Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat menyebar melalui
droplet orang yang telah terinfeksi basil TB. Tuberkulosis menjadi salah satu
penyakit yang pengendaliannya menjadi komitmen global dalam MDGs.
Tuberkulosis Paru juga merupakan salah satu Emerging Diseases. Indonesia
termasuk ke dalam kelompok High Burden Countries, menempati urutan ketiga
setelah India dan China berdasarkan laporan WHO tahun 2009. Berdasarkan data
WHO Report 2011 Global Tuberculosis Control, angka insidens semua tipe TB
tahun 2011 sebesar 189 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan dibanding
tahun 1990 yang sebesar 343 per 100.000 penduduk. Demikian juga dengan angka
prevalensi tuberkulosis yang berhasil diturunkan hampir sepertiganya dari 423 per
100. 000 penduduk menjadi 289 per 100.000 penduduk pada tahun 2011. Sejalan
dengan itu, angka mortalitas akibat penyakit TB juga berhasil diturunkan hampir
separuhnya dari 51 per 100.000 penduduk pada tahun 1990 menjadi 27 per
100.000 penduduk pada tahun 2011. Hal tersebut membuktikan bahwa Program
pengendalian TB yang selama ini dilakukan berhasil menurunkan angka insidens
dan prevalensi akibat penyakit TB. Menurut kelompok umur, kasus baru yang
ditemukan paling banyak pada kelompok umur 25-34 tahun yaitu sebesar 22,3%
diikuti kelompok umur 35-44 tahun sebesar 19,3% dan pada kelompok umur 4554 tahun sebesar 18,9%. Pada seluruh kelompok umur tersebut penderita laki-laki
lebih banyak dibandingkan perempuan, kecuali pada kelompok umur 0-14 tahun
penderita perempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.(DEPKES, 2011)1

1.1 Tujuan
Penulisan laporan kasus berjudul TB Paru ini bertujuan untuk
menjelaskan TB Paru mulai dari Definisi, Klasifikasi, etiologi,
patofisiologi, Manifestasi klinis, Pemeriksaan penunjang, penaganan
farmakologi dan non farmakologi. Diharapkan dalam penulisan laporan
kasus ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca
terutama yang memiliki interaksi secara langsung dalam penanganan
terhadap pasien TB Paru agar bisa mendapatkan penanganan yang tepat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru


2.1.1. Definisi TB Paru
Tuberculosis (TB) adalah penyakit akibat kuman mycobakterium
tuberkulosis sistemis sehingga dapat mengenai semua organ tubuh dengan
lokasi terbanyak di paru paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi
primer (Arif Mansyur, 2000)
2.1.2.
1.

Etiologi
Biomolekular Mycobacterium tuberculosis
Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang lurus atau

sedikitmelengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri iniberukuran


lebar 0,3 0,6 m dan panjang 1 4 m. DindingM.tuberculosis sangat
kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukuptinggi (60%). Penyusun utama
dinding sel M.tuberculosis ialahasam mikolat, lilin kompleks (complexwaxes), trehalosadimikolat yang disebut cord factor, dan
mycobacterialsulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam
mikolatmerupakan asam lemak berantai panjang (C60 C90)
yangdihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dandengan
peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yangterdapat pada
diniding sel bakteri tersebut adalah polisakaridaseperti arabinogalaktan dan
arabinomanan. Struktur dinding selyang kompleks tersebut menyebebkan
bakteri M.tuberculosisbersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai,
tahan terhadap alkohol.
Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu
komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen

M.tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi


monoklonal. Saat ini telah dikenal purified antigens dengan berat molekul
14 kDa (kiloDalton), 19 kDa, 38 kDa, 65 kDa yang memberikan sensitiviti
dan spesifisiti yang bervariasi dalam mendiagnosis TB. Ada juga yang
menggolongkan antigen M.tuberculosis dalam kelompok antigen yang
disekresi dan yangtidak disekresi (somatik). Antigen yang disekresi hanya
dihasilkan oleh basil yang hidup, contohnya antigen 30.000 , protein MTP
40 dan lain lain.
2.

