Anda di halaman 1dari 18

ANEMIA DEFISIENSI BESI

I.

Pendahuluan
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping sebagai masalah utama kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal didaerah tropik. Pada tahun 2002, anemia defisiensi
(1)
besi dikatakan memiliki faktor kontribusi terpenting untuk beban penyakit global .

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
(2)

akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang .

Kelainan ditandai oleh

anemia hipokromik mikrosister, besi serum menurun, TIBC (total iron blinding capacity)
meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sum-sum
(3)
tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi .

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan
taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang
memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup
(2)
serius .

Di negara maju, defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia, sebesar

hampir sepertiga kasus. Angka ini menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Penyebab
utama defisiensi besi adalah konsumsi besi yang kurang, peningkatan kebutuhan (pada
masa bayi atau selama kehamilan) dan perdarahan tidak normal. Di negara berkembang,
kehilangan darah karena parasit usus menjadi faktor utama. Status sosial ekonomi yang
rendah dan kemiskinan berkorelasi dengan meningkatnya defisiensi besi. Pada anak-anak,
penyapihan dini dari air susu ibu ke susu sapi dan keterlambatan pemberian makanan
(4 )
padat berkontribusi terhadap defisiensi besi .

Saat ini di Indonesia anemia defisiensi

besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein,
(5)
vitamin A, dan yodium .

II. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
(2)
akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang .

Anemia defisiensi besi

merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
(2)
berkembang .

Dari berbagai data yang dikumpulkan sampai saat ini didapatkan

gambaran prevalensi anemia defisiensi besi, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi dunia (Dikutip dari kepustakaan 2)
Afrika

Amerika Latin

Indonesia

Laki-laki dewasa

6%

3%

16-50%

Wanita tak hamil

20 %

17-21 %

25-48%

Wanita hamil

60 %

39-46 %

46-92%

Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia.
Martoatmojo et al memprediksikan anemia defisiensi besi pada laki-laki 16-50 % dan 2584 % pada perempuan tidak hamil. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang
paling rentan pada anemia defisiensi besi. Di India, Amerika Latin dan Filipina anemia
defisiensi besi pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Di Amerika
Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi
dijumpai kurang dari 1% pada laki-laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4%
pada laki-laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
(2)
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause .

III.

Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi,
(5)

diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang .
Etiologi anemia defisiensi besi sebagai berikut

(3 )

(3)
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun .

Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1


ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/hari
(5 )
(1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negatif besi .

Kehilangan besi akibat perdarahan menahun dapat berasal dari

(3 )

a. Saluran cerna
Saluran cerna paling sering bertanggungjawab terhadap kehilangan darah patologis
(6 )
dan selanjutnya menjadi anemia defisiensi besi .

Penyebab umum kehilangan

darah diakibatkan dari tukak peptik, karen obat-obatan (pemakaian asam asetil
(5 )
salisilat , kortikosteroid, indometasin, atau NSAID ,

kanker lambung, kanker

(3)
kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang .

Sekitar 15%

pasien dengan perdarahan saluran cerna yang terdokumentasi, tidak ditemukan


(6 )

sumbernya, bahkan setelah penyelidikan radiologik dan endoskopi yang luas .


b. Saluran genitalia wanita
Dapat

diakibatkan

oleh

menorrhagia

atau

(3)
metrorhagia .

Menorrhagia

(hiilangnya darah 80 ml atau lebih pada tiap siklus haid) sulit dinilai secara klinis,
walaupun perdarahan berupa bekuan, penggunaan pembalut atau tampon dalam
jumlah banyak, atau masa menstruasi yang lama kesemuanya menunjukkan
(7 )

perdarahan yang berlebihan .

(3 )
c. Salurah kemih dapat diakibatkan oleh hematuria ,

(8 )

jarang menimbulkan anemia defisiensi besi .


3

merupakan penyebab yang

d. Saluran napas
(3 )
Dapat diakibatkan oleh hemoptoe ,

dapat pula diakibatkan oleh idiopatik

pulmonary hemosiderosis, tetapi penyakit ini jarang terjadi, penyakit ini ditandai
dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru
yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis
(5)
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam .

2. Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas)
besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)
(2)

Diet yang buruk merupakan faktor penunjang di banyak negara berkembang,


(7 )

tetapi jarang merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak .

3. Kebutuhan besi meningkat


Kebutuhan besi yang meningkat seperti pada prematuritas, anak dalam masa
(2)

pertumbuhan, dan kehamilan .

Kebutuhan yang meningkat selama masa bayi,

remaja, kehamilan, laktasi dan wanita menstruasi menyebabkan tingginya resiko


anemia defisiensi besipada kelompok klinis tersebut. Bayi baru lahir mempunyai
cadangan besi yang berasal dari penjepitan tali pusat yang perlahan-lahan meluruh dan
pemecahan eritrosit yang berlebih. Dari usia 3-6 bulan terdapat kecenderungan
kesetimbangan besi yang negatif karena pertumbuhan. Dari usia 6 bulan, susu formula
yang disuplementasi dan pemberian makanan campuran, khususnya dengan makanan
(8 )
yang diperkaya besi, dapat mencegah defisiensi besi .

Pada kehamilan, diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu
sekitar 35%, pemindahan 300 mg besi ke janin, dan karena perdarahan pada saat
persalinan. Walaupun absorbsi besi juga meningkat, tapi besi sering diperlukan jika
hemoglobin (Hb) turun di bawah10 g/dL atau volume eritrosit rata-rata (VER) kurang
(8 )
dari 8 fL pada trimester ketiga .

4. Gangguan absorbsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
(5)
perubahan secara histologis dan fungsional .

Pada orang yang telah mengalami

gasteroktomi parsial atau total sering disertai anemia defisiensi besi walaupun penderita
(5 )

mendapat makanan yang cukup besi ,

asimilasi zat besi dari makanan terganggu,

terutama akibat peningkatan motalitas dari by pass usus halus proksimal, yang menjadi
tempat utama absorbsi zat besi. Aklorhidria juga membantu penurunan absorbsi zat
besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorbsi usus halus juga dapat menderita
(6 )
defisinesi zat besi, terutama jika duodenum dan jejenum proksimal ikut terlibat .

Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki adalah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara
(3)
itu pada wanita paling sering karena meno-metrorhagia .

Terdapat perbedaan pola etiologi anemia defisiensi besi di masyarakat atau di


lapangan dengan anemia defisiensi besi di rumah sakit atau praktek klinik. Anemia
defisiensi besi di lapangan pada umumnya disertai anemia ringan atau sedang, sedangkan
di klinik anemia defisiensi besi pada umumnya dissertai anemia derajat berat. Di lapangan
faktor nutrisi lebih berperan dibandingkan dengan perdarahan. Fakta, pada penelitian di
Desa Jagapati, Bali, mendapatkan bahwa infeksi cacing tambang mempunyai peran hanya
pada sekitar 30% kasus, faktor nutrisi mungkin berperan pada sebagian besar kasus,
terutama pada anemia derajat ringan sampai sedang. Sedangkan di klinik, ternyata
perdarahan kronik memegang peran penting, pada laki-laki ialah infeksi cacing tambang
(54%) dan hemoroid (27%), sedangkan pada perempuan menorhagia (33%), hemoroid dan
(2)
cacing tambang masing-masing 17% .

Tabel 2. Stadium dalam perkembangan defisiensi besi (Dikutip dari kepustakaan 9)


Normal

Ringan

Sedang

Berat

Hemoglobin

150 g/dl

130 g/dl

100 g/dl

50 g/dl

MCV

MCHC

Cadangan zat besi


sum-sum

Ada

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Fe/TIBC

1000/3000

-750/3000

-500/4500

-250/6000

Catatan : WCV = volume korpuskular rata-rata; MCHC= konsentrasi hemoglobin korpuskular ratarata; TIBC= total kapasitas ikat besi

IV.

Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama, bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Patofisiologi anemia defisiensi besi ada tiga
(5 )

tahap, yaitu :

1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin atau fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadipeningkatan absorbsi besi
non heme. Feritinin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui
adanya kekurangan besi masih normal
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplay besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun
dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC)
meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yangdisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sum-sum tulrfang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang
progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi
besi yang lebih lanjut.
V. Gejala Klinik
6

Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu
(2)
gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi dan gejala penyerta dasar .

