Disusun oleh:
dr. Puga Sharaz Wangi
Pendamping:
dr. Dewi Ayu Rinjani
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrobilalamin, segala puji dan syukur atas segala nikmat,
karunia, dan rahmat yang diberikan Allah SWT dalam menempuh Internship di
Puskesmas Dalam Pagar. Atas ridho-Nya pula, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
tugas penulisan Mini Project dengan judul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif
terhadap Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di
Puskesmas Dalam Pagar untuk memenuhi salah satu syarat program Internship di
Puskesmas Dalam Pagar, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan.
Terima kasih kami ucapkan kepada :
1. H. M. Noor Islam, SE, SKM, MM selaku Kepala Puskesmas Dalam Pagar.
2. Dr. Dewi Ayu Rinjani sebagai dokter pendamping Puskesmas Dalam Pagar.
3. Rekan-rekan paramedis yang telah membantu pengerjaan mini project.
4. Kedua orang tua dengan segala curahan kasih sayang, restu, dan dukungan
kepada penulis.
5. Rekan rekan dokter Internship.
6. Para ibu yang mau menjadi responden mini project ini.
Demikian, agar Mini Project ini bisa bermanfaat bagi yang membacanya.
Penulis
ABSTRAK
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..........................................................................................................
KATA PENGANTAR.........................................................................................................
ABSTRAK..........................................................................................................................
DAFTAR ISI.......................................................................................................................
1. PENDAHULUAN........................................................................................................
1.1. Latar Belakang.......................................................................................................
1.2.Pernyataan Masalah................................................................................................
1.3.Tujuan.....................................................................................................................
1.4.Manfaat...................................................................................................................
2. TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................
A. ISPA.........................................................................................................................
2.1.Definisi...................................................................................................................
2.2.Epidemiologi...........................................................................................................
2.3.Etiologi.................................................................................................................
2.4.Klasifikasi.............................................................................................................
2.5.Faktor Risiko.........................................................................................................
2.6.Manifestasi Klinis.................................................................................................
2.7.Diagnosis..............................................................................................................
2.8.Penatalaksanaan....................................................................................................
2.9.Pencegahan...........................................................................................................
B. Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif................................................................................
3. METODE....................................................................................................................
3.1. Desain Penelitian.................................................................................................
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian............................................................................
3.3. Populasi dan sampel...........................................................................................
3.4 Metode Pengumpulan Data.................................................................................
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data...............................................................
4. HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................................
4.1.Puskesmas.............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
makanan pendamping yang bergizi dan tetap menyusu sampai bayi berusia dua tahun
atau lebih. Menyusui sejak dini mempunyai dampak yang positif, baik bagi ibu
maupun bayinya. Bagi ibu, memberikan ASI tidak hanya bermanfaat untuk menjalin
kasih sayang , tetapi juga dapat mengurangi perdarahan setelah melahirkan,
mempercepat pemuihan kesehatan ibu, menunda kehamilan, hingga mengurangi risiko
terkena kanker payudara. ASI sendiri mengandung banyak faktor kekebalan yang
bermanfaat terhadap pencegahan dari berbagai macam penyakit.4
Pemberian ASI eksklusif di Indonesia belum dilaksanakan sepenuhnya.
Terdapat beberapa permasalahan seperti faktor sosia budaya, rendahnya kesadaran
akan pentingnya ASI, pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum
sepenuhnya mendukung program Peningkatan Pemberian ASI (PP-ASI), gencarnya
promisi susu formula, dan ibu yang bekerja. Selain itu, rendahnya pengetahuan ibu
tentang manfaat pemberian ASI eksklusif juga menjadi salah satu faktor penyebab
permasalahan di atas. 5,6
Pemberian ASI eksklusif merupakan salah satu faktor risiko terjadinya ISPA
pada bayi. Bayi berusia 0-11 bulan yang tidak optimal memperoleh ASI eksklusif
mempunyai risiko 5 kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan
bayi yang memperoleh ASI eksklusif.7 Di negara-negara berkembang, bayi yang
mendapat ASI eksklusif mempunyai angka kesakitan dan kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan yang diberikan susu formula.8 ASI juga terbukti memberikan
efek protektif 39,8% terhadap ISPA pada bayi berusia 0- bulan. 9 Risiko untuk terjadi
ISPA pada bayi yang diberikan ASI tidak eksklusif sebesar 4,59 kali lebih besar
daripada bayi yang diberikan ASI secara eksklusif.10
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien ke sarana
kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan pasien untuk berobat ke Puskesmas dan 1530% kunjungan pasien berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
karena menderita ISPA.11 Di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura, jumlah pasien yang
berobat karena ISPA pada tahun 2015 sebanyak 5923 orang. Hal ini menempatkan
ISPA sebagai urutan pertama dalam daftar 10 penyakit terbanyak yang diobati di
Puskesmas pada tahun 2015.12 Saat ini belum terdapat penelitian mengenai faktor apa
saja yang menyebabkan tingginya kasus ISPA di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.
c.