Rute Transmisi
Pasien TB dapat mengeluarkan kuman TB dalam bentuk droplet yang

infeksius ke udara pada waktupasien TB tersebut batuk (sekitar 3.000


droplet) dan bersin (sekitar 1 juta droplet). Droplet tersebutdengan cepat
menjadi kering dan menjadi partikel yang sangat halus di udara. Ukuran
diameterdroplet yang infeksius tersebut hanya sekitar 1 5 mikron.Pada
umumnya droplet yang infeksius ini dapat bertahan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari.Pada keadaan gelap dan lembab kuman TB dalam
droplet tersebut dapat hidup lebih lama sedangkanjika kena sinar matahari
langsung (sinar ultra-violet) maka kuman TB tersebut akan cepat mati.1
2.1.3. Patogenesis
Seseorang akan terinfeksi kuman TB kalau dia menghirup droplet
yang mengandung kuman TB yang masih hidup dan kuman tersebut
mencapai alveoli paru (catatan: Seseorang yang terinfeksi biasanya
asymptomatic/tanpa gejala). Sekali kuman tersebut mencapai paru maka
kuman ini akan ditangkap oleh makrofag dan selanjutnya dapat tersebar ke
seluruh tubuh. Orang yang terinfeksi kuman TB dapat menjadi sakit TB bila
kondisi daya tahan tubuhnya menurun. Sebagian dari kuman TB akan tetap
tinggal dormant dan tetap hidup sampai bertahun-tahun dalam tubuh
manusia. Hal ini dikenal sebagai infeksi TB laten. Seseorang dengan infeksi
TB laten tidak mempunyai gejala TB aktif dan tidak menular.

1. Infeksi Primer
Kuman tuberkulosis yang masuk melalui saluran napas akan bersarang
di jaringan paru, dimana ia akan membentuk suatu sarang pneumonik, yang
disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer ini mungkin timbul di
bagian mana saja dalam paru, berbeda dengan sarang reaktivasi. Dari sarang
primer akan kelihatan peradangan saluran getah bening menuju hilus
(limfangitis lokal). Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar
getah bening di hilus (limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama
dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer. Kompleks
primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1) Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
integrum)
2) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang
Ghon, garis fibrotik, sarang perkapuran di hilus)
3) Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh
adalah epituberkulosis, yaitu suatu kejadian dimana terdapat
penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan
obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan akibat
atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan
menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut,
yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan
maupun ke paru sebelahnya. Penyebaran ini juga terjadi ke
dalam usus.

c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian


penyebaran ini sangat bersangkutan dengan daya tahan.

2.

Infeksi Post-Primer
Dari tuberkulosis primer ini akan muncul bertahun-tahun kemudian

tuberkulosis post-primer, biasanya pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis post


primer mempunyai nama yang bermacam macam yaitu tuberkulosis bentuk
dewasa, localized tuberculosis, tuberkulosis menahun, dan sebagainya.
Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi problem kesehatan rakyat,
karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis post-primer dimulai
dengan sarang dini, yang umumnya terletak di segmen apikal dari lobus
superior maupun lobus inferior. Sarang dini ini awalnya berbentuk suatu
sarang pneumonik kecil. Nasib sarang pneumonik ini akan mengikuti salah
satu jalan sebagai berikut:
1) Direabsorbsi kembali, dan sembuh kembali dengan tidak
meninggalkan cacat.
2) Sarang yang mula mula meluas, tapi segera terjadi
prosespenyembuhan dengan penyebukan jaringan
fibrosis.Selanjutnya akan membungkus diri menjadi lebih
keras,terjadi perkapuran, dan akan sembuh dalam bentuk
perkapuran. Sebaliknya dapat juga sarang tersebut menjadi aktif
kembali, membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar akan terjadilah kavitas.