1. Gejala umum anemia


Gejala umum anemia yang disebut juga sebagai sindrom anemia (anemic syndrome)
dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8
g/dl. Gejala ini berupa badan lemas, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta
telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin
yang terjadi secara perlahan-lahan seringkali sindroma anemia tidak terlalu menyolok
diabndingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih
cepat, olehkarena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia
bersifat simptomatik jika hemoglobin telah turun di bawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan
fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah
kuku.
2. Gejala khas akibat defisiensi besi
Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis
lain adalah :
a. Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal
dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok.

Gambar 1. Perubahan kuku pada pasien anemia defisiensi besi ( Dikutip dari kepustakaan 10)

b. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi lebih licin dan mengkilap karena
(2)
papil lidah menghilang . Selain itu juga kelainan mukosa oral lian yaitu sensasi

terbakar di mukosa oral, varikositas lingual, mulut kering, dan LPO (liken planus
11
oral) .

Gambar 2. Atrofi papil lidah (Dikutip dari kepustakaan 10)

c. Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya peradangan pada sudut mulut sehingga


tampak seperti bercak berwarna pucat keputihan
d. Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
f. Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat , es, lem
dan lain-lain
Sindrom Plummer Vinson atau disebut juga Sindrom Paterson Kelly adalah kumpulan
gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah, dan disfagia.
3. Gejala penyakit dasar
Pada anemia defisiensi besi dapat dijumpai gejala-gejala penyakit yang menjadi
penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing
tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna
kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker dijumpai
VI.

gejala tergantung lokasi kanker tersebut.


Pemeriksaan Laboratorium
( 2)

Kelainan laboratorium pada anemia defisiensi besi yaitu sebagai berikut :


1. Kadar Hemoglobin dan Indeks Eritrosit

Didapatkan anemia hipokromik mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin


dimulai dari ringan sampai berat. MCV dan MCH menurun. MCV <70 fl hanya
didapatkan pada anemia defisiensi besi dan talassemia mayor. MCHC menurun pada
defisiensi besi yang lebih berat dan berlangsung lama. Anisositosis merupakan tanda
awal defisiensi besi. Peningkatan anisositosis ditandai oleh peningkatan RDW (red
cell distribution width). Dulu dianggap pemeriksaan RDW dapat dipakai untuk
membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronis, tetapi sekarang RDW pada
kedua jenis anemia ini hasilnya sering tumpang tindih.
Hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, aniositosis, dan
poikilositosis. Makin berat derajat anemia, makin berat derajat hipokromia. Derajat
hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan
talassemia. Jika terjadi hipokromia dan mikrositosis ekstrim, maka sel tampak sebagai
sebuah cincin sehingga disebut sel cicncin (ring cell), atau memanjang seperti elips
disebut sebagai sel pensil (pencil cell atau cigar cell). Kadang0kadang dijumpai sel
target.
Leukosit dan trombosit pada umumnya normal. Tetapi granulositopenia ringan dapat
dijumpai pada ADB yang berlangsung lama. Pada ADB karena cacing tambang
dijumpai eosinofilia. Trombositosis dapat dijum[ai pada ADB dengan episode
perdarahan akut.

Gambar 3. Gambaran hapusan darah tepi pada pasien anemia defisiensi besi (Dikutip dari
kepustakaan 10)

2. Kosentrasi Besi Serum dan TIBC (total iron binding capacity)


Konsentrasi besi serum menurun dan TIBC meningkat. TIBC menunjukkan tingkat
kejenuhan apotransferin terhadap besi, sedangkan saturasi transferin dihitung dari besi
serum dibagi TIBC dikalikan 100%. Untuk kriteria diagnosis ADB, kadar besi serum
menurun <50 g/dl, total iron binding capacity(TIBC) meningkat >350 g/dl, dan
saturasi transferin <15%. Ada juga yang memakai saturasi transferin<16 % atau <
9