1.4 Manfaat
1.4.1
ini
diharapkan
dapat
menjadi
bahan
masukan
dan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA)
2.1. Definisi
Infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) merupakan suatu penyakit infeksi
akut yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran napas mulai dari hidung
sampai alveoli termasuk jaringan adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah, dan
pleura yang berlangsung selama 14 hari.13 Menurut WHO, Infeksi Saluran Pernapasan
Akut (ISPA) adalah penyakit saluran pernapasan atas atau bawah, biasanya menular, yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit mulai dari penyakit tanpa gejala atau
infeksi ringan sampai penyakit yang parah dan mematikan, tergantung pada patogen
penyebabnya, faktor lingkungan, dan faktor pejamu. 14
2.2 Epidemiologi
ISPA merupakan salah satu masalah kesehatan utama di dunia, baik di
negara maju maupun di negara berkembang. ISPA banyak terjadi di negara
berkembang dan sering menyerang anak-anak terutama bayi dan balita. 9 Di
Bangladesh, ISPA merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematina
sebesar dua per tiga dari total kematian anak berusia di bawah satu tahun. 15
Insidens kejadian ISPA menurut kelompok umur balita diperkirakan 0,29 episode
per anak/tahun di negara berkembang dan 0,05 episode per anak/tahun di negara
maju. Di Indonesia, angka kejadian ISPA pada tahun 2013 sebesar 25,0%. Lima
provinsi dengan prevalensi ISPA tertinggi yaitu Nusa Tenggara Timur (41,7%),
Papua (31,1%), Aceh (30,0%), Nusa Tenggara Barat (28,3%) dan Jawa Timur
(28,3%). ISPA paling banyak diderita oleh kelompok usia 1-4 tahun (25,8%).
Tidak ada perbedaan angka kejadian ISPA pada laki-laki maupun perempuan.
Penyakit ini lebih banyak dialami pada kelompok penduduk dengan ekonomi
menengah ke bawah.1
2.3 Etiologi
ISPA merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri atau virus.
Etiologi ISPA meliputi lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri
penyebab
ISPA terbanyak
dari
genus
Streptococcus,
Staphylococcus,
b.
10
disertasi napas cepat sesuai golongan umur, yaitu bila umur 2 bulan
hingga <1 tahun sebanyak 50 kali atau lebih/menit; dan bila umur 1
hingga <5 tahun 40 kali atau lebih/menit.
- Bukan pneumonia, apabila hanya terdapat gejala batuk dan/atau
sukar bernapas.
2. Kelompok umur kurang dari 2 bulan
- Pneumonia berat, apabila terdapat gejala batuk dan/atau sukar
bernapas disertai napas cepat >60 kali per menit, atau adanya tarikan
dinding dada bagian bawah ke dalam (chest indrawing).
- Bukan pneumonia, apabila hanya teradpat gejala batuk dan/atau
sukar bernapas.
2.5. Faktor Risiko
1. Mikroorganisme penyebab
Penyebab tersering ISPA adalah virus, karena sifatnya yang mudah menular
sehingga angka kejadian ISPA di masyarakat menjadi tinggi. Tetapi, ISPA yang
disebabkan virus tidak memerlukan tatalaksana khusus karena bersifat selflimiting.