3) Sarang pneumonik meluas, membentuk jaringan keju(jaringan


kaseosa). Kaviti akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju
keluar. Kaviti awalnyaberdinding tipis, kemudian dindingnya akan
menjadi tebal(kaviti sklerotik). Nasib kaviti ini :
a. Mungkin meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonik
baru. Sarang pneumonik ini akanmengikuti pola perjalanan
seperti yang disebutkandiatas
b. Dapat pula memadat dan membungkus diri(encapsulated), dan
disebut tuberkuloma.Tuberkuloma dapat mengapur dan
menyembuh, tapimungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan
menjadikaviti lagi
c. Kaviti bisa pula menjadi bersih dan menyembuh yangdisebut
open healed cavity, atau kaviti menyembuhdengan
membungkus diri, akhirnya mengecil.Kemungkinan berakhir
sebagai kaviti yangterbungkus, dan menciut sehingga kelihatan
sepertibintang (stellate shaped).

Gambar 1. Skema perkembangan sarang tuberculosis post


primer dan perjalanan penyembuhannya.

2.1.4. Klasifikasi Tuberkulosis Paru


1. Berdasar hasil pemeriksaan dahak (BTA)

Tuberkulosis Paru BTA (+)


Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif
Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif

Tuberkulosis Paru BTA (-)


Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinik dan kelainan radiologik menunjukkan
tuberkulosis aktif serta tidak respons dengan pemberian antibiotik
spektrum luas
Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan M.tuberculosis positif

2. Berdasarkan Tipe Penderita


Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan
sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan

OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan.

Kasus kambuh (relaps)


Adalah penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan


lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positif atau biakan positif. Bila hanya menunjukkan perubahan pada
gambaran radiologik sehingga dicurigai lesi aktif kembali, harus
dipikirkan beberapa kemungkinan :

Infeksi sekunder
Infeksi jamur
TB paru kambuh

Kasus defaulted atau drop out


Adalah yang telah menjalani pengobatan > 1 bulan dan tidak

mengambil obat 2 bulan berturut- turut atau lebih sebelum masa


pengobatannya selesai.

Kasus Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali

menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir
pengobatan)
Adalah penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik
positif menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan

Kasus kronik
Adalah penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif

setelah selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik

Kasus bekas TB

10

Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)


negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang menetap.
Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih mendukung
Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata tidak
ada perubahan gambaran radiologik.
2.1.5. Gejala Klinis
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Keluhan yang terbanyak adalah :

1.

Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang
panas badan dapat mencapai 40-41 derajat celcius. Serangan demam
pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali.
Begitulah seterusmya hilang timbulnya demam influenza ini, sehingga
pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam Influenza.
Keadaan ini sangat di pengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat
ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk.
2.

Batuk/batuk darah
Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus. Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama,
mungkin saja batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan
paru yakni setelah berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan
bermula. Sifat batuk di mulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian
setelah timbul peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi pada
kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

11

3.

Sesak napas
Pada penyakit yang ringan belum di rasakan sesak nafas. Sesak napas akan
ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah

meliputi setengah bagian paru-paru.


4. Nyeri dada
Gejala ini agak jarang di temukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.5
5. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering di temukan berupa anoreksia tidak ada nafsu makan, badan makin
kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat
malam. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi hilang
timbul secara tidak teratur.5
2.1.6. Diagnosis
i. Gambaran Klinis
Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik,
pemeriksaan fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan
pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi
2 golongan, yaitu gejala respiratorik yaitu batuk 2 minggu, batuk darah, sesak
napas, nyeri dada (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik. Gejala
respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat
medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka
penderita mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena
iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke
luar.Gejala sistemik yaitu demamgejala sistemik lain: malaise, keringat
malam,anoreksia, berat badan menurun.
ii. Pemeriksaan Jasmani
12