18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar,
dengan kadar puncakpada jam 8 sampai 10 pagi.
3. Ferum Seritin
Ferum seritin merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin
serum pada ADB dipakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai <15 g/l.
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling
kuat, oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup
reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak
selalu dapat menyingkirkan adanya defsiensi besi, tetapi feritinserum di tas 100 mg/dl
dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
4. Protoporfirin
Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintetsis
heme terganggu misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk
dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisinesi besi
protoporfirin bebas adalah lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan
pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
5. Kadar Reseptor Transferin dalam Serum Meningkat pada ADB
Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/l. Pengukuran reseptor transferin
terutama dipakai yntuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik.
Akan lebih baik lagi apabila diapakai rasio reseptor transferin dengan log feritin
serum. Rasio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat memungkinkan anemia
akibat penyakitkronik.
6. Pemeriksaan Sum-sum Tulang
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangan sedikit dan tepi tidak teratur. Normoblast ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sum-sum tulang dengan biru prusia
(Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang nrgatif (butir hemosiderin negatif).
Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam
sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast. Pada defisiensi besi maka sideroblast
negatif.
7. Studi Ferokinetik
Studi ini tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif.
Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur
kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erythrocyteiron turn over rate (EIT) yang
mengukur pergerakan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar.
Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan untuk tujuan penelitian.
10

8. Pemeriksaan Lain
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Antara
lain pemeriksaan fese untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam
feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung
VII.

darindugaan penyebab defisiensi besi tersebut


Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus dilakukan anamnesis
(2)
dan pemeriksaan fisis yang teliti disertai pemeriksaan laboratorium yang tepat .

Pada daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, Markum (1982) mengajukan
beberapa pedoman untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat
faktor predisposisi dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala
pucat tanpa perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik mikrositer,
(12)

dan (4) adanya respons terhadap pemberian senyawa besi .

Terdapat tiga tahapan

(2)

diagnosis anemia defisiensi besi, yaitu :

1. Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar


hemoglobin atau hematokrit. Cut off point anemia tergantung kriteria yang dipilih,
apakah kriteria WHO atau kriteria klinik.
2. Tahap kedua adalah memastikan adanya defisiensi besi
3. Tahap ketiga adalah menetukan penyebab dari defisiensi besi yang terjadi
Secara laboratoris untuk menegakan diagnosis anemia defisiensi besi (tahap satu
dan tahap dua) dapat dipakai kriteria diagnosis anemia defisiensi besi (modifikasi dari
kriteria Kerlin et al) sebagai berikut : anemia hipokromik mikrositer pada hapusan darah
tepi, atau MCV <80 fl dan MCHC <31% dengan salah satu dari a, b, c atau d.
a. Dua dari tiga parameter di bawah ini :
1) Besi serum <50 mg/dl
2) TIBC >350 mg/dl
3) Saturasi transferin <15%, atau
b. Feritin serum <20 mg/dl
c. Pengecatan sum-sum tulang dengan biru prusia (Perls stain) menunjukkan cadangan
besi (butir-butir hemosiderin) negatif, atau

11

d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi
besi. Tahap ini sering merupakan proses yang yang rumit yang memerlukan berbagai
jenis pemeriksaan tapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah
kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk mendapatkan sumber perdarahan
yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus
anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.
Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada masa perempuan reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing
tambang. Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear
dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif

untuk

menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama anemia defisiensi besi, harus dicari penyebab lainnya.
Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses
(TPG) atau egg per gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki.
Dalam suatu penelitian lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi
cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah
(2)
pada perempuan .

Anemia akibat cacing tambang(hookworn anemia) adalah anemia defisiensi besi


yang disebabkan oleh karena infeksi cacing tambang berat (TPG >2000). Anemia akibat
cacing tambang sering disertai pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak
tangan.
(5 )
Dasar diagnosis anemia defisiensi besi menurut Cook dan Monsen :

1.
2.
3.
4.

Anemia hipokrom mikrositik


Saturasi transferin <16%
Nilai FEP >10 ug/dl eritrosit
Kadar feritin serum <12ug/dl

12

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dan 3 kriteria (ST, Feritin serum dan FEP)
harus dipenuhi.
(5 )
Lazkowsky me nyimpulkan anemia defisiensi besi dapat diketahui melalui :

1. Pemeriksaan apusan darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH dan MCHC yang menurun. Red cell distribution yang menurun.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikusitosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
b. Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
6. Sum-sum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
VIII. Diferensial Diagnosis
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia
hipokrom mikrositik lain. Keadaan yangsering memberikan gambaran klinis dan
laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena
penyakit kronis. Keadaan lainnya adalah lead poisoning/keracunan timbal dan anemia
sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
(5)

ditunjang oleh pemeriksaan laboratorium .

Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara
sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlahsel
darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya
pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV.
Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila
nilainya <13 menunjukkan talasemia minor sedangkan bila >13 merupakan ADB. Pada
talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan
(5)

peningkatan kadar HbA2 .

Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom
normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada
13

penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin.
Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat
sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin/transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam
membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit
kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak berpengaruh, sedangkan
pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi
(5 )
ADB .

Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi
didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP
(5 )

meningkat. Diagnosis ditegakkan dengan memeriksa kadar lead dalam darah .

Anemia sideroblastik merupakan kelainan yang disebabkan oleh gangguan sintesis


heme, bisa didapat atau herediter. Pada keadaan ini didapatkan gambaran hipokrom
mikrositik dengan peningkatan kadar RDW yang disebabkan populasi sel darah merah
yang dimorfik. Kadar Fe serum dan ST biasanya meningkat, pada pemeriksaan apus sumsum tulang didapatkan sel darah merah berinti yang mengandung granulasi besi(agregat
besi dalam mitokondria) yang disebut ringed sideroblast. Anemia ini umumnya terjadi
(5)
pada dewasa .

Tabel 2. Diferensial Diagnosis Anemia Defisiensi Besi (Dikutip dari kepustakaan 2)

Derajat anemia
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi
transferin
Besi sum-sum
tulang
Protoporfirin
eritrosit
Feritin serum

Anemia defisiensi
besi
Ringan - berat
Menurun
Menurun
Menurun <30
Meningkat >360
Menurun <15 %

Trait talassemia

Negatif

Anemia
akibat
penyakit kronik
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun <50
Menurun <300
Menurun/N 10-20
%
Positif

Meningkat

Meningkat

Normal

Menurun <20g/l

Normal
200g/l
14

20-

Ringan
Menurun
Menurun
Normal /
Normal/
Meningkat >20 %
Positif kuat

Meningkat
g/l

Anemia
sideroblastik
Ringan
Menurun/N
Mneurun/N
Normal/
Normal/
Meningkat >20%
Positif
dengan
ring sideroblast
Normal

>50

Meningkat
>50g/l

Elektrofoiesis
Hb

IX.

Hb. A2 meningkat

Penatalaksanaan
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap
( 2)
anemia defisiensi besi adalah :

1.

Terapi kasual : terapi terhadap penyebab perdarahan. Misalnya pengobatan cacing


tambang, pengobatan hemoroid, pengobatan menorhagia. Terapi kausal harus

dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali.


2. Pemberian preparat besi untuk mengganti kekurangan besi dalam tubuh (iron
replacement therapy)
a. Terapi besi oral
Terapi besi oral merupakan terapi pilihan pertama oleh karena efektif, murah dan
aman. Preparat yang tersedia adalah ferrous sulphat (sulfas ferosus) merupakan
preparat pilihan pertama oleh kaarena paling murah tetapi efektif. Dosis anjuran
adalah 3x200 mg. Setiap 200 mg sulfas ferosus mengandung 66 mg besi elemental.
Pemberian sulfas ferosus 3x200mg mengakibatkan absorbsi besi 50 mg per hari
yang dapat meningkatkan eritropoesis dua sampai tiga kali normal.
Preparat lain : ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate. Sediaan ini harganya lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping
hampir sama dengan sulfas ferosus. Terdapat juga bentuk sediaan enteric coated
yang dianggap memberikan efek samping lebih rendah, tetapi dapat mengurangi
absorbsi besi.
Preparat besi oral sebaiknya diberikan saat lambung kosong, tetapi efek samping
lebih sering dibandingkan dengan pemberiam setelah makan. Pada pasien yang
mengalami intoleransi, sulfas ferosus dapat diberikan saat makan atau setelah
makan.
Efek samping utama besi peroral adalah gangguan gastrointestinal yang dijumpai
pada 15 sampai 20% yang sangat mengurangi kepatuhan pasien. Keluhan ini dapat
berupa mual, muntah, serta konstipasi. Untuk mengurangi efek samping besi
diberikan saat makan atau dosis dikurangi menjadi 3x100 mg.
Pengobatan besi diberikan 3 sampai 6 bulan, ada juga yang menganjurkan sampai 12
bulan, setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Dosis