2. Faktor host (pejamu)
a. Usia
ISPA lebih sering terjadi pada kelompok umur 1-4 tahun. Anak berusia
kurang dari 2 tahun mempunyai risiko terkena ISPA lebih besra daripada
anak yang lebih tua karena pada usia kurang dari 2 tahun anak tersebut
belum memiliki imunitas yang sempurna dan lumen saluran napas yang
relatif sempit.17
b. Jenis kelamin
11
sistem
pertahanan
tubuh
yang
belum
sempurna
yang
mengakibatkan bayi BBLR memiliki daya tahan tubuh yang rendah. Selain
itu, bayi BBLR juga memiliki pusat pengaturan pernapasan yang belum
sempurna, surfaktan paru yang masih kurang jumlahnya, otot-otot
pernapasan dan tulang iga yang masih lemah. Bayi BBLR juga mudah
mengalami infeksi paru dan gagal napas.19
d. Status gizi
Status gizi menggambarkan baik atau buruknya konsumsi zat gizi
seseorang. Zat gizi diperlukan untuk pembentukan sistem kekebalan tubuh
seperti antibodi. Semakin baik status gizi seseorang, maka semakin baik
sistem kekebalan tubuhnya. Infeksi saluran pernapasan akut yang
disebabkan virus sangat dipengaruhi oleh sistem kekebalan tubuh. Bila
sistem kekebalan tubuh baik, maka seseorang akan kebal terhadap serangan
virus. Selain itu, kesembuhan dari penyakit akibat serangan virus juga akan
lebih cepat. Anak dengan malnutrisi juga lebih sering mengalami ISPA
dibandingkan dengan anak dengan gizi yang baik.17
e. Status Imunisasi
Anak yang tidak mendapatkan imunisasi secara lengkap cenderung lebih
sering mengalami ISPA. Kebanyakan kasus ISPA pada anak terjadi akibat
komplikasi dari campak yang merupakan faktor risiko yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Namun, kemampuan tubuh untuk menangkal suatu
penyit masih dipengaruhi oleh beberapa faktor yang lain seperti faktor
genetik dan kualitas vaksin.18
f. Pendidikan
12
Kurangnya
pengetahuan
di
masyarakat
akan
gejala
dan
upaya
13
14
b.
c.
d.
e.
Nadi lebih cepat dari 160 kali per menit atau tidak teraba
f.
2.7. Diagnosis
Diagnosis etiologi ISPA pada bayi/balita cukup sulit ditegkkan karena
pengambilan dahak sulit dilakukan. Prosedur pemeriksaan imunologi pun belum
bisa memberikan hasil yang memuaskan untuk menentukan penyebab ISPA.
Pemeriksaan darah dan pembiakan spesimen fungsi atau aspirasi paru bisa
dilakukan untuk diagnosis penyebab ISPA. Cara ini cukup efektif untuk
menentukan etiologi ISPA. Namun cara ini dianggap prosedur yang berbahaya
dan bertentangan dengan etika. Dengan pertimbangan ini, diagnosis etiologi
penyebab ISPA di Indonesia didasarkan pada hasil penelitian asing (melalui
publikasi WHO) bahwa Streptococcus pneumoniae dan Haemophylus influenza
merupakan bakteri yang selalu ditemukan pada penelitian etiologi di negara
berkembang, sedangkan di negar amaju seringkali disebabkan oleh virus.
Diagnosis ISPA ditegakkan berdasarkan gejala yang timbul pada bayi/balita
seperti yang telah dijelaskan pada uraian manifestasi klinis di atas.22
2.8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan ISPA dikembangkan melalui suatu Manajemen
Terpadu Balita Sakit (MTBS). Melalui MTBS ini msemua penderita ISPA
langsung ditangani di unit yang menemukan. Namun, bila kondisi bayi/balita
sudah berada dalam pneumonia berat, sedangkan peralatan tidak mencukupi maka
penderita langsung dirujuk ke unit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
Pengobatan ISPA dilaksanakan berdasarkan klasifikasi ISPA sebagaimana
diuraikan secara ringkas pada bagan berikut.
15
16
Namun,
sebelum
diberikan
makanan
tambahan,
ibu
sebaiknya
17
memperbaiki terlebih dahulu cara pemberian ASI kepada bayi. Apabila setelah
1-2 minggu usaha tersebut telah dilakukan tetapi belum terjadi peningkatan berat
badan, barulah ibu dapat memikirkan untuk memberikan makanan tambahan
bagi bayi berusia di atas 4 bulan namun belum mencapai 6 bulan.4
ASI merupakan suatu emulsi lemak dalam larutan protein, laktosa dan
garam-garam organik yang disekresikan oleh kelenjar mammae. 4 Berdasarkan
stadium laktasinya, komposisi ASI dapat dibagi sebagai berikut:
a.
