I.
Pendahuluan
Anemia merupakan masalah medik yang paling sering dijumpai di klinik di seluruh
dunia, disamping sebagai masalah utama kesehatan utama masyarakat, terutama di negara
berkembang. Diperkirakan lebih dari 30% penduduk dunia atau 1500 juta orang menderita
anemia dengan sebagian besar tinggal didaerah tropik. Pada tahun 2002, anemia defisiensi
(1)
besi dikatakan memiliki faktor kontribusi terpenting untuk beban penyakit global .
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
(2)
anemia hipokromik mikrosister, besi serum menurun, TIBC (total iron blinding capacity)
meningkat, saturasi transferin menurun, feritin serum menurun, pengecatan besi sum-sum
(3)
tulang negatif dan adanya respon terhadap pengobatan dengan preparat besi .
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang paling sering dijumpai, terutama di
negara-negara tropik atau negara dunia ketiga, oleh karena sangat berkaitan erat dengan
taraf sosial ekonomi. Anemia ini mengenai lebih dari sepertiga penduduk dunia yang
memberikan dampak kesehatan yang sangat merugikan serta dampak sosial yang cukup
(2)
serius .
hampir sepertiga kasus. Angka ini menjadi lebih tinggi di negara berkembang. Penyebab
utama defisiensi besi adalah konsumsi besi yang kurang, peningkatan kebutuhan (pada
masa bayi atau selama kehamilan) dan perdarahan tidak normal. Di negara berkembang,
kehilangan darah karena parasit usus menjadi faktor utama. Status sosial ekonomi yang
rendah dan kemiskinan berkorelasi dengan meningkatnya defisiensi besi. Pada anak-anak,
penyapihan dini dari air susu ibu ke susu sapi dan keterlambatan pemberian makanan
(4 )
padat berkontribusi terhadap defisiensi besi .
besi masih merupakan salah satu masalah gizi utama disamping kekurangan kalori-protein,
(5)
vitamin A, dan yodium .
II. Definisi
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya penyediaan
besi untuk eritropoiesis, karena cadangan besi kosong (depleted iron store) yang pada
(2)
akhirnya menyebabkan pembentukan hemoglobin berkurang .
merupakan jenis anemia yang paling sering dijumpai baik di klinik maupun di masyarakat.
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang sangat sering dijumpai di negara
(2)
berkembang .
gambaran prevalensi anemia defisiensi besi, seperti pada tabel di bawah ini :
Tabel 1. Prevalensi anemia defisiensi besi dunia (Dikutip dari kepustakaan 2)
Afrika
Amerika Latin
Indonesia
Laki-laki dewasa
6%
3%
16-50%
20 %
17-21 %
25-48%
Wanita hamil
60 %
39-46 %
46-92%
Belum ada data yang pasti mengenai prevalensi anemia defisiensi besi di Indonesia.
Martoatmojo et al memprediksikan anemia defisiensi besi pada laki-laki 16-50 % dan 2584 % pada perempuan tidak hamil. Perempuan hamil merupakan segmen penduduk yang
paling rentan pada anemia defisiensi besi. Di India, Amerika Latin dan Filipina anemia
defisiensi besi pada perempuan hamil berkisar antara 35% sampai 99%. Di Amerika
Serikat, berdasarkan survei gizi (NHANES III) tahun 1988 sampai tahun 1994, defisiensi
dijumpai kurang dari 1% pada laki-laki dewasa yang berumur kurang dari 50 tahun, 2-4%
pada laki-laki dewasa yang berumur lebih dari 50 tahun, 9-11% pada perempuan masa
(2)
reproduksi, dan 5-7% pada perempuan pascamenopause .
III.
Etiologi
Terjadinya anemia defisiensi besi sangat ditentukan oleh kemampuan absorbsi besi,
(5)
diet yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang .
Etiologi anemia defisiensi besi sebagai berikut
(3 )
(3)
1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun .
(3 )
a. Saluran cerna
Saluran cerna paling sering bertanggungjawab terhadap kehilangan darah patologis
(6 )
dan selanjutnya menjadi anemia defisiensi besi .
darah diakibatkan dari tukak peptik, karen obat-obatan (pemakaian asam asetil
(5 )
salisilat , kortikosteroid, indometasin, atau NSAID ,
(3)
kolon, divertikulosis, hemoroid dan infeksi cacing tambang .