15

pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi
dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung besi.
b. Terapi Besi Parenteral
Terapi besi parenteral sangan efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini maka besi parenterak hanya diberikan
ata indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral yaitu :
1) Intoleransi terhadap pemberian besi oral
2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3) Gangguan pencernaanseperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4) Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi
5) Kedaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi
oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada heredity hemorrhagic teleangiectasia
6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek
7) Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropietin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml),
Iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan
iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular
dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri
dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah
reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit
kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi
sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus
dibawah ini :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000
mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
c. Pengobatan Lain
1) Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani
2) Vitamin C : vitamin C diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi
besi
16

3) Transfusi darah : ABD jarang memerlukan transfusi darah. Indikasi pemberian


transfusi darah pada anemia kekurangan besi adalah:
a) Adanya penyakit jantuk anemik dengan ancaman payah jantung
b) Anemia yang sangan simtomatik, misalnya anemia dengan gejala pusing yang
sangat menyolok
c) Pasien memerlukan peningkatan kadar hemoglobin yang cepat seperti pada
kehamilan trimester akhir atau preoperasi
Jenis darah yang diberiksn adalah PRC (packed red cell) untuk mengurangi
bahaya overload. Sebagai premedikasi dapat dipertimbangkan pemberian
furosemide intravena.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lubis, anindita dia. Anemia defisiensi besi. 2013. Available from::
http://www.ikaapda.com/resources/HOM/Reading/Anemia-Def-Besi.pdf
2. Bakta, I Made., Suega, Ketut., Dharmayuda, Tjokorda Gde. Anemia Defisinesi Besi.
Dalam : Sudoyo, Ari W., Setiyohadi, Bambang., Alwi, Idrus., Simadibrata, Marcellus.
Editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi V. Jakarta : Interna Publishing.2010
3. Anemia hipokromik mikrositer dengan gangguan metabolisme besi. Dalam : Bakta, Prof
I Made. Hematologi ringkasan klinis. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
4. Anemia mikrositik dan talasemia. Dalam : Bain, Barbara Jane. Hematologi kurikulum
inti. Editor. Jakarta : Penerbit kedokteran EGC. 2014
5. Raspati, hary., Reniarti, Lelani., Susanah, Susi. Anemia defisiensi besi. Dalam :
Parmono, H Bambang., sutaryo.,Ugerasena IDG., Windiasturi, Endang., Abdulsalam,
Maria. Buku ajar hemato;ogo-onkologi anak. Cetakan ketiga. Jakarta : Badan penerbit
IDAI. 2010
6. Bunn, H Franklin. Patofisiologi anemia. Dalam : Asdie, Prof dr Ahmad H. Editor.
Harisson prinsip-prinsip ilmu penyakit dalam. Volume 4. Jakarta : Penerbit buku
kedokteran EGC. 2000
7. Anemia hipokrom dan penimbunan besi. Dalam : Hoffbrand, AV., Pettit, JE., Moss, PAH.
Kapita selekta hematologi. Ediai 4. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2002
8. Anemia hipokrom. Dalam : Hoffband, AV., Moss, PAH. Kapita selekta hematologi. Edisi
6. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC. 2013
9. Wijaya, Yoppy. Anemia defisiensi besi. 2007. Kediri : Fakultas kedokteran universitas
wijaya kusuma surabaya
10. Provan,
Drew.
Iron
deficiency
anemia.
Available
from::
https://www.blackwellpublishing.com/content/BPL_Images/Content_store/Sample_chapt
er/9781405153539/9781405153539_4_001.pdf
11. Wu, Yang-Che., Wang, Yi-Ping., Chang, Julia Yu-Fong et.al. 2014. Oral manifestation
and blood profile in patients with iron deficiency besi. Journal of the Formosan Medical
Association. Available from:: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/24388269
12. Abdulsalam, Maria., Daniel, Albert. 2002. Diagnosis, pengobatan dan pencegahan
anemia defisiensi besi. Jakarta: Sari Pediatri
17

18

Anda mungkin juga menyukai