Kolostrum
Kolostrum merupakan cairan yang pertama kali disekresi oleh
kelenjar mammae, mengandung tissue debris dan residual material yang
terdapat dalam alveoli dan duktus dari kelenjar mammae. Kolostrum mulai
disekresikan dari hari ke-1 sampai hari ke-4 setelah melahirkan. Kolostrum
bersifat viscous dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning daripada ASI
matur. Kolostrum juga merupakan pencahar yang ideal untuk membersihkan
mekonium dari usus bayi yang baru lahir dan mempersiapkan saluran
pencernaan bayi terhadap makanan yang akan datang.4
Kolostrum mengandung lebih banyak protein serta antibodi (untuk
memberikan perlindungan pada bayi sampai umur 6 bulan) daripada ASI
matur, kadar karbohidrat dan lemak yang lebih rendah daripada ASI matur.
Mineral, terutama natrium, kalium dan klorida lebih tinggi daripada ASI
matur. Total energi yang lebih rendah daripada ASI matur, yaitu hanya 58 Kal
/ 100 mL. Vitamin yang larut dalam lemak lebih tinggi dan vitamin yang larut
dalam air lebih rendah daripada ASI matur. ASI yang mengandung kolostrum
akan menggumpal jika dipanaskan serta pH lebih alkalis daripada ASI matur.
Kolostrum mengandung tripsin inhibitor, sehingga hidrolisis protein dalam
usus bayi menjadi kurang sempurna agar kadar antibodi lebih banyak pada
bayi. Volumenya berkisar 150-300 mL / 24 jam.4
b.
18
Kadar protein makin rendah sedangkan kadar karbohidrat dan lemak makin
tinggi. Volume ASI pada masa peralihan semakin meningkat.4
c.
ASI matur
ASI matur merupakan ASI yang disekresikan pada hari ke-10 dan
seterusnya. Komposisinya relatif konstan. Ibu yang sehat dengan produksi
ASI cukup dapat memberikan ASI sebagai satu-satunya makanan yang paling
baik dan cukup untuk bayi sampai usia 6 bulan. ASI matur berwarna putih
kekuning-kuningan karena mengandung garam Ca-caseinat, riboflavin, dan
karoten. ASI matur tidak menggumpal jika dipanaskan dan mengandung
antimikrobial lain, seperti:
- Antibodi terhadap bakteri dan virus
- Sel (fagosit, granulosit, makrofag, dan limfosit T)
- Enzim (lisozim, laktoperoksidase, lipase, katalase, fosfatase, amilase,
fosfodiesterase, alkalinfosfatase)
- Protein (laktoferin, B12 binding protein)
- Resistance factor terhadap stafilokokus
- Komplemen
- Interferron producing cell
- Sifat biokimia yang khas, kapasitas buffer yang rendah dan adanya faktor
bifidus.4
d.
Hormon-hormon
Laktoferin merupakan suatu iron binding protein yang bersifat
bakteriostatik kuat terhadap Escherichia coli serta Candida Albicans.
Lactobacillus bifidus merupakan koloni kuman yang memetabolisir laktosa
menjadi asam laktat yang menyebabkan rendahnya pH sehingga
pertumbuhan kuman patogen akan terhambat. Imunoglobulin memberikan
mekanisme pertahanan yang efektif terhadap bakteri dan virus (terutama
IgA) dan bila bergabung dengan komplemen dan lisozim merupakan suatu
antibakterial yang langsung terhadap Escherichia coli. Faktor lisozim dan
19
20
BAB III
METODE PENELITIAN
21
22
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
NAMA DESA
JUMLAH PENDUDUK
LAKI LAKI
PEREMPUAN
Sei. Kitano
563
519
Dalam Pagar
693
678
624
595
Akar baru
561
517
Akar bagantung
447
378
Melayu ilir
570
528
Melayu tengah
750
748
Melayu Ulu
1051
1118
Mekar
687
671
10
Pematang Baru
565
519
11
Keramat
594
556
12
Keramat baru
502
443
13
Pekauman dalam
424
346
23
14
Pekauman
1035
1094
15
Pekauman ulu
997
1046
16
Antasan senor
1019
1073
17
1652
1847
18
871
894
19
Tambak anyar
746
747
20
1022
1078
Jumlah
15374
15395
Total
30.769 jiwa
2. Data Pendidikan
NO
JENIS SEKOLAH
JUMLAH
TK
7 buah
SDN
17 buah
SLTP
2 Buah
Madrasah Ibtidaiyah
3 buah
Madrasah Tsanawiyah
5 buah
Madrasah Aliyah
4 buah
Ponpes
2 buah
KETERANGAN
JUMLAH
3. Data Sosial Ekonomi dan Budaya
Mata pencarian penduduk pada umumnya adalah bertani, sebagian pedagang dan
kerajinan tangan ( pengrajin ).