Sekitar 15%
diakibatkan
oleh
menorrhagia
atau
(3)
metrorhagia .
Menorrhagia
(hiilangnya darah 80 ml atau lebih pada tiap siklus haid) sulit dinilai secara klinis,
walaupun perdarahan berupa bekuan, penggunaan pembalut atau tampon dalam
jumlah banyak, atau masa menstruasi yang lama kesemuanya menunjukkan
(7 )
(3 )
c. Salurah kemih dapat diakibatkan oleh hematuria ,
(8 )
d. Saluran napas
(3 )
Dapat diakibatkan oleh hemoptoe ,
pulmonary hemosiderosis, tetapi penyakit ini jarang terjadi, penyakit ini ditandai
dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrat pada paru
yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastis
(5)
hingga 1,5-3 g/dl dalam 24 jam .
2. Faktor nutrisi
Akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (bioavaibilitas)
besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging)
(2)
tetapi jarang merupakan penyebab tunggal kecuali pada bayi dan anak .
Pada kehamilan, diperlukan lebih banyak besi untuk meningkatkan massa eritrosit ibu
sekitar 35%, pemindahan 300 mg besi ke janin, dan karena perdarahan pada saat
persalinan. Walaupun absorbsi besi juga meningkat, tapi besi sering diperlukan jika
hemoglobin (Hb) turun di bawah10 g/dL atau volume eritrosit rata-rata (VER) kurang
(8 )
dari 8 fL pada trimester ketiga .
Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami
(5)
perubahan secara histologis dan fungsional .
gasteroktomi parsial atau total sering disertai anemia defisiensi besi walaupun penderita
(5 )
terutama akibat peningkatan motalitas dari by pass usus halus proksimal, yang menjadi
tempat utama absorbsi zat besi. Aklorhidria juga membantu penurunan absorbsi zat
besi. Pasien dengan diare kronik atau malabsorbsi usus halus juga dapat menderita
(6 )
defisinesi zat besi, terutama jika duodenum dan jejenum proksimal ikut terlibat .
Pada orang dewasa, anemia defisiensi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan
perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai
penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki adalah perdarahan
gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara
(3)
itu pada wanita paling sering karena meno-metrorhagia .
Ringan
Sedang
Berat
Hemoglobin
150 g/dl
130 g/dl
100 g/dl
50 g/dl
MCV
MCHC
Ada
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Fe/TIBC
1000/3000
-750/3000
-500/4500
-250/6000
Catatan : WCV = volume korpuskular rata-rata; MCHC= konsentrasi hemoglobin korpuskular ratarata; TIBC= total kapasitas ikat besi
IV.
Patofisiologi
Anemia defisiensi besi merupakan hasil akhir keseimbangan negatif besi yang
berlangsung lama, bila kemudian keseimbangan besi yang negatif ini menetap akan
menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Patofisiologi anemia defisiensi besi ada tiga
(5 )
tahap, yaitu :
1. Tahap pertama
Tahap ini disebut iron depletion atau storage iron deficiency, ditandai dengan
berkurangnya cadangan besi atau tidak adanya cadangan besi. Hemoglobin atau fungsi
protein besi lainnya masih normal. Pada keadaan ini terjadipeningkatan absorbsi besi
non heme. Feritinin serum menurun sedangkan pemeriksaan lain untuk mengetahui
adanya kekurangan besi masih normal
2. Tahap kedua
Pada tingkat ini yang dikenal dengan istilah iron deficient erythropoietin atau iron
limited erythropoiesis didapatkan suplay besi yang tidak cukup untuk menunjang
eritropoisis. Dari hasil pemeriksaan laboratorium diperoleh nilai besi serum menurun
dan saturasi transferin menurun sedangkan total iron binding capacity (TIBC)
meningkat dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat
3. Tahap ketiga
Tahap inilah yangdisebut sebagai iron deficiency anemia. Keadaan ini terjadi bila besi
yang menuju eritroid sum-sum tulrfang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan
kadar Hb. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang
progresif. Pada tahap ini telah terjadi perubahan epitel terutama pada anemia defisiensi
besi yang lebih lanjut.
V. Gejala Klinik
6
Gejala anemia defisiensi besi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar, yaitu
(2)
gejala umum anemia, gejala khas akibat defisiensi besi dan gejala penyerta dasar .