Pada pemeriksaan jasmani kelainan yang akan dijumpai tergantung dari


organ yang terlibat.Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung
luas kelainan struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit
umumnya tidak (atau sulit sekali) menemukan kelainan.Kelainan paru pada
umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah apex dan segmen
posterior , serta daerah apex lobus inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat
ditemukan antara lain suara napas bronkial, amforik, suara napas melemah, ronki
basah,tanda-tanda penarikan paru, diafragma & mediastinum.
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan untuk
pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,liquor
cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung,kurasan bronkoalveolar
(bronchoalveolar lavage/BAL), urin,faeces dan jaringan biopsi (termasuk biopsi
jarumhalus/BJH). Bahan diperiksa dengan cara mikroskopik umumnya
pewarnaan Ziehl-Nielsen) dan biakan.
iii. Pemeriksaan Bakteriologi
Pemeriksaan Radiologik standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa
fotolateral. Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik,CT-Scan.
Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapatmemberi gambaran bermacammacam bentuk (multiform).
1. Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :

Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior

lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah

Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayanganopak


berawan atau nodular

Bayangan bercak milier

Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang).

13

2. Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif

Fibrotik

Kalsifikasi

Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

3. Luluh Paru (Destroyed Lung ) :


Gambaran radiologik yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru .Gambaran
radiologik luluh paru terdiri dari atelektasis, multikaviti dan
fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau

penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologik tersebut


Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologik untuk memastikan
aktiviti proses penyakit

4. Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan


pengobatan dapat dinyatakan sbb (terutama pada kasus BTA
dahak negatif) :
Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua
paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak di atas
chondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus
dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2)

dan tidak dijumpai kaviti


Lesi luas. Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

2.1.7. Pemeriksaan Penunjang


Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya
waktu yang dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis. Dalam

14

perkembangan kini ada beberapa teknik baru yang dapat mengidentifikasi kuman
tuberkulosis secara lebih cepat.
1. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi
DNA, termasuk DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam
pelaksanaan teknik ini adalah kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan
ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih memerlukan ketelitian dalam
pelaksanaannya.
Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu untuk menegakkan diagnosis
sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang benar dan
sesuai standar.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada
yang menunjang kearah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat
dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB
Pada pemeriksaan deteksi M.tuberkulosis tersebut diatas, bahan /
spesimen pemeriksaan dapat berasal dari paru maupun luar paru sesuai
dengan organ yang terlibat.

2. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda antara lain :

a. Enzym linked immunosorbent assay (ELISA), Teknik ini merupakan


salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa
proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik ini
antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang
cukup lama.
b. Mycodot, Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh
manusia. Uji ini menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang
direkatkan pada suatu alat yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini
kemudian dicelupkan ke dalam serum penderita, dan bila di dalam serum
tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam jumlah yang memadai

15

yang sesuai dengan aktiviti penyakit maka akan timbul perubahan warna
pada sisir yang dapat dideteksi dengan mudah.
c. Uji peroksidase anti peroksidase (PAP). Uji ini merupakan salah satu
jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang terjadi;
d. ICT. Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah
uji serologik untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji
ICT tuberculosis merupakan uji diagnostik TB yang menggunakan 5
antigen spesifik yang berasal dari membran sitoplasma M.tuberculosis,
diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut diendapkan dalam
bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2 antigen
diantaranya digabung dalam 1 garis) dismaping garis kontrol. Serum yang
akan diperiksa sebanyak 30 l diteteskan ke bantalan warna biru,
kemudian serum akan berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum
mengandung antibodi IgG terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan
berikatan dengan antigen dan membentuk garis warna merah muda. Uji
dinyatakan positif bila setelah 15 menit terbentuk garis kontrol dan
minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
e. Pemeriksaan BACTEC. Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan
BACTEC ini adalah metode radiometrik. M tuberculosis memetabolisme
asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan dideteksi
growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu
alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan
diagnosis.
f. Pemeriksaan Cairan Pleura. Pemeriksaan analisis cairan pleura & uji
Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada penderita efusi pleura untuk
membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan
cairan eksudat, serta pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit
dominan dan glukosa rendah
g. Pemeriksaan darah. Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan
indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam
pertama dan kedua dapat digunakan sebagai indikator penyembuhan

16

pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap darah
yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang
spesifik.
h. Uji tuberkulin. Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi
tuberkulosis. Di Indonesia dengan prevalensi tuberkulosis yang tinggi,
pemeriksaan uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik kurang berarti,
apalagi pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila
didapatkan konversi, bula atau apabila kepositifan dari uji yang didapat
besar sekali. Pada malnutrisi dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat
memberikan hasil negatif.

