sehingga pada akhirnya SDA dijual murah, tanpa
perlindungan lingkungan dan mengabaikan kepentingan masyarakat setempat. Dengan prinsip otonomi
yang dimiliki kepala daerah, banyak melakukan kebijakan dan izin-izin baru dalam pengelolaan SDA
13

yang tidak berbasis, penataan ruang, tata kelola SDA, lingkungan hidup. Kebanyakan kebijakan
berorintasi pada kepentingan sesaat, selagi menjabat, dan mengespoiltasi apapun dengan cepat, tanpa
memikir dampak yang timbulkan untuk generasi yang akan datang.
Dalam kajian legal spirit desentralisasi dalam penguasaan negara atas sumber daya alam pasca
UU Berlakunya UU No.22 Tahun 1999 jo UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah
menjadi pintu awal dimulainya suatu usaha untuk membangun daerahnya dengan memanfaatkan potensi
daerah berupa SDA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.
Pada hakekatnya otonomi daerah yang ingin dibangun merupakan upaya untuk mendekatkan
sistem pengelolaan sumber alam pada masyarakat di daerah, agar masyarakat yang bersangkutan dapat
merasakan manfaat ekonomi dari eskploitasi sumber daya alam yang didaerahnya. Demikian juga
pengalaman dari penguasaan sumber daya alam yang sentralistik di masa lalu, telah memberikan
pelajaran berharga bagi pemerintah yang lebih banyak berpihak pada pemilik modal yang besar dan
investor-investor baik dari dalam maupun luar negeri dengan menggunkan teknologi maju justru
menimbulkan kerusakan dan kehancuran lingkungan yang tidak terkendali dan konflik pada tataran
masyarakat. Secara konseptual subtansansi perundang-undangan yang berkaitan dengan hubungan
hukum penguasaan sumber daya alam, ini tidak sesuai lagi dengan tujuan awalnya, hal ini karena
ketentuan yang terdapat didalamnya telah memberikan kekuasaaan yang sangat besar kepada pemerintah
daeraj untuk mengatur dan mengurus segala sesutu yang berkaitan dengaan sumber daya alam, sehingga
kekuasaan yang dimiliki oleh daerah lambat alut menegasikan keberadaan masyarakat dan yang ada
kepentingan modal yang didahulu, bukan kepentingan rakyat atau masyarakat sekitar sumber daya alam.

14

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas maka dapat diambil beberapa kesimpulan :
Otonomi daerah telah memberikan kewenangan penuh kepada setiap pemerintah daerah secara
proporsional untuk mengembangkan potensi yang ada dalam proses pembangunan yang terencana
dengan baik, realistik, strategik, dan bernuansa lingkungan yang dalam jangka panjang dapat menjamin
pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Oleh karena itu peran pemerintah daerah dalam
perumusan kebijakan pengelolaan lingkungan hidup sangat diperlukan untuk mengurangi terjadinya dan
pemanfaatan sumberdaya alam dengan tetap memperhatikan memperhatikan prinsip pembangunan
berkelanjutan, penghormatan hak-hak asasi manusia, demokrasi, kesetaraan gender dan pemerintah yang
baik.
Pelaksanaan kebijakan pengelola lingkungan hidup di Daerah merupakan bagian dari
pembangunan nasional yang sejalan dalam rangka implementasi otonomi daerah, berbagai kebijakan dan
program yang telah dilakukan bertujuan dalam rangka peningkatan pembangunan daerah yang
berwawasan lingkungan dengan tetap beracuan kepada Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi
sumberdaya alam dan lingkungan serta memberikan kesempatan kepada masyarakat adat dan lokal
untuk dapat berperan aktif sehingga pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan di Daerah
dapat tetap terjamin.

Saran
1. Dalam penerapan otonomi daerah pemerintah daerah diharapkan mengembangkan potensi sumber daya
alam yang ada untuk menunjang pembangunan berkelanjutan yang meliputi aspek pelestarian,
kesejahteraan sosial dengan melakukan :
a. memperluas area hutan kota;
b. meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat dalam pengurusan izin;
c. melakukan sosialisasi yang rutin kepada masyarakat dan pelaku usaha dan/atau kegiatan terhadap
pentingnya pengelolaan lingkungan hidup.
2. Diharapkan kepada pemerintah daerah setiap mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan proses
pembangunan daerahnya tetap memperhatikan aspek pengelolaan lingkungan hidup dan melibatkan
peran serta masyarakat untuk aktif dalam pengelolaan lingkungan hidup, sehingga secara dini dapat
diantisipasi munculnya permasalahan dan resiko lingkungan yang negatif.

15

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman. 1990. Pengantar Hukum Lingkungan. Citra Aditya Bakti: Bandung


Anwar, Chairul. 1995. Zona Ekonomi Eksklusif Di Dalam Hukum Internasional. Jakarta: Sinar Grafika
Helwani, Hendra. 2002. Ekonomi Internasional dan Globalisasi Ekonomi. Jakarta: Galia Indonesia
Cristianto, Joko. 2001. Otonomi Daerah dan Skenario Indonesia. Bogor: Institut Pertanian Bogor
Eggi Sudjana Riyanto. 1999. Penegakan Hukum Lingkungan dan Perspektig Etika Bisnis di Indonesia.
Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama
Hadjon, Philipus. M, et al. , 1998. Pengantar Hukum Administrasi Indonesia. Yogyakarta: UGM Press
Kementrian Lingkungan Hidup RI. 2002. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Lingkungan
Hidup. Jakarta
Soemartono, Gatot R. 1996. Hukum Lingkungan Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika
Yulistyo. 2001. Program Strategis Teknologi Lingkungan Pusat Pengkajian Penerapan Teknologi
Lingkungan. Jakarta: BPPT
Widodo, Lestario. 2008. Pusat Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Jakarta: BPPT

16

Anda mungkin juga menyukai