Gambar 1. Perubahan kuku pada pasien anemia defisiensi besi ( Dikutip dari kepustakaan 10)
b. Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi lebih licin dan mengkilap karena
(2)
papil lidah menghilang . Selain itu juga kelainan mukosa oral lian yaitu sensasi
terbakar di mukosa oral, varikositas lingual, mulut kering, dan LPO (liken planus
11
oral) .
Gambar 3. Gambaran hapusan darah tepi pada pasien anemia defisiensi besi (Dikutip dari
kepustakaan 10)
18%. Harus diingat bahwa besi serum menunjukkan variasi diurnal yang sangat besar,
dengan kadar puncakpada jam 8 sampai 10 pagi.
3. Ferum Seritin
Ferum seritin merupakan indikator cadangan besi yang sangat baik, kecuali pada
keadaan inflamasi dan keganasan tertentu. Titik pemilah (cut off point) untuk feritin
serum pada ADB dipakai angka <12g/l, tetapi ada juga yang memakai <15 g/l.
Feritin serum merupakan pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis IDA yang paling
kuat, oleh karena itu banyak dipakai baik di klinik maupun di lapangan karena cukup
reliabel dan praktis, meskipun tidak terlalu sensitif. Angka feritin serum normal tidak
selalu dapat menyingkirkan adanya defsiensi besi, tetapi feritinserum di tas 100 mg/dl
dapat memastikan tidak adanya defisiensi besi.
4. Protoporfirin
Protoporfirin merupakan bahan antara pada pembentukan heme. Apabila sintetsis
heme terganggu misalnya karena defisiensi besi, maka protoporfirin akan menumpuk
dalam eritrosit. Angka normal adalah kurang dari 30 mg/dl. Untuk defisinesi besi
protoporfirin bebas adalah lebih dari 100 mg/dl. Keadaan yang sama juga didapatkan
pada anemia akibat penyakit kronik dan keracunan timah hitam.
5. Kadar Reseptor Transferin dalam Serum Meningkat pada ADB
Kadar normal dengan cara imunologi adalah 4-9 g/l. Pengukuran reseptor transferin
terutama dipakai yntuk membedakan ADB dengan anemia akibat penyakit kronik.
Akan lebih baik lagi apabila diapakai rasio reseptor transferin dengan log feritin
serum. Rasio >1,5 menunjukkan ADB dan rasio <1,5 sangat memungkinkan anemia
akibat penyakitkronik.
6. Pemeriksaan Sum-sum Tulang
Sum-sum tulang menunjukkan hiperplasia normoblastik ringan sampai sedang dengan
normoblas kecil-kecil. Sitoplasma sangan sedikit dan tepi tidak teratur. Normoblast ini
disebut sebagai micronormoblast. Pengecatan besi sum-sum tulang dengan biru prusia
(Perls stain) menunjukkan cadangan besi yang nrgatif (butir hemosiderin negatif).
Dalam keadaan normal 40-60% normoblast mengandung granula feritin dalam
sitoplasmanya, disebut sebagai sideroblast. Pada defisiensi besi maka sideroblast
negatif.
7. Studi Ferokinetik
Studi ini tentang pergerakan besi pada siklus besi dengan menggunakan zat radioaktif.
Ada dua jenis studi ferokinetik yaitu plasma iron transport rate (PIT) yang mengukur
kecepatan besi meninggalkan plasma, dan erythrocyteiron turn over rate (EIT) yang
mengukur pergerakan besi dari sumsum tulang ke sel darah merah yang beredar.
Secara praktis kedua pemeriksaan ini tidak banyak digunakan untuk tujuan penelitian.
10
8. Pemeriksaan Lain
Perlu dilakukan pemeriksaan untuk mencari penyebab anemia defisiensi besi. Antara
lain pemeriksaan fese untuk cacing tambang, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
semikuantitatif, seperti misalnya teknik Kato-Katz, pemeriksaan darah samar dalam
feses, endoskopi, barium intake atau barium inloop, dan lain-lain, tergantung
VII.
Pada daerah dengan fasilitas laboratorium yang terbatas, Markum (1982) mengajukan
beberapa pedoman untuk menduga adanya anemia defisiensi yaitu (1) adanya riwayat
faktor predisposisi dan faktor etiologi, (2) pada pemeriksaan fisis hanya terdapat gejala
pucat tanpa perdarahan atau organomegali, (3) adanya anemia hipokromik mikrositer,
(12)
(2)
11
d. Dengan pemberian sulfas ferosus 3x200 mg/hari (preparat besi lain yang setara)
selama 4 minggu disertai kenaikan kadar hemoglobin lebih dari 2 g/dl.