2.1.8. Penatalaksanaan
Tabel 2.1 Pengobatan TB dan efek sampingnya
Nama Obat
Isoniazid

Rifampisin

Dosis
Dewasa 300 mg/hari

Efek Samping
Reaksi sensitive

Anak-anak 10-20 mg/hari BB/hari

Neuropati

Dewasa

Hepatitis
Hepatitis

<55 kg: 450 mg/hari

Antagonis dengan obat KB

>55 kkg: 600 mg/hari

Optik

Anak-anak
10-20 mg/hari BB/hari
Para Amino Salisilik
(PAS), seperti
misalnya sodium
amino-salisilat
Isoniazid dengan

Dewasa 12 gr/hari dibagi dalam 2

Intoleransi traktus

dosis

digestivus

Anak-anak 200 mg/kg BB/ hari

Reaksi hipersensitif

Dewasa (tua/lemah)3x sehari Total

17

Rifampisin

dosis perharinya: Isoniazid 300 mg


dan Rifampisin 450 mg
Dewasa biasa 2x sehari
Total dosis perharinya:
Isoniazid 300 m dan

Isoniazid dengan

Rifampisin 600 mg
Hanya untuk dewasa

Reaksi sensitive

Etambutol

Dosis Etambutol yang bervariasi

Kerusakan vestibular

diperlukan untuk pengobatan

Dan koklear

Isoniazid 300 mg/hari dan PAS 12


Streptomisin

gr/hari
0,75 1,0 gr/hari

Pirazinamid

Intramuscular
Hanya untuk dewasa 20-35

Hepatitis

mg/kg/hari dibagi e dosis,


maksimum 3 gr/hari

(sumber:buku ilmu penyakit paru Prof.Dr. H. Tabrani Rab)3


Beberapa regimen pengobatan yang dianjurkan antara lain:
1. Alternatif yang pertama adalah setiap hari diberikan:
1. INH 300 mg
18

2. Rifampisim 600 mg
3. Pirazinamid 25-30 mg/kg BB, diberikan berturut-turut selama 2 bulan
dan kemudian dilanjutkan dengan pemberian INH 300 mg dan
Rifampisin 600 mg selama 4 bulan.3
2. Alternatif yang ke dua adalah:
1. INH 300 mg
2. Rifampisin 600 mg
3. Diberikan selama 9 bulan3
3. Alternatif yang ketiga adalah:
1. INH 900 mg
2. Rifampisin 600 mg
3. Diberikan selama sebulan dan kemudian dilanjutkan dengan 2 kali
seminggu selama 8 bulan3

1.

Tujuan Pengobatan terdiri dari


1. menyembuhkan pasien dengan gangguan seminimal mungkin dalam
2.
3.
4.
5.
6.

hidupnya
mencegah kematian pada pasien yang sakit sangat berat
mencegah kerusakan paru lebih luas dan komplikasi yang terkait
mencegah kambuhnya penyakit
mencegah kuman TB menjadi resisten
melindungi keluarga dan masyarakat penderita terhadap infeksi.

2.1.9. Komplikasi
Penyakit tuberkulosis paru bila tidak di tangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi dibagi atas komplikasi dini dan komplikasi
lanjut.
1. Komplikasi dini

: Pleuritis, Efusi Pleura, Empiema, Laringitis.


2. Komplikasi lanjut : Obstruksi jalan nafas => SOPT
(Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).

19

20

Anda mungkin juga menyukai