24
:
:
:
:
1 buah
1 buah
1 buah
1 buah
Ket.
Baik
Rusak
Baik
Baik
25
Ket:
: Puskesmas Pembantu
: Puskesmas Induk
Frekuensi (n)
Persentase (%)
22
28
44%
56%
26
06
7 12
Pemberian ASI Eksklusif
Ya
Tidak
Menderita ISPA
Ya
Tidak
Frekuensi ISPA
Tidak Pernah
< 2 kali
2 kali
Total
27
23
54%
46%
21
29
42%
58%
32
18
64%
36%
5
15
30
50
10%
30%
60%
100%
ASI
Eksklusif
Ya
Tidak
Menderita ISPA
Ya
Total
Tidak
n
%
n
%
n
%
9
42,8
12
57,2
21
100
23
79,3
6
20,7
29
100
Tabel 2. Distribusi Kejadian ISPA berdasarkan Pemberian ASI Eksklusif
Dari tabel tersebut didapatkan bayi yang tidak diberikan ASI eksklusif lebih
Kejadian ISPA
Ya
P
Tidak
n
%
n
%
ASI
Ya
9
42,8
12
57,2
0,008
Tidak
23
79,3
6
20,7
Eksklusif
Total
32
100
18
100
Tabel 3. Hubungan antara Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa secara keseluruhan terdapat 32 orang
bayi yang menderita ISPA dan 18 orang bayi yang tidak menderita ISPA. Dari 32 bayi
yang menderita ISPA, hanya 9 bayi yang diberikan ASI eksklusif, sedangkan 23 bayi
sisanya tidak diberikan ASI eksklusif. Setelah dilakukan uji hipotesis dengan metode
Chi Square dengan derajat tingkat kemaknaan 0,05 (=5%), diperoleh nilai p sebesar
0,008 (p<0,05). Dengan demikian terdapat hubungan yang bermakna antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar,
Martapura.
4.4 Pembahasan
Jumlah responden pada penelitian ini ada 50 orang. Mayoritas responden tidak
diberikan ASI eksklusif, yaitu sebanyak 29 bayi (58%), dan 79,3% (23bayi) yang
tidak diberikan ASI eksklusif tersebut menderita ISPA. Hal yang sama terjadi pada
penelitian Noorhidayah pada tahun 2013 dengan responden berjumlah 188 bayi,
sebanyak 65,4% di antaranya tidak diberikan ASI eksklusif dan 64,4% dari bayi
tersebut pernah menderita ISPA.23 Begitu juga dengan penelitian yang dilakukan oleh
Okto pada tahun 2010 dengan responden 157 bayi, sebanyak 7,4% dari bayi tersebut
tidak diberikan ASI eksklusif dan 79,6% pernah menderita ISPA.3 Dengan demikian,
pemberian ASI eksklusif pada bayi lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak
diberi ASI eksklusif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi alasan ibu tidak
memberikan ASI eksklusif (diberikan susu formula sebagai pengganti ASI), antara
lain sedikitnya produksi ASI atau ASI tidak ada keluar sama sekali dari payudara ibu,
ibu sibuk bekerja, ibu memiliki kegiatan sosial lain, kurangnya pengetahuan ibu,
faktor makanan, psikologis, dan perawatan payudara oleh ibu.6
Penelitian ini juga menunjukkan terdapat 60% bayi yang menderita ISPA
hingga lebih dari 2 kali dalam 1 tahun, dan hanya 10% bayi saja yang tidak pernah
mengalami ISPA. Dengan demikian angka kejadian ISPA pada bayi di wilaya
28
Puskesmas Dalam Pagar cukup tinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Karolina dan kawan-kawan di Denpasar pada tahun 2011 yang
mendapatkan prevalensi ISPA pada bayi sebesar 54,7%.24 Penyebab tingginya
kejadian ISPA dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu pemberian ASI eksklusif, usia
anak di bawah 5 tahun, tidak diberikannya imunisasi, berat badan lahir rendah,
malnutrisi, kurangnya pendidikan orangtua, rendahnya status sosioekonomi, dan
lingkungan yang kurang memadai.25
Hubungan pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi diuji
dengan uji statistik Chi square didapatkan nilai p=0,008 yang berarti terdapat
hubungan yang bemakna antara pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada
bayi. Hasil ini didukung oleh penelitian lainnya, seperti penelitian pada bayi yang
dilakukan Okto pada tahun 2010 juga mendapati adanya hubungan pemberian ASI