Pada tahap ketiga ditentukan penyakit dasar yang menjadi penyebab defisiensi
besi. Tahap ini sering merupakan proses yang yang rumit yang memerlukan berbagai
jenis pemeriksaan tapi merupakan tahap yang sangat penting untuk mencegah
kekambuhan defisiensi besi serta kemungkinan untuk mendapatkan sumber perdarahan
yang membahayakan. Meskipun dengan pemeriksaan yang baik, sekitar 20% kasus
anemia defisiensi besi tidak diketahui penyebabnya.
Untuk pasien dewasa fokus utama adalah mencari sumber perdarahan. Dilakukan
anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti. Pada masa perempuan reproduksi anamnesis
tentang menstruasi sangat penting, kalau perlu dilakukan pemeriksaan ginekologi. Untuk
laki-laki dewasa di Indonesia dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari telur cacing
tambang. Tidak cukup hanya dilakukan pemeriksaan hapusan langsung (direct smear
dengan eosin), tetapi sebaiknya dilakukan pemeriksaan semi kuantitatif
untuk
menentukan beratnya infeksi. Jika ditemukan infeksi ringan tidaklah serta merta dapat
dianggap sebagai penyebab utama anemia defisiensi besi, harus dicari penyebab lainnya.
Titik kritis cacing tambang sebagai penyebab utama jika ditemukan telur per gram feses
(TPG) atau egg per gram faeces (EPG) >2000 pada perempuan dan >4000 pada laki-laki.
Dalam suatu penelitian lapangan ditemukan hubungan yang nyata antara derajat infeksi
cacing tambang dengan cadangan besi pada laki-laki, tetapi hubungan ini lebih lemah
(2)
pada perempuan .
1.
2.
3.
4.
12
Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dan 3 kriteria (ST, Feritin serum dan FEP)
harus dipenuhi.
(5 )
Lazkowsky me nyimpulkan anemia defisiensi besi dapat diketahui melalui :
1. Pemeriksaan apusan darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan kadar
MCV, MCH dan MCHC yang menurun. Red cell distribution yang menurun.
2. FEP meningkat
3. Feritin serum menurun
4. Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST <16%
5. Respon terhadap pemberian preparat besi
a. Retikusitosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian besi
b. Kadar hemoglobin meningkat rata-rata 0,25-0,4 g/dl/hari atau PCV meningkat
1%/hari
6. Sum-sum tulang
a. Tertundanya maturasi sitoplasma
b. Pada pewarnaan sum-sum tulang tidak ditemukan besi atau besi berkurang
VIII. Diferensial Diagnosis
Diagnosis banding ADB adalah semua keadaan yang memberikan gambaran anemia
hipokrom mikrositik lain. Keadaan yangsering memberikan gambaran klinis dan
laboratorium yang hampir sama dengan ADB adalah talasemia minor dan anemia karena
penyakit kronis. Keadaan lainnya adalah lead poisoning/keracunan timbal dan anemia
sideroblastik. Untuk membedakannya diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
(5)
Pada talasemia minor morfologi darah tepi sama dengan ADB. Salah satu cara
sederhana untuk membedakan kedua penyakit tersebut adalah dengan melihat jumlahsel
darah merah yang meningkat meski sudah anemia ringan dan mikrositosis, sebaliknya
pada ADB jumlah sel darah merah menurun sejajar dengan penurunan kadar Hb dan MCV.
Cara mudah dapat diperoleh dengan cara membagi nilai MCV dengan jumlah eritrosit, bila
nilainya <13 menunjukkan talasemia minor sedangkan bila >13 merupakan ADB. Pada
talasemia minor didapatkan basophilic stippling, peningkatan kadar bilirubin plasma dan
(5)
Gambaran morfologi darah tepi anemia karena penyakit kronis biasanya normokrom
normositik, tetapi bisa juga ditemukan hipokrom mikrositik. Terjadinya anemia pada
13
penyakit kronis disebabkan terganggunya mobilisasi besi dan makrofag oleh transferin.