eksklusif dengan kejadian ISPA (p=0,011). Demikian pula penelitian pada bayi di RS
Sanglah, Denpasar (p=0,001).3
Telah diketahui sebelumnya bahwa ASI mengandung komponen-komponen
bioaktif yang dapat mencegah bayi mengalami ISPA. Beberapa komponen-komponen
tersebut adalah komponen-komponen imun sepert imunoglobulin A (IgA) dan
interferon yang mampu memberikan perlindungan kepada bayi dari serangan infeksi.8
IgA dapat mengaktifkan sistem komplemen melalui jalur alternatif dan bersama-sama
dengan makrofag memfagositosis berbagai kuman yang masuk. Selain itu Bronchus
Associated Lymphocyte Tissue (BALT) yang dikandung Asi merupakan antibodi alami
di saluran pernapasan.8
Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan signifikan antara
pemberian ASI eksklusif dengan kejadian ISPA pada bayi. Penanganan penurunan
prevalensi ISPA tentu tidak hanya dengan upaya kuratif tetapi perlu ditingkatkan
upaya promotif dan preventif termasuk di dalamnya upaya peningkatan pemberian
ASI eksklusif kepada bayi sampai usia 6 bulan.
29
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab IV, maka dapat ditarik
beberapa simpulan sebagai berikut :
1.
Ada hubungan antara pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA pada
2.
bayi (p<0,05).
Pemberian ASI eksklusif pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura
3.
sebesar 42%, sedangkan yang tidak diberi ASI eksklusif sebesar 5%.
Kejadian ISPA pada bayi di Puskesmas Dalam Pagar, Martapura sebesar 90%
(30% mengalami ISPA sebanyak 2 kali dalam setahun dan 60% mengalami
ISPA 2 kali dalam setahun) sedangkan yang tidak mengalami ISPA sebesar
10%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan pembuatan leaflet mengenai pentingnya pemberian ASI eksklusif
dan hubungannya dengan ISPA pada bayi untuk menambah wawasan masyarakat
sekitar Puskesmas Dalam Pagar, Martapura.
2. Perlu dilakukan pembinaan peran serta masyarakat dan kerja sama dengan kaderkader PKK dan posyandu untuk lebih memotivasi ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif kepada bayinya.
3. Perlu digalakkan lagi tentang perilaku hidup bersih sehat (PHBS) melalui
penyuluhan mengenai pencegahan ISPA dan faktor-faktor risiko kejadian ISPA.
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset
Kesehatan Dasar. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI, 2013.
2. World Health Organization (WHO). Penanganan ISPA pada Anak di Rumah Sakit
Kecil Negara Berkembang. Alih Bahasa: C. Anton Widjaja. Jakarta: Penerbit
Kedokteran EGC, 2003.
3. Harahap, Okto M F. Riwayat ASI Eksklusif pada Balita ISPA di Puskesmas Sering.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
4. Roesli, Utami. Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Tubulus Agriwidya, 2001.
5. Fuadi, Mirzal. Gambaran Tingkat Pengetahuan Ibu Pasca Melahirkan terhadap
Pentingnya Pemberian ASI Eksklusif di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010.
Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010.
6. Kristiyansari, W. ASI, Menyusui, dan SADARI. Yogyakarta: Nuha Medika, 2009.
7. Elfia, Yunita. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dan ASI Non Eksklusif dengan
Kejadian ISPA pada bayi Usia 0-6 Bulan di Puskesmas Ngesrep Semarang.
Undergradute Theses from JTPTUNIMUS. Diambil pada tanggal 10 Januari 2016
dari http://digilib.unimus.ac.id.
8. Ariefuddin, Y., Priyantini, S. dan Desanti, O.L. Hubungan Pemberian ASI
Eksklusif terhadap Kejadian INFeksi Saluran Pernapasan Akut pada Bayi 0-12
Bulan. Semarang: Universitas Islam Sultan Agung, 2010.
9. Widarini dan Sumasari. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian
ISPA pada Bayi. Jurnal Ilmu Gizi (JIG), 1(1): 28-41, 2010.
10. Rustam, Musfardi. Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap Kejadian ISPA
pada Bayi usia 6-12 Bulan di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jakarta: FKM UI,
2010.
31
11. Direktorat
Jenderal
Pengendalian
Penyakit
dan
Lingkungan.
Pedoman
33
LAMPIRAN
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF TERHADAP KEJADIAN INFEKSI
SALURAN PERNAPASAN AKUT (ISPA) PADA BAYI
DI PUSKESMAS DALAM PAGAR
Nomor Responden :
Tanggal Pengambilan Data :
6. Data yang dikumpulkan semata-mata untuk keperluan ilmiah yang saya jamin
kerahasiaannya.
A. Data Ibu
Nama :
Usia :
Pekerjaan :
Agama :
Pendidikan terakhir :
Alamat :
Nomor HP :
B. Data Bayi
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Alasan Dibawa ke Puskesmas:
C. Kuesioner penelitian
a. Pemberian ASI Eksklusif
No
1
Pertanyaan
Jawaban
Ya
Tidak
Keterangan:
Bayi diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1a atau 2a dijawab
Ya dan pertanyaan nomor 1b atau 2b dijawab Tidak.
Bayi tidak diberikan ASI secara eksklusif, apabila pertanyaan nomor 1b atau 2b
dijawab Ya.
35
b. Kejadian ISPA
No
1
2
3
4
Pertanyaan
Jawaban
Ya
Tidak
Keterangan:
Kejadian ISPA ditentukan oleh pertanyaan nomor 1 dan 3.
Bayi menderita ISPA apabila pertanyaan nomr 1 dijawab Ya dan nomor 3 dijawab
Tidak.
Bayi tidak menderita ISPA apabila pertanyaan nomor 1 dijawab Tidak.
LEMBAR PENJELASAN
Assalamualaikum. Wr. Wb.
Saya dr. Puga Sharaz Wangi, dokter internsip Puskesmas Dalam Pagar yang sedang
melakukan penelitian berjudul Hubungan Pemberian ASI Eksklusif terhadap
Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Bayi di Puskesmas Dalam
Pagar.
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan penyakit infeksi yang sering
terjadi pada anak terutama bayi dan balita. Adapun gejala dari penyakit ini adalah seperti
batuk dan pilek (gejala ringan), sesak napas dan wheezing/bunyi napas tambahan (gejala
sedang), serta sianosis/kebiruan pada tubuh dan pernapasan cuping hidung (gejala berat).
ISPA yang ringan jika tidak segera ditangani akan menjadi berat dan bahkan sampai
menyebabkan kematian. Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya ISPA pada bayi,
salah satunya pemberian ASI eksklusif. Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA. Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah memberikan informasi tambahan di bidang kesehatan tentang
hubungan pemberian ASI eksklusif terhadap kejadian ISPA, serta dapat memberikan data
untuk penelitian selanjutnya yang lebih mendalam.
Oleh karena itu saya meminta kesediaan Ibu untuk berpartisipasi dalam penelitian
ini dengan sukarela dan tanpa paksaan. Saya akan melakukan wawancara dengan
mengajukan beberapa pertanyaan seputar pemberian ASI eksklusi dan ISPA pada bayi Ibu
pada lembaran kuesioner untuk diisi. Saya mengharapkan Ibu menjawab semua
pertanyaan dengan kejadian sebenar-benarnya yang dialami. Identitas pribadi Ibu sebagai
partisipan akan dirahasiakan dan informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk
penelitian ini. Untuk penelitian ini, Ibu tidak akan dikenakan biaya apapun. Setelah
memahami berbagai hal yang menyangkut penelitian ini diharapkan Ibu bersedia mengisi
lembar persetujuan yang telah saya siapkan. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, Ibu
dapat langsung menanyakan kepada Saya sebagai peneliti.
Demikian informasi ini saya sampaikan. Atas bantuan dan kesedian Ibu menjadi
partisipan dalam penelitian ini, saya sampaikan terima kasih.
Martapura, Januari 2016
37
Martapura,
Januari 2016
Peneliti,
..................................................
38