Kadar Fe serum dan TIBC menurun meskipun cadangan besi normal atau meningkat
sehingga nilai saturasi transferin normal atau sedikit menurun, kadar FEP meningkat.
Pemeriksaan kadar reseptor transferin/transferin receptor (TfR) sangat berguna dalam
membedakan ADB dengan anemia karena penyakit kronis. Pada anemia karena penyakit
kronis kadar TfR normal karena pada inflamasi kadarnya tidak berpengaruh, sedangkan
pada ADB kadarnya menurun. Peningkatan rasio TfR/feritin sensitif dalam mendeteksi
(5 )
ADB .
Lead poisoning memberikan gambaran darah tepi yang serupa dengan ADB tetapi
didapatkan basophilic stippling kasar yang sangat jelas. Pada keduanya kadar FEP
(5 )
Derajat anemia
MCV
MCH
Besi serum
TIBC
Saturasi
transferin
Besi sum-sum
tulang
Protoporfirin
eritrosit
Feritin serum
Anemia defisiensi
besi
Ringan - berat
Menurun
Menurun
Menurun <30
Meningkat >360
Menurun <15 %
Trait talassemia
Negatif
Anemia
akibat
penyakit kronik
Ringan
Menurun/N
Menurun/N
Menurun <50
Menurun <300
Menurun/N 10-20
%
Positif
Meningkat
Meningkat
Normal
Menurun <20g/l
Normal
200g/l
14
20-
Ringan
Menurun
Menurun
Normal /
Normal/
Meningkat >20 %
Positif kuat
Meningkat
g/l
Anemia
sideroblastik
Ringan
Menurun/N
Mneurun/N
Normal/
Normal/
Meningkat >20%
Positif
dengan
ring sideroblast
Normal
>50
Meningkat
>50g/l
Elektrofoiesis
Hb
IX.
Hb. A2 meningkat
Penatalaksanaan
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi. Terapi terhadap
( 2)
anemia defisiensi besi adalah :
1.
15
pemeliharaan yang diberikan adalah 100 sampai 200 mg. Jika tidak diberikan dosis
pemeliharaan, anemia sering kambuh kembali.
Untuk meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat vitamin C, tetapi
dapat meningkatkan efek samping terapi. Dianjurkan pemberian diet yang banyak
mengandung besi.
b. Terapi Besi Parenteral
Terapi besi parenteral sangan efektif tetapi mempunyai resiko lebih besar dan
harganya lebih mahal. Oleh karena resiko ini maka besi parenterak hanya diberikan
ata indikasi tertentu. Indikasi pemberian besi parenteral yaitu :
1) Intoleransi terhadap pemberian besi oral
2) Kepatuhan terhadap obat yang rendah
3) Gangguan pencernaanseperti kolitis ulseratif yang dapat kambuh jika diberikan besi
4) Penyerapan besi terganggu, misalnya pada gastrektomi
5) Kedaan dimana kehilangan darah yang banyak sehingga tidak cukup dikompensasi
oleh pemberian besi oral, seperti misalnya pada heredity hemorrhagic teleangiectasia
6) Kebutuhan besi yang besar dalam waktu pendek
7) Defisiensi besi fungsional relatif akibat pemberian eritropietin pada anemia gagal
ginjal kronik atau anemia akibat penyakit kronik
Preparat yang tersedia adalah iron dextran complex (mengandung 50 mg besi/ml),
Iron sorbitol citric acid complex dan yang terbaru adalah iron ferric gluconate dan
iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat diberikan secara intramuscular
dalam atau intravena pelan. Pemberian secara intramuskular memberikan rasa nyeri
dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek samping yang dapat timbul adalah
reaksi anafilaksis, meskipun jarang (0,6%). Efek samping lain adalah flebitis, sakit
kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut dan sinkop.
Terapi besi parenteral bertujuan mengembalikan kadar hemoglobin dan mengisi besi
sebesar 500 sampai 1000 mg. Dosis yang diberikan dapat dihitung melalui rumus
dibawah ini :
Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000
mg
Dosis ini dapat diberikan sekaligus atau diberikan dalam beberapa kali pemberian.
c. Pengobatan Lain
1) Diet : sebaiknya diberikan makanan bergizi dengan tinggi protein terutama yang
berasal dari protein hewani
2) Vitamin C : vitamin C diberikan 3 x 100 mg per hari untuk meningkatkan absorbsi
besi